Anda di halaman 1dari 18

Defenisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan


oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Pasien TB dapat
mengeluarkan kuman TB dalam bentuk droplet yang infeksius ke udara pada
waktu pasien TB tersebut batuk (sekitar 3.000 droplet) dan bersin (sekitar 1 juta
droplet). Droplet tersebut dengan cepat menjadi kering dan menjadi partikel yang
sangat halus di udara. Ukuran diameter droplet yang infeksius tersebut hanya
sekitar 1 5 mikron. Pada umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan
dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Pada keadaan gelap dan lembab kuman
TB dalam droplet tersebut dapat hidup lebih lama sedangkan jika kena sinar
matahari langsung (sinar ultra-violet) maka kuman TB tersebut akan cepat mati.1,2
Human immunodeficiency virus adalah virus RNA yang termasuk family
retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh
pejamu. Untuk mengadakan replikasi (perbanyakan) HIV perlu mengubah
ribonucleic acid (RNA) menjadi deoxyribonucleid acid (DNA) di dalam sel
pejamu. Seperti retrovirus lain, HIV menginfeksi tubuh, memiliki masa inkubasi
yang lama (masa laten klinis) dan pada akhirnya menimbulkan tanda dan gejala
AIDS. Human immunodeficiency virus terdapat dalam cairan tubuh ODHA dan
seseorang dapat terinfeksiHIV bila kontak dengan cairan tersebut. Meskipun virus
terdapat dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan urin tetapi cairan tersebut
tidak terbukti berisiko menularkan infeksi karena kadar virus HIV sangat
rendah.1,2
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah
berhasil mencapai target Millenium Development Goals (MDG), beban ganda
akibat peningkatan epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) akan
mempengaruhi peningkatan kasus TB di masyarakat.1 2

1
Epidemiologi
Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi
TB di seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah kasus TB di
masyarakat. Pandemi HIV merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB.
Di Indonesia diperkirakan sekitar 3% pasien TB dengan status HIV positif.
Sebaliknya TB merupakan tantangan bagi pengendalian Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) karena merupakan infeksi oportunistik
terbanyak (49%) pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Indonesia berada pada level epidemi HIV terkonsentrasi (concentrated
epidemic) kecuali Tanah Papua yang termasuk epidemi HIV yang meluas.
Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-populasi
berisiko tinggi yaitu pengguna Napza suntik (penasun), hetero dan homoseksual
(WPS, waria).
Di Indonesia menurut data Kementerian Kesehatan RI hingga akhir
Desember 2010 secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan berjumlah
24.131 kasus dengan infeksi penyerta terbanyak adalah TB yaitu sebesar 11.835
kasus (49%).1
Berdasarkan perkiraan WHO, jumlah pasien ko-infeksi TB-HIV di dunia
diperkirakan ada sebanyak14 juta orang. Sekitar 80% pasien ko-infeksi TB-HIV
tersebut dijumpai di Sub-Sahara Afrika, namun ada sekitar 3 juta pasien ko-
infeksi TB-HIV tersebut terdapat di Asia Tenggara. Dari uraian tersebut di atas,
jelas bahwa epidemi HIV sangatlah berpengaruh pada meningkatnya kasus TB;
sebagai contoh, beberapa bagian dari Sub Sahara Afrika telah memperlihatkan 3-5
kali lipat angka perkembangan kasus notifikasi TB pada dekade terakhir. Jadi,
pengendalian TB tidak akan berhasil dengan baik tanpa keberhasilan pengendalian
HIV. Hal ini berarti bahwa upaya-upaya pencegahan HIV dan perawatan HIV
haruslah juga merupakan kegiatan prioritas bagi pengelola program TB.1,3,9

Risiko Berkembangnya Penyakit Setelah Infeksi


Tidak semua orang yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis akan jadi
sakit TB. Hanya sekitar 10% saja yang akan berkembang menjadi sakit TB aktif.

2
Biasanya risiko menjadi sakit TB ini terjadi sebelum 1 tahun setelah terjadinya
infeksi. Ada beberapa faktor yang dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga
yang bersangkutan mudah berkembang menjadi sakit TB aktif, misalnya:
malnutrisi, kondisi yang menurunkan sistem imunitas (infeksi HIV, diabetes,
penggunaan kortikosteroid atau obat-obat imunosupresif lain dalam jangka
panjang).
Sekitar 60% ODHA yang terinfeksi dengan kuman TB akan menjadi sakit
TB selama hidupnya. Seperti telah dijelaskan di atas maka pada orang dengan
HIV negatif, risiko ini jauh lebih rendah yaitu hanya sekitar 10%.1,8

Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi
Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4/m dan tebal 0,3-0,6/m. Sebagian besar dinding kuman
terdiri dari asam lemak ( lipid ), kemudian peptidoglikan dan arabinoman. Lipid
inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam ( asam alcohol ) sehingga
disebut bakteri tahan asam ( BTA ) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari
sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit
tuberculosis menjadi aktif lagi.
Sifat lain dari kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal
ini tekanan oksigen pada bagian apical paru paru lebih tinggi dari bagian yang
lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberculosis.2

3
Faktor resiko :

Patofisiologi & Patogenesis


Mycobacterium Tubeculosis yang terdapat pada droplet nuclei diudara
dapat terhisap orang sehat dan akan menempel pada saluran napa atau jaringan
paru . Partikel ini dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer .
Kuman ini akan dihadapi pertama kali oleh netrofil, kemudian makrofag dan
keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap dijaringan paru maka akan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa ke organ tubuh lainnya . Kuman
yang bersarang dijaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia
kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang ( focus ) Ghon.
Sarang primer ini dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru.
Bila menjalar sampai ke pleura maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat
juga masuk melalui saluran gastrointestinal , jaringan limfe, orofaring dan kulit,
terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk kedalam vena dan
menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang . Bila masuk ke arteri
pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (
limfangitis lokal ), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (

4
limfadenitis regional ). Limfadenitis ini menjadi kompleks primer dengan proses 3
8 minggu.1,2
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini banyak terjadi.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis garis fibrotic ,
kalsifikasi dihilus , keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya
> 5 mm dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman
yang dormant.
Berkomplikasi dan menyebar secara a) perkontinuitatum , yakni menyebar
ke sekitarnya., b ) secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun
paru disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus, c ) secara limfogen ke organ tubuh lainnya, d
) secara hematogen ke organ tubuh lainnya.2

Diagnosis
Tanda dan Gejala
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Di samping itu, dapat juga diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, berkeringat pada malam hari tanpa aktifitas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise dan badan terasa lemas. Gejala sesak
napas dan nyeri dada dapat ditemukan bila terdapat komplikasi (efusi pleura,
pneumotoraks dan pneumonia). Gejala klinis TB paru pada ODHA sering kali
tidak spesifik. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah demam dan penurunan
berat badan yang signifikan (lebih dari 10%). Di samping itu, dapat ditemukan
gejala lain terkait TB ekstraparu (TB pleura, TB perikard, TB milier, TB susunan
saraf pusat dan TB abdomen) seperti diare terus menerus lebih dari satu bulan,
pembesaran kelenjar limfe di leher, sesak napas dan lain-lain.4,5
Pemeriksaan laboratorium dahak
Mikroskopis
Pada ODHA meskipun sulit menemukan kasus TB paru hanya dengan
mengandalkan pemeriksaan mikroskopis dahak karena dahak dari ODHA yang

5
menderita TB paru biasanya BTA negatif, namun pemeriksaan mikroskopis dahak
tetap perlu dilakukan. Pemeriksaan mikroskopis dahak cukup dilakukan dengan
dua spesimen dahak (Sewaktu dan Pagi = SP) dan bila minimal salah satu
specimen dahak hasilnya BTA positif maka diagnosis TB dapat ditegakkan.
Biakan
Pemeriksaan biakan dahak merupakan baku emas untuk mendiagnosis TB.
Ada dua macam media yang digunakan dalam pemeriksaan biakan yaitu media
padat dan media cair. Waktu pemeriksaan dengan media cair lebih singkat
dibandingkan dengan media padat. Namun, kuman TB merupakan kuman yang
lambat dalam pertumbuhan sehingga biakan memerlukan waktu sekitar 6 8
minggu.
Pemeriksaan biakan memerlukan waktu cukup lama sehingga bila
penegakan diagnosis TB pada ODHA hanya mengandalkan pada pemeriksaan
biakan maka dapat mengakibatkan angka kematian TB pada ODHA meningkat.
Pada ODHA yang hasil pemeriksaan mikroskopis dahaknya BTA negatif sangat
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan biakan dahak karena hal ini dapat
membantu penegakan diagnosis TB bila hasil pemeriksaan penunjang lainnya
negatif. Pemeriksaan biakan dahak dilakukan pada laboratorium yang telah
memenuhi standar yang ditetapkan oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik dan Sarana Kesehatan (BPPM dan SK).1,3,4
Pemeriksaan penunjang radiologis
Pemeriksaan foto toraks pada ODHA memegang peranan penting dalam
penegakan diagnosis TB paru khususnya BTA negatif.
Indikasi pemeriksaan foto toraks pada ODHA:
BTA positif
Foto toraks diperlukan pada:
pasien sesak napas (pneumotoraks, efusi perikard atau efusi pleura).
pasien hemoptisis.
pasien yang dicurigai terdapat infeksi paru lainnya.

6
BTA negatif
Lakukan foto toraks pada pasien TB paru BTA negatif.
Kelainan gambaran radiologis yang ditemukan pada TB Paru1,3

7
Alur diagnosis
Diagnosis TB Paru pada ODHA
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada alur diagnosis TB pada
ODHA, antara lain: Pemberian antibiotik sebagai alat bantu diagnosis tidak
direkomendasi lagi. Penggunaan antibiotik dengan maksud sebagai alat bantu
diagnosis seperti alur diagnosis TB pada orang dewasa dapat menyebabkan
diagnosis dan pengobatan TB terlambat sehingga dapat meningkatkan risiko
kematian ODHA. Oleh karena itu, pemberian antibiotik sebagai alat bantu
diagnosis tidak direkomendasi lagi.
Namun antibiotik perlu diberikan pada ODHA dengan IO yang mungkin
disebabkan oleh infeksi bakteri lain bersama atau tanpa M.tuberculosis. Jadi,
maksud pemberian antibiotic tersebut bukanlah sebagai alat bantu diagnosis TB
tetapi sebagai pengobatan infeksi bakteri lain. Hindarilah penggunaan antibiotik
golongan fluorokuinolon karena memberikan respons terhadap M.tuberculosis dan
dapat menimbulkan resistensi terhadap obat tersebut.
Pemeriksaan foto toraks memegang peranan penting dalam mendiagnosis
TB pada ODHA dengan BTA negatif. Namun perlu diperhatikan bahwa gambaran
foto toraks pada ODHA umumnya tidak spesifik terutama pada stadium lanjut
Jika sarana pemeriksaan biakan dahak tersedia maka ODHA yang BTA negatif,
sangat dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan biakan dahak karena hal ini dapat
membantu untuk konfirmasi diagnosis TB.
Alur diagnosis TB Paru BTA negatif pada ODHA di bawah ini merupakan
langkah kegiatan yang harus dilakukan dalam penegakan diagnosis TB di daerah
dengan prevalens HIV tinggi dengan sarana terbatas. Alur diagnosis ini hanya
untuk ODHA yang dicurigai menderita TB. Perlu diperhatikan, alur diagnosis TB
pada ODHA rawat jalan (tanpa tanda bahaya) berbeda dengan pada ODHA rawat
inap (dengan tanda bahaya).1,3,4,7

8
9
Diagnosis Banding
Penyakit TB Paru maupun TB ekstraparu pada ODHA mempunyai
kemiripan dengan penyakit lain yang mempunyai gejala seperti batuk, demam dan
kadang nyeri dada serta kemiripan gambaran foto toraks. Pneumonia dapat terjadi
sebagai ko-infeksi TB. Pada setiap kasus harus dilakukan pemeriksaan klinis yang
cermat. Lakukan pemeriksaan mikroskopis BTA pada pasien yang batuk selama 2
minggu atau lebih.
Berikut ini adalah beberapa penyakit paru yang sering ditemukan pada ODHA:
1. Pneumonia Bakterial
Pneumonia ini bisa menyerang bayi, usia lanjut, ketergantungan alkohol,
pasien dengan retardasi mental, pasien pascaoperasi, pasien imunokompromais
yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus sangat rentan terhadap
pneumonia bakterial. Bakteri penyebab pneumonia merupakan flora normal pada
saluran napas atas. Pada saat daya tahan tubuh menurun maka bakteri akan
bermultiplikasi dan merusak parenkim paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian besar parenkim paru terisi cairan dan infeksi
dapat dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
Pneumokokus adalah penyebab tersering pneumonia bakterial tersebut.
Pneumonia bakterial didahului dengan infeksi saluran napas atas kemudian terjadi
aspirasi lendir ke saluran napas bagian bawah sehingga menyebabkan bakteri
saluran napas atas menginfeksi parenkim paru.
Gejala klinis pada pneumonia berupa batuk produktif, demam yang dapat
disertai menggigil, takikardia, takipneu sampai sianosis. Pada keadaan
imunokompeten, tubuh mampu mengadakan perlawanan tetapi tidak pada
keadaan imunokompro-mais sehingga gejala klinis yang terjadi tidak spesifik.
Pneumonia bakterial sering menjadi penyebab infeksi sekunder pada ko-infeksi
TB-HIV. Infeksi sekunder yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan
sepsis. Hal ini sering ditemukan namun sulit didiagnosis.
2. Sarkoma Kaposi
Sarkoma kaposi ditandai oleh lesi tipikal pada kulit dan membran mukosa
berwarna biru kehitaman. Sarkoma kaposi pada membran mukosa saluran napas

10
menimbulkan gejala batuk, demam, hemoptysis dan dispnea disertai lesi kulit di
tempat lain. Foto toraks menunjukkan infiltrat nodular difus menyebar dari hilus
atau gambaran efusi pleura. Pemeriksaan sitologi cairan pleura dapat membantu
penegakan diagnosis sarkoma kaposi.
3. Pneumonia Pneumocystis jirovecii (PCP)
Pneumonia Pneumocystis jirovecii pada orang dewasa sering terjadi pada ODHA
dengan stadium klinis 4 (AIDS). Gejala klinis berupa batuk tidak produktif,
demam dan sesak napas progresif.
4. Mycobacterium Avium Complex (MAC)
Manifestasi klinis MAC umumnya berupa demam, keringat malam, penurunan
berat badan, lemah/ fatique dan nyeri abdomen. Manifestasi yang terlokalisir
berupa gejala-gejala limfadenitis servikal atau mesenterikal, pneumonitis,
perikarditis, osteomielitis dan infeksi SSP.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan hepatomegali, splenomegali atau
limfadenopati (di paratrakeal, retroperitoneal dan paraaorta). Pada pemeriksaan
laboratorium dapat ditemukan anemia, peningkatan alkali fosfatase.
5. Infeksi parasit
Infeksi parasit yang sering ditemukan pada ODHA Cryptococcus sp. dan
Nocardia sp. Gejala klinis Cryptococcosis sulit dibedakan dengan gejala klinis TB
paru. Diagnosis Cryptococcosis paru ditegakkan dengan ditemukannya spora
fungi pada apusan dahak.
Gejala klinis Nocardiosis mirip TB paru seperti batuk produktif dapat disertai
darah, demam, mual, malaise, sesak napas, keringat malam tanpa aktifitas,
penurunan nafsu makan dan berat badan, nyeri sendi dan nyeri dada. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan ronki basah, suara napas melemah,
limfadenopati, skin rash dan hepatosplenomegali.
Kelainan pada foto toraks sering ditemukan pada lobus atas berupa kavitas.
Organisme penyebab dapat ditemukan secara positif lemah pada pewarnaan tahan
asam. Kecurigaan klinis meningkat dengan ditemukannya abses otak. Diagnosis
ditegakkan dengan ditemukannya batang pada sediaan dengan pewarnaan gram
positif.1,6

11
Diagnosis banding berdasarkan foto toraks
Gambaran foto toraks penyakit selain TB dapat juga memberikan gambaran foto
toraks seperti TB.

Penatalaksanaan
Prinsip Pengobatan
Kategori pengobatan TB tidak dipengaruhi oleh status HIV pada pasien
TB. Pada prinsipnya pengobatan TB pada pasien ko-infeksi TB HIV harus
diberikan segera sedangkan pengobatan ARV dimulai setelah pengobatan TB
dapat ditoleransi dengan baik, dianjurkan diberikan paling cepat 2 minggu dan
paling lambat 8 minggu.

1. Pengobatan TB pada ODHA yang belum dalam pengobatan ARV


Bila pasien belum dalam pengobatan ARV, pengobatan TB dapat segera dimulai.
Jika pasien dalam pengobatan TB maka teruskan pengobatan TB-nya sampai

12
dapat ditoleransi dan setelah itu diberi pengobatan ARV. Keputusan memulai
pengobatan ARV pada pasien dengan pengobatan TB sebaiknya dilakukan oleh
dokter yang telah mendapat pelatihan tatalaksana pasien TB-HIV.

2. Pengobatan TB pada ODHA sedang dalam pengobatan ARV


Bila pasien sedang dalam pengobatan ARV, sebaiknya pengobatan TB dimulai
minimal di RS yang petugasnya telah dilatih TB-HIV, untuk diatur rencana
pengobatan TB bersama dengan pengobatan ARV (pengobatan ko-infeksi TB-
HIV). Hal ini penting karena ada banyak kemungkinan masalah yang harus
dipertimbangkan, antara lain: interaksi obat (Rifampisin dengan beberapa jenis
obat ARV), gagal pengobatan ARV, IRIS atau perlu substitusi obat ARV.1,2,3,4,5

13
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai:(9)

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:(9)


INH
Rifampisin
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)(9)
Kanamisin
Amikasin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat.
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :(9)
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
B. DOSIS OBAT

Tabel 1. Dosis OAT(9)

JENIS OAT SIFAT DOSIS (MG/KG) DOSIS (MG/KG)


HARIAN 3 X SEMINGGU
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)

14
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Steptomycin (S) Bakterisid 15 -
(12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting


untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant
tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB
merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan
obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada
tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO
seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:(9)

a. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal


b. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja
c. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar
dan standar
d. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
e. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi

15
Tabel 2. Dosis obat anti-tuberkulosis kombinasi dosis tetap(9)

FASE INTENSIF FASE LANJUTAN


2 BULAN 4 BULAN
BB HARIAN HARIAN 3X/MINGGU HARIAN 3X/MINGGU
RHZE RHZ RHZ RH RH

150/75/400/275 150/75/400 150/150/500 150/75 150/75


30-37 2 2 2 2 2

38-54 3 3 3 3 3

55-70 4 4 4 4 4

>71 5 5 5 5 5

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih
termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.(9)

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila
mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis
paru / fasiliti yang mampu menanganinya.(9)

Tabel 3. Efek samping OAT(9)

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan


Tidak ada nafsu makan Rifampisin Semua OAT diminum
malam sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin
Kesemutan INH Beri vitamin B6
(piridoxin) 100 mg per
hari

16
Warna kemerahan pada Rifampisin Tidak perlu diberikan
urine apa-apa, tapi berikan
penjelasan pada pasien
Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Ikuti petunjuk
pada kulit penatalaksanaan
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan
ganti dengan etambutol
Ikterus tanpa penyebab Hampir semua OAT Hentikan semua OAT
lain sampai ikterus
menghilang
Mual dan muntah Hampir semua OAT Hentikan semua OAT,
segera lakukan tes fungsi
hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan rifampisin
(syok)

KOMPLIKASI

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum


pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.

Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :

Batuk darah
Pneumotoraks
Gagal napas
Gagal jantung
Efusi pleura

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Dalam : Petunjuk teknis tata laksana klinis ko-
infeksi TB-HIV, Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan KeMenkes RI 2012 : 20-26

2. Zulkifli Amin, Asri Bahar, Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI,
Edisi ke enam, Jakarta 2014 : 863-873

3. WHO, Tuberculosis Care with TB-HIV Co management , Integrated


Management of Adolescent and Adult Illness ( IMAI). 2007 : 14-30

4. TB CARE I , International Standards for Tuberculosis Care Edition 3. TB


CARE I. The Haque, 2014: 20-26

5. Henry M, Blumberg M.D, American Journal of Respiratory and Critical Care


medicine. Vol . 167. 2003 : 606

6. Anton Pozniak, MD, FRCP,et all . Tuberculosis : Clinical manifestations and


evaluation of pulmonary Tuberculosis. MD employee of Up To Date inc.
February 2015

7. Timothy R Sterling, MD, et all . Tuberculosisi : Treatment of pulmonary


Tuberculosis in the HIV-infected patient. MD Employee of Up ToDate inc. June
2015

8. Lee W Riley, MD,et all. Tuberculosis : Natural history, microbiology and


pathogenesis of Tuberculosis. MD Employee of Up To Date inc. March 2015

9. Gary Maartens, MBChB, MMed, et all. Tuberculosis : Epidemiology, Clinical


manifestations and Diagnosis of Tuberculosis in HIV-infected patients. MD
Employee of UpTodate inc. April 2015

18

Anda mungkin juga menyukai