Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. A

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : laki - laki

Status : Menikah

Pekerjaan : Buruh Tani

Alamat : Bulok Rejo Tengah 003/002 tempel Rejo Kedondong

II. ANAMNESA

Dilakukan pada tanggal 31 Januari 2018, didapat secara autoanamnesis.

Keluhan Utama : Terdapat benjolan pada kelopak mata kiri


bagian bawah dan terasa mengganjal sejak 1
bulan yang lalu.
Keluhan tambahan : Os juga mengeluh kadang-kadang mata
berair.

Riwayat penyakit sekarang : Os datang ke poliklinik mata RSPBA


mengeluhkan terdapat benjolan pada kelopak
mata kiri bagian bawah dan terasa
mengganjal sejak 1 bulan yang lalu. Os juga
mengeluh kadang-kadang mata berair.

1
Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi (-), Diabetes (-)
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang
sama.

Riwayat pengobatan : Belum Pernah

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Frekuensi nadi : 86x/menit

Suhu : 36,2oc

Pernafasan : 20x/ menit

1. Kepala

Bentuk kepala : Dalam Batas Normal

Rambut : Dalam Batas Normal

Wajah : Dalam Batas Normal

Mata : Status Oftalmologis

Telinga : Dalam Batas Normal

Hidung : Dalam Batas Normal

Bibir : Dalam Batas Normal

2
Mulut : Dalam Batas Normal

2. Leher

Dalam Batas Normal

3. Toraks

Tidak dilakukan pemeriksaan

4. Paru – paru

Tidak dilakukan pemeriksaan

5. Jantung

Tidak dilakukan pemeriksaan

6. Abdomen

Tidak dilakukan pemeriksaan

7. Ekstremitas

Tidak dilakukan pemeriksaan

3
B. Status Oftalmologis

OD OS
6/6 Visus 6/9
Visus normal Koreksi SP : - 0,50 = 6/6

Orthoforia Kedudukan Bulbus oculi Orthoforia


Trichiasis (-) Madarosis (-) Silia Trichiasis (-) Madarosis (-)
Hiperemis (-) nyeri tekan (-) Palpebra superior Hiperemis (-) nyeri tekan (-)
Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) nyeri tekan (-) Palpebra inferior Terdapat massa berukuran 0,5-
Edema (-) 1cm, hiperemis (+) nyeri tekan
(+)
Edema (+)
Injeksi (-) Konjungtiva palpebra Injeksi konjungtiva (+), terdapat
jaringan granulomatosa (+)
Injeksi (-) Konjungtiva fornices Injeksi konjungtiva(+)
Injeksi(-) Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi (-) Sclera Injeksi (-)
Arcus Senilis (-)edema (-), Kornea Arcus Senilis (-), edema (-),
infiltrate (-) infiltrate (-)
Sedang, pus (-) darah (-) Camera oculi anterior Sedang, pus (-), darah (-)
Kripta iris utuh Iris Kripta iris utuh
Midriasis, reflek cahaya (+) Pupil Midriasis, reflek cahaya (+)
Jernih Lensa Jernih

4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

V. RESUME

Seorang pasien Tn. A 35 tahun datang ke poli mata RSPBA dengan keluhan
terdapat benjolan pada kelopak mata kiri bagian bawah dan terasa
mengganjal sejak 1 bulan yang lalu. Os juga mengeluh kadang-kadang mata
berair. Dari hasil pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus VOD 6/6 dan
VOS 6/9. Pada palpebra superior OS terdapat benjolan, hiperemis (+), edema
(+), dan nyeri tekan (+). Pada konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan
konjungtiva fornices OS os terdapat injeksi konjungtiva (+), terdapat jaringan
granulomatosa (+) pada konjungtiva palpebra.
VI. DIAGNOSIS BANDING

Hordeolum eksternum

Hordeolum internum

Kalazion

VII. DIAGNOSIS KERJA

 Hordeolum internum dan terdapat jaringan granulomatosa

 Myopia

5
VIII. PENATALAKSANAAN

 Topikal : Floxa EDMD No. I

S 6 dd gtt 1 OS

 Oral : Incomisin 500 mg No. XII

S 3dd 1 tab

Metil Prednisolon 4mg No. VIII

S 2 dd 1 tab

 Tindakan Bedah : Insisi Hordeolum + ekskohleasi/kuretasi

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam.

6
BAB II

HORDEOLUM

2.1 DEFINISI

Hordeolum adalah peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Bila kelenjar

meibom terkena, timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna.

Hordeolum eksterna yaitu hordeolum yang lebih kecil dan lebih superficial adalah

infeksi di kelenjar zeis atau moll.

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Orbita adalah sepasang rongga di tulang yang berisi bola mata, otot, saraf,

pembuluh, dan lemak yang berhubungan dengan bola mata, dan sebagian besar

apparatus lakrimalis. Lubang orbita dilindungi oleh dua lipatan tipis yang dapat

bergerak, yaitu kelopak mata (palpebra).

Palpebra terletak didepan mata, yang melindungi mata dari cedera dan cahaya

berlebihan. Palpebra superior lebih besar dan lebih mudah bergerak daripada palpebra

inferior. Kedua palpebra saling bertemu disudut medial dan lateral. Fisura palpebrae

adalah lubang berbentuk elips diantara palpebra superior dan inferior, yang

7
merupakan tempat masuk kedalam saccus conjungtivae. Bila mata ditutup, palpebra

superior menutup kornea dengan sempurna. Bila mata dibuka dan menatap lurus

kedepan, palpebra superior hanya menutupi pinggir atas cornea. Palpebra inferior

terletak tepat dibawah cornea bila mata dibuka, dan hanya naik sedikit bila mata

ditutup.

Permukaan superficial palpebra ditutupi oleh kulit dan permukaan dalamnya

diliputi oleh membrane mukosa yang disebut konjungtiva. Bulu mata, yang

memendek dan melengkung, terdapat pada pinggir bebas palpebra, dan tersusun

dalam 2 atau 3 baris pada batas mukokutaneus. Glandula sebacea (glandula zeis)

bermuara langsung kedalam folikel bulu mata. Glandula siliaris (glandula mole)

merupakan modufikasi kelenjar keringat, yang bermuara secara terpisah diantara bulu

mata yang berdekatan. Glandula tersalis adalah modifikasi kelenjar sebacea yang

panjang, yang mengalirkan sekretnya yang berminyak kepinggir palpebra, muaranya

terdapat dibelakang bulu mata. Bahan berminyak ini mencegah lubernya air mata dan

membatu menutup mata dengan kuat.

Sudut lateral fisura palpebra lebih tajam dari yang medial dan letaknya

berhubungan langsung dengan bola mata. Sudut medial yang lebih bulat dipisahkan

dari bola mata oleh suatu rongga sempit, yaitu laccus lakrimalis. Ditengah rongga ini

terdapat tonjolan kecil yang berwarna kuning kemerahan, disebut karuncula

lacrimalis. Lipatan semilunaris kemerahan, yang disebut plica semilunaris, terletak

pada sisi lateral karunkula.

8
Dekat sudut medial mata, bulu mata dan glandula tarsalis mendadak berhenti

dan terdapat tonjolan kecil, yaitu papilla lacrimalis. Pada puncak papilla terdapat

lubang kecil, pungtum lakrimalis, yang berhubungan dengan kanalikulus lakrimalis.

Papilla lakrimalis menonjol kedalam lakus, pungkum dan kanalikulus mengalirkan air

mata kedalam hidung.

Konjungtiva adalah membrane mukosa tipis yang melapisi palpebra, melipat

pada fornix superior dan inferior untuk melapisi permukaan anterior bola mata.

Epitelnya melanjutkan diri dengan epitel kornea. Bagian lateral atas fornix superior

ditembus oleh duktus glandula lakrimalis. Jadi, konjungtiva membentuk ruang

potensial, yaitu saccus conjungtivalis, yang terbuka pada fisura palpebra.

Dibawah kelopak mata terdapat alur, sulkus subtarsalis, yang berjalan dekat

dan parallel dengan pinggir palpebra. Sulkus ini cenderung menangkap benda asing

kecil yang masuk kedalam saccus konjungtivalis dan dengan demikian penting

didalam klinik.

Kerangka fibrosa palpebra dibentuk oleh lembaran membranosa, septum

orbitale. Septum ini melekat pada pinggir orbita, tempatnya menyatu dengan

periosteum. Septum orbitale menebal pada pinggir kelopak mata untuk membentuk

tarsus, yang merupakan lamina jaringan ikat padat yang berbentuk bulan sabit. Tarsus

superior lebih besar. Ujung lateral tarsus dilekatkan oleh sebuah pita, ligamentum

palpebra lateral, pada tuberkulum tepat disebelah dalam pinggir orbita. Ujung medial

tarsus dilekatkan oleh sebuah pita, ligamentum palpebrae mediale, Krista osis

lacrimalis. Glandula tarsalis tertanam didalam permukaan posterior tarsus.

9
Permukaan superficial lempeng tarsal dan sptum orbita diliputi oleh serabut-

serabut palpebra. M.orbicularis oculi. Aponeurosis insersio M.levator palpebrae

superioris menembus septum orbitale, untuk mencapai permukaan anterior lamina

tarsalais superior dan kulit.

10
2.3 ETIOLOGI

Sebagian besar hordeolum disebabkan oleh infeksi stafilokok. Bakteri

Staphylococcus aureus yang tedapat di kulit 90-95% ditemukan pada hordeolum.

Bakteri lain yang dapat menyebabkan hordeolum antara lain Staphylococcus

epidermidis, Streptococcus, dan Eschericia coli.

2.4 EPIDEMIOLOGI

Kesehatan indera penglihatan merupakan hal yang penting untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas

kehidupan masyarakat, dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang

cerdas, produktif, maju, mandiri, dan sejahtera lahir batin. Oleh karena itu semua

bagian dari mata harus dijaga kesehatannya. Salah satu bagian dari mata yang tidak

boleh dilupakan adalah kelopak mata (palpebra).

11
Kelopak mata berperan penting dalam memberikan proteksi fisik untuk mata.

Selain itu, kelopak mata juga berperan dalam mempertahankan film air mata serta

drainase air mata. Kasus yang banyak dan biasa ditemukan di masyarakat adalah

hordeolum. Namun belum tersedia data mengenai insidensi dan prevalensi di

Indonesia.

Penelitian mengenai hordeolum pernah dilakukan pada tahun 1988 di

poliklinik Mata RSUP Dr Kariadi Semarang. Pada penelitian tersebut didapatkan

frekuensi penderita hordeolum sebesar 1,6% dengan usia terbanyak pada golongan

dewasa muda dan sebanyak 56,25% dari penderita mengalami sakit berulang.

2.5 FAKTOR RISIKO

Berikut merupakan faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan hordeolum

antara lain :

 Penyakit kronik
 Daya tahan tubuh kurang baik
 Peradangan kelopak mata kronik, seperti blefaritis.
 Diabetes, hiperlipidemia termasuk hiperkolesterolemia.
 Higine dan lingkungan tidak bersih.
 Riwayat hordeolum sebelumnya.
 Kondisi kulit, seperti dermatitis seboroik.
2.6 PATOGENENSIS DAN PATOFISIOLOGI

Infeksi bakteri staphylococcus aureus pada kelenjar yang sempit dan kecil,

biasanya menyerang kelenjar minyak (meibomian) dan akan mengakibatkan

pembentukan abses (kantong nanah) kearah dalam kelopak mata dan konjungtiva

yang disebut hordeolum internum.

12
Apabila bakteri staphylococcus aureus menyerang kelenjar zeis atau moll

maka akan membentuk abses kearah kulit palpebra yang disebut hordeolum

eksternum. Hordeolum eksternum timbul akibat blokade kelenjar zeis atau moll,

obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan

sekitarnya.

Patogenesis terjadinya hordeolum eksterna diawali dengan pembentukan

nanah dalam lumen kelenjar oleh infeksi staphylococcus aureus, biasanya mengenai

kelenjar pengecilan lumen dan statis hasil sekresi kelenjar. Stasis ini akan

mencetuskan infeksi sekunder oleh staphylococcus aureus. Terjadi pembentukan

nanah dalam lumen kelenjar. Secara histology akan tampak gambaran abses, dengan

ditemukannya PMN dan debris nekrotik. Hordeolum internum terjadi akibat adanya

infeksi sekunder kelenjar meibom di lempeng tarsal.

Hordeolum memberikan gejala radang pada kelopak mata seperti bengkak,

mengganjal dengan rasa sakit, merah dan nyeri bila ditekan. Hordeolum internum

biasanya berukuran lebih besar dibanding hordeolum eksternum. Adanya

pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya kelopak mata sehingga

sulit di angkat. Pada pasien dengan hordeolum biasanya kelenjar preaurikular turut

membesar. Seringnya hordeolum membentuk abses dan pecah dengan sendirinya.

2.7 MANIFESTASI KLINIS

Berikut manifestasi klinis hordeolum :

13
1. Biasanya berawal dengan kemerahan, nyeri bila ditekan dan nyeri pada

tepi kelopak mata.


2. Mata mungkin berair, peka terhadap cahaya terang dan penderita merasa

ada sesuatu di dalam matanya.


3. Biasanya hanya sebagian kecil di daerah kelopak yang membengkak,

meskipun ada seluruh kelopak membengkak.


4. Di tengah daerah yang membengkak sering kali terlihat bintik kecil yang

berwarna kekuningan.
5. Bisa terbentuk abses yang cenderung pecah dan melepaskan sejumlah

nanah.

Untuk hordeolum interna terdapat gejala khusus seperti benjolan pada kelopak

mata yang dirasakan begitu sakit dan benjolan dapat membesar ke posterior

(konjungtiva tarsal) atau anterior (kulit).

Sedangkan untuk hordeolum eksterna terdapat gejala spesifik seperti benjolan

yang dirasakan sakit pada kelopak di daerah margo palpebra, penonjolan mengarah

ke kulit palpebra dan kemungkinan terjadi lesi multiple.

2.8 DIAGNOSIS BANDING

1. Blefaritis posterior

Blefaritis posterior adalah peradangan palpebra akibat disfungsi

kelenjar meibom. Kolonisasi atau infeksi strain stafilokok dalam jumlah

memadai sering disertai dengan penyakit kelenjar meibom dan bisa menjadi

salah satu penyebab gangguan fungsi kelenjar meibom.

Lipase bakteri dapat menimbulkan peradangan pada kelenjar meibom

dan konjungtiva serta menyebabkan terganggunya film air mata. Blefaritis

14
posterior bermanifestasi dalam aneka macam gejala yang mengenai palpebra,

air mata, konjungtiva, dan kornea.

Perubahan pada kelenjar meibom mencakup peradangan pada muara

meibom, sumbatan muara kelenjar oleh secret yang kental, pelebaran kelenjar

meibom dalam lempeng tarsus dan keluarnya secret abnormal lunak mirip

keju bila kelenjar itu dipencet.

2. Kalazion

Kalazion adalah radang granulomatosa kronik yang steril dan

ideopatik pada kelenjar meibom. Umumnya ditandai oleh pembengkakan

setempat yang tidak terasa sakit dan berkembang dalam beberapa minggu.

Awalnya dapat berupa radang ringan disertai nyeri tekan yang mirip

hordeolum, dibedakan dari hordeolum karena tidak ada tanda-tanda radang

akut. Kebanyakan kalazion mengarah ke permukaan konjungtiva, yang

mungkin sedikit memerah dan meninggi. Jika cukup besar sebuah kalazion

dapat menekan bola mata dan menimbulkan astigmatisme.

15
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Eversi (pembalikan) palpebra untuk memeriksa permukaan bawah

palpebra superior dapat dilakukan bersama slit lamp atau tanpa alat. Pemeriksaan

ini harus selalu dilakukan bila diduga ada benda asing. Setelah diberi anastesi

lokal, pasien duduk didepan slit lamp dan diminta melihat kebawah.

Pemeriksaan dengan hati-hati memegang bulu mata atas dengan jari

telunjuk dan jempol sementara tangan yang lain meletakkan tangkai aplikator

tepat di atas tepi superior tarsus. Palpebra dibalik dengan sedikit menekan

aplikator kebawah, serentak dengan pengangkatan tepian bulu mata.

Pasien tetap melihat kebawah dan bulu mata ditahan dengan menekannya

pada kulit di atas tepian orbita superior saat aplikator ditarik kembali.

Konjungtiva tarsal kemudian diamati dengan pembesaran. Untuk membalikannya,

tepian palpebra dengan lembut diusap kebawah sementara pasien melihat keatas.

2.10 PENATALAKSANAAN

Berikut perawatan dasar pada hordeolum :

1. Hordeolum bisa diobati dengan kompres hangat selama 10 menit sebanyak 4 x

sehari.

16
2. Jangan mencoba memecahkan hordeolum, biarkan hordeolum pecah sendiri.
3. Salep mata sulfasetamide 10%, 4 kali sehari selama 7 hari atau
4. Salep polymyxin bacitracin, 4 kali sehari selama 10 hari
5. Tetes mata antibiotik dapat digunakan, tetapi memerlukan dosis yang lebih

sering. Setiap 3 – 4 jam, dan biasanya kurang efektif.

Pengangkatan bulu mata dapat memberikan jalan untuk drainase nanah.

Diberi antibiotik lokal terutama bila berbakat untuk rekuken atau terjadinya

pembesaran kelenjar preaurikula.

Antibiotik sistemik yang diberikan berupa eritromisin 250 mg atau

dikloksasin 125-250 mg 4 kali sehari. Pada nanah dari kantung nanah yang tidak

dapat dikeluarkan dilakukan insisi.

Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anastesi topical dengan

pantokain tetes. Dilakukan anastesi filtrasi dengan prokain atau lidokain di daerah

hordeolum dan dilakukan insisi bila.

 Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada

margo palpebra.
 Hordeolum eksterna dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.

Setelah dilakukan insisi, dilakukan ekskohieasi atau kuretasi seluruh isi

jaringan meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberi salep antibiotik.

2.11 KOMPLIKASI

Penyulit hordeolum dapat berupa selulitis palpebra yang merupakan radang

jaringan ikat longgar palpebra di depan septum orbita dan abses palpebra.

2.12 PROGNOSIS

17
Hordeolum biasanya sembuh spontan dalam waktu 1-2 minggu. Resolusi

lebih cepat dengan penggunaan kompres hangat dan di tutup yng bersih. Hordeolum

interna terkadang berkembang menjadi chalazion, yang mungkin memerlukan steroid

topical atau itralesi atau bahkan insisi dan kuretasi.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. Textbook of medical physiology.Ed 11. Pennsylvania: Elseiver;


2006
Gondhowiardjo, TD dkk. Editor. Panduan manajemen klinis PERMADI. Jakarta :
perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia. 2006
Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi 4. Jakarta : FKUI. 2012
James, Bruce. Oftalmologi Edisi 9. Jakarta : Erlangga : 2009

18
Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology. Sydney : Butterworth Heinemann. 2004.
Loewenstain, John I. Ophthalmology. New York : medical publiching division. 2005.
Mailangkay, H.H.B dkk. Editor. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan
mahasiswa kedokteran. Edisi 5. Jakarta : Sagung Seto. 2010
Snell SR.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2006.
2.1 Vaughan, Daniel G. Oftalmologi umum Edisi 17. Jakarta : EGC. 2013

19

Anda mungkin juga menyukai