Anda di halaman 1dari 29

CASE REPORT

Katarak Traumatik OS

Perceptor :

dr. Rani Himayani, Sp.M

Oleh :

Intan Fajar Ningtiyas, S.Ked


1718012003

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN MATA

RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan case report dengan judul “Katarak Traumatik
OS ” sebagai rangkaian kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Mata RSUD Dr. Abdoel
Moeloek Bandar Lampung.

Dengan ketulusan hati penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih dr. Rani
Himayani, Sp.M selaku dosen pembimbing di bagian Mata, atas semua bantuan dan
kesabarannya membimbing penulis sehingga penulis dapat menjalani kepaniteraan klinik
di bagian Mata RSUD Dr. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

Penulis menyadari bahwa case report ini tentu tidak terlepas dari kekurangan karena
keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan
dan saran yang membangun. Semoga case report ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Penulis

Intan Fajar Ningtiyas

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................. 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 9
3.1 Anatomi Lensa.................................................................................. 9
3.2 Katarak Traumatik ........................................................................... 12
3.2.1 Definisi .................................................................................. 12
3.2.2 Epidemiologi .......................................................................... 12
3.2.3 Patogenesis ............................................................................. 12
3.2.4 Manifestasi Klinis................................................................... 18
3.2.5 Diagnosis ................................................................................ 19
3.2.6 Penatalaksanaan...................................................................... 21
3.2.7 Komplikasi ............................................................................. 24
3.2.8 Prognosis ................................................................................ 24
BAB IV ANALISIS KASUS ................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN
Katarak berarti sebuah opasitas lensa dan istilah katarak berasal dari bahasa
yunani “katarraktes” (air terjun) karena pada awalnya terdapat anggapan bahwa
katarak adalah cairan beku yang berasal dari cairan otak yang mengalir didepan
lensa. Katarak adalah penyebab kebutaan yang paling sering dihadapi oleh ahli
bedah mata. Hal ini tidak berarti bahwa setiap orang yang menderita katarak
kemungkinan besar akan menjadi buta. Untungnya, hasil pengobatan dengan
operasi memberikan hasil yang baik, peningkatan kemampuan penglihatan yang
didapatkan cukup memuaskan pada lebih dari 90% kasus. Proses penuaan adalah
penyebab katarak yang paling banyak, tetapi masih banyak faktor lain yang
dapat terlibat, yang mencakup trauma, keracunan, penyakit sistemik (seperti
diabetes), merokok, dan herediter. Patogenesis katarak tidak sepenuhnya
dimengerti. Akan tetapi lensa yang mengalami katarak ditandai oleh agregat
protein yang menghamburkan cahaya dan menurunkan transparansi lensa.
Perubahan protein yang lain menyebabkan perubahan warna menjadi kuning
atau coklat.

Katarak traumatik disebabkan oleh trauma okuli perforans atau non perforans.
Cahaya infra merah (glass-bloer’s cataract), sengatan listrik, dan radiasi ionisasi
adalah penyebab lain katarak traumatic yang jarang terjadi. kataraka yang
disebabkan oleh trauma tumpul biasanya membentuk opasitas aksial posterior
yang berbentuk stellate atau rosette yang mungkin stabil atau progresif,
sedangkan trauma okuli perforans dengan gangguan kapsul lensa dapat
menyebabkan perubahan kortikal yang dapat tetap bersifat lokal jika lukanya
kecil atau dapat berkembang dengan cepat menjadi total cortical opacification.

Pasien yang mengalami gangguan pada lensa mengalami kekaburan penglihatan


tanpa adanya nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan ketajaman

1
penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slitlamp, oftalmoskop, senter
tangan, atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil yang terdilatasi.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : An. C
Usia : 12 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Terbanggi Besar, Lampung Tengah
Masuk RSUAM : 16 Mei 2018

2.2 Anamnesa

Keluhan Utama : Penglihatan mata kiri kabur seperti berasap


Keluhan tambahan: sangat silau saat melihat cahaya

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan penglihatan mata kiri kabur seperti berasap.
Mata kiri pasien riwayat terkena ketapel 1 bulan yang lalu. Setelah terkena
ketapel mata kiri memerah, gatal, dan berair, dan terasa nyeri. Namun
penglihatan masih jelas. Dua minggu SMRS, penglihatan pada mata kiri pasien
menurun secara perlahan, dan keluhan memberat sejak 2 hari SMRS. Selain itu
pasien merasa sangat silau saat melihat cahaya. Sebelumnya pasien tidak
berobat ke dokter, untuk mata kirinya hanya ditteskan obat tetes mata Insto.
Keluhan mata kabur (+), rasa mengganjal pada mata (-), Riwayat keluar darah
dari kelopak mata (-), riwayat keluar cairan seperti gel (-), penurunan
penglihatan (+), mata merah (-), mata berair (-), kotoran mata berlebih (-).
Riwayat penggunaan kacamata sebelumnya tidak ada.

3
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


Anggota keluarga tidak ada yang mengalami riwayat hipertensi (-) dan diabetes
(-)

Riwayat Kebiasaan :
Penggunaan kaca mata sebelumnya (-), Merokok (-), alkohol (-), konsumsi
obat-obatan tertentu (-).

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,7 oC

Status Generalis
Kepala
- Bentuk : normocephal
- Wajah : vulnus excoriatum (-)
- Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
- Hidung : vulnus excoriatum (-), septum deviasi (-)
- Telinga : normal
- Mulut : sianosis (-)

Leher
- Inspeksi : normal
- Palpasi : tidak ada pembesaran kgb

4
- JVP : 5+2 mmH20
-
Thoraks
- Paru : simetris, statis, dinamis, vesikuler +/+
- Jantung : BJ I/II reguler

Abdomen
- Hepar : pembesaran hepar (-)
- Lien : pembesaran limpa (-)

Ekstremitas : edema (-), ikterik (-)

2.4 STATUS OFTALMOLOGIS

5
Oculus Dextra (OD) Oculus Sinistra (OS)

6/30 Visus 1/300

Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Skiaskopi Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Sensus coloris Tidak dilakukan

Ortoforia, kedudukan normal Bulbus okuli Ortoforia, kedudukan normal

Tidak ada kelainan Supersilia Tidak ada kelainan

Tidak ada Parese/paralise Tidak ada

Edema (-), hiperemis (-), silia Palpebra superior Edema (-), hiperemis( -), silia
(+) (+),

Edema (-) hiperemis (-), sekret Palpebra inferior Edema (-), hiperemis (-), sekret
(-) (-)

Injeksi (-) Conjungtiva Injeksi (-)


palpebra

Hiperemis (-) Conjungtiva fornix Hiperemis (-)

Injeksi (-) Conjungtiva bulbi Injeksi (+)

Injeksi(-), ikterik (-) Sklera Injeksi(-), ikterik (-)

Jernih Cornea Jernih

6
Bombe (-), sinekia (-) Iris Bombe (-), sinekia (-)

Bulat, ditengah, refleks cahaya Pupil Bulat, ditengah, reflek cahaya (-


(+) )

jernih Lensa Keruh

Positif Fundus Refleks Negatif

Tidak dilakukan pemeriksaan Corpus vitreum Tidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan Tensio okuli Tidak dilakukan pemeriksaan

Normal Sistem Canalis Normal


Lakrimalis

OD OS
Tes konfrontasi normal normal
Gerakan Mononocular normal normal
Gerakan Binocular normal normal

2.5 RESUME

Pasien datang dengan keluhan mata kiri tidak bisa melihat. Mata kiri pasien
riwayat terkena ketapel 1 bulan yang lalu. Setelah terkena ketapel mata kiri
memerah, gatal, dan berair, dan terasa nyeri. Namun penglihatan masih jelas.
Dua minggu SMRS, penglihatan pada mata kiri pasien menurun secara perlahan,
dan benar-benar tidak bisa melihat sejak 2 hari SMRS. Sebelumnya pasien tidak
berobat ke dokter, untuk mata kirinya hanya ditteskan obat tetes mata Insto.
Keluhan mata kabur (+), rasa mengganjal pada mata (-), Riwayat keluar darah
dari kelopak mata (-), riwayat keluar cairan seperti gel (-), penurunan
penglihatan (+), mata merah (-), mata berair (-), kotoran mata berlebih (-). Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah 110/80, nadi 70 x/menit, pernapasan
20 x/menit, suhu 36,7 oC.
Status Oftalmologis:

7
OD OS
Visus 6/30 1/300
Palpebra Normal Normal

Konjungtiva Injeksi(-) injeksi (+)


Kornea jernih jernih
Iris bombe (-) bombe (-)
Pupil bulat, tengah, reflek cahaya (+) bulat, tengah, reflek
cahaya(-)
Lensa jernih keruh
TIO normal normal

2.6 PEMERIKSAAN ANJURAN


USG B Scan

2.7 DIAGNOSIS BANDING


Katarak Senilis

2.8 DIAGNOSIS KERJA


Katarak Traumatik OS

2.9 PENATALAKSANAAN
Rencana Phacoemulsifikasi

2.10 PROGNOSIS OD OS
Ad vitam : ad bonam ad bonam
Ad functionam : ad malam ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan. Tebalnya
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh
zonula zinni, yang terdiri dari serabut yang lembut tetapi kuat, yang
menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aquaeus; di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa disusun oleh kapsul,
epitel lensa, korteks, dan nukleus.

1. Kapsul

Kapsul lensa adalah membrane yang transparan dan elastik yang terdiri dari
kolagen tipe IV. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu untuk
membentuknya pada saat perubahan akomodatif. Lapisan paling luar dari
kapsul lensa, zonullar lamella, juga berperan sebagai titik perlekatan untuk
serabut zonular. Kapsul lensa yang paling tebal ada pada bagian
perrquatorial anterior dan posterior dan paling tipis pada bagian kutub
posterior sentral. Kapsul lensa bagian anterior lebih tebal daripada kapsul
bagian posterior pada saat lahir dan meningkat ketebalannya seiring dengan
berjalannya waktu.

2. Epitel lensa

Dibelakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel.
Sel-sel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang

9
normal, yang mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak; mereka
juga menghasilkan adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan energy
lensa.

3. Nukleus dan korteks

Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan


bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga
lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastic. Nukleus dan
korteks terbentuk dari dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis
persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamella ini ujung-ke-
ujung berbentuk [Y] bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk [Y] ini tegak di
anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar
mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas
di bagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan
epitel subkapsul.

Gambar 1. Anatomi lensa tampak anterior dan lateral

Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan tubuh yang lain), dan sedikit sekali mineral
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada di sebagian besar jaringan yang lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.

10
Gambar 2. Struktur lensa normal

Fisiologi

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk


memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris berelaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter enteroposterior lensa
sampai ke ukuran yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil
hingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastic kemudian mempengaruhi lensa menjadi
lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antara
korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina
dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan
refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.

11
3.2 Katarak Traumatik
3.2.1 Definisi
Katarak traumatik adalah katarak yang terjadi akibat trauma, baiktrauma
tembus maupun trauma tumpul pada bola mata yang dapat terlihatsetelah
beberapa hari atau beberapa tahun dan paling sering karena adanyacedera
yang disebabkan oleh benda asing yang mengenai lensa atautrauma tumpul
pada bola mata. Katarak traumatik ini dapat muncul akut,subakut, ataupun
gejala sisa dari trauma mata.

3.2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 2,5 juta trauma mata setiap
tahunnya. Kurang lebih 4-5% dari pasien-pasien mata yang
membutuhkan perawatan mata yang komperhensif merupakan keadaan
sekunder akibat trauma mata. Trauma merupakan penyebab tertinggi untuk
butamonokula pada orang kelompok usia dibawah 45 tahun. Setiap tahunn
ya diperkirakan 50.000 orang tidak dapat membaca Koran sebagai akibat
trauma mata.

Dilihat dari jenis kelamin perbandingan kejadian katarak traumatik laki-laki


dan perempuan adalah 4 : 1. National Eye Trauma System Study
melaporkan rata-rata usia penderita katarak traumatic adalah 28 tahun
dari648 kasus yang berhubungan dengan trauma mata

3.2.3 Patofisiologi
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa
atau trauma tumpul pada bola mata. Penyebab lain yang lebih jarang adalah
anak panah, abut, kontusio, sinar-x, dan bahan radioaktif. Lensa menjadi
putih segera setelah masuknya benda asing, karena lubang pada kapsul lensa
menyebabkan humor aqueus dan terkadang korpus vitreum masuk kedalam
struktur lensa. Berikut adalah proses patogenesis berdasarkan proses:

12
1. Trauma okuli non perforans

Pukulan langsung ke mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak.


Terkadang munculnya katarak akan tertunda bahkan selama beberapa
tahun. Trauma okuli non perforans dapat disebabkan oleh mekanisme
coup dan countercoup. Ketika permukaan anterior mata terkena pukulan,
terdapat pemendekan anterior-posterior yang terjadi dengan cepat yang
disertai oleh ekspansi equatorial. Peregangan equatorial ini dapat
mengganggu kapsul lensa, sonulla, atau keduanya. Kombinasi dari coup,
countercoup, dan ekspansi equatorial bertanggung jawab terhadap
terjadinya katarak traumatic setelah trauma okuli non perforans.

2. Trauma okuli perforans

Luka perforasi di mata menimbulkan resiko menderita katarak yang lebih


tinggi. Jika objek yang menembus mata melewati kornea tanpa
menyentuh lensa, biasanya lensa dapat bertahan, dan, biasanya tidak
terjadi katarak. Sayangnya, luka tembus juga dapat menimbulkan
pecahnya kapsul lensa, dengan keluarnya serat lensa ke ruang anterior.
Jika kapsul lensa orang dewasa mengalami rupture, cenderung akan
menimbulkan jaringan fibrosis, dan plak putih yang disebabkan oleh
fibrosis dapat menyumbat pupil. Trauma okuli perferans yang mengenai
kapsul lensa menyebabkan opasifikasi kortikal pada bagian yang
mengalami trauma. Jika lubangnya cukup besar, keseluruhan lensa akan
berubah menjadi opak dengan cepat, tetapi jika lukanya kecil, katarak
kortikal dapat berhenti dan tetap terlokalisasi.

Trauma tumpul bertanggung jawab dalam mekanisme coup dan contrecop.


Mekanisme coup adalah mekanisme dengan dampak langsung. Ini akan
mengakibatkan cincin Vossius ( pigmen iris tercetak ) dan kadang-kadang
ditemukan pada kapsul lensa anterior setelah trauma tumpul. Mekanisme
contrecoup menunjuk kepada cedera yang jauh dari tempat trauma yang
disebabkan oleh gelombang energi yang berjalan sepanjang garis sampai

13
kebelakang. Ketika permukaan anterior mata terkena trauma tumpul, ada
pemendekan cepat pada anterior-posterior yang diikuti pemanjangan garis
ekuatorial. Peregangan ekuatorial dapat meregangkan kapsul lensa, zonula
atau keduanya. Kombinasi coup, contrecoup dan pemanjangan ekuatorial
bertanggung jawab dalam terjadinya katarak traumatik yang disebabkan
trauma tumpul bola mata. Trauma tembus yang secara langsung menekan
kapsul lensa menyebabkan opasitas kortikal pada tempat trauma. Jika
trauma cukup besar, keseluruhan lensa akan mengalami opasifikasi secara
cepat, namun jika kecil, katarak kortikal yang akan terjadi.
1) Luka memar/tumpul
Jika terjadi trauma akibat benda keras yang cukup kuat mengenai mata
dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Trauma yang disebabkan oleh
benturan dengan bola keras adalah salah satu contohnya. Kadang
munculnya katarak dapat tertunda samapi kurun waktu beberapa tahun.
Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus dicurigai kemungkinan
adanya riwayat trauma sebelumnya, namun hubungan sebab dan
akibatnya kadang-kadang cukup sulit dibuktikan dikarenakan tidak
adanya tanda-tanda lain yang dapat ditemukan mengenai adanya trauma
sebelumnya tersebut.
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior maupun
posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan
dapat pula dalam bentuk katarak tercetak ( imprinting ) yang disebut
cincin Vossius.

Gambar 3. Cincin Vossius

14
Gambar 4. Katarak Stellata

2) Luka tusuk/perforasi
Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi untuk
terbentuknya katarak. Jika objek yang dapat menyebabkan perforasi (
contohnya gelas yang pecah ) tembus melalui kornea tanpa mengenai
lensa biasanya tidak memberikan dampak pada lensa, dan bila trauma
tidak menimbulkan suatu luka memar yang signifikan maka katarak tidak
akan terbentuk. Hal ini tentunya juga bergantung kepada
penatalaksanaan luka kornea yang hati-hati dan pencegahan terhadap
infeksi, akan tetapi trauma-trauma seperti diatas dapat juga melibatkan
kapsul lensa, yang mengakibatkan keluarnya lensa mata ke bilik anterior.
Urutan dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia pasien.
Saat kapsul lensa pada anak ruptur, maka akan diikuti oleh reaksi
inflamasi di bilik anterior dan masa lensa biasnya secara berangsur-
angsur akan diserap jika tidak ditangani dalan waktu kurang lebih 1
bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat dengan jelas karena
sebagian besar dari kemampuan refraktif mata tersebut hilang. Keadaan
ini merupakan konsekuensi yang serius dan kadang membutuhkan
penggunaan lensa buatan intraokuler. Bila ruptur lensa terjadi pada
dewasa, juga diikuti dengan reaksi inflamasi seperti halnya pada anak,
namun tendensi untuk fibrosis jauh lebih tinggi dan jaringan fibrosis opak
yang terbentuk tersebut dapat bertahan dan menghalangi pupil.

15
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil
akan menutup dengan cepat akibat priloferasi epitel sehingga bentuk
kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan
mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan
terdapatnya mada lensa didalam bilik mata. Pada keadaan ini akan terlihat
secara histopatologik masa lensa yang akan difagosit makrofag dengan
cepatnya yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakolitik. Lensa
dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa
sehingga akan mengakibatkan terbentuknya cincin Soemering atau bila
epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elschnig.

Gambar 5. cincin Soemering.

Gambar 6. mutiara Elschnig

16
3) Radiasi
Sinar yang terlihat cenderung tidak menyebabkan timbulnya katarak.
Ultraviolet juga mungkin tidak menyebabkan katarak karena sinar
dengan gelombang pendek tidak dapat melewati atmosfir. Sinar
gelombang pendej ( tidak telihat ) ini dapat menyebabkan luka bakar
kornea superficial yang dramatis, yang biasanya sembuh dalam 48 jam.
Cedera ini ditandai dengan “snow blindness” dan “welder flash”. Sinar
infra merah yang berkepanjangan ( prolong ) juga dapat menjadi
penyebab katarak, ini dapat ditemui pada pekerja bahan-bahan kaca dan
pekerja baja, namun penggunaan kacamata pelindung dapat setidaknya
mengeliminasi sinar X ini dan sinar gamma yang juga dapat
mengakibatkan katarak. Katarak traumatik disebabkan oleh radiasi ini
dapat ditemukan pada pasien-pasien yang mendapat radioterapi ( seluruh
tubuh ) leukemia, namun resiko terjadinya hanya apabila terapi
menggunakan sinar X.

Seringnya, manifestasi awal dari katarak traumatik ini adalah kekeruhan


berbentuk roset ( rossete cataract ), biasanya pada daerah aksial yang
melibatkan kapsul posterior lensa. Pada beberapa kasus, trauma tumpul
dapat berakibat dislokasi dan pembentukan katarak pada lensa. Katarak
traumatik ringan dapat membaik dengan sendirinya ( namun jarang
ditemukan ).

4) Kimia
Trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak, selain
menyebabkan kerusakan kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa
yang masuk mengenai mata menyebbakan peningkatan pH cairan akuous
dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi secara
akut ataupun pelahan-lahan. Trauma kimia dapat juga disebabkan oleh
zat asam, namun karena trauma asam sukar masuk ke bagian dalam mata
dibandingkan basa makan jarang menyebabkan katarak.

17
3.2.4 Manifestasi Klinis
Banyak pasien katarak yang mengeluhkan pandangan kabur, yang biasanya
bertambah buruk jika melihat objek yang jauh, secara mendadak. Selain itu
pasien katarak seringkali mengeluhkan monocular diplopia. Silau juga
menjadi gejala yang sering muncul. Pasien mengeluhkan bahwa mereka
tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan terang. Mata menjadi
merah, lensa opak, dan mungkin terjadi perdarahan intraocular. Apabila
humor aqueus atau korpus vitreum keluar dari mata, mata menjadi sangat
lunak. Pasien juga memiliki riwayat mengalami trauma.

1. Penurunan ketajaman visus


Katarak secara klinis relevan jika menyebabkan penurunan signifikan
pada ketajaman visual, baik itu dekat maupun jauh. Biasanya akan
ditemui penurunan tajam penglihatan dekat signifikan dibanding
penglihatan jauh, mungkin disebabkan oleh miosis akomodatif. Jenis
katarak yang berbeda memiliki tajam penglihatan yang berbeda pula.
Pada katarak subkapsuler posterior dapat sangat mengurangi ketajaman
penglihatan dekat menurun daripada penglihatan jauh. Sebaliknya
katarak nuklear dikaitkan dengan tajam penglihatan dekat yang tetap baik
dan tajam penglihatan jauh yang buruk. Penderita dengan katarak
kortikal cenderung memperoleh tajam penglihatan yang baik.
2. Silau
Seringkali penderita mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan sinar
langsung. Biasanya keluhan ini ditemukan pada katarak subkapsuler
posterior dan juga katarak kortikal. Jarang pada katarak nuklearis.
3. Sensitivitas kontras
Sensitivitas kontras dapat memberikan petunjuk mengenai kehilangan
signifikan dari fungsi penglihatan lebih baik dibanding menggunakan
pemeriksaan Snellen. Pada pasien katarak akan sulit membedakan
ketajaman gambar, kecerahan, dan jarak ruang sehingga menunjukkan
adanya gangguan penglihatan.
4. Pergeseran miopia

18
Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak dekat
akan mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan refraksi
lagi dan tidak membutuhkan kacamatanya. Sebaliknya pada pasien yang
tidak menggunakan kacamata, ia akan mengeluhkan bahwa penglihatan
jauhnya kabur sehingga ia akan meminta dibuatkan kacamata. Fenomena
ini disebut pergeseran miopia atau penglihatan sekunder, namun keadaan
ini bersifat sementara dan terkait dengan stadium katarak yang sedang
dialaminya.
5. Diplopia monokuler
Pada pasien akan dikeluhkan adanya perbedaan gambar objek yang ia
lihat, ini dikarenakan perubahan pada nukleus lensa yang memiliki
indeks refraksi berbeda akibat perubahan pada stadium katarak. Selain
itu, dengan menggunakan retinoskopi atau oftalmoskopi langsung, akan
ditemui perbedaan area refleks merah yang jelas terlihat dan tidak terlalu
jelas.

3.2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
dapat juga dibantu dengan pemeriksaan penunjang :
a. Anamnesis
• Riwayat dan mekanisme trauma, apakah tajam atau tumpul
• Riwayat keadaan mata sebelumnya, apakah ada riwayat operasi,
glakoma, , retinal detachment, penyakit mata karena gangguan
metabolik.
•Riwayat penyakit lain, seperti diabetes, sickle cell, sindroma marfan,
homosistinuria, defisiensi sulfat oksidase.
• Keluhan mengenai penglihatan, seperti penurunan visus, pandangan
ganda pada satu mata atau kedua mata, nyeri pada mata.

19
b. Pemeriksaan fisik
• Visus dan pupil, adanya RAPD (defek pupil aferen relatif) menunjukkan
adanya neurpoati optic post trauma ataupun lesi besar di retina ataupun
makula

• Kerusakan ekstraokular - fraktur tulang orbita, gangguan saraf traumatik.


• Tekanan intraokular - glaukoma sekunder, perdarahan retrobulbar.
• Bilik anterior - Hipema, iritis, iridodonesis, robekan sudut.
• Lensa - Subluksasi, dislokasi, integritas kapsular (anterior dan posterior),
katarak (luas dan tipe).
• Vitreus - ada atau tidaknya perdarahan, Presence or absence of
hemorrhage, perlepasan vitreus posterior.
• Fundus - Retinal detachment, ruptur khoroid, perdarahan pre intra dan
sub retina, kondisi saraf optik. 6

c. Pemeriksaan penunjang
• B-scan - jika pole posterior tidak dapat terlihat.
• A-scan - sebelum ekstraksi katarak
• CT scan orbita - adanya fraktur, benda asing, atau kelainan lain.

Tampak kekeruhan lensa dalam bermacam bentuk dan tingkat. Kekeruhan ini
juga ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus.

20
Gambar 8. Opasifikasi kortikal komplet yang terjadi setelah trauma okuli
perforans5

Gambar 9. Gambaran katarak kortikal focal yang disebabkan oleh trauma tusuk
yang kecil di lensa

Gambar 10. Gambaran rosette cataract pada katarak traumatic yang disebabkan
oleh trauma tumpul

3.2.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan katarak traumatik tergantung kepada saat terjadinya. Bila


terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan
terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat
dipasang lensa intra okular primer atau sekunder. Apabila tidak terdapat
penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi
penyulit seperti glaukoma, uveitis, dan lain sebagainya maka segera

21
dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uvetis dan glaukoma sering dijumpai
pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin
Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan.
Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis, atau salah
letak lensa. Harus diberikan antibiotik sistemik dan topikal serta
kortikosteroid topikal dalam beberapa hari untuk memperkecil
kemungkinan infeksi dan uveitis. Atropin sulfat 1%, 1 tetes 3 kali sehari,
dianjurkan untuk menjaga pupil tetap berdilatasi dan untuk mencegah
pembentukan sinekia posterior. Katarak dapat dikeluarkan pada saat
pengeluaran benda asing atau setelah peradangan mereda. Apabila terjadi
glaukoma selama periode menuggu, bedah katarak jangan ditunda
walaupun masih terdapat peradangan. Untuk mengeluarkan katarak
traumatik, biasanya digunakan teknik-teknik yang sama dengan yang
digunakan untuk mengeluarkan katarak kongenital, terutama pada pasien
berusia kurang dari 30 tahun.

Penatalaksanaan bedah

Merencanakan pendekatan pembedahan sepenuhnya penting pada


kasuskasus katarak traumatik. Integritas kapsular preoperatif dan stabilitas
zonular harus diketahui/ diprediksi. Pada kasus dislokasi posterior tanpa
glaukoma, inflamasi, atau hambatan visual, pembedahan mungkin tidak
diperlukan. Indikasi 7 untuk penatalaksanaan pembedahan pada kasus-
kasus katarak traumatik adalah sebagai berikut :
• Penurunan visus yang berat (unacceptable)
• Hambatan penglihatan karena proses patologis pada bagian posterior.
• Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaukoma.
• Ruptur kapsul dengan edema lensa.
•Keadaan patologis okular lain yang disebabkan trauma dan membutuhkan
tindakan bedah.

Teknik Operasi
a. Intracapsular Cataract Extraction

22
Hingga pertengahan tahun 1980, metode ini masih menjadi
pilihan.Intracapsular cataract extraction digunakan hanya jika terjadi
subluksasi lensa atau dislokasi lensa. Seluruh lensa dibekukan dalam
kapsul dengan cryopake dan di buang dari mata melalui sayatan besar
kornea superior

b. Extracapsular Cataract Extraction


Extracapsular cataract extraction dengan implantasi dari
intraocular lens (IOL) di posterior chamber adalah sebagai metode
operasi pilihan utamauntuk sekarang ini. Dengan melakukan
Pembukaan anterior kapsul (capsularrhexis), kemudian hanya korteks
dan nukleus yang dibuang (extracapsular extraction); kapsul posterior
dan zonula dipertahankan tetaap utuh. Ini menyediakan dasar yang
stabil untuk implantasi lensa intraocular di chamber posterior

c. Fakoemulsifikasi dan implantasi IOL

Dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik


ekstrakapsular yang menggunakan getaran – getaran ultrasonik untuk
mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi limbus yang kecil (2-
3mm) sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi.

Penderita yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya akan


mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang telah diangkat.

23
Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang disebut lensa
intraokular, biasanya lensa intraokular dimasukkan ke dalam kapsul
lensa di dalam mata. Keadaan afakia mungkin menjadi pilihan yang
lebih baik pada anak-anak dan pada pasien yang matanya sangat
meradang.

3.2.7 Komplikasi
Komplikasi katarak traumatik yang dapat terjadi, antara lain:
 Dislokasi lensa dan subluksasio umumnya ditemukan pada penyakit yang
berhubungan dengan katarak traumatic
 Komplikasi lainnya yang terkait adalah fakolitik, fakomorfik, blok pupil,
dan glukoma; uveitis facoanafilaktik; lepasnya retina; rupture koroid;
hifema; perdarahan retrobulbar; neuropati optic traumatic; dan rupture bola
mata.

Komplikasi segera setelah pascaoperasi adalah fibrinous uveitis dan


komplikasi pasca operasi yang lambat adalah kekeruhan lensa posterior.

3.2.8. Prognosis
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi pada saat
terjadinya trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma.

24
BAB IV
ANALISIS KASUS

4,1 Apakah diagnosa pada pasien ini sudah benar?


 Berdasarkan anamnesis pasien mengeluh penglihatan pada mata kiri kabur
seperti berasap setelah terkena ketapel 1 bulan yang lalu. Setelah kejadian
pasien mengeluh mata kiri memerah, berair, dan terasa nyeri. Pasien tidak
datang ke dokter, mata kirinya hanya di teteskan obat mata Insto selama 1 bulan
ini. Namun pasien mengeluh 2 minggu terakhir penglihatan mata kirinya kabur
secara perlahan dan memberat sejak 2 hari yang lalu.
 Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan kesadarann compos mentis dan
tanda tanda vital dalam batas normal data ini dapat menyingkirkan adanya
keaadaan patologis berat yang berhubungan dengan trauma kapitis. VOD 3/60
,dan VOS 1/300. Edema (-) hiperemis (-), tidak tampak laserasi, sekret (-),
lensa mata kiri tampak keruh, refleks cahaya pada pupil mata kiri negatif, dan
pada pemeriksaan funduskopi mata kiri negatif. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dapat disimpulkan termasuk dalam katarak traumatik

4.2 Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?


Pasien ini direncanakan untuk Facoemulsifikasi dan implantasi IOL dan
sebelumnya dilakukan pemeriksaan USG okuli dan Biometri scan

25
DAFTAR PUSTAKA

Bletcher MH, Bobrow JC, Glasser DB et al. Traumatic Cataract. In: American
Academy of Opthalmology.54-5;2009.

Harper RA, John PS. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 1 Penerbit Widya
Medika; 2000. 175-80

Ilyas S. Trauma tumpul Pada Lensa. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3
Cetakan ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 267.

Oliver J, et al. Cataract Assessment. In Ophthalmology at Glance. 2005. Blackwell-


science: Massachusetts. Hal 73-75.

Vaughan, Daniel. G., Asbury, Taylor., Riordan-Eva, Paul. (2007).


GeneralOphthalmology, 17 th Edition. Mc Graw Hill, Lange

26

Anda mungkin juga menyukai