Pembimbing :
dr. Binto Akturusiano, Sp.M
Disusun Oleh :
Fathur Rachman
121810034
Cirebon
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “MIOPIA SIMPLEKS
ODS”. Laporan kasus ini ditulis untuk menambahkan pengetahuan dan wawasan
mengenai Miopia dan merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan mata Fakultas Kedokteran Unswagati Cirebon.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dokter
pembimbing dr. Binto Akturusiano, Sp.M yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini dari awal
hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangant mengharapkan krititan yang
membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga Laporan
kasus ini dapat berguna bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………….…………6
iii
BAB I
Identitas Pasien
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : ds. Pabedilan Wetan
Tanggal pemeriksaan : 28 Juni 2022
II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama:
Mata kanan dan kiri buram
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Waled dengan keluhan penglihatan
buram pada kedua mata sejak ± 6 bulan yang lalu, keluhan semakin memberat. Keluhan
buram dirasakan bila pasien melihat jarak jauh tetapi tetap jelas jika melihat pada jarak
dekat. Keluhan dirasakan secara perlahan makin lama memberat dan sehingga
mengganggu aktifitas. Pasien juga mengeluh harus memicingkan mata untuk melihat
fokus pada suatu benda.
Keluhan mata merah disangkal, mata mengganjal(-), berair (-), gatal (-), perih (-),
terasa silau saat melihat cahaya (-), melihat pelangi disekitar lampu/sumber cahaya (-),
gambaran berkabut seperti awan (-), riwayat trauma (-), riwayat penggunaan kacamata(-).
1
c. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat pemakaian kacamata disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda – Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80mmhg
Frekuensi Nadi : 87 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,4 º C
B. Status Oftalmologi
Pemeriksaan OD OS
Bola mata
3
Pinhole + +
Hasil Koreksi S-2,00 S-2,00
Posisi Bola Mata Orthophoria Orthophoria
Lapang pandang
4
inflamasi (-) inflamasi (-)
Pupil Bulat, Reflek cahaya (+) Bulat, Reflek cahaya (+)
Lensa Jernih(+) Jernih(+)
Funduskopi Reflek fundus (+) Reflek fundus (+)
IV. RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Waled dengan keluhan penglihatan buram
pada kedua mata sejak ± 6 bulan yang lalu, keluhan semakin memberat. Keluhan buram
dirasakan bila pasien melihat jarak jauh tetapi tetap jelas jika melihat pada jarak dekat.
Keluhan dirasakan secara perlahan makin lama memberat dan sehingga mengganggu
aktifitas. Pasien juga mengeluh harus memicingkan mata untuk melihat fokus pada suatu
benda.
Status Generalis dalam batas normal. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Visus
OD 20/80, PH (+), Visus menjadi 20/20 dengan hasil koreksi kacamata S-2,00 dan Visus
OS 20/80, PH (+), Visus menjadi 20/20 dengan hasil koreksi kacamata S-2,00.
V. Diagnosis Banding
- Miopia Simpleks ODS
- Miopia Congenital ODS
- Refraktif error
VI. Diagnosis Kerja
Miopia Simpleks ODS
VII. Saran tatalaksana
- Pemberian kaca mata sferis OD -2,00 Visus menjadi 20/20 OS S-2,00 Visus menjadi
20/20
VIII. Prognosis
Quo ad Vitam : ad Bonam
Quo ad Functionam : ad Bonam
Quo ad Sanasionam : ad Bonam
BAB II
5
PEMBAHASAN
6
fase. Kemampuan refraksi mata kita berubah sesuai dengan pertambahan panjang axial
dan perubahan struktur kornea serta lensa. Pada saat baru lahir, penglihatan bayi
cenderung hipermetropia sampai berusia 7 tahun, kemudian setelah itu baru mulai
mengalami perubahan menuju ke arah emetropia. 1
B. Proses Refraksi
Mata, secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata
mempunyai sistem lensa, diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil), dan retina yang
dapat disamakan dengan film. Sistem lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi:
(1) perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2) perbatasan antara
permukaan posterior kornea dan humor aqueous, (3) perbatasan antara humor aqueous
dan permukaan anterior lensa mata, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior lensa
dan humor vitreous. Indeks internal udara adalah 1; kornea 1,38; humor aqueous 1,33;
lensa kristalina (rata-rata) 1,40; dan humor vitreous 1,34.4
7
ke titik fokus, permukaan refraktif mata berbentuk konveks. Permukaan konkaf
membuyarkan berkas sinar (divergensi). Lensa konkaf bermanfaat untuk mengoreksi
kesalahan refraktif tertentu mata, misalnya berpenglihatan dekat.1
3.2 MIOPIA
3.2.1 Definisi Miopia
Miopia merupakan kelainan refraksi dengan bayangan sinar dari suatu objek yang
jauh difokuskan di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi. Hal ini terjadi
karena ketidaksesuaian antara kekuatan optik (optical power) dengan panjang sumbu bola
mata (axial length). Rabun jauh atau disebut Miopia berasal dari bahasa Yunani yang
8
artinya “pandangan dekat” (nearsightedness) ialah keadaan pada mata akibat objek
jatuh tepat di depan retina sehingga jarak pandang terlampau jauh.3
3.2.2 Epidemiologi Miopia
Miopia merupakan salah satu gangguan mata yang mempunyai prevalensi
yang tinggi. Kejadian miopia semakin lama semakin meningkat dan diestimasikan
bahwa separuh dari penduduk dunia menderita miopia pada tahun 2020.5
Prevalensi miopia tertinggi di Asia Timur, di mana Cina, Jepang, Korea dan
Singapura memiliki prevalensi sekitar 50%, dan lebih rendah di Australia, Eropa dan
Amerika utara dan selatan. Di Indonesia, prevalensinya adalah 48,1% pada orang dewasa
yang berusia lebih dari 21 tahun.5
3.2.3 Kelainan Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada
orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata
demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata
emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata
tidak melakukan akomodasi. 6
a.
b.
c.
Gambar 4. a. Mata normal (emetropia), b. Miopia, c. Hipermetropia.2
9
Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila
media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat
diteruskan ke makula lutea. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar
ditentukan oleh kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang
peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila
melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat
kelainan pembiasan oleh sinar kornea (mendatar, mencembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak
dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. 1
Miopia terjadi bila titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan
makula lutea. Hipermetropia terjadi bila sinar sejajar difokuskan di belakang makula
lutea, sedangkan astigmatisme adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak
dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga
fokus pada retina tidak pada satu titik. 1
3.2.4 Etiologi
Miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata untuk
panjangnya bola mata akibat : 7
1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang lebih
panjang, bola mata yang lebih panjang)
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau
lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat)
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.
4. Perubahan posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi glaukoma.
10
studi sebagai langkah awal. Anak dengan orang tua yang miopia memiliki kecenderungan
yang lebih besar untuk menderita miopia daripada anak yang orang tuanya tidak
menderita miopia. Memiliki 2 orang tua yang miopia memiliki resiko yang lebih tinggi
dari pada satu orang tua. Melihat dari fakta bahwa beberapa anak yang menderita miopia
memiliki orang tua yang miopia, menunjukkan bahwa ada faktor herediter yang berperan
dalam etiopatogenesis miopia. Hal tersebut semakin diperkuat dengan adanya penelitian
pada anak kembar. Penelitian tersebut melaporkan bahwa kejadian miopia pada kedua
saudara lebih sering terjadi pada kembar monozigot, dibandingkan dengan dizigot. 5
b. Lingkungan
Tingginya angka kejadian miopia pada beberapa pekerjaan telah banyak
dibuktikan sebagai akibat dari pengaruh lingkungan terhadap terjadinya miopia. Hal ini
telah ditemukan, misalnya terdapat tingginya angka kejadian serta angka perkembangan
miopia pada sekelompok orang yang menghabiskan banyak waktu untuk bekerja
terutama pada pekerjaan dengan jarak pandang yang dekat secara intensive. Beberapa
pekerjaan telah dibuktikan dapat mempengaruhi terjadinya miopia termasuk diantaranya
peneliti, pembuat karpet, penjahit, guru, manager, dan pekerjaan-pekerjaan lain.5
Seiring dengan kemajuan teknologi dan telekomunikasi seperti televisi, komputer,
video game dan lain -lain, secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan
aktivitas melihat dekat.5
Konsumsi sayuran dan buah juga dapat mempengaruhi terjadinya miopia. Adapun
sayuran dan buah yang diketahui mempengaruhi, yaitu wortel, pisang, pepaya, jeruk,
buah merica dan cabai. Hal ini dikarenakan pada sayuran dan buah tersebut memiliki
kandungan beta karoten yang tinggi, yang nantinya akan dikonversikan menjadi vitamin
A (retinol) untuk tubuh.5
3.2.6 Patofisiologi Miopia
Kata miopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang mana
terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti mata. Ini
memang menyiratkan salah satu ciri – ciri penderita miopia yang suka menyipitkan
matanya ketika melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan
cara ini akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang
tadinya berada di depan retina, akan bergeser ke belakang mendekati retina. 1
11
Sebenarnya, miopia juga dapat dikatakan merupakan keadaan di mana panjang
fokus media refrakta lebih pendek dari sumbu orbita (mudahnya, panjang aksial bola
mata jika diukur dari kornea hingga makula lutea di retina). 1
3.2.7 Klasifikasi
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau
kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa bentuk miopia
seperti : 1
a) Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan
12
lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi
akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
b) Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
Menurut etiologinya miopia dibagi menjadi:7
a) Miopia axial, akibat peningkatan jarak antero-posterior bola mata
b) Miopia kurvatur, akibat peningkatan kurvatur kornea, lensa, atau keduanya
c) Miopia posisional, akibat dislokasi lensa ke arah anterior
d) Miopia indeks, akibat peningkatan indeks refraksi berlebihan
e) Miopia terkait akomodasi berlebih, terjadi pada pasien dengan spasme akomodasi
Menurut klinisnya miopia dibedakan menjadi: 7
a) Miopia kongenital
b) Miopia simpel atau developmental
c) Miopia patologis atau degeneratif
d) Miopia acquired: post-trauma, post keratitic, drug induced, pseudomyopia, space
myopia, consecutive myopia
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam: 2
a) Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
b) Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c) Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri.
Miopia berdasarkan umur: 1
a) Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
b) Youth-onset myopia (< 20 tahun)
c) Early adult-onset myopia (20 - 40 tahun)
d) Late adult-onset myopia (> 40 tahun)
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk: 1
a) Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b) Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambahnya panjang bola mata
c) Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi
retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia
13
degeneratif.
14
ini terjadi, otak akan “mematikan” mata yang tidak fokus dan penderita akan
bergantung pada satu mata untuk melihat. Beratnya ambliopia berhubungan dengan
lamanya mengalami kurangnya rangsangan untuk perkembangan penglihatan
makula. Mata ambliopia yang menggulir ke temporal disebut strabismus divergen
(eksotropia).8
Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu
dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling
ke dalam atau esoptropia.1
Gejala subyektif :7
a. Kabur bila melihat jauh.
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi), astenovergens.
Gejala obyektif :7
1. Miopia simpleks
a. Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
b. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai cresen miopia (myopia crescent) yang ringan di sekitar papil saraf
optik.
2. Miopia patologik
a. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
b. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan- kelainan
pada:
a) Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia.
b) Papil saraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
15
miopia dapat ke seluruh lingkaran papil, sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur.
c) Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
d) Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
e) Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih
jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.
3.2.9 Diagnosis Miopia
Diagnosis miopia ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis dan
pemeriksaan oftalmologis. Keluhan penderita berupa penglihatan buram jika melihat atau
membaca dari jarak jauh dan kadang-kadang disertai dengan nyeri kepala. Secara klinis
anak menunjukkan kecenderungan menyipitkan matanya untuk mendapatkan efek
pinhole yang positif. Pemeriksaan oftalmologis yang dilakukan adalah pemeriksaan
tajam penglihatan secara subjektif dengan menggunakan kartu Snellen chart pada jarak 6
meter untuk mendapatkan koreksi terbaik. Kelainan refraksi diukur dalam derajat dioptri
dan disebut miopia bila spherical equivalent (SE) dari kelainan refraksi seseorang
sebesar ≤ -0.50 diopter (D) baik satu atau kedua mata. 3
Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan
pada mata. Pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut : 1,3
1. Refraksi Subyektif
Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan dengan optotipe Snellen. Adapun
syarat-syarat pemeriksaan ini, antara lain :
a) Jarak pemeriksa dan penderita sejauh 6 m.
b) Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan tenang, baik pemeriksa maupun
penderita.
c) Pada pemeriksaan terlebih dahulu ditentukan tajam penglihatan atau visus
VOD (visus oculi dextra) dan VOS (visus oculi sinistra).
Pada kelainan refraksi miopia, ketajaman penglihatan dapat dikoreksi dengan
menggunakan sferis negatif terkecil yang akan memberikan ketajaman
16
penglihatan terbaik tanpa a komodasi. 1,2
17
memperbaiki kelainan refraksi mata. Dalam hal ini fungsi dari kacamata adalah
mengatur supaya bayangan benda yang tidak dapat dilihat dengan jelas oleh
mata menjadi jatuh tepat di titik jauh mata (pada penderita miopia). Selain itu,
penggunaan kacamata memiliki salah satu kelebihan dimana dapat memperbaiki
keadaan mata miopi meskipun kedua mata penderita memiliki perbedaan
ukuran minus (sebagai contoh mata kanan -5,00 D, mata kiri -3,00 D), dalam
hal ini pembuatan lensa negatif dapat disesuaikan sehingga penderita dapat
melihat lebih jelas. 9
Terdapat keuntungan dan kerugian memakai kacamata pada miopia: 9
a. Keuntungan
a) Memberikan perbaikan penglihatan dengan mengoreksi bayangan pada
miopia.
b) Memundurkan bayangan ke retina.
c) Mencegah munculnya pterigium yang biasanya diakibatkan oleh paparan
sinar matahari dan iritasi kronik dari lingkungan yang dapat menimbulkan
gangguan penglihatan.
b. Kerugian
a) Walaupun kacamata memberikan perbaikan penglihatan, berat kacamata
akan bertambah bila kekuatan lensa bertambah, selain juga menganggu
penampilan.
b) Tepi gagang disertai tebalnya lensa akan mengurangi lapang pandang
penglihatan tepi.
c) Kacamata tidak selalu bersih.
d) Pemakaian kacamata dengan lensa positif/negatif yang berat, akan
melihat benda menjadi lebih besar/kecil.
e) Terasa ada yang mengganjal di dekat hidung dan telinga sehingga tidak
nyaman.
f) Mengganggu aktivitas. Bila berada dalam lingkungan yang panas, kaca
sering berembun atau terkena keringat.
2. Lensa kontak
Penggunaan lensa kontak merupakan pilihan kedua pada terapi miopia.
18
Lensa kontak merupakan lengkungan yang sangat tipis terbuat dari plastik
yang dipakai langsung di mata di depan kornea. Meski terkadang ada rasa tidak
nyaman pada awal pemakaian tetapi kebanyakan orang akan cepat
membiasakan diri terhadap pemakaian lensa kontak. Kelebihan dan
kekurangan dalam memakai lensa kontak adalah : 9
Kelebihan
a) Pada kelainan refraksi yang berat, penglihatan melalui lensa kontak
praktis tidak berubah (seperti penglihatan mata normal).
b) Dengan lensa kontak, luas lapang pandangan tidak berubah.
c) Pada anisometropia (perbedaan refraksi, mata kanan dan kiri yang
melebihi 2.5 – 3 D), besarnya gambaran penglihatan mata kanan –
kiri dengan lensa kontak kurang lebih sama.
d) Dapat digunakan untuk tujuan kosmetik yaitu pada miopia tinggi
yang memerlukan kaca mata berlensa tebal.
Kekurangan
a) Mata lebih mudah terkena infeksi, apabila pemakainya kurang
mengindahkan kebersihan atau bila lingkungan sekitarnya kurang
bersih.
b) Lebih mudah terjadi erosi kornea, terutama bila lensa kontak dipakai
terlalu lama, atau dipakai tidak teratur.
c) Pemakaian lensa kontak, hendaknya didasarkan atas alasan-alasan
medik saja. Lengkungan belakang lensa kontak (lengkung dasar, base
curve) hendaknya sesuai dengan lengkungan kornea. Oleh karena itu
pemeriksaan dengan keratometer untuk memeriksa lengkung kornea
adalah penting.
19
keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif, laser asisted in situ interlamelar
keratomilieusis (LASIK), dan Laser subepithelial keratomielusis (LASEK). 9
20
BAB III
KESIMPULAN
Miopia merupakan kelainan refraksi dengan bayangan sinar dari suatu objek yang
jauh difokuskan di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi. Hal ini terjadi karena
ketidaksesuaian antara kekuatan optik (optical power) dengan panjang sumbu bola mata
(axial length). Rabun jauh atau disebut Miopia berasal dari bahasa Yunani yang artinya
“pandangan dekat” (nearsightedness) ialah keadaan pada mata akibat objek jatuh
tepat di depan retina sehingga jarak pandang terlampau jauh.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC. 2016
2. Ilyas,S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: FK UI. Jakarta. 2015
3. Voughan, Dale. Oftalmologi Umum. Edisi: 17. Jakarta: Widya Medika. 2016
4. Guyton AC, Hall JE. Guyton and Hall textbook of medical physiology. 12th Edition.
Philadelphia: Elsevier Health Sciences. 2016.
5. Wu PC, Huang HM, et al. Epidemiology of Myopia. Asia-Pacific Journal of
Ophthalmology. Desember 2016. Vol 5 (6).
6. American Academy of Ophthalmology, 2011. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. San Fransisco: Basic and Clinical Science Course.
7. Khurana A. Comprehensive Ophtalmology 4th Edition. New Age International: 2007
8. Benjamin WJ, Borish's clinical refraction. Vol. 2. St. Louis: Butterworth Heineman.
2006.
9. Keirl A and Christie C. Clinical optics and refraction: A guide for optometrists, contact
lens opticians and dispensing opticians. New York: Elsevier Health Sciences. 2007.
10. Pradipta EA, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi VI. Jakarta: Media
Aesculapius. 2016
11. Spaide RF, Ohno-Matsui K, and Yannuzzi LA. (eds.). Pathologic myopia. Springer New
York. 2014.
22