Anda di halaman 1dari 33

Bagian Ilmu Kesehatan Mata Laporan Kasus & Referat

Fakultas Kedokteran Mei 2019


Universitas Hasanuddin

ABLASIO RETINA

Oleh:
Meutia Faradibah C014172001
A. Widya Sumpala C014172009

Pembimbing
dr. Dewi Nugrahwati Putri

Supervisor
dr. Andi Muhammad Ichsan, Ph.D., Sp.M (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul Ablasio Retina, yang disusun oleh:

Meutia Faradibah C014172001


A. Widya Sumpala C014172009

Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas


pada bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
pada waktu yang telah ditentukan.

Makassar, Mei 2019

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Andi Muhammad Ichsan, Ph.D., Sp.M (K) dr. Dewi Nugrahwati P

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB 1. LAPORAN KASUS..................................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................8
PENDAHULUAN....................................................................................8
ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA....................................................8
DEFINISI................................................................................................14
EPIDEMIOLOGI....................................................................................14
KLASIFIKASI........................................................................................15
PATOFISIOLOGI..................................................................................18
MANIFESTASI KLINIS........................................................................19
PENATALAKSANAAN........................................................................18
PROGNOSIS..........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Bola Mata................................................................................9


Gambar 2 Korpus Vitreous dan Perlekatannya....................................................10
Gambar 3 Lapisan Retina.....................................................................................12
Gambar 4. Diskus Optik dan Makula...................................................................13
Gambar 5 Ablasio Retina Tipe Regmatogenosa...................................................16
Gambar 6 Ablasio Retina Eksudatif.....................................................................17
Gambar 7 Ablasio Retina Traksi..........................................................................18
Gambar 8 Retinopeksi Traumatik.........................................................................19

iv
BAB 1
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. MK
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/Umur : 12-11-1975 / 43 tahun
Agama : Kristen
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jalan Pongtiku, Nunukan, Kalimantan Utara
No. Register Pasien : 119203
Tanggal Pemeriksaan : 7 Mei 2019
Tempat Pemeriksaan : Ruang Perawatan Mata RS UNHAS

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada mata kiri
Anamnesis Terpimpin :
Penglihatan kabur dialami sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya keluhan
dirasakan setiap bangun pagi, penglihatan pasien kabur dan seperti melihat
bayangan hitam terbang. Kemudian dirasakan memberat seminggu
terakhir dengan pandangan seperti tertutup tirai terutama pada sisi bawah.
Riwayat berobat ke dokter umum dan diberi obat tetes mata satu macam,
namun pasien tidak mengingat nama obat tersebut. Riwayat trauma
disangkal. Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya tidak ada.
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada. Riwayat merokok
tidak ada. Riwayat Diabetes Melitus dan hipertensi disangkal.
1.3 STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Sakit ringan/Gizi cukup/Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,7o C

1
1.4 FOTO KLINIS
Foto klinis 07/05/2019

Oculus Dextra 07/05/2019

Oculus Sinistra 07/05/2019

1.5 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI


A. Pemeriksaan Visus:
VOD : 20/20
VOS : 20/40
NCT : 18/17 mmHg

B. Inspeksi

2
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-),hiperemis (-) Edema (-) hiperemis (-)
Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Bola Mata Normal Normal

Mekanisme
muscular

Kornea Jernih Jernih


Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal
Iris Cokelat, kripte ada Cokelat, kripte ada
Pupil Bulat, sentral, Refleks Bulat, sentral, Refleks
cahaya (+) cahaya (+)
Lensa Jernih Jernih

C. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tekanan Okular Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikular Pembesaran (-) Pembesaran (-)
D. Tes Konfrontasi Lapang Pandangan
Defek lapang pandang sisi inferior dan temporal kiri.
E. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Kesan Normal Kesan normal
Iris Cokelat, kripte ada Cokelat, kripte ada
Pupil Bulat, refleks cahaya (+) Bulat, refleks cahaya (+)

F. Slit Lamp
-SLOD : Segmen anterior bola mata dalam batas normal, refleks cahaya
(+), RAPD (-)
-SLOS : Segmen anterior bola mata dalam batas normal, refleks cahaya
(+), RAPD (-)

3
G. Funduskopi (30-04-2019)

OCULUS DEKSTRA

FOD : Refleks fundus ada, papil nervus II batas tegas, CDR 0,3, A/V
2/3, macula reflex fovea normal, retina perifer dalam batas normal

OCULUS SINISTRA

4
FOS : Refleks fundus ada, papil nervus II batas tegas, CDR 0,3 , A/V
2/3, macula reflex fovea kesan suram, tampak area makula superior
dan retina superior arah jam 10 – 2 kesan detach, wrinkling (+)

Superotemporal Superonasal

1.6 RESUME
Seorang pasien perempuan usia 43 tahun datang dengan keluhan
penglihatan kabur dialami sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya keluhan
dirasakan setiap bangun pagi, pasien seperti melihat bayangan hitam
terbang. Memberat seminggu terakhir dengan pandangan seperti
tertutup tirai terutama pada sisi bawah. Riwayat trauma sebelumnya
disangkal. Riwayat penggunaan kacamata sebelumnya tidak ada.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal. Dari
pemeriksaan status generalis pasien sakit ringan, gizi cukup, dan
composmentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 78x/menit,
Pernafasan 18 x/menit, Suhu 36,7oC. Pada pemeriksaan visus, VOD
20/20, VOS 20/40. Pada tes konfrontasi lapang pandangan didapatkan
defek lapang pandang pada sisi temporal dan sisi inferior oculi
sinistra. Pada pemeriksaan slit lamp (SLODS) didapatkan segmen

5
anterior bola mata dalam batas normal, refleks cahaya (+), RAPD (-).
Pada pemeriksaan funduskopi indirek, didapatkan tampakan FOS
macula reflex fovea kesan suram, tampak area makula superior dan
retina superior arah jam 10 – 2 kesan detach, wrinkling (+).

1.7 DIAGNOSIS
OS Rhegmatogen Retinal Detachment

1.8 PENATALAKSANAAN
Tindakan Bedah
- OS Vitrectomy Pars Plana + Fluid Air Exchange + Endolaser +
Silicone Oil 1300
o Intra Operasi : Ditemukan hole di superonasal dan lattice
hampir diseluruh kuadran retina.
Farmakologi
- Post operasi : C. P-Pred 1 gtt / 4 jam / OS
Floxa 1 gtt / 4 jam / OS
Natrium diclofenac 2 dd 1 tab
Ciprofloxacin 500 mg 2 dd 1 tab

1.9 PROGNOSIS
 Qua ad vitam : Bonam
 Qua ad visam : Dubia ad bonam
 Qua ad sanationem : Dubia ad bonam
 Qua ad kosmetikum : Bonam

1.11 DISKUSI KASUS


Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
yang didapatkan dari kasus diatas, didapatkan gambaran klinis yang sesuai dengan

6
Retinal Detachment. Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan berupa penglihatan
mata kiri kabur dan seperti tertutup tirai terutama pada sisi inferior. Hal ini sesuai
dengan hasil pemeriksaan pada pemeriksaan visus didapatkan hasil VOS 20/40
dan pada pemeriksaan konfrontasi lapang pandangan ditemukan defek lapang
pandang segmen inferior. Dari pemeriksaan penunjang (funduskopi indirek) pada
mata kiri pasien didapatkan gambaran retinal detached pada bagian superior yang
memanjang dari arah jam 10 sampai jam 2.
Keluhan lain pasien yaitu melihat tampakan bayangan hitam bergerak
(terbang) disebut sebagai ‘floaters’. Keadaan ini dapat timbul akibat adanya
kerusakan retina dimana pigmen RPE dapat keluar ke area vitreous yang
ditangkap oleh pasien sebagai bayangan benda hitam bergerak (seperti serangga
terbang).
Penanganan untuk kasus ini dilakukan tindakan pembedahan dengan teknik
vitrektomi pars plana, dilanjutkan dengan fluid+air exchange. Prosedur ini
dilakukan karena pada intra operasi ditemukan adanya hole pada segmen
superonasal yang memungkinkan sel-sel RPE keluar di area vitreous, begitu pula
cairan vitreous dapat masuk ke subretina dan menyebabkan terjadinya pelepasan
lapisan retina, sehingga diberikan tekanan udara pada subretina (hole) dan area
vitreous agar cairan keluar. Kemudian dilakukan endolaser (fotokoaguasi) untuk
mengembalikan retina yang terlepas atau memperbaiki robekan atau lubang yang
terbentuk. Untuk memberikan fiksasi yang kuat pada bagian retina dan sebagai
pengganti korpus vitreous yang telah dikeluarkan maka dimasukkan silicon oil.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Retina adalah jaringan neurosensoris yang tipis, semitransparan dan
berlapis-lapis yang terletak pada dua per tiga dinding sebelah dalam bola mata.
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri
dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak
dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya
korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih.
Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras,
kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks. Pengolahan informasi di retina

8
berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel ganglion menuju ke saraf
optikus dan otak.1
Ablasio retina merupakan kondisi dimana bagian neurosensoris retina
terlepas atau terpisah dari epitel pigmen retina. Hal ini disebabkan oleh akumulasi
cairan yang masuk ke area subretina, yaitu rongga potensial antara daerah
neurosensoris retina dan epitel pigmen retina. Beberapa mekanisme yang
menyebabkan kerusakan terutama ablasio retina adalah atrofi lapisan dalam retina
dan traksi antara vitreoretina. Ablasio retina akibat trauma okular juga dapat
terjadi akibat perforasi retina, kontusio, atau traksi vitreoretina.2,3

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


Mata adalah suatu organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit,
yang menganalisis bentuk, intensitas, dan warna cahaya yang dipantulkan objek
dan menimbulkan sensasi penglihatan. Mata terletak dalam struktur bertulang
yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita, yang juga mengandung bantalan
jaringan adiposa. Setiap bola mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat
untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem jaringan transparan yang
membiaskan cahaya untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan
suatu sistem neuron yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan
informasi visual ke otak. Setiap mata terdiri atas tiga lapisan atau tunika
konsentris, sebuah lapisan luar kuat yang terdiri atas sklera dan kornea; sebuah
lapisan tengah vaskular yang terdiri atas koroid, badan siliar, dan iris; dan sebuah
lapisan sensorik internal, retina, yang terdiri atas epitel pigmen di luar dan lapisan
retina sebenarnya di dalam. Lapisan internal retina yang fotosensitif ini
berhubungan dengan serebrum melalui nervus opticus di sisi posterior mata; tepi
anteriornya disebut ora serrata.4

9
Gambar 1 Anatomi Bola Mata
Vitreous
Vitreous adalah struktur transparan seperti jel yang disusun oleh air, kolagen,
dan asam hialuronat, dan menempati sekitar 80% volume bola mata. Korpus
vitreous terbagi atas 2 area topografi utama, yaitu bagian inti (sentral) dan bagian
perifer (kortikal vitrous). Bagian yang melekat pada kapsul posterior lensa
membentuk ligamen Wieger. Rongga potensial antara lensa dan bagian kortikal
anterior dari vitreous yang dibatasi oleh Ligamen Wieger disebut celah Berger.
Korpus vitreous berperan dalam membentuk bola mata dan menopang struktur
retina agar tetap berada pada tempatnya.3

10
Gambar 2 Korpus Vitreous dan perlekatannya

Gambar 3. Histologi Vitreous

11
Vitreous disusun oleh gabungan antara asam hyaluronat dan kolagen fibril.
Fibril tersusun dalam bentuk tumpukan (bundle) dan molekul asam hyaluronat
mengisi celah antara fibril dan menyediakan tempat untuk akses cairan vitreous.
Viterous melekat kuat pada beberapa tempat, yaitu :3
 Viterous melekat pada retina di bagian perifer pada vitreous base, yang
memanjang sekitar 2,00 mm dari anterior ora serrata hingga 4,0 mm
bagian posterior. Perlekatan lain terdapat
 Pada batas diskus (disc margin)
 Pada region perimakula
 Sepanjang pembuluh darah retina
 Pada bagian posterior kapsul lensa

Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, berlapis-lapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan berakhir
di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada
sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel
berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch, koroid dan
sklera. Retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah sehingga cairan
vitreous masuk ke ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi
pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling
melekat kuat sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina.1
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:1,3,5
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu
lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di
basal. Daerah basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor
dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan pada proses penglihatan.
Epitel pigmen ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor,

12
transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif
antara koroid dan retina.

Gambar 4. Histologi RPE


Fungsi dari Retinal Pigment Epitelial (RPE) sebagai :
 Penyerap cahaya
 Fagositosis segmen luar dari sel batang dan sel kerucut
 Turut serta dalam metabolism asam lemak yang tidak tersaturasi di retina
 Mengatur celah atau rongga subretina
 Berperan dalam pembentukan jaringan parut dan proses penyembuhan
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan
ke korteks penglihatan occipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel

13
kerucut meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih
tinggi di perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel
kerucut mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut
iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna
(merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk
penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut responsif terhadap panjang
gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau, merah). Sel batang
berfungsi untuk penglihatan malam (skotopik). Dengan bentuk penglihatan
adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat
dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan
batang.

Gambar 5. Sel batang dan Sel Kerucut


3. Membran limitans eksterna.
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor. Ini terdiri dari inti dari batang dan kerucut.
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel
bipolar dan sel horisontal dengan fotoreseptor.
6. Lapisan inti dalam, terdiri atas badan sel bipolar, amakrin dan sel horisontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan–sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar.

14
8. Lapisan sel ganglion.
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus.
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan
retina dari vitreous.

Gambar 6. Lapisan retina dari dalam ke luar

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah – tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis
makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang
disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 5-6 mm. Secara
histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai
lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang dibatasi oleh
arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5

15
mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas – jelas
merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan
oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi
fluoresens. Secara histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar
dan tidak adanya lapisan – lapisan parenkim karena akson – akson sel fotoreseptor
(lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan
retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling
tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina
yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual
yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling
besar di makula dan penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel
dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali.1

Gambar 7. Diskus Optik dan Makula

Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada
tepat diluar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk
lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel
pigmen retina serta cabang – cabang dari arteri sentralis retinae yang
memperdarahi dua pertiga sebelah dalam (enam lapisan dalam lainnya). Fovea
sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang
tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah

16
retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah retina
sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.5

C. ABLASIO RETINA

1. DEFINISI

Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya bagian neurosensoris retina


(sel kerucut dan sel batang) dari lapisan epitel pigmen retina. Normalnya
kedua lapisan ini berikatan secara longgar satu sama lain dengan rongga
potensial diantaranya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membran Bruch. Antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel,
sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara
embriologis.1,5

2. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian ablasio retina adalah 1 dari 15.000 orang. paling umum di
seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah miop, afakia, pseudofakia,
dan trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan ablasio memiliki miop
tinggi (> 6 dioptri), 30-35% pernah menjalani operasi pengangkatan katarak, dan
10-20% pernah mengalami trauma okuli. Ablasio retina yang terjadi akibat trauma
lebih sering terjadi pada orang muda, dan miop terjadi paling sering pada usia 25-
45 tahun. Meskipun tidak ada penelitian yang menunjukkan untuk terjadinya
ablasio retina yang berhubungan dengan olahraga tertentu (misalnya, tinju dan
bungee jumping) tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya ablasio
retina.
Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan
trauma okuli.Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60% laki-laki dan
40% perempuan. Ablasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun.
Namun, cedera paintball pada anak-anak dan remaja merupakan penyebab umum
dari cedera mata, yang termasuk ablasio retina traumatik. 6,7

17
3. KLASIFIKASI
Perbedaan Diagnostik untuk tipe retinal detachment

 Regmatogen :

Berdasarkan riwayat gejalanya terdapat afakia, trauma tumpul, fotopsia,


floaters, defek lapang pandangan.

Kerusakan retina teridentifikasi pada hampir 95% kasus. Kesan detach


memanjang dari ora sampai ke diskus, dengan garis konvex, dipengaruhi
oleh gravitasi.

Tampak undulasi atau lipatan

Terdapat perubahan vitreous. Dapat didahului oleh Posterior Vitreous


Detachment, terjadi traksi, maupun robekan.

Kondisi yang menyebabkan terjadinya detach adalah karena kerusakan


retina sendiri

 Traksional:

Dapat disebabkan oleh kondisi diabetes mellitus, prematuritas, trauma


penetrasi, oklusi vena.

Bukan termasuk kerusakan retina primer.

Biasanya tidak memanjang sampai Ora, lebih sering terjadi pada bagian
sentral ataupun perifer.

Tampakan seperti taut retina, garis konkaf, memuncak pada titik traksi.

Perubahan retina berupa traksi vitreoretinal.

 Exudatif :

Disebabkan oleh faktor sistemik seperti keganasan, hipertensi, gagal


ginjal, eklampsia.

Tidak tampak kerusakan retina, terjadi secara koinsidens dengan kondisi


lain.

18
Detach dipengaruhi oleh volume dan gaya gravitasi. Bervariasi bisa di ora,
sentral, maupun perifer.

Pada retina tampak bullae, dan tanpa lipatan.

ABLASIO RETINA REGMATOGENOSA

Ablasio regmatogenosa berasal dari kata Yunani rhegma, yang berarti


diskontuinitas atau istirahat. Pada ablasi retina regmatogenosa dimana ablasi
terjadi adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel
pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair
(fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga
subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen
koroid. Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh
1,5
pelepasan korpus vitreous posterior.
1,5
Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmantosa antara lain:

1. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun,
usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang
mempengaruhi.
2. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan
perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2.
3. Miopia. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa adalah
seseorang yang menderita rabun jauh.
4. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada
yang fakia.
5. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi.
6. Senile posterior vitreous detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio
retina dalam banyak kasus.
7. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice
degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure and white-
without or occult pressure, acquired retinoschisis.

Berbagai faktor resiko akan menyebabkan terjadinya robekan pada retina,


yang menyebabkan cairan vitreous dapat masuk ke ruang subretina melalui

19
robekan tersebut dan akan memisahkan retina dari epitel pigmen retina.5
Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat
berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut
bila lepasnya retina mengenai makula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan
terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah diatasnya
dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan
terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang – kadang terdapat pigmen
didalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil akibat
penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah
5,8
terjadi neovaskuler glaucoma pada ablasi yang telah lama.

Gambar 8
. Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe
8
tear

20
Gambar 9. Lincoff Rules.

Lincoff rules merupakan acuan yang biasa digunakan untuk menentukan


kerusakan (pemisahan) primer retina berdasarkan arah jam dan segmen
terlepasnya.

ABLASIO RETINA NON REGMATOGENOSA

A) ABLASIO RETINA EKSUDATIF

21
Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat
di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina hingga terlepas. Penimbunan
cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid.
Penyebab ablasio retina eksudatif yaitu penyakit sistemik yang meliputi Toksemia
gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis nodos dan karena penyakit mata yang
meliputi inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita), penyakit vaskular (central
serous retinophaty, and exudative retinophaty of coats), neoplasma (melanoma
maligna pada koroid dan retinoblastoma), perforasi bola mata pada operasi
1,5
intraokuler.
Ablasio retina eksudatif dapat dibedakan dengan ablasio retina
regmatogenosa dengan:
1. Tidak adanya photopsia, lubang/sobekan, lipatan dan undulasi
2. Ablasio retina eksudatif halus dan konveks. Bagian atasnya biasa bulat dan
bisa menunjukkan gangguan pigmentari
3. Kadang-kadang, pola pembuluh darah retina mungkin terganggu akibat
adanya neovaskularisasi.
4. Pergeseran cairan ditandai dengan perubahan posisi daerah terpisah karena
pengaruh gravitasi merupakan ciri khas yang dari ablasio retina eksudatif.
5. Pada tes transilluminasi, ablasio retina regmatogenosa nampak transparan
sedangkan ablasio retina eksudatif lebih opak.

5
Gambar 6 Ablasio retina eksudatif

B) ABLASIO RETINA TRAKSI


Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan
parut. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes
mellitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau

22
1
infeksi.

Ablasio retina traksi dihubungkan dengan kondisi-kondisi seperti, retraksi


jaringan parut post trauma terutama akibat trauma penetrasi, retinopati diabetik
proliferatif, retinitis proliferans post hemoragik, retinopati prematuritas, retinopati
5
sel sabit.
Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina
regmatogenosa. Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan
membuat retina semakin halus dan tipis sehingga dapat menyebabkan
terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR). Pada PVR juga dapat terjadi
kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel
pigmen retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina
pada badan vitreus akan membentuk membran. Kontraksi dari membran tersebut
akan menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat
mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau berkembang menjadi ablasio retina
1,5,8
traksi.

5
Gambar 7. Ablasio retina traksi

4. DIAGNOSIS
Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
oftalmologi dan pemeriksaan penunjang.
a) Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah:
1. Floaters (terlihatnya benda melayang – layang) yang terjadi karena

23
adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang
lepas atau degenerasi vitreous.
2. Fotopsi (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya,
yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan
cahaya atau dalam keadaan gelap.
3. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya
sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada
keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan
yang berat.Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relatif
terlokalisir, tetapi jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita
maka akan berkembang menjadi lebih berat jika berlangsung sedikit
sedikit demi sedikit menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak
menimbulkan rasa sakit. Kehilangan penglihatan dapat tiba-tiba terjadi
ketika kerusakannya sudah parah. Pasien biasanya mengeluhkan
1,3
adanya awan gelap atau tirai di depan mata.

Selain itu perlu dianamnesa adanya faktor predisposisi yang


menyebabkan terjadinya ablasio retina seperti adanya riwayat trauma,
riwayat pembedahan sebelumnya seperti ekstraksi katarak,
pengangkatan corpus alienum intraokuler, riwayat penyakit mata
sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma, dan
retinopati diabetik). Riwayat keluarga dengan sakit mata yang sama
serta riwayat penyakit yang berhubungan dengan ablasio retina
(diabetes mellitus, tumor, sickle cell leukimia, eklamsia, dan
1,5
prematuritas.

b) Pemeriksaan Oftalmologi
Adapun tanda – tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antara
lain:1,5,8
1. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca
yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat

24
terganggu bila makula lutea ikut terangkat.
2. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih tinggi, normal, atau rendah
3. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk
mendiagnosa ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop indirek
binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak
sebagai membran abu – abu merah muda yang menutupi gambaran
vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan pada ruang subretina,
didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh
darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok –
kelok dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang terjadi ablasio
telihat lipatan – lipatan halus. Satu robekan pada retina terlihat agak
merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya.
4. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada
5. Ultrasonography mengkonfirmasikan diagnosis.

Rhegmatogen Traksional Eksudatif


Riwayat Afakia, myopia, Diabetes mellitus, Faktor sistemik :
Penyakit trauma tumpul, prematuritas, trauma malignansi,
fotopsia, floaters, penetrasi hipertensi
defek lapang
pandangan
(progresif)
Kerusakan Teridentifikasi Tidak tampak Tidak tampak
retina pada 90%-95% kerusakan(robekan) robekan.
(retinal kasus primer.
break)
Pola Biasanya Di sentral atau perifer Dipengaruhi oleh
detachment memanjang dari volume dan
ora ke diskus, gravitasi
batas konvex.
Mobilitas Undulasi atau Taut retina, garis Elevasi tanpa
retina lipatan konkaf, puncak pada lipatan
titik traksi

25
Pigmen Pada 70% kasus Pada kasus trauma Tidak tampak
pada
vitreous
Perubahan Sineretik, PVD Traksi vitreous Normal
vitreous
Cairan Jernih Jernih Bisa keruh, dan
subretina berubah letak
sesuai posisi kepala
Massa Tidak ada Tidak ada Bisa ada
koroid

5. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Pada pembedahan


ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :

Scleral buckleMetode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina


rematogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Tujuan skleral buckling
adalah untuk melepaskan tarikan vitreous pada robekan retina, mengubah arus
cairan intraokuler, dan melekatkan kembali retina ke epitel pigmen retina.
Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan
cryoprobe, dan selanjutnya dengan skleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya
terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang
digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama – tama
dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina
sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera dengan jahitan
tipe matras pada sklera, sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga
terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan
cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. Komplikasi
dari skleral buckling meliputi myopia, iskemia okuler anterior, diplopia, ptosis,
3,5
ulitis sel orbital, perdarahan subretina, inkarserasi retina.

Retinopeksi pneumatikRetinopati pneumatik merupakan metode yang sering

26
digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan
tunggal pada bagian superior retina.Tujuan dari retinopeksi pneumatik adalah
untuk menutup kerusakan pada retina dengan gelembung gas intraokular dalam
jangka waktu yang cukup lama hingga cairan subretina direabsorbsi. Teknik
pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas (SF6 atau
C3F8) ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina
dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat
ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2
hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum
gelembung disuntikkan. Parasentesis ruang anterior bisanya dibutuhkan untuk
menurunkan tekanan intraokuler yang dihasilkan oleh injeksi gas. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan
gelembung terus menutupi robekan retina. Untuk pasien ablasio retina dengan
durasi < 14 hari yang melibatkan makula, prosedur retinopeksi traumatic lebih
baik daripada skleral buckling. Komplikasi dari prosedur ini meliputi migrasi gas
ke subretina, migrasi gas ke ruang anterior, endoftalmitis, katarak, dan ablasio
3,5
retina rekurens dengan terbentuknya kerusakan retina yang baru

3
Gambar 8. Retinopeksi traumatik

VitrektomiMerupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio


akibat diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus
atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil
pada dinding bola mata kemudian memasukkan instrumen pada ruang vitreous
melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk

27
menghilangkan berkas badan kaca (vitreuos stands), membran, dan perlengketan –
perlengketan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan
penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali
dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan
3,5
lebih dari satu kali operasi.

6. PROGNOSIS

Penatalaksanaan bedah berhasil pada 80% pasien ablasio retina. Hasil akhir
perbaikan pada penglihatan tergantung dari beberapa faktor, misalnya keterlibatan
macula. Dalam keadaan di mana ablasio telah melibatkan makula, ketajaman
penglihatan jarang kembali normal. Lubang, robekan, atau tarikan baru mungkin
terjadi dan menyebabkan ablasio retina yang baru. Suatu penelitian telah
melaporkan bahkan setelah pemberian terapi preventif pada robekan retina, 5% -
9% pasien dapat mengalami robekan baru pada retina.

DAFTAR PUSTAKA

28
1. Hardy RA, Shetlar DJ. Retina. In: Riordan P, Whitcher JP. editors.
Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology. 16th ed. New York:
McGraw-Hill.2004.
2. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach Eight Edition.
New York: Elsevier. 2016.
3. American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous. Singapore:
LEO. 2011.
4. Junqueira. Atlas Histologi Dasar Edisi 12. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran ECG. 2012.
5. Khurana AK. Diseases of The Retina. In: Comprehensive Ophthalmology.
4th edition. New Age International Limited Publisher: India. 2007.
6. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment. Available from
:http//emedicine.medscape.com/article/1226426.2010.
7. Swierzewski SJ. Retinal Detachment. Available from :
http://www.healthcommunities.com/retinal-detachment/retinal-
detachment- overview.shtml . 2011.
8. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.
2006.Stuttgart: Thieme. 2007.

29

Anda mungkin juga menyukai