Anda di halaman 1dari 29

SMF / BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2016


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KATARAK SENILIS IMATUR OD

Oleh :
Lidia Novriana Hudi
1008012020

Pembimbing
dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


SMF / BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

Berdasarkan semakin meningkatnya harapan hidup, maka akan meningkat pula


beberapa penyakit pada mata seperti Katarak.1
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan Latin Cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau
terjadi akibat kedua-duanya. Katarak biasanya menngenai kedua mata dan berjalan progresif
ataupun tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak umumnya penyakit
pada usia lanjut atau lebih lazim dikenal dengan katarak senilis.2
Berdasarkan International review of ophthalmic optics, Prevalensi penderita katarak di
dunia pada tahun 2010 diperkirakan telah mencapai 250 juta orang dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 676 juta orang pada tahun 2050.1 Di United Stated, prevalensi katarak
pada tahun 2010 yaitu 24,4 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2050 akan meningkat
hingga mencapai 50 juta orang. Berdasarkan usia, penderita katarak di U.S. sebagian besar
berusia 60 tahun keatas.3
Di Indonesia pada tahun 2007, prevalensi katarak yang telah dioperasi yaitu sebesar 18
%. Namun akibat cakupan operasi yang masih sangat rendah maka terjadi penumpukan kasus
katarak sebesar 82%. Prevalensi tertinggi, ditemukan pada usia 75 tahun keatas yaitu 21,8%.
Di NTT tahun 2007, prevalensi pasien katarak yang telah dioperasi yaitu 14,8 % dan yang
memakai kacamata pasca operasi yaitu 54,5%.4
Berdasarkan Pola penyakit selama tahun 2015 di Poli Mata RSUD. Prof. dr. W.Z.
Johannes, Kota Kupang, katarak menjadi salah satu penyakit dengan prevalensi yang cukup
tinggi yaitu sebesar 22% dari seluruh penyakit di Poli Mata RSUD Prof. dr. W.Z. Johannes,
Kota Kupang.
Katarak berperan besar dalam terjadinya kebutaan di seluruh dunia. Menurut WHO
tahun 2010, kebutaan akibat katarak sebesar 51% ( 20 juta orang).5 Di Indonesia, perevalensi
kebutaan karena katarak cukup tinggi, dimana Indonesia hingga saat ini merupakan negara
dengan jumlah penderita katarak tertinggi ke dua di Asia Tenggara yaitu mencapai 1,5 % atau
2 juta orang.6
Dengan demikian, pengetahuan mengenai katarak khususnya katarak senilis sangat
diperlukan sehingga nantinya sebagai dokter umum dapat berperan dalam pencegahan,
deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari katarak senilis ini.
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. LK
Umur : 73 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Oebobo-Kupang Kodya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Bangsa/Suku : Indonesia/Alor
No MR : 0-44-01-24

2.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pandangan kabur pada kedua mata sejak 1 bulan yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien wanita berusia 73 tahun datang ke Poli Mata dengan keluhan
pandangan kabur pada kedua mata. Keluhan ini sudah dialami sejak 1 bulan yang lalu.
Menurut pasien pandangan kabur semakin memberat pada kedua mata. Pasien juga
mengeluhkan silau bila melihat cahaya dan kesulitan bila melihat pada malam hari.
Keluhan tambahan yaitu seringkali kedua mata berair namun tidak gatal, merah dan tidak
ada kotoran mata (khususnya pagi hari). Tidak ada riwayat trauma, nyeri kepala dan
operasi mata sebelumnya.
c. Riwayat Oftalmologi Sebelumnya
Tidak ada riwayat menggunakan kaca mata dan lensa kontak sebelumnya.
d. Riwayat Pengobatan
Tidak ada riwayat menggunakan obat tetes mata sebelumnya. Pasien pernah
mengkonsumsi obat anti hipertensi yaitu 3 jenis obat yang harus diminum 3 kali sehari.
Keluarga pasien dan pasien sendiri sudah lupa nama 3 jenis obat tersebut.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat di RSUD K, dengan hipertensi grade II dan menurut keluarga
pasien, terakhir pasien mengkonsumsi obat anti hipertensinya yaitu 1 bulan yang lalu.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut keterangan keluarga, tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
yang serupa seperti yang dialami oleh pasien.

2.3. Pemeriksaan Tanda Vital dan Status Oftalmologi


2.3.1. Pemeriksaan Tanda Vital

Tekanan Darah (TD) : 160/70 mmHg


Nadi : 65 /menit
Respirasi : 22 /menit
Suhu : 37,60C

2.3.2. Status Oftalmologi


Mata OD OS
Palpebra Edema (-), hiperemi (-), Edema (-), hiperemi (-),
benjolan (-), ptosis (-), benjolan (-), ptosis (-),
trikiasis (-), Xantelasma (- trikiasis (-), xantelasma (-),
), nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Konjungtiva Hiperemis (-), sekret (-), Hiperemis (-), sekret (-),
perdarahan subkonjungtiva perdarahan subkonjungtiva
(-), pterigium (-) (-), pteriugium (-)
Kornea Jernih (-), benda asing (-), Jernih (-), benda asing (-),
abrasi (-), sikatrik (-), abrasi (-), sikatrik (-),
infiltrat (-), ulkus (-), darah infiltrat (-), ulkus (-), darah
(-), arcus senilis (+) (-), arcus senilis (+)
Bilik Mata Depan (C.O.A) Dalam (-), dangkal (-), Dalam (-), dangkal (-),
jernih (+), hipopion (-), jernih (+), hipopion (-),
hifema (-) hifema (-)
Iris/Pupil Iris intak, pupil bulat, Iris intak, pupil bulat,
isokor, refleks cahaya (+) isokor, refleks cahaya (+)
Lensa Kekeruhan tipis (+), Kekeruhan tipis (+),
dislokasi lensa (-), dislokasi lensa (-).
pseudofakia (-) Pseudofakia (-)
Viterus Humour Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Pergerakan Bola Mata Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Visus dan refraksi 2/60 2/60
Shadow test Negatif (+) Negatif (+)
Tonometri Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Lapangan Pandang (Uji Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Konfrontasi )
Tes Anel Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Tes Buta Warna Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2.4 Diagnosis

Katarak Senilis Imatur ODS

2.5. Tatalaksana
Pemeriksaan lab darah lengkap (DL), GDS, CT-BT (Clottiing Time dan Bleeding
Time)
Hasil Laboratorium (persiapan preoperasi):
Pemeriksaan Hematologi Hasil Keterangan
Hb 12,0 g/dl Normal
Eritrosit 4,82 10^6/ul Normal
Ht 37,5 % Normal
MCV 77,8 fl Rendah
MCH 24,9 pg Rendah
Leukosit 5,21 10^3/ul Normal
Trombosit 269 10^3/ul
LED 52mm/jam Tinggi
PT (waktu Protrombin) 9,8 detik Rendah
APTT 37,2 detik Normal
GDS 103 mg/dl Normal

Konsul Bagian Penyakit Penyakit Dalam (mengontrol Hipertensi Grade II dari pasien)
Operasi
2.6. Prognosis
Dubia et Bonam
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1. Anatomi Lensa


Lensa adalah struktur bikonveks yang transparan, dibungkus oleh kapsula transparan.
Lensa terletak di belakang iris dan di depan corpus vitreum, serta dikelilingi oleh prosesus
ciliaris. Lensa berdiameter 9-10 mm , ketebalan bervariasi dari 3,5 mm (usia balita) dan 5
mm (usia pubertas) dan memiliki berat dari 135 mg (usia 0-9 tahun) hingga 255 mg (usia 40-
80 tahun). Terdiri dari 2 bagian yaitu facies anterior yaitu bagian yang kurang konveks dan
facies posterior. Kedua facies ini bertemu pada garis equator.7 Struktur lensa terdiri dari 4
bagian yaitu :7,8
1. Kapsula Lensa
Struktur bagian luar yang membungkus lensa. Struktur ini tipis, transparan dan
mengandung membran hialin yang lebih tebal pada facies anteror dari pada facies
posterior sehingga facies anterior lebih tebal (14) dari pada facies posterior (3).
2. Epitel Anterior
Terbatas pada permukaan facies anteror lensa. Disusun oleh selapis sel kuboid yang
terletak di bawah lapisan kapsula anterior dan pada garis equator, sel-sel tersebut menjadi
bentuk kolumnar sebagai reaksi dari aktifitas pembagian dan pemanjangan menjadi bentuk
serabut sel lensa yang baru selama kehidupan.
3. Serabut Lensa
Menyusun bagian terbesar lensa. Dibentuk oleh sel anterior pada garis equator yaitu
sel-sel epitel yang memanjang menjadi bentuk serabut lensa. Serabut lensa yang matur
akan kehilangan nukleus. Serabut lensa akan dibentuk sepanjang kehidupan dan disusun
secara kompak oleh nukleus dan korteks dari lensa yaitu sebagai berikut :
Nukleus
Bagian sentral dari serabut lensa yang mengandung serabut matur. Terdiri dari zona
zona yang berbeda, dimana dengan slit lamp akan terlihat zona-zona yang terpisah.
Berdasarkan periode perkembangan, terdapat perbedaan zona pada nukleus lensa yaitu :
- Nukleus embrionik
Bagian paling dalam dari nukleus yang terbentuk pada 3 bulan pertama kehamilan.
Terdiri dari serabut lensa primer yang dibentuk oleh pemanjangan sel-sel pada dindin
posterior dari vesikel lensa.
- Nukleus Fetal
Terletak diatas lapisan nukleus embrionik dan terbentuk dari 3 bulan kehamilan
hingga lahir.
- Nukleus Infantil
Mengelilingi nukleus fetal dan terbetuk setelah kelahiran hingga usia pubertas.
- Nukleus Dewasa (Adult Nucleus)\
Terletak diluar dan mengelilingi nukelus fetal. Struktur ini dibentuk setelah usia
pubertas hingga dewasa.
Cortex
Bagian perifer dari serabut lensa, dimana tersusun oleh serabut lensa imatur.
4. Ligamentum suspensorium lensa (Zonula of Zinn)
Dikenal pula dengan Zonula Cilaris yang terdiri dari serabut-serabut yang
menghubungkan corpus ciliaris dengan lensa. Serabut ini terdiri dari 3 bagian yaitu :
1) Serabut yang keluar dari pars plana dan ora serata anterior ke anterior dan equator
lensa.
2) Serabut dari anterior prosesus ciliaris ke bagian posterior dan equator lensa.
3) Serabut dari prosesus ciliaris ke bagian anterior dan equator lensa.

Gambar 3.1. Anatomi Lensa Mata


3.2. Histologi Lensa
Lensa adalah sebuah struktur bikonveks, transparan dan elastis. Secara mikroskopik ,
Lensa dibentuk oleh 3 lapisan yaitu :9

1. Kapsula lensa
Lapisan terluar lensa, tebal, homogen, refraktil, kaya akan karbohidrat yang melapisi
permukaan luar sel-sel epitel lensa. Struktur ini memiliki membran basalis yang sangat
tebal dan terdiri dari serabut kolagen tipe IV dan glikoprotein.
2. Epitel subkapsular
Lapisan dibawah kapsula lensa yang terdiri dari selapis sel-sel epitel kuboid yang hanya
terdapat pada permukaan anterior lensa. Lensa akan meningkat pada ukuran dan
pertumbuhan selama kehidupannnya oleh serabut lensa baru yang berasal dari sel-sel pada
bagian equator lensa. sel-sel epitel ini menunjukan banyak interdigitasi dengan serabut
lensa.
3. Serabut-serabut lensa
Struktur ini panjang, tipis, rata dan merupakan hasil difirensiasi dari sel-sel yang berasal
dari lapisan subkapsular epitelium. Serabut lensa akan kehilangan inti selnya dan organel
kemudian akan memanjang dengan ukuran yaitu : 7-10 mm panjangnya, 8-10 m
lebarnya, dan 2 m ketebalannya. Sel-sel ini mengandung protein yang disebut kristalin.

Gam

Gambar 3.2. Histologi Lensa Mata


3.3. Fisiologi dan Biokimia Lensa7,10
Lensa merupakan suatu struktur yang bikonveks, avaskuler, dan transparan. Terdiri atas
66% air dan selebihnya merupakan protein penyusun lensa. Struktur ini terletak di belakang
iris yang memiliki fungsi yaitu : 1) sebagai media refraksi, 2) terlibat dalam proses
akomodasi dan 3) mengabsorpsi sinar ultraviolet. Komponen-komponen utama penyusun
lensa yaitu sebagai berikut :
1) Air
Komponenen paling dominan pada lensa yaitu 65% dari seluruh komponen lensa.
Banyak ditemukan pada korteks daripada nukleus lensa dan terbagi menjadi komponen air
yang bebas (80%) dan terikat (20%). Rendahnya air, berhubungan dengan gangguan pada
indeks refraksi. Tidak ada hubungan antara komponen air dengan faktor usia.
2) Protein
Komponen yang berjumlah 34% dari seluruh komponen lensa. Terbagi menjadi 2
kelompok yaitu protein yang larut air (water soluble/intraceluler protein) dan protein yang
tidak larut air (water insoluble). Protein yang larut air sebanyak 80% dari seluruh protein
lensa dan terutama mengandung protein crystalina. Protein ini merupakan protein
intraseluler yang terkandung didalam lapisan epitelium dan membran plasma sel-sel pada
lapisan serabut lensa. Protein cystalina dibagi menjadi 3 kelompok utama yaitu alfa (),
beta (), dan gamma () crystalina. Alfa crystalina merupakan molekul yang berjumlah
32% dari seluruh protein lensa, berukuran besar, dengan berat molekul 600-400 kD dan
berhubungan dengan transformasi sel-sel epitel menjasi serabut-serabut lensa. Beta
crystalina, molekul yang berjumlah 55% dari seluruh protein yang larut dalam air pada
lensa dan berat sedangkan gamma crystalina, molekul yang berukuran kecil dengan berat
20 kD. Protein yang tidak larut dalam air (water insoluble) terbagi menjadi 2 kelompok
yaitu protein larut dalam urea 8 mol seperti protein-protein sitoskeletal (rangka sel-sel)
untuk menjaga kestabilan dan pergerakan sel-sel, beaded filamen dan vimentin sedangkan
protein yang tidak larut dalam urea 8 mol seperti membran penghambat protein dan
membran protein.
3) Lemak, karbohidrat dan element lainnya
Komponen tambahan pada lensa dengan jumlah yang kecil. Selain komponen lemak
dan karbohidrat, komponen tambahan lain pada lensa yaitu besi, zinc, kromium, kobalt,
tembaga.
Gambar 3.3. Komposisi kimia lensa dan aquous humor serta mekanisme transportnya

Pada lensa akan terjadi aktivitas metabolik yang menunjang kehidupan dari lensa yaitu
sebagai berikut :
1. Lensa membutuhkan suplai energi (ATP) secara terus-menerus
ATP pada lensa sangat deperlukan dalam transport aktif dari ion-ion dan asam amino-asam
amino, menjaga dehidrasi dari lensa, dan membantu sintesis protein dan GSH. Produk-
produk energi, banyak yang digunakan oleh epitel yang merupakan lokasi utama dalam
semua proses transport aktif. Hanya 10-20% ATP umumnya digunakan dalam sintesis
protein.
2. Sumber dalam suplai nutrien pada lensa
Lensa kristalina merupakan sebuah struktur yang avaskuler sehingga proses
metabolismenya sangat bergantung pada pertukaran kimia dengan aquous humor.
Komposisi kimia lensa, berlawanan dengan aquous humor.
3. Jalur-jalur metabolisme glukosa
Glukosa sangat berperan penting dalam fungsi lensa. Energi yang dihasilkan pada lensa
seluruhnya bergantung pada metabolisme glukosa. Komponen glukosa, masuk ke dalam
lensa melalui difusi sederhana dan difasilitasi dan dibantu oleh glukosa transport 1
(GLUT-1) pada sel-sel epitel serta glukosa transport 3 (GLUT-3) pada sel-sel serabut
lensa. Glukosa dimetabolisme secara cepat dalam jalur glikolisis. Aktivitas metabolik
lensa terbatas pada lapisan epitelium dan corteks, saat nukleus tidak berfungsi dengan
baik. Dalam lensa, 80% dari glukosa diperankan oleh metabolisme anaerob melalui jalur
glikolitik (glycolytic pathway), 15 % oleh lintasan HMPs (Pentose Hexose
Monophosphate shunt) dan sisanya melalui siklus asam sitrat kreb oksidatif (oxidative
Krebs Citric acid cycle). Jalur sorbitol tidak berhubungan dengan lensa yang normal,
namun berperan penting dalam proses terjadinya katak pada pasien-pasien dengan diabetes
dan glalaktosemia. Jalur-jalur metabolisme glukosa pada lensa yaitu sebagai berikut :
1) Metabolisme Anaerob
- 85% glukosa dimetabolisme melalui jalur ini.
- Menyediakan > 70% energi bagi lensa
- 1 mol glukosa akan menghasilkan 2 mol ATP (energi)
- Laktat akan dimetabolisme melalui 2 jalur
- Metabolisme selanjutnya akan melalui siklus krebs
- Difusi dari lensa akan menuju ke aquous humor.
2) Metabolisme aerob (siklus krebs)
- Dibatasi pad epitelium
- 1 mol glukosa akan menghasilkan 38 mol ATP
- Hanya 3% dari glukosa lensa yang dimetabolime melalui siklus ini.
- Namun memberikan 20% ATP dari total ATP untuk lensa
3) Hexose monophosphate shunt
- Sekitar 5% glukosa dimetabolisme melalui jalur ini
- Sumber yang penting untuk menghasilkan NADPH yang berperan penting dalam
jalur metabolik lainnya seperti jalur sorbitol dan glutation reduksi.
4) Jalur Sorbitol
- Sekitar 5% glukosa dimetabolisme melalui jalur ini
- Ketika sorbitol terakumulasi dalam sel-sel lensa akan menimbulkan gradien
osmotik sehingga merangsang influks dari air dan kemudian terjadi pembengkakan
lensa (lens swelling) dan diikuti oleh hilangnya transparansi lensa.
Gambar 3.4. Jalur-Jalur Metabolisme Glukosa pada lensa

Akomodasi
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. untuk memfokuskan
cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan
memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi
ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya parallel akan terfokus ke retina.
Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan
zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastic kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih
sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris,
zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.
Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.
Gangguan pada lensa adalah kekeruhan (katarak perkembangan/pertumbuhan misalnya
congenital atau juvenile, degenerative misalnya katarak senile, komplikata, trauma), distorsi,
dislokasi, dan anomaly geometric. Pasien yang mengalami gangguan-gangguan tersebut
mengalami kekaburan penglihatan tanpa nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slitlamp, oftalmologi,
senter tangan atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi
3.4. Katarak Senilis
3.4.1. Pengertian
Katarak Senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut yaitu usia
diatas 50 tahun. Kondisi ini paling banyak ditemukan, namun banyak juga faktro lain yang
ikut terlibat seperti kelainan kongenital, glaukoma, ablasi retina, uveitis, retinitis pigmentosa,
trauma kimia dan fisik, obat-obatan dan penyakit sistemik seperti diabetes melitus, merokok
dan galaktosemia.2

3.4.2. Epidemiologi
Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak terjadi dan menjadi
penyebab tingginya angka kebutaan di dunia. Di United Stated, prevalensi katarak pada tahun
2010 yaitu 24,4 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2050 akan meningkat hingga
mencapai 50 juta orang. Berdasarkan usia, penderita katarak di U.S. sebagian besar berusia
60 tahun keatas. Di Indonesia pada tahun 2007, prevalensi katarak yang telah dioperasi yaitu
sebesar 18 %.2 Namun akibat cakupan operasi yang masih sangat rendah maka terjadi
penumpukan kasus katarak sebesar 82%. Prevalensi tertinggi, ditemukan pada usia 75 tahun
keatas yaitu 21,8%. Berbagai studi cross sectional melaporkan prevalensi katarak pada
individu berusia 65-74 tahun adalah sebanyak 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70%
pada individu di atas 75 tahun.3

3.4.3. Etiologi
Perkembangan katarak senilis pada umumnya perkaitan dengan proses penuaan.
Penyebabnya hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa teori menjelaskan
hubungan dengan terjadinya katarak senilis yaitu sebagai berikut : 2,3
1) Teori putaran biologic ( A biologic Clock)
Dikenal pula dengan teori Genetik clock. Tiap spesies di dalam inti selnya terdapat jam
genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi. Jaringan embrio manusia dapat
membelah diri 50 kali kemudian mengalami kematian.
2) Teori Mutasi Spontan
Teori ini menjelaskan bahwa terjadi mutasi progresif pada DNA sel somatik yang akan
menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan sel tersebut.
3) Teori Imunitas
Mutasi berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Mutasi sel menyebabkan
kelainan pada antigen permukaan sel sehingga sistem imun menganggap sel tersebut
sebagai sel asing (autoimun) terjadilah kerusakan sel. Dengan bertambahnya usia akan
bertambah pula cacat imunologik.
4) Teori A Free Radical
Radikal bebas bersifat sangat reaktif sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam
lemak tidak jenuh seperti dalam membran sel. Radikal bebas dapat terbentuk di alam
bebas, di dalam tubuh jika fagosit pecah dan sebagai produk sampingan di dalam rantai
pernapasan. Radikal bebas dapat dinetralkan oleh enzim katalase, glutation peroksidase,
vitamin C, provitamin A (beta karoten), dan vitamin E. Radikal bebas dengan molekul
normal dapat menyebabkan degenerasi sel-sel.
5) Teori A Cross-Link
Ahli biokimia mengatakan akan terjadi peningkatan bersilang asam nukleat dan molekul
protein sehingga menganggu fungsi.

3.4.4. Histopatologi
Terjadi perubahan struktur lensa pada usia lanjut yaitu sebagai berikut :2
1) Kapsul, akan menebal dan kurang elastis (1/4 dibandingkan anak-anak), mulai presbiopia,
bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur dan terlihat bahan granular.
2) Epitel, akan terlihat sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat ,
bengkak dan terlihat vakuolisasi metokondria yang nyata.
3) Serat lensa, akan lebih ireguler, pada korteks akan jelas terlihat kerusakan serat sel, brown
sclerotic nukleus, perubahan protein lensa (histidin, triptofan, metionin, sistein, dan
tirosin) oleh sinar ultraviolet, sedangkan warna coklat protein lensa nukleus mengandung
histidin dan triptofan dibanding normal. Korteks tidak berwarna karena kadar asam
askorbat tinggi dan menghalangi proses fotooksidasi dan sinar tidak banyak mengubah
protein pada serat muda.

3.4.5. Klasifikasi
- Berdasarkan morfologinya katarak senilis terbagi menjadi 3 tipe yaitu :11
1) Katarak Nuklear (Nuclear cataract)
Nuklear sklerosis dalam jumlah kecil dan terjadi yellowing merupakan suatu
keadaan yang fisiologis pada usia pertengahan dan menyebabkan gangguan penglihatan
yang minimal. Namun bila sklerosis dan yellowing meningkat akan dikenal dengan
katarak nuklear dan menyebabkan opasifikasi sentral. Derajat sklerosis, yellowing dan
opasifikasi dievaluasi dengan menggunakan slit-lamp biomikroskop dan melalui
pemeriksaan red reflex test untuk melihat dilatasi pupil. Katarak nuklear,
perkembangannya sangat lambat dan biasanya terjadi bilateral pada kedua mata tetapi
dapat pula asimetris atau salah satu mata saja. Katarak nuklear kekhasannya akan
menyebabkan kerusakan penglihatan jarak jauh daripada jarak dekat. Pada tahap awal,
terjadinya pengerasan pada nukleus lensa secara umum disebabkan oleh meningkatnya
indeks refraksi dari lensa dan menyebabkan pula perubahan miopia pada refraksi atau
miopia lentikuler. Kadang-kadang perubahan yang tiba-tiba dari indek refraksi antara
nukleus sklerosis dan korteks lensa dapat menyebabkan monokular diplopia. Pada katarak
nuklear, bila kronik akan terbentuk struktur opak dan berwarna coklat yang dikenal
dengan brunescent nuklear cataract.
2) Katarak kortikal (Cortical cataract)
Perubahan komposisi ion pada korteks lensa dan kemudian diikuti perubahan pada
hidrasi serabut lensa menyebabkan terbentuknya opasifikasi kortikal. Katarak kortikal atau
sering dikenal dengan opasifikasi kuneiforme biasanya terjadi bilateral tetapi sering pula
asimetris. Gangguan penglihatan dapat terjadi dan sangat bergantung pada lokasi
opasifikasinya. Gejala umum pada katarak kortikal adalah silau bila melihat sumber
cahaya seperti cahaya lampu mobil dan ditemukan monokuler diplopia. Katarak kortikal
mengalami perkembangan yang cepat. Pembentukan dari katarak kortikal dapat dilihat
dengan slit-lamp biomikroskop dan tampak vakuol-vakuol dan air yang membelah (water
clefts) pada korteks anterior dan posterior lensa. opasifikasi berbentuk baji atau sering
disebut dengan cortical spokes (katarak berbentuk seperti jari-jari/ruji) atau cuneiforme
opacities terbentuk dekat tepi lensa dengan bagian ujung menuju ke tengah lensa. Lensa
akan mengandung banyak air dan kemudian membengkak dikenal dengan intumescent
cortical cataract.
3) Katarak Subkapsular Posterior (Posterior Subcapsular Cataract)
Katarak tipe ini sering ditemukan pada pasien berusia muda bila dibandingkan
dengan tipe katarak nuklear dan kortikal. Katarak ini terletak pada lapisan kortikal
posterior dan biasanya aksial. Indikasi pertama dari pembentukan katarak subkapsular
posterior adalah tampak kemilau warna-warna halus pada lapisan kortikal posterior
dengan slit-lamp. Tahap akhir, akan terbentuk opasifikasi granular dan opasifikasi yang
menebal pada korteks subkapsular posterior.
Gambar 3.5. Tipe-tipe Katarak Berdasarkan Morfologi

- Berdasarkan stadiumnya, katarak senilis dibagi menjadi 4 stadium yaitu :2


1) Katarak Insipien
Stadium ini akan terlihat hal-hal berikut yaitu adanya kekeruhan mulai dari tepi
equator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol
mulai terlihat didalam korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat
pada anterior subkapsular posterior, serta terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi
jaringan degeneratif (benda morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat
menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian
lensa. bentuk ini kadang-kadang untuk waktu yang lama.
2) Katarak Imatur
Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat
bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil
sehingga terjadi glaukoma sekunder.
3) Katarak Matur
Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. kekeruhan ini
bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen
tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran
yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
4) Katarak Hipermatur
Katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau
lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga
lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan, akan terlihat
bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan
lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai kantong susu disertai
dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut katarak morgagni
- Perbedaan stadium katarak senilis yaitu sebagai berikut :
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang (air
(air masuk) + masa lensa
keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Dalam
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos

Penyulit - Glaukoma - Uveitis dan


Glaukoma

3.4.6. Patofisiologi7
Menurut Khurana, mekanisme ini berbeda antara katarak senilis kortikal dan
nuklear. Pada katarak senilis kortikal, penurunan total protein, asam amino, dan
potasium berhubungan dengan peningkatan konsentrasi sodium dan hidrasi dari lensa,
diikuti dengan koagulasi protein. Dengan bertambahnya usia, ada dua hal yang terjadi.
Pertama, penurunan fungsi dari mekanisme pompa transportasi aktif lensa
mengakibatkan rasio Na+ dan K+ terbalik. Hal ini menyebabkan hidrasi dari serat
lensa. Kedua, penurunan reaksi oksidatif akibat bertambahnya umur menyebabkan
penurunan kadar asam amino sehingga sintesis protein di dalam lensa juga akan
menurun.
Kedua hal ini akan menyebabkan kekeruhan dari serat lensa kortikal akibat
denaturasi protein lensa. Proses degeneratif yang terjadi pada katarak nuklear
berhubungan dengan dehidrasi dan pemadatan nukleus lensa yang mengakibatkan
katarak keras. Hal ini berhubungan dengan peningkatan signifikan protein yang tidak
larut dalam air. Meskipun demikian, jumlah isi protein dan distribusi kation di dalam
lensa tetap normal.

3.4.7. Diagnosis2,7
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Kekeruhan lensa dapat terjadi dengan atau tanpa gejala, dan mungkin tidak
terlihat dalam pemeriksan okular rutin. Gejala katarak yang sering muncul antara
lain:
- Silau (glare)
Salah satu dari gejala awal gangguan penglihatan pada katarak adalah silau atau
intoleransi terhadap cahaya yang terang, seperti cahaya matahari atau cahaya
dari lampu kendaraan bermotor.
- Poliopia uniokular (misalnya objek yang terlihat dua atau lebih)
Ini juga merupakan salah satu dari gejala awal katarak. Hal ini terjadi karena
refraksi yang iregular oleh lensa yang bervariasi sesuai indeks refraksi sebagai
akibat dari proses terbentuknya katarak.
- Halo
Ini dapat dialami oleh pasien katarak yang mengalami pemecahan cahaya putih
menjadi spektrum warna karena adanya tetesan air di dalam lensa.
- Titik hitam (black spots) di depan mata dapat terjadi pada beberapa pasien.
- Bayangan kabur, distorsi bayangan, dan bayangan yang berawan/berasap
mungkin terjadi pada stadium awal katarak.
- Kehilangan penglihatan
Kehilangan penglihatan pasien katarak bersifat tidak nyeri dan menurun secara
progresif bertahap. Pasien dengan kekeruhan di sentral mengalami kehilangan
penglihatan lebih awal. Pasien ini melihat dengan baik ketika pupil berdilatasi
karena cahaya yang remang di malam hari. Pada pasien dengan kekeruhan
perifer, hilangnya penglihatan tertunda dan penglihatan semakin membaik
dengan adanya cahaya yang terang ketika pupil berkontraksi. Pada pasien
dengan sklerosis nuklear, penglihatan jauh semakin memburuk karena terjadi
miopia indeks progresif. Pasien ini mampu membaca tanpa kacamata presbiopi.
Perbaikan penglihatan dekat ini disebut sebagai second sight. Penglihatan
semakin menurun seiiring dengan bertambahnya kekeruhan lensa.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar
celah (slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, dan tonometer selain
daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi
pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat berupa
panoftalmitis pascabedah dan fisik umum.
Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum
dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan
turunnya tajam penglihatan yang tidak sesuai, sehingga mungkin penglihatan yang
turun akibat kelainan pada retina dan bila dilakukan pembedahan memberikan
hasil tajam penglihatan yang tidak memuaskan.
Tes bayangan iris (shadow test) dilakukan untuk mengetahui derajat
kekeruhan lensa. Dasar dari pemeriksaan ini adalah makin sedikit lensa keruh
pada bagian posterior, maka makin besar bayangan iris pada lensa yang keruh
tersebut, sedangkan makin tebal kekeruhan lensa, maka makin kecil bayangan iris
pada lensa yang keruh.

3.4.8. Penatalaksanaan2,7
Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresivitas
atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih tetap dengan pembedahan. Tidak
perlu menunggu katarak menjadi matang. Dilakukan tes untuk menentukan apakah
katarak menyebabkan gejala visual sehingga menurunkan kualitas hidup. Pasien
mungkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah, membaca, atau mengemudi.
Beberapa pasien sangat terganggu oleh rasa silau. Pasien diberikan informasi
mengenai prognosis visual mereka dan harus diberitahu pula mengenai semua
penyakit mata yang terjadi bersamaan yang bias mempengaruhi hasil pembedahan
katarak.
1. Penataksanaan Non-Bedah
1. Terapi Penyebab Katarak
Pengontrolan diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-obatan yang
bersifat kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasin, dan miotik kuat,
menghindari iradiasi (infra merah atau sinar-X) dapat memperlambat atau
mencegah terjadinya proses kataraktogenesis. Selain itu penanganan lebih
awal dan adekuat pada penyakit mata seperti uveitis dapat mencegah
terjadinya katarak komplikata.
2. Memperlambat Progresivitas
Beberapa preparat yang mengandung kalsium dan kalium digunakan pada
katarak stadium dini untuk memperlambat progresivitasnya, namun sampai
sekarang mekanisme kerjanya belum jelas. Selain itu juga disebutkan peran
vitamin E dan aspirin dalam memperlambat proses kataraktogenesis.
3. Penilaian terhadap Perkembangan Visus pada Katarak insipien dan Imatur
a) Refraksi; dapat berubah sangat cepat, sehingga harus sering dikoreksi.
b) Pengaturan pencahayaan; pasien dengan kekeruhan di bagian perifer
lensa (area pupil masih jernih) dapat diinstruksikan menggunakan
pencahayaan yang terang. Berbeda dengan kekeruhan pada bagian
sentral lensa, cahaya remang yang ditempatkan di samping dan sedikit
di belakang kepala pasien akan memberikan hasil terbaik.
c) Penggunaan kacamata gelap; pada pasien dengan kekeruhann lensa di
bagian sentral, hal ini akan memberikan hasil yang baik dan nyaman
apanila beraktivitas di luar ruangan.
d) Midriatil; dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lataral aksial
dengan kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5% atau
tropikamid 1% dapat memberikan penglihatan yang jelas.
2. Pembedahan Katarak
Pembedahan katarak adalah pengangkatan lensa natural mata (lensa
kristalin) yang telah mengalami kekeruhan, yang disebut sebagai katarak.
Jenis-jenis operasi katarak :
1. Phacoemulsification (Phaco)
Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang
dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior
(fakoemulsifikasi). Biasanya tidak dibutuhkan penjahitan. Dengan
teknologi mesin fakoemulsifikasi, saat ini sudah dimungkinkan
mengeluarkan lensa dengan teknik fako bimanual , sehingga insisi kornea
hanya sebesar 1,5 mm saja.(7)
2. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8
mm. Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan.
Teknik operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak immature, mature,
dan hypermature.(8)
3. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
Penanaman lensa intraokular merupakan bagian dari prosedur ini.
Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau
temporal. Dibuat sebuah saluran pada kapsul anterior, dan nukleus serta
korteks lensanya diangkat. Kemudian lensa intraokular ditempatkan pada
kantung kapsular yang sudah kosong, disangga oleh kapsul posterior yang
utuh. (9)
4. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)
Prosedur ini memiliki tingkat komplikasi yang sangat tinggi sebab
membutuhkan insisi yang luas dan tekanan pada vitreous. Ekstraksi katarak
intrakapsular, suatu tindakan mengangkat seluruh lensa berikut kapsulnya,
jarang dilakukan pada saat ini. indakan ini sudah jarang digunakan terutama
pada negara-negara yang telah memiliki peralatan operasi mikroskop dan
alat dengan teknologi tinggi lainnya.(10)
Katarak hipermatur menyebabkan kapsul lensa menjadi keriput dan
nucleus menjadi mengecil sehingga sulit dilakuan anterior capsulectomy.

3.4.9. Perawatan Pasca Bedah


Pasien dapat bebabas rawat jalan padda hari itu juga, teteapi dianjurkan untuk
bergerak dengan hati-hati dan menghindari perengangan atau mengangkat benda berat
selama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Mata dapat
dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi dan matanya dapat dilindungi
dengan kacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara dapat
digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi pasien dapat melihat dengan baik
melalui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen (biasanya 6-8
minggu setelah operasi). Selain itu dapat diberikan obat-obatan untuk:
1. Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata mata adalah tindakan menyayat
maka diperlukan obat untuk memgurangi rasa sakit yang mungkin timbul
beberapa jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.
2. Antibiotik untuk mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap
rutin dan perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena
kebersihan yang tidak sempurna.
3. Obat tetes mata steroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akhibat tindakan bedah.
4. Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.
Setelah pembedahan dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh pasien yaitu sebagai berikut :
- Setelah pembedahan, pembalut mata tidak dibuka sampai keesokan
harinya, dimana akan dibuka sendiri oleh dokter. Hari kedua dan
seterusnya, pembalut mata diganti sendiri di rumah sehari sekali.
- Penderita tidak boleh batuk, mengedan (muku), mengangkat barang > 5
kg, menunduk atau sujud, mata tidak boleh digosok-gosok selama 3
minggu.
- Memakai pelindung dari kaleng pada mata yang dioperasi, terutama
waktu tidur selama 3 minggu
- Tidak boleh berhubungan suami istri selama 4 minggu
- Tidak boleh merokok sebelu operasi dan sesudah operasi selama 4
minggu
- Kontrol teratur sesuai tanggal yang dianjurkan dokter
- Memakai obat tetes mata dan obat minum secara teratur sesuai saran dan
anjuran dokter.

3.4.10. Indikasi bedah


1. Memperbaiki penglihatan. Hal ini merupakan indikasi yang paling sering
dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan pembedahan. Individu sebaiknya
segera dilakukan pembedahan katarak, apabila gangguan penglihatannya tersebut
telah mengganggu kehidupan hariannnya.
2. Pengobatan. Katarak dapat menyebabkan gangguan penglihatan hingga kebutaan.
Kondisi ini yang menyebabkan tingginya tindakan pengobatan katarak dengan
metode pembedahan, untuk mencegah lebih dini agar tidak jatuh dalam kebutaan
permanen.
3. Kosmetik
Pasien dengan katarak matur, kadang-kadang sangat mengganggu penampilan pada
mata, maka kebanyakan orang segera melakukan tindakan pembedahan untuk tetep
menjaga kosmetikanya.

3.4.11. Komplikasi
Komplikasi pembedahan katarak antara lain 5,6
- Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama
operasimaka gel vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang
merupakan resikoterjadinya glaukoma atau traksi pada retina.
- Prolaps iris. Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode pasca
operasi dini. Pupil mengalami distorsi.
- Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius
namun jarangterjadi (<0,3%), pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri
, penurunantajam penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik mata depan
(hipopion).
- Subluksasi intraokuler lensa
- Hifema

3.4.12. Prognosis 2
Tidak adanya penyakit okular lainnya yang menyertai saat dilakukan operasi
yang dapat mempengaruhi hasil operasi seperti degenerasi makula atau atrofi nervus
optikus memberikan hasil yang baik, dimana melalui suatu operasi standar yang
sering dilakukan yaitu ECCE. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%.
BAB 4
DISKUSI STATUS

Penegakan diagnosis katarak senilis imatur ODS dapat ditegakkan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik mata dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis, pasien katarak

biasanya datang dengan keluhan-keluhan antara lain yaitu rasa silau bila melihat cahaya yang

terang seperti cahaya matahari atau lampu kendaraan bermotor, penglihatan ganda (poliopia

uniokuler), dimana objek yang terlihat dua atau lebih, akan ditemukan halo atau lingkaran

disekeliling cahaya, titik hitam (black spots) di depan mata yang dapat terjadi pada beberapa

pasien, bayangan kabur, distorsi bayangan dan bayangan yang berawan/berasap, dan

kehilangan penglihatan yang tidak disertai nyeri dan menurun secara progresif bertahap.

Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis ditemukan yaitu pasien datang dengan keluhan

kedua mata kabur sejak 1 bulan yang lalu, kondisi ini semakin hari semakin berat. Pasien

juga mengeluhkan silau bila melihat/menantang cahaya matahari atau lampu. Namun pasien

tidak mengeluhkan nyeri, mata berair, gatal dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya.

Berdasarkan usia, katarak senilis merupakan kekeruhan lensa yang dapat terjadi pada usia

lanjut yaitu usia diatas 50 tahun. Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis pasien berjenis

kelamin perempuan dan berusia 73 tahun.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, pasien katarak akan mengalami penurunan tajam

penglihatan (visus), tes bayangan iris (shadow test) dapat memberikan hasil negatif pada

katarak insipien, hasil positif pada katarak imatur, hasil negatif pada katarak matur dan

pesudopos pada katarak hipermatur, iris biasanya terdorong, bilik mata depan biasanya

dangkal dan sudut bilik mata depan sempit. Pada kasus ini, berdasarkan pemeriksaan fisik

ditemukan pasien mengalami penurunan tajam penglihatan (visus) yang diukur dengan kartu
snellen (snellen card) yaitu sebesar 2/60 pada kedua mata. Ditemukan pula tes bayangan iris

(shadow test), hasilnya positif.

Gambar 4.1. Hasil shadow test positif (+) pada mata kiri dan kanan

Penatalaksanaan pada pasien katarak pada dasarnya hanya dengan tindakan

pembedahan. Indikasi pembedahan pada pasien katarak adalah memperbaiki ketajaman

penglihatan (visus) sehingga memperbaiki kembali kualitas hidup, pengobatan dan kosmetik

namun dapat pula dibantu dengan non-pembedahan. Pada kasus ini, penatalaksanaan yang

dilakukan adalah pembedahan, karena mempertimbangkan pada pasien ini telah terjadi

penurunan tajam penglihatan yang progresif yaitu visusnya 2/60 (pada kedua mata) yang

menurunkan kualitas hidup pasien.


BAB 5
KESIMPULAN

Seorang pasien perempuan berusia 73 tahun datang dengan keluhan kedua mata kabur
sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan silau bila melihat atau menantang cahaya
matahari atau lampu. Pasien tidak mengeluhkan nyeri pada mata, gatal, mata berair, tidak ada
kotoran mata dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
penurunan tajam penglihatan (visus) pasien dengan menggunakan kartu snellen sebesar 2/60
pada kedua mata dan hasi shadow test (tes bayangan iris) memberikan hasil yang postif (+)
pada kedua mata dimana ini merupakan tanda khas adanya katarak yang imatur.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu pembedahan namun sebelumnya pasien harus di
konsulkan ke bagian penyakit dalam untuk mengontrol tekanan darahnya dan dilakukan
pemeriksaan laboratorium lengkap sebagai persiapan sebelum operasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. The first preventive non-tinted lenses for everyday wear with protection from UV Ray and
harmful blue light [online] 2013; avaluable from: http:// www.point devue
com/article/crizair-prevencion-first preventive non-tinted-lensa-everyday-wear-protection-
UV-and.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2012.
3. Cataract [online] 2010; avaluable from: http://www://nei.nih.gov/eye data/cataract.
4. Profil kesehatan Indonesia [online] 2012; avaluable from://www.
Depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan Indonesia/profil kesehatan
indonesia-2012 pdf.
5. Cataract in Adult [online]2010; avaluable from:http://www.update com/contens/cataract in
adults.
6. Riskesdas [onlne] 2010; avaluable from: http://riskesdas go.id.
7. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. New Delhi. New Age International Limited
publishers;2011.
8. Hartanto H, Listiawaty E, Suyono YJ, Sulistiawati, Nisa TM, dkk. Anatomi Klinik Untuk
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2011
9. Juniquera LC, Carneiro J. Basic Histology Text and Atlas. Brazil: Departement of Cell
and Developmental Biologi Institute Of Biomedical Sciences, University of Paulo;2011.
10. Pendit BU, Yesdelita N. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2012.
11. Weingeist TA, Liesegang TJ, Grand MG. Lens and Cataract. United States of Amerika:
Amerikan Acadeny of Ophtalmology; 2010.

Anda mungkin juga menyukai