Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

KATARAK DIABETIK

Perceptor:
dr. Aryanti Ibrahim, Sp. M

Disusun oleh:

Wulan Yuniarti
2118012184

KEPANITERAAN KLINIK SMF BAGIAN MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Katarak merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan.

Diperkirakan sekitar 20 juta orang buta karena katarak (Cantor LB dkk, 2015).

Katarak adalah kondisi mata yang mengacu pada lensa kristalina yang

menyebabkan gangguan penglihatan. Katarak komplikata adalah bentuk

katarak sekunder yang terjadi sekunder akibat penyakit intraokular (Shaw E &

Patel BC, 2023).

Prevalensi diabetes mellitus (DM) meningkat setiap hari. International

Diabetic Federation memperkirakan bahwa akan ada 439 juta pasien DM pada

tahun 2030 (IDF, 2022). DM dapat menyebabkan patologi di banyak jaringan

dalam struktur mata, dengan penyakit metabolik kronis sistemik dan karakter

mikroangiopatik (Memon AF dkk, 2016). Penyakit mata diabetes terdiri dari

sejumlah perubahan patologis dalam organ mata, yang meliputi, antara lain:

katarak, retinopati, edema makula diabetik, disfungsi lapisan air mata, dan

perubahan morfologi kornea. Pasien dengan DM dilaporkan hingga lima kali

lebih mungkin untuk mengembangkan katarak, khususnya pada usia dini

(Alabdulwahhab dkk, 2022). Karena jumlah orang dengan diabetes tipe 1 dan

tipe 2 yang terus meningkat, kejadian katarak diabetes telah meningkat sesuai

dengan itu. Perubahan pada lensa pasien diabetes menyerupai perubahan lensa
terkait usia pada pasien lanjut usia. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa

perubahan ini biasanya memanifestasikan diri pada usia yang lebih muda

(Olafsdottir dkk, 2012).

Diagnosis yang cepat dan manajemen yang tepat adalah kunci untuk prognosis

visual yang baik. Makalah ini menggambarkan etiologi, evaluasi, dan

manajemen katarak terutama katarak diabetik yang termasuk ke dalam katarak

komplikata.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai berikut.

a. Mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, dan gejala klinis dari katarak.

b. Mengetahui cara mendiagnosis, menentukan diagnosis banding, dan

tatalaksana dari katarak.

c. Memberikan informasi dan menjadi salah satu sumber bacaan mengenai

katarak.
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Umur : 56 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Alamat : Bandar Lampung

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama

Mata kiri kabur seperti berkabut sejak 7 bulan yang lalu

Keluhan Tambahan

Penglihatan silau, mudah berair di siang hari

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien (Ny. S) datang ke poliklinik mata bersama suaminya


dengan keluhan penglihatan mata kiri kabur seperti berkabut
sejak 7 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan muncul perlahan dan
semakin memberat. Pasien juga sering merasa penglihatan
menjadi silau dan mudah berair di siang hari. Keluhan mata
merah, nyeri kepala, mual dan muntah disangkal. Pasien memiliki
riwayat diabetes melitus sejak 4 tahun yang lalu, tidak terkontrol
dan baru rutin minum obat sejak 3 bulan yang lalu. Pasien
mengaku sebelumnya sudah menggunakan insulin tetapi saat ini
mengonsumsi obat hipoglikemik oral yaitu glimepirid sebanyak
1 kali sehari. Riwayat alergi disangkal. Riwayat keluhan serupa
juga dialami suami pasien. Pasien memiliki riwayat retinopati
diabetik dan katarak pada mata kanan.

Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat katarak dan retinopati diabetik OD


• Riwayat diabetes melitus

Riwayat Penyakit Keluarga

• Suami pasien pernah mengalami katarak dan sudah dilakukan


operasi
• Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis, dan
alergi disangkal

Riwayat Pribadi/Sosial
• Pasien menderita diabetes melitus sejak 4 tahun yang lalu
namun tidak terkontrol. Pasien baru rutin konsumsi obat
diabetes sejak 3 bulan terakhir .

2.3 Pemeriksaan Fisik

1. Tanda Vital

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Frekuensi Nadi : 76x/menit

Frekuensi Nafas : 18x/ menit


Suhu : 36.7 °C

Tekanan darah : 130/75 mmHg

2. Status Oftalmologis

OD KETERANGAN OS
20/30 Tajam Penglihatan 20/200
Orthoforia Posisi Bola Mata Orthoforia
Palpasi dalam Tekanan Intraokular Palpasi dalam batas
batas normal normal
Dalam batas Gerakan Bola Mata Dalam batas normal
normal
Dalam batas Lapang Pandang Dalam batas normal
normal
Eksoftalmus (-), Bulbus Okuli Eksoftalmus (-),
endoftalmus (-), endoftalmus (-),
strabismus (-), strabismus (-),
nystagmus (-) nystagmus (-)
Normal Supersilia Normal
Edema (-), Hiperemis (-), Palpebra Superior Edema (-), Hiperemis (-),
Sekret (-), Trikiasis (-) Sekret (-), Trikiasis (-)

Edema (-), Palpebra Inferior Edema (-), Hiperemis


Hiperemis (-), (-), Sekret (-),
Sekret (-), Trikiasis (-)
Trikiasis (-)
Injeksi (-) Konjungtiva Tarsal Injeksi (-)
Injeksi (-) Konjungtiva Fornik Injeksi (-)
Injeksi (-) Konjungtiva Bulbar Injeksi (-)
Injeksi (-) ikterik Skleral Injeksi (-) ikterik (-)
(-)
Jernih Kornea Jernih
Dalam BMD Dalam
Sinekia (-) Iris Sinekia (-)
Bentuk bulat di Pupil Bentuk bulat di
sentral, reguler, sentral, reguler,
refleks cahaya refleks cahaya direk
direk & indirek & indirek (+), ukuran
(+), ukuran 3 mm 3 mm
IOL (+) Lensa Keruh (+) sebagian
warna putih keabuan,
tampak gambaran
“snowflake”, shadow
test (+)
Tidak diperiksa Funduskop Tidak diperiksa
Okuli Dekstra (OD) Oculi Sinistra (OS)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

• GDP (Gula Darah Puasa) : 106 mg/dL

2.5 Diagnosis Banding dan Diagnosis Kerja

o Katarak diabetik OS

o Katarak senilis insipien OS

o Katarak senilis immatur OS

Diagosis kerja : Katarak diabetik OS

2.6 Tatalaksana

Non medikamentosa:

● Keluhan penglihatan kabur disebabkan karena kekeruhan pada lensa

● Keluhan penglihatan kabur disebabkan karena kekeruhan pada lensa

● Rencana terapi yang akan dilakukan yaitu dengan operasi untuk

membersihkan lensa mata yang keruh dan diganti dengan lensa mata

buatan

● Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan dan

infeksi
● Memberi tahu pasien untuk menjaga kebersihan mata dan tidak

mengucek mata

● Merujuk ke spesialis mata untuk tatalaksana lebih lanjut

Medikamentosa

● Natrium Diclofenac 1mg/ml eyedrop fls 3 dd gtt 1/24 jam OS post op

2.7 Prognosis

Quo ad Vitam : bonam

Quo ad Fungtionam : dubia ad bonam

Quo ad Sanationam : dubia ad bonam


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea merupakan lapisan transparan pada anterior bola mata, dinding proteksi

dan sebagai media refraksi. Tebal kornea yaitu 550 µm Diameter horizontal

korena sekitar 11,75 mm dan diameter vertikalnya 10,6 mm. Kornea

merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri.

Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai

prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo. 4

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam:

a) Lapisan epitel : tebalnya 50 µm, terdiri dari 5 lapis sel epitel tidak bertanduk

yang tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada

sel basal sering terlihat mitosis sel. Sel basal sering berkaitan erat dengan sel

basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan

makula okluden yang berfungsi sebagai barrier.

b) Membran Bowman : pada lapisan membran bowman ini tidak memiliki

daya regenerasi sel.

c) Stroma : terdiri atas lamelar yang merupakan susunan jaringan kolagen yang

sejajar satu dengan yang lainnya. Jaringan stroma terdiri dari keratosit, matriks

ekstraselular.

d) Membran descement : sangat elastis dan memiliki ketebalan 40 µm.

e) Endotel : melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula

okluden. Berperan dalam menjaga kejernihan kornea.5


Gambar 1. Lapisan Kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar

longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,

masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan

selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.

Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu

3 bulan.4

3.2 Definisi

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian

jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari

epitel sampai stroma.

3.3 Epidemiologi

Di Indonesia, menurut data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013,

prevalensi kekeruhan kornea nasional adalah 5,5%. Prevalensi kekeruhan

kornea yang tinggi pada kelompok pekerjaan petani/nelayan/buruh mungkin

berkaitan dengan riwayat trauma mekanik atau kecelakaan kerja pada mata,

mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja belum optimal

dilaksanakan di Indonesia.6

3.4 Patofisiologi

Kornea bagian mata yang avaskuler, bila terjadi infeksi maka proses infiltrasi

dan vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48 jam kemudian. Badan

kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea,

segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh

darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.

Selanjutnya terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit

polimorfonuklear (PMN) yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang

tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan

permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah

ulkus kornea. 7

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea

baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama palbebra

superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat

progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia,

sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena

reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.7

Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang

timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi

ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan

sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan

menyebabkan terjadinya sikatrik.5

3.5 Etiologi

1. Infeksi

a) Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies

Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus

berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya secret

yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan

infeksi P aeruginosa.

b) Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,

Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

c) Infeksi virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk

khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel

yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada
bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus

lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).

d) Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air

yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi

kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal

pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan

garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan

pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.

2. Noninfeksi

a) Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH. Bahan asam yang

dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan organik

anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi

pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak

tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat

superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih

yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat

akan terjadi penghancuran kolagen kornea.

b) Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea.
c) Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca

yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan

defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya

bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat

timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan

flurosein.

d) Defisiensi vitamin A

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan

vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan

ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

e) Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;

kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan

imunosupresif.

f) Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.


g) Pajanan (exposure).

h) Neurotropik.

3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

a) Granulomatosa wagener.

b) Rheumathoid arthritis.

3.6 Klasifikasi

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis

● Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea

(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabuabuan berbentuk cakram

dengan tepi ulkus yang menggaung.

● Ulkus Stafilokokus

Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai infiltrat

berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.

● Ulkus Pseudomonas.

Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea yang dapat menyebar

ke samping dan ke dalam kornea. Gambaran berupa ulkus yang berwarna

abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan.

Kadangkadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan

dapat terlihat hipopion yang banyak.

● Ulkus Pneumokokus

Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan

terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran

karakteristik yang disebulkus serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel

yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat

cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat

banyak kuman.

● Ulkus Neisseria gonorrhoeae

Gonore bisa menyebabkan perforasi kornea dan kerusakan yang sangat

berarti pada struktur mata yang lebih dalam.

b. Ulkus kornea fungi


Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang

agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular, feathery edge dan terlihat

penyebaran seperti bulu di bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah

tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit

disekitarnya. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan

naik dan dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang.

c. Ulkus kornea virus

Ulkus Korea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan

perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit.

Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva

hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma.

Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit

herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan

fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan

yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.

Ulkus Komea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus

herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinis. Biasanya gejala dini dimulai

dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel

di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang

infiltrasi. terdapat hipertesi pada korea secara lokal kemudian menyeluruh.

Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex

kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan

diujungnya.
d. Ulkus kornea acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan klinisnya,

kemerahan dan fotofobia. Tanda khas adalah ulkus korea indolen, cincin

stroma, dan infiltrat perineural.

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus kornea marginal

Ulkus marginal adalah peradangan komea bagian perifer dapat berbentuk

bulat atau dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan

terdapat daerah korea yang sehat dengan limbus. Ulkus marginal dapat

ditemukan padaorangtuadansering dihubungkan dengan penyakit rematik

atau debilitas. Dapat juga terjadi ebrsama-sama dengan radang

konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil Koch Weeks dan

Proteus Vulgaris. Pada beberapa keadaan dapat dihubungkan dengan

alergi terhadap makanan. Gejala subyektif; penglihatan pasien dengan

ulkus marginal dapat menurun disertai rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia.

Gejala obyektif : terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat atau

ulkus yang sejajar dengan limbus.

b. Ulkus kornea mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah

sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya

sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah
satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun.

Biasanya menyerang satu mata.

3.7 Manifestasi Klinik

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

1. Gejala Subjektif

a) Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

b) Sekret mukopurulen

c) Merasa ada benda asing di mata

d) Pandangan kabur

e) Mata berair

f) Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

g) Silau

h) Nyeri

Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada

perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

2. Gejala Objektif

a) Injeksi siliar

b) Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

c) Hipopion

3.8 Diagnosis

1. Anamnesis
Adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit

kornea sebelumnya. Riwayat penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

2. Pemeriksaan fisik

Adanya injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan

kornea disertai adanya jaringan nekrotik. Pada kasus berat dapat terjadi iritis

yang disertai dengan hipopion. Diperlukan pemeriksaan tambahan seperti:

• Visus

• Tes refraksi

• Slit-lamp

• Keratometris

• Respon reflek pupil

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan KOH 10% dengan menggunakan larutan KOH 10%. Pada

pemeriksaan ini, dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat jamur yeast

(Candida sp) jamur filamentous septated (Fusarium, Aspergilus) dan jamur

filamentous nonseptated (Mucor, Rhizopus). Jika pada pemeriksaan KOH

10% didapatkan jamur, maka akan terlihat gambaran ulkus berwarna abu-

abu yang dikelilingi infiltrat halus disekitarnya (lesi satelit) dan terdapat

sekumpulan hifa.

b. Kultur Bakteri

Dilakukan pada saat kunjungan pertama. Dapat dikerjakan jika gambaran

klinis sesuai atau bila tidak ada respon terhadap terapi sebelumnya.

c. Pewarnaan Gram
Pemeriksaan pewarnaan gram dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat

bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas.

Jika pada pemeriksaan pewarnaan gram didapatkan bakteri S. aureus, S.

pneumoniae, maka akan memberikan gambaran ulkus yang terbatas,

berwarna putih keabu-abuan, berbentuk bulat atau lonjong. Jika pada

pemeriksaan pewarnaan gram didapatkan bakteri pseudomonas maka akan

memberikan gambaran ulkus yang berwarna kuning kehijau-hijauan.

d. Tes Seidel

Untuk melihat perforasi kornea Mata diberikan larutan fluorescein, tidak

dilakukan pembilasan, kemudian bola mata ditekan maka perforasi (+)

tampak aliran berwarna bening keluar dari lubang perforasi ke COA.

e. Tes fluoresensi

Tes ini juga dapat mendeteksi kerusakan pada epitel kornea, permukaan luar

mata. Zat warna fluoresin akan berubah hijau pada media alkali: Bila

menempel pada epitel kornea yang defek akan memberikan warna hijau

karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa.


Katarak yang disebabkan oleh proses penuaan atau faktor usia sehingga
lensa mata menjadi keras dan keruh. Katarak senilis merupakan tipe katarak
yang paling banyak ditemukan. Biasanya ditemukan pada golongan usia
diatas 40 tahun keatas

3.3 Penatalaksanaan

Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa

penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat

pertumbuhan katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak

(Cantor LB dkk, 2015).

Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi

penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung

dari derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan

tersebut mengganggu aktivitas pasien (Cantor LB dkk, 2015). Indikasi lainnya

adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau

yang sangat mengganggu, dan simtomatik anisometrop (Suhardjo & Agni,

2012).

Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain:

glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa

ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan

gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika

ataupun glaukoma (Suhardjo & Agni, 2012).


3.4 Penatalaksanaan bedah

a) Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)

EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul

secara keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan hampir

dapat dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan

EKIK, seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan penyembuhan

luka yang lama, menginduksi astigmatisma pasca operasi, cystoid macular

edema (CME), dan ablasio retina (Kansky, 2007). Meskipun sudah banyak

ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasus- kasus subluksasi lensa, lensa

sangat padat, dan eksfoliasi lensa (Suhardjo & Agni, 2012). Kontraindikasi

absolut EKIK adalah katarak pada anak-anak, katarak pada dewasa muda,

dan ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi

miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di

kamera okuli anterior (Cantor LB dkk, 2015).

b) Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)

EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks

lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan kantong

kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa intraokuler

(LIO). Teknik ini mempunyai banyak kelebihan seperti trauma irisan yang

lebih kecil sehingga luka lebih stabil dan aman, menimbulkan astigmatisma

lebih kecil, dan penyembuhan luka lebih cepat. Pada EKEK, kapsul

posterior yang intak mengurangi risiko CME, ablasio retina, edema kornea,
serta mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau kornea (Cantor LB

dkk, 2015).

Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan

irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik

ini dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif

lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKEK

konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau

dihancurkan. Teknik ini populer di negara berkembang karena tidak

membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan

anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang padat. Beberapa

indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak

subkapsuler posterior, dan awal katarak kortikal (Cantor LB dkk, 2015).

c) Fakoemulsifikasi

Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk

memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa

diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan demikian,

fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti penyembuhan luka yang

cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan

astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol

kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung terhadap

tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis

ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju (Cantor LB dkk, 2015).


3.5 Komplikasi

Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah

operasi. Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk

mendeteksi komplikasi operasi (Astari P, 2018).

3.6 Prognosis

Prognosis katarak setelah menjalani operasi cukup baik. Hasil yang

diharapkan setelah menjalani tindakan bedah adalah peningkatan fungsi

visual, pencapaian hasil refraktif yang diinginkan dan peningkatan fungsi

fisik dan kualitas hidup pasien (Astari P, 2018).


DAFTAR PUSTAKA

Khurana AK. 2015. Comprehensive Ophthalmology. Sixth Edition. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publisher.

Liu Y. 2017. Pediatric Lens Disease. Singapore: Springer Nature.

Prilly A. 2018. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. CDK269. Vol
45 (10): 748-53.

Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. 2017. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

World Health Organization. 2013. Blindness and Vision Impairment.

Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2015. 2014-2015 Basic and clinical
Science course. San Francisco: American Academy of Ophthalmology.

Shaw E & Patel BC. 2023. Complicated cataract. StatPearls [Internet]. Diakses pada 19
Maret 2024.

Memon, A.F.; Mahar, P.S.; Memon, M.S.; Mumtaz, S.N.; Shaikh, S.A.; Fahim, M.F. 2016.
Age-related cataract and its types in patients with and without type 2 diabetes
mellitus: A Hospital-based comparative study. J. Pak. Med. Assoc. 66: 1272–1276.

Olafsdottir, E.; Andersson, D.K. Stefansson, E. 2012. The prevalence of cataract in a


population wirh and without type 2 diabetes mellitus. Acta Ophthalmol. 90: 334–
340.
Alabdulwahhab, K.M. 2022. Senile Cataract in Patients with Diabetes with and Without
Diabetic Retinopathy: A Community-Based Comparative Study. J. Epidemiol.
Glob. Health. 12: 56–63.

IDF–International Diabetes Federation. 2022. Available online: www.idf.org (accessed on


19 March 2024).

Suhardjo SU, Agni AN. 2012. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta: Departemen
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Jogi R. 2009. Basic Ophthalmology. Fourth Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publisher.

Ilyas S, Yulianti SR. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai