Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA

Pembimbing:
dr. Teguh Anamani, Sp.M

Disusun oleh :
Raditya Bagas Wicaksono (G4A014067)

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2015
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA

Disusun oleh :
Raditya Bagas Wicaksono (G4A014067)

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di bagian SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal : Mei 2015

Dokter Pembimbing :

dr. Teguh Anamani, Sp.M


I. KASUS

Identitas Penderita
Nama : Tn. RH
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kebasen RT 01/03 Kabupaten Banyumas
Umur : 68 tahun
Pekerjaan : Pensiunan guru
Keluhan Utama
Mata kanan terdapat penurunan penglihatan
Anamnesis
Pasien datang ke poli mata RSMS Purwokerto dengan keluhan utama
penurunan penglihatan di mata kanan yang dirasakan sejak 2 tahun yang lalu.
Keluhan tersebut dirasakan terus menerus hingga mengganggu aktivitas sehari-
hari. Pasien mengeluh kesulitan untuk melihat sekeliling dan harus menolehkan
kepala untuk melihat sisi yang lain. Pasien menyatakan keluhan tidak bertambah
baik maupun berat dengan apapun. Obat tetes yang digunakan sebelumnya (pasien
lupa nama obatnya) tidak menyebabkan keluhan membaik. Pasien menyangkal
mata merah, mata gatal, mata nyeri, mata berair berlebihan, pandangan ganda,
pandangan berkabut/seperti ada asap putih, rasa silau, kotoran mata berlebih, dan
rasa berpasir.
Mata kiri pasien sudah mengalami kebutaan total sejak sekitar 2 tahun
yang lalu, berdasarkan keterangan pasien, menurut dokter yang memeriksa pasien
sebelumnya terdapat kerusakan saraf yang tidak bisa diperbaiki. Pasien memiliki
riwayat penyakit hipertensi namun tidak mengetahui adanya riwayat DM. Tidak
ada keluhan yang sama pada anggota keluarga pasien. Pasien sudah tidak bekerja
dan hanya tinggal beristirahat di rumah sebagai pensiunan guru.
Status Presen
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign
TD : 140/90 mmHg RR : 18 x/menit
Nadi : 78 x/menit Suhu : 36,30 C
Status Oftalmologik
Occuli Dexter Occuli Sinister
0,15 NC PH (-) Visus 0
Tidak menggunakan kacamata Visus Tidak menggunakan kacamata
dengan
kacamata
sendiri
Tidak dilakukan pemeriksaan Visus Tidak dilakukan pemeriksaan
koreksi
Eksoftalmus (-); gerak bola Bola mata Eksoftalmus (-); gerak bola mata
mata bebas bebas
Madarosis (-); trikiasis (-) Silia Madarosis (-); trikiasis (-)
Edema (-); hiperemis (-) Palpebra Edema (-); hiperemis (-)
superior
Edema (-); hiperemis (-) Palpebra Edema (-); hiperemis (-)
inferior
Papil (-); edema (-); sekret (-); Konjungtiv Papil (-); edema (-); sekret (-);
hiperemis (-) a palpebra hiperemis (-)
Edema (-); sekret (-); injeksi Konjungtiv Edema (-); sekret (-); injeksi
konjungtiva (-); pterygium (-) a bulbi konjungtiva (-); pterygium (-)
Ikterik (-); injeksi siliar (-) Sklera Ikterik (-); injeksi siliar (-)
Infiltrat (-); ulkus (-) Kornea Infiltrat (-); ulkus (-)
Normal; dalam; hipopion (-); Bilik mata Normal; dalam; hipopion (-);
hifema (-) depan hifema (-)
Coklat gelap (+); arcus senilis Iris Coklat gelap (+); arcus senilis
(+); kripte (+); sinekia (-) (+); kripte (+); sinekia (-)
Isokor; bentuk bulat; reflek Pupil Isokor; bentuk bulat; reflek
cahaya direk (+ menurun); d : 3 cahaya direk (-) ; d : 4 mm
mm
Di sentral; jernih (+); iris Lensa Di sentral; jernih (+); iris shadow
shadow (+) (+)
Merah terang Refleks Merah terang
fundus
Tidak dapat dinilai Korpus Tidak dapat dinilai
vitreous
Excavatio glaucomatosa (+), Funduskopi Papil nervi optici berbatas tegas,
CDR >0,3 CDR <0,3
T Dig Normal (tidak keras), Tekanan T Dig Normal (tidak keras),
TIO 10,3 mmHg Intra Okuli TIO 10,5 mmHg
Edema (-); nyeri tekan (-) Sistem Edema (-); nyeri tekan (-)
Kanalis
Lakrimalis
Mengalami penyempitan, Lapang Tidak bisa melihat (visus 0)
hanya bisa melihat jari jika Pandang
terletak tepat di depan mata

Ringkasan
Anamnesis : Bapak Rusdianto Hadi memiliki keluhan utama penurunan
penglihatan pada mata kanan sejak 2 tahun lalu, semakin memberat dan
mengganggu.
Riwayat Penyakit Dahulu : DM tidak diketahui (-); hipertensi (+)
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada keluarga dengan penyakit yang sama
dengan pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi : pekerjaan pensiunan guru, sekarang beristirahat di
rumah
Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum (baik/Compos Mentis); Tekanan Darah:
140/90 mmHg; nadi : 78x/menit; RR : 18x/menit; suhu: 36,30 C
Status oftalmologik : V OD : 0,15 NC PH (-); V OS : 0.
OD : terdapat penurunan reflex cahaya direk, funduskopi ditemukan excavatio
glaucomatosa (+) CDR >0,3, terdapat penurunan lapangan pandang hingga hanya
bisa melihat jari tepat di depan mata.
OS : tidak terdapat reflex cahaya direk.

Diagnosis Diferensial
Glaukoma sudut terbuka primer
Hipertensi okuler
Glaukoma normotensi

Diagnosis
OD Glaukoma primer sudut terbuka
Terapi
Non Farmakologi :
1. Edukasi pasien tentang penyakitnya (penyebab, prognosis, komplikasi, terapi)
2. Merujuk ke dokter spesialis mata untuk mendapatkan terapi definitif dan
motivasi operasi trabekulektomi
3. Olah raga dapat merendahkan tekanan bola mata
4. Minum tidak boleh langsung dalam jumlah banyak karena dapat
meningkatkan tekanan bola mata
5. Tekanan darah apabila naik cepat, dapat meningkatkan tekanan bola mata.
Tekanan darah tinggi yang berlangsung lama apabila diturunkan terlalu cepat,
dapat mengakibatkan saraf mata terancam rusak. Pasien harus menjaga
kondisi tekanan darah stabil.
6. Memeriksakan papil nervi optici dan lapang pandang 6 bulan sekali.
Farmakologi :
Timol eye drop 0,5% No. I
S 2 dd gtt 1 ODS
Glaucon tab mg 250 mg No. VII
S 1 dd tab 1 pc
KSR tab No. VII
S 1 dd tab 1 pc
Mecobalamin tab mg 500 No. XV
S 2 dd tab 1 dc

Prognosis OD OS
Quo ad visam : dubia ad malam malam
Quo ad sanam : dubia ad malam malam
Quo ad vitam : bonam
Quo ad kosmetikam : bonam
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma simpleks) merupakan kelainan
neuropati optik perifer multifaktorial progresif kronis yang ditandai dengan
atrofi papil nervi optici, penyempitan lapang pandang, dan didukung oleh
peningkatan tekanan intraokuler sebagai salah satu faktor risikonya. Ekskavasi
glaukomatosa merupakan kerusakan anatomis yang terjadi pada papil nervi
optici sebagai akibat dari progresivitas glaukoma. Glaukoma dapat
menyebabkan degenerasi papil nervi optici hingga terjadi kebutaan (Ilyas dan
Yulianti, 2013).

B. Epidemiologi
Secara global glaukoma adalah penyebab utama dari kebutaan yang masih
dapat dicegah (preventable causes of blindness) sehingga menjadi salah satu
masalah kesehatan utama. Di Indonesia, Glaukoma merupakan penyebab
kebutaan nomor dua setelah katarak, dimana glaukoma menyumbang 0,20%
dari 3,5 juta penderita kebutaan. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2
juta penderita glaukoma. Hampir 80.000 penduduk Amerika Serikat buta
akibat glaukoma. Ras kulit hitam memiliki risiko yang lebih besar mengidap
glaukoma (3-4 kali lipat), dengan risiko keterlambatan diagnosis, dan
penurunan penglihatan yang berat dibandingkan ras kaukasian. Usia di atas 40
tahun mengalami peningkatan risiko mengidap glaukoma (Bell et al., 2014)

C. Etiologi
Penyebab pasti dari glaukoma sudut terbuka primer tidak dapat diketahui,
namun kerap dikaitkan dengan usia tua (lebih dari 40 tahun) dan herediter
homozigot. Glaukoma tersebut dapat terjadi akibat hambatan pengeluaran
aquous humor pada anyaman trabekulum dan kanal Schlemm. Beberapa faktor
risiko yang dapat berkontribusi adalah diabetes mellitus, hipertensi, kulit
berwarna gelap, dan miopia. Penyakit lain seperti penyakit kardiovaskular,
oklusi vena retina, tirotoksikosis juga memiliki hubungan dengan kejadian
glaukoma (Ilyas dan Yulianti, 2013).

D. Klasifikasi
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan salah satu klasifikasi dari
glaukoma secara umum. Glaukoma menurut Vaughan dapat dibagi menjadi
sebagai berikut:
1. Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi atas :
a. Glaukoma primer
1) Glaukoma sudut terbuka
2) Glaukoma sudut tertutup
a) Akut
b) Kronik
b. Glaukoma sekunder
1) Glaukoma pigmentasi
2) Sindrom eksfoliasi
3) Akibat kelainan traktus uvea
4) Sindrom iriokorneo endotel (ICE)
5) Trauma
6) Pascaoperasi
7) Glaukoma neovaskular
8) Peningkatan tekanan vena episklera
9) Steroid-induced
c. Glaukoma kongenital
1) Glaukoma kongenital primer
2) Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan
ekstraokular
d. Glaukoma absolut
2. Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
a. Glaukoma sudut terbuka
1) Kontraksi membran pratrabekular
2) Kelainan trabekular
3) Kelainan pasca trabekular
b. Glaukoma sudut tertutup
1) Sumbatan iris (iris bombe)
2) Pergeseran lensa ke anterior
3) Pendesakan sudut
4) Sinekia anterior perifer

E. Patomekanisme
Patogenesis glaukoma sudut terbuka sebenarnya belum sepenuhnya
diungkap, namun dapat dijelaskan melalui adanya ketidakseimbangan sekresi
dan drainase aqueous humor (AH). Drainase AH memiliki dua jalur yang
saling berdiri sendiri yaitu anyaman trabekular dan aliran uveoscleral. Pada
pasien glaukoma sudut terbuka terjadi peningkatan resistensi aliran AH
melalui anyaman trabekular. Sedangkan, pada sudut tertutup, terdapat
obstruksi oleh iris pada aliran uveoscleral (Weinreb et al., 2014).

Gambar 1. Perbedaan sudut iridokornealis pada glaukoma sudut terbuka (B)


dan sudut tertutup (C) (Weinreb et al., 2014)

Peningkatan tekanan intraocular (TIO) dapat menyebabkan stres


mekanik dan regangan pada struktur posterior bola mata terutama lamina
cribrosa dan jaringan di sekitarnya. Peningkatan TIO menyebabkan kompresi,
deformasi, dan remodelling lamina cribrosa yang diikuti kerusakan akson dan
gangguan transpor informasi pada akson tersebut. Hal ini menyebabkan
adanya pembentukan vesikel dan kerusakan mikrotubulus serta neurofilamen
pada regio prelaminar dan postlaminar. Mekanisme yang juga berkontribusi
adalah adanya disfungsi mitokondria pada sel ganglion retina dan astrosit,
dimana kebutuhan energi yang tinggi tidak terpenuhi karena gangguan
metabolik yang disebabkan oleh peningkatan TIO. Neuropati optik
glaukomatous dapat terjadi pada pasien normotensi karena adanya tekanan
liquor cerebrospinalis yang lebih rendah di spatium subarachnoid selubung
saraf optik. Perbedaan tekanan ini menyebabkan adanya gradien tekanan yang
besar pada saat melewati lamina sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi,
perubahan imunitas, sitotoksisitas, dan stress oksidatif (Weinreb et al., 2014).

Gambar 2. Perubahan neurodegeneratif terkait neuropati optik glaukomatosa


(Weinreb et al., 2014)
F. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan pada pasien dilakukan secara anatomis bertujuan untuk
mengetahui perubahan-perubahan glukomatous pada anatomi mata, sedangkan
secara fungsional bertujuan untuk mengevaluasi kelainan fungsi mata yang
ditimbulkan oleh glaukoma
1. Anamnesa dan gejala klinis :
a. Glaukoma akut/ glaukoma sudut tertutup :
1) Sakit mata yang hebat.
2) Penglihatan kabur.
3) Penglihatan tidak jelas dan terdapat tanda halo (bulatan cahaya
pada sekeliling cahaya lampu).
4) Mata merah, keras, dan sensitif.
5) Pupil membesar.
6) Terasa sakit pada dahi atau kepala.
7) Pusing, mual, dan muntah
b. Glaukoma kronis/ glaukoma sudut terbuka
1) Biasanya asimptomatis.
2) Penglihatan menurun perlahan-lahan. Biasanya pasien sering menukar
kacamata namun, tidak ada yang sesuai.
3) Penglihatan berkabut.
4) Sakit kepala minimal namun berkepanjangan.
5) Melihat warna pelangi di sekeliling sinar lampu
2. Tes pemeriksaan mata meliputi :
a. Visus
Penting untuk mengetahui ketajaman penglihatan pasien
b. Tekanan Bola Mata
Tonometri ialah istilah generik untuk mengukur TIO.
Instrumen yang paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi
Goldmann. Selain itu,terdapat pula tonometri Schiotz dan teknik
digital. Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-24 mmHg.
Gambar 3. Tonometer di tempatkan pada mata yang sebelumnya
ditetesi pantokain. Gambarkan disebelah kanan memperlihatkan
kontak langsung antara tonometer dengan kornea (Lang et al., 2007).

c.
Penilaian Sudut Bola Mata
Gonioskopi adalah metode pemeriksaan anatomi angulus
iridokornealis (sudut kamera okuli anterior) dengan pemeriksaan
binokuler dan sebuah goniolens khusus. Tujuan pemeriksaan dengan
gonioskopi antara lain mengidentifikasi abnormalitas struktur sudut
kamera okuli anterior, memperkirakan lebar sudut kamera okuli
anterior, dan memvisualisasikan sudut kamera okuli anterior selama
prosedur-prosedur pembedahan misalnya trabekulopasti dengan laser
argon dan goniotomi. Apabila keseluruhan jalinan trabekular, taji
sclera, dan prosessus iris dapat terlihat maka sudut dinyatakan terbuka.
Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari jalinan
trabekular yang dapat terlihat maka sudut dikatakan sempit Apabila
garis Schwalbe tidak terlihat, maka sudut dinyatakan tertutup.
Gambar 4. Gambaran hasil pemeriksaan gonioskopi. Pada glaukoma sudut
terbuka hasil gonioskopi seperti pada orang normal (gambar atas)
sedangkan gambar bawah menunjukkan sudut iridokornealis yang tertutup
(Weinreb et al., 2014)

Gambar 3. Sistem Shaffer untuk grading dari glaukoma (Lang et al.,


2007).

d. Penilaian Diskus Optikus


Funduskopi untuk menilai pembesaran cekungan diskus
optikus. Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik
cekungan optik yang diikuti oleh pencekungan superior dan inferior
dan disertai pentakikan fokal tepi diskus optikus. Adanya atrofi
glaukomatosa ditandai oleh penongkatan TIO yang signifikan, rasio
cekungan-diskus yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetri
bermakna antara kedua mata. Hasil akhir proses pencekungan pada
glaukoma adalah yang disebut cekungan bean-pot dimana tidak
didapatkan jaringan saraf di bagian tepi.
Gambar 5. Gambaran papil nervi optici dan lapangan pandang pada A)
papil normal, B) excavatio glaucomatous, C) kerusakan jaringan saraf
ekstensif (Weinreb et al., 2014)

e. Pachymetri untuk mengukur ketebalan kornea. Selain itu, pachymetri


kornea juga dipakai untuk mengkalibrasi TIO pada pasien dengan
kornea yang tebal yang telah tercatat, karena kornea yang tebal
cenderung memberikan hasil penmbacaan TIO yang tinggi.
f. Pemeriksaan lapangan pandang memakai layar singgung, perimeter
Golmann, Friedmann field analyzer, dan perimeter otomatis.
Gangguan lapangan pandang akbat glaukoma terutama mengenai 30
derajat lapangan pandang bagian tengah. Perubahan paling dini adalah
semakin nyatanya bintik buta.
3. Pemeriksaan pelengkap lainnya
Diurnal Intraocular Presure (IOP), Fluctuation, Stereo Photography of
Optic Disc, Confoccal Scanning Laser Opthalmoscopy (heidelberg Retinal
Tomograph-HRT), Scanning Laser Plarimetry (SLP), dan Optical
Coherence Tomography (OCT).

G. Diagnosis Banding
1. Hipertensi okular
Pasien dengan hipertensi okular memperlihatkan peningkatan tekanan
intraokular secara signifikan (di atas 21 mmHg) namun tidak tampak
kerusakan nervus optik maupun gangguan lapangan pandang. Diagnosis
ini secara umum ditegakkan jika didapatkan kenaikan TIO di atas 21
mmHg (Morrison, 2003).
2. Glaukoma normotensi
Beberapa kriteria glaukoma normotensi TIO rata-rata 21 mmHg
(maksimal 24 mmHg), gonioskopi tampak sudut terbuka, terdapat
cupping glaucomatosa dengan defek lapangan pandang, dan kerusakan
glaukomatosa yang progresif (Morrison, 2003).
H. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Untuk menurunkan TIO maka digunakan obat-obat yang mampu
menghambat produksi humor akuos, meningkatkat drainase humor akuos
pada trabekula dan uvoskleral (Weinreb et al., 2014)

Gambar 6. Tabel obat-obatan penurun tekanan intraokular (Weinreb et al.,


2014)
a. Supresi pembentukan humor akueous
1) Beta adrenergik blocker adalah obat yang paling luas digunakan.
Dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain.
Preparat yang tersedia antara lain Timolol maleat 0,25% dan 0,5%,
betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5% dan
metipranol 0,3%. Perlu diperhatikan efek samping
bronkokonstriksi terutama pada pasien asma bronkial (Weinreb et
al., 2014).
2) Agonis alfa adrenergik seperti apraklonidin (larutan 0,5% tiga kali
sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi laser) berfungsi
menurunkan produksi humor akueous tanpa efek pada aliran
keluar. Obat ini tidak sesuai untuk terapi jangka panjang karena
bersifat takifilaksis (hilangnya efek terapi dengan berjalannya
waktu) dan tingginya reaksi alergi. Epinefrin dan dipiferon juga
memiliki efek yang serupa (Weinreb et al., 2014).
3) Dorzolamid hydrochloride larutan 2% dan brinzolamide 1% (dua
atau tiga kali sehari adalah penghambat enzim carbonic anhidrase
topical yang terutama efektif bila diberikan sebagai tambahan,
walaupun tidak seefektif penghambat anhidrase karbonat sistemik.
Dorzolamide juga tersedia berasama timolol dalam larutan yang
sama (Weinreb et al., 2014).
4) Acetazolamid merupakan penghambat enzim carbonic anhidrase
sistemik yang digunakan untuk menurunkan produksi humor
aquosus. Obat ini mampu menekan pembentukan humor akueous
sebesar 40-60%. Asetozolamid dapat diberikan peroral dalam
dosis 125-250 mg sampai empat kali sehari atau sebagai Diamox
sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari, dapat diberikan secara
intravena (500 mg). Penghambat anhidrase karbonat menimbulkan
efek samping sistemik mayor yang membatasi keguanaannya
untuk terapi jangka panjang, seperti hipokalemia, parestesi, mual,
gastritis, sehingga penting diberikan suplemen kalsium untuk
menyeimbangkan kadar ion dalam tubuh pasien (Weinreb et al.,
2014).
b. Fasilitator aliran keluar humor aquosus
1) Analog prostaglandin berupa larutan bimastoprost 0,003%,
latanoprost 0,005% dan travoprost 0,004% masing-masing sekali
setiap malam dan larutan unoprostone 0,15% dua kali sehari yang
berfungsi untuk meningkatkan aliran keluar humor akueous
melaului uveosklera. Semua analaog prostaglandin dapat
menimbulkan hyperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit
periorbita, pertumbuhan bola mata dan penggelapan iris yang
permanen (Weinreb et al., 2014).
2) Obat parasimpatomimetik seperti pilocarpin meningkatkan aliran
keluar humor akueous dengan bekerja pada anyaman trabekular
melalui kontraksi otot siliaris. Obat ini diberikan dalam bentuk
larutan 0,5-6% yang diteteskan hingga empat kali sehari atau
bentuk gel 4% yang diberikan sebelum tidur. Obat-obat
parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai penglihatan
suram (Weinreb et al., 2014).
c. Target TIO untuk beberapa pasien adalah (Morrison et al., 2003).
1) Pasien dengan kerusakan dini diskus optikus dan defek lapangan
pandang atau di bawah fiksasi sentral, TIO harus di bawah
18mmHg.
2) Pasien dengan kerusakan moderat diskus optikus (CDR > 0,8)
terdapat skotoma arkuata superior dan inferior defek lapangan
pandang, harus dipertahankan TIO di bawah 15 mmHg.
3) Pasien dengan kerusakan dikus optikus lanjut (CDR > 0,9) dan
defek lapangan pandang yang meluas, harus dipertahankan TIO di
bawah 12 mmHg.
2. Operatif
Indikasi penanganan bedah pada pasien glaukoma sudut terbuka primer
adalah yaitu terapi obat-obatan tidak adekuat seperti reaksi alergi,
penurunan penglihatan akibat penyempitan pupil, nyeri, spasme siliaris
dan ptosis. Penanganan bedah meliputi (Vaughan, 2010).
1) Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut
terbuka primer. Jenis tindakan ini yaitu penggunaan laser untuk
menimbulkan luka bakar melalui suatu geniolensa ke jalinan
trabekular sehingga dapat mempermudah aliran keluar humor
akueous karena efek luka bakar tersebut. Teknik ini dapat
menurunkan tekanan okular 6-8 mmHg selama dua tahun (Vaughan,
2010).
2) Trabekulektomi
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk
memintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses
langsung humor akueous dari bilik mata depan ke jaringan
subkonjungtiva dan orbita (Vaughan, 2010).
Gambar 7. Trabekulektomi (Weinreb et al., 2014)

Gambar 8. Algoritma Penatalaksanaan Medikamentosa (Lang et al., 2007)


I. Komplikasi
Komplikasi dari glaukoma adalah kebutaan akibat tekanan intraokular
yang tidak terkontrol baik sehingga terjadi kerusakan nervus optikus (Kooner,
2000).

J. Prognosis
Prognosis amat terkait dengan penatalaksanaan yang dini. Semakin
dini penanganannya, maka prognosis akan semakin baik. Prognosis terkait
dengan kontrol tekanan intraokular. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut
terbuka dapat berkembang secara perlahan hingga menimbulkan kebutaan
total (Kooner, 2000).
DAFTAR PUSTAKA

Bell JA. Primary Open-Angle Glaucoma. Medscape Reference. 1206147: a0199.


Guyton AC, Hall JE. 2006. Fluid System of the Eye. In: Textbook of Medical
Physiology. 11th Ed. Pennyslvania: Elsevier Inc
Kooner KS. 2000. Primary Open Angle Glaucoma. In: Clinical Pathway of
Glaucoma. New York: Thieme.
Lang GK. 2007. Glaukoma. In : Ophtalmology : A Pocket Textbook Atlasy.
Germany : Georg Thieme Verlag.
Morrison JC, Pollack IP. 2003. Primary Open Angle Glaucoma. In: Glaucoma
Science and Practice. New York: Thieme.
Vaughan and Asbury. 2010. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC.
Weinreb RN, Aung T, Meideros FA. 2014. The Pathophysiology and Treatment of
Glaucoma: A Review. Journal of American Medical Association.
311(18): 1901-1911.

Anda mungkin juga menyukai