Anda di halaman 1dari 19

1

Short Case

HORDEULUM EKSTERNUM PALPEBRA


SUPERIOR OD

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:
Nurul Yuli Permata Sari, S. Ked
04084821820046

Pembimbing:
dr.Sri Daryati Sp.M

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
2

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Kasus

Hordeulum Eksternum Palpebra Superior OD

Oleh:

Nurul Yuli Permata Sari, S. Ked 04084821820046

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 13 Agustus s.d 16
September 2018.

Palembang, 24 Agustus 2018

dr. Sri Daryati Sp.M


3

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
berkat-Nya laporan kasus yang berjudul “Hordeulum Eksternum Palpebra
Superior OD” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan kasus ini dibuat untuk
memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Mata RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Sri Daryati Sp.M atas
bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan
telaah ilmiah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Palembang, 24 Agustus 2018

Penulis
4

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................2

KATA PENGANTAR ............................................................................................3

DAFTAR ISI ..........................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................5

BAB II STATUS PASIEN......................................................................................6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................7


3.1 Hordeolum ......................................................................................................11
3.1.1 Definisi...................................................................................................11
3.1.2 Etiologi...................................................................................................11
3.1.3 klasifikasi ..............................................................................................12
3.1.4 Gejala Klinis .........................................................................................13
3.1.5 Penegakkan Diagnosis...........................................................................13
3.1.6 Diagnosis Banding ................................................................................14
3.1.7 Tatalaksana ............................................................................................14

BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18
5

BAB I
PENDAHULUAN

Hordeolum adalah peradangan supuratif yang menyerang kelenjar sebasea kelopak mata
baik kelenjar meibom, zais maupun moll. Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi
dengan manifestasi berupa kalor, rubor, dolor, tumor dan fungsio lesa pada daerah tersebut
yang biasanya bersifat akut. Hordeolum diklasifikasikan berdasarkan area inflamasinya yaitu
internum dan eksternum.
Kejadian ini sangat umum terjadi, namun belum ada data yang memberikan angka pasti
tentang insidensi penyakit ini baik di negara berkembang maupun di negara maju seperti
Amerika. Hingga saat ini belum diketahui adakah predileksi ras maupun jenis kelamin yang
berpengaruh terhadap kejadian hordeolum. Penyakit ini lebih sering terjadi pada orang
dewasa daripada anak-anak.
Staphylococcus aureus merupakan penyebab infeksi yang paling umum pada hordeolum,
sehingga tatalaksana farmakologis penyakit ini terfokus pada pemberian antibiotik, walaupun
sebenarnya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari sampai
minggu, terutama pada kasus hordeolum eksternum. Tatalaksana kombinasi non-farmakologi
dan farmakologi berupa kompres dan pemijatan ditambah dengan pemberian antibiotik
topikal terbukti memberikan efek yang sangat baik.
Tatalaksana yang tepat akan membawa prognosis yang sangat baik pada kasus ini, jika
sebaliknya maka bisa terjadi komplikasi seperti onjungtivitis, simblefaron, abses, atau
selulitis palpebra. Penyakit ini sangat berhubungan erat dengan sanitasi, sehingga diperlukan
edukasi tentang pentingnya menjaga sanitasi pada kelopak mata dan tangan yang sering
berkontak langsung dengan mata.
6

BAB II
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : Nn. SN
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jln. Perindustrian II No. 1279 Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 22 Agustus 2018

2. Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 22 Agustus 2018)


a. Keluhan Utama
Benjolan pada kelopak mata atas sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu.

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh terdapat benjolan pada kelopak mata
bagian atas mata kanan. Benjolan awalnya kecil sebesar kepala jarum pentul, lalu
membesar. Pasien mengeluh nyeri pada kelopak mata atas sebelah kanan (+),
kemerahan pada kelopak mata atas sebelah kanan (+), terasa panas (+), gatal (+),
rasa mengganjal (+), kotoran mata (-), sulit membuka mata (-), mata berair (-),
mata merah (-), penglihatan kabur (-), pus (+), darah (-), bulu mata rontok (-),
benjolan berulang (-). Pasien berobat ke RSMH Palembang.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
 Riwayat memakai kacamata disangkal
 Riwayat penggunaan obat disangkal
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal
 Riwayat darah tinggi disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
7

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,9o C

b.
8

Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Visus 6/6 6/6

Tekanan P=N+0 P=N+0


intraocular

KBM Ortoforia
GBM

Palpebra Tampak massa pada Palpebral Tenang


Superior OD , hiperemis,
jumlah 1 buah, uk: 10x10
mm, permukaan rata, nyeri
(+), pus (+), darah (-)
Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea
Jernih Jernih

BMD Sedang Sedang


Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil Bulat, Central, Refleks Bulat, Central, Refleks
cahaya (+), diameter 3 mm cahaya (+), diameter 3 mm
Lensa Jernih Jernih
Segmen Posterior
Refleks RFOD (+) RFOS (+)

Fundus
Papil Bulat, batas tegas c/d 0,3 a/v Bulat, batas tegas c/d 0,3 a/v
2/3, warna merah normal 2/3, warna merah normal

Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)

Retina Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik


9

4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Slit lamp

5. Diagnosis banding
 Hordeolum Eksternum Palpebra Superior OD
 Hordeolum Internum Palpebra Superior OD
 Kalazion Palpebra Superior OD

6. Diagnosis Kerja
Hordeolum Eksternum Palpebra Superior OD

7. Tatalaksana
1. Informed Consent
- Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhan yang terjadi akibat infeksi dan
peradangan di kelopak mata.
- Menjelaskan kepada pasien tentang rencana pengobatan yang akan dilakukan.

2. KIE
- Dianjurkan kepada pasien untuk menjaga kebersihan mata disertai dengan
rajin mencuci tangan, terutama sebelum dan sesudah menyentuh mata.
- Hindari menggosok-gosok mata bila kemasukan benda asing pada mata.
- Menjelaskan pada pasien untuk tidak menekan atau menusuk benjolan.
3. Non Farmakologi
- Kompres hangat 3-4 kali/hari selama 10-15 menit
- Kontrol ulang setelah 3 hari. Bila tidak ada perbaikan, pasien rujuk ke dokter
spesialis mata
4. Farmakologi
- Antibiotik topical Kloramfenikol 1% EO setiap 8 jam/hari OD
- Asam mefenamat 3x500mg tab P.O prn

8. Prognosis
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam
10

9. Lampiran

Gambar 1. Mata Kanan dan Kiri Penderita


11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 HORDEOLUM
3.1.1 DEFINISI
Hordeolum atau stye adalah infeksi pada kelopak mata yang biasanya disebabkan oleh
spesies Staphylococcus. Infeksi ini lebih tepatnya menyerang kelenjar sebasea yang berada di
jaringan kelopak mata baik kelenjar meibom, zais maupun moll sehingga menyebabkan
terjadinya reaksi inflamasi dengan manifestasi klinis berupa kalor, rubor, dolor, tumor dan
fungsio lesa pada daerah tersebut yang biasanya bersifat akut.1

3.1.2 Etiologi
Hordeolum paling banyak disebabkan oleh adanya infeksi Staphylococcus aureus, baik
internum maupun eksternum. Namun terdapat beberapa faktor risiko lain yang bisa
menyebabkan penyakit ini, seperti: 2
 Diabetes
 Blefaritis
 Dermatitis seboroik
 Rosacea
 Hiperlipidemia
 Kurangnya kebersihan kelopak mata
 Adanya Staphylococci di nasal
 Trikiasis
 Cicatricial ectropion

3.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan letaknya, hordeolum dibagi menjadi dua yaitu hordeolum internum dan
hordeolum eksternum (gambar 1).2
 Hordeolum internum ( meiboman stye):
Infeksi yang terjadi pada kelenjar meibom kelopak mata
12

 Hordeolum eksternum (common stye):


Infeksi yang terjadi pada folikel rambut (bulu mata) atau kelenjar zeis atau kelenjar
moll pada kelopak mata

3.1.4 Gejala Klinis


Pasien yang menderita hordeolum akan menderita reaksi inflamasi seperti rubor, kalor,
dolor, tumor dan fungsio lesa. Keluhan berupa munculnya benjolan kemerahan pada area
kelopak mata atas atau bawah yang tumbuh secara cepat dan terasa nyeri. Pada pemeriksaan
fisik biasanya terlihat furunkel lunak, pustul, atau papul inflamasi yang biasanya terlihat
eksudat kekuningan 3
 Hordeolum internum
Pada kasus ini biasanya akan terasa lebih sakit, lebih bengkak dan kemerahan terlihat
hampir di seluruh kelopak mata. Hordeolum hanya bisa terlihat jelas jika dilakukan
eversi kelopak mata karena kelenjar meibom terletak di dekat konjungtiva palpebra
dan terhalang oleh jaringan otot dan tarsal plate di anteriornya. Pada kasus yang
parah, konjungtiva palpebra akan terlihat kekuningan.
 Hordeolum eksternum
Hordeolum eksternum dapat dilihat dengan mudah dari luar karena posisinya yang
berada di depan jaringan otot dan tarsal plate. Setelah beberapa hari dari timbulnya
benjolan akan terlihat lesi kekuningan yang berada tepat di tengah, biasanya
hordeolum jenis ini tidak terlalu sakit dibandingan dengan jenis internum dan akan
sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari. Pada kasus yang parah bisa terjadi
penyebaran yang menyebabkan selulitis preseptal. Hordeolum eksternum biasanya
berhubungan dengan blefaritis, kelelahan, diet yang buruk ,stress dan dapat terjadi
rekurensi. Pada pemeriksaan fisik biasanya terlihat di margin kelopak mata

3.1.5 Diagnosis
Penegakkan diagnosis hordeolum berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa kultur, namun kultur tidak dianjurkan untuk kasus hordeolum
tanpa komplikasi. Tidak ada indikasi untuk memeriksa kadar serum lipid karena hubungan
antara hiperkolesterolemia dengan penyakit ini masih belum diketahui. 2
13

Secara histopatologi hordeolum terdiri dari sel-sel polimorfonuklear dan jaringan


nekrotik. Pada penderita karsinoma sel basal atau karsinoma sel sebasea sering terjadi
kekeliruan diagnosa dengan hordeolum atau kalazion rekuren, oleh karena itu pada kasus-
kasus yang berulang perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi.4

3.1.6 Diagnosis Banding


 Chalazion
Chalazion adalah inflamasi lipogranulomatosa steril dari kelenjar sebasea yang tidak
infeksius dan bersifat subakut atau kronik. Strukturnya keras, immobile dan tidak
nyeri. Penyakit ini bisa terjadi karena hordeolum yang tidak sembuh secara sempurna
dan biasanya berhubungan dengan blefaritis seboroik dan rosacea.
 Preseptal (periorbital) selulitis
Merupakan infeksi kulit dan jaringan lunak kelopak mata, manifestasi klinisnya berupa
edema dan kemerahan pada kelopak mata yang lebih luas diikuti dengan demam.
Biasanya sering disalah artikan sebagai hordeolum internum atau chalazion.
 Dacryocystitis
Merupakan Inflamasi dan infeksi nasolakrimal sac yang menyebabkan tersumbatnya
duktus nasolakrimalis, gambarannya hampir mirip dengan hordeolum dan chalazion
dengan kelopak mata merah, edema dan lunak. Namun pada kasus ini kantus
menutupi ruang lakrimal
 Karsinoma sel sebasea
Merupakan keganasan pada kelopak mata berupa nodul kecil keras yang persisten pada
kelopak mara dan sering disalah pahami dengan chalazion rekuren. Diagnosis harus
ditegakkan melalui analisis histopatologi melalui eksisi nodul.

3.1.7 Tatalaksana
Tujuan utama penatalaksanaan hordeolum adalah meredakan gejala dan mencegah
komplikasi. Jika belum terlalu parah dan belum terjadi “pointing” maka bisa dilakukan
tatalaksana awal non-farmakologis dan farmakologis
Terapi non-farmakologis berupa kompres dan pemijatan. Kompres mata dilakukan
sebanyak 2-4 kali sehari selama 5-10 menit menggunakan air hangat (40.5’C) yang
bertujuan untuk melembutkan granuloma sehingga terjadi drainase secara spontan. Lakukan
pemijatan lembut pada area yang terinfeksi dengan scrub atau shampo bayi yang bertujuan
untuk membersihkan kelopak mata, mencegah penyebaran infeksi dan membersihkan debris
14

dari margin kelopak mata, lalu lakukan pencabutan bulu mata pada area terinfeksi untuk
memperlancar drainase pada kasus hordeolum eksternum. Terapi farmakologis bisa
dilakukan melalui pemberian antibiotik topikal dan sistemik, berikut beberapa antibiotik yang
bisa digunakan:2
Antibiotik topikal:
 eritromisin: dosis dan cara pemakaiannya sama untuk anak-anak sampai dewasa yaitu
oleskan sepanjang 1 cm pada area yang terinfeksi sebanyak enam kali per hari,
tergantung keparahan infeksi
 bacitracin: dosis dan cara pemakaiannya sama untuk anak-anak sampai dewasa yaitu
oleskan tipis pada konjungtiva pada mata yang terinfeksi, sebanyak empat kali sehari
pada fase akut dan dua kali seminggu untuk selanjutnya
 Sulfacetamide: dosis dan cara pemakaiannya sama untuk anak-anak sampai dewasa
yaitu teteskan 1-2 tetes pada mata yang terinfeksi setiap 1-3 jam pada siang hari dan
kurangi frekuensi saat malam hari
Antibiotik sistemik:
 Eritromisin: 250-500mg 4x1 tablet (base, estolate, stearate),atau 400-800mg 4x1 tablet
(ethylsuccinate)
 Dicloxacillin: <40kg dosisnya 12,5-25 mg/kg/hari setiap 6 jam untuk yang ringan
sedang, 25-50 mg/kg/hari setiap 6 jam untuk kondisi yang parah
Terbukti bahwa hordeolum berespon baik terhadap terapi ini dimana terjadi drainase
spontan dan perbaikan dalam dalam 5-7 hari. Jika terapi tersebut tidak berhasil maka
biasanya akan dilakukan insisi dan drainase, namun terdapat indikasi dan kontra-indikasi
dilakukannya tindakan tersebut.5
Indikasi:
 Hordeolum yang tidak berespon baik terhadap manajemen medis
 Hordeolum yang menyebabkan nyeri yang signifikan
 Hordeolum dengan akumulasi pus yang terlokalisasi secara signifikan
 Riwayat atau baru saja menderita selulitis kelopak mata yang berhubungan dengan
hordeolum
Kontra indikasi:
Jika hordeolum terletak di dekat punctum lakrimal ( antara nasal sampai kantus medial),
maka rujuk ke dokter spesialis mata karena berisiko merusak sistem drainase lakrimal
Prosedur insisi dan drainase:
15

 Alat dan bahan:


 Masker dan kacamata
 Anestesi mata topikal (tetracaine)
 Alcohol pads
 Injeksi anestesi lokal, lidokain 2% dengan epinephrine , syringe 3 mL, jarum 30-
gauge
 Sarung tangan non steril
 Scalpel (blade no. 11)
 Cotton swabs
 4x4 gauze pads
 Tongue blade/ metal elevator

 Persiapan pasien
 Pasien dilarang mengkonsumsi antiplatelet selama 1 minggu sebelum tindakan dan
antikoagulan selama 4 hari sebelum tindakan kecuali yang benar-benar berisiko
tinggi untuk mengalami kejadian kardiovaskular
 Informed consent tentang risiko luka, rekurensi dan tindakan ulang,
pembengkakan dan lebam sementara pada kelopak mata, dan pasien mungkin
merasa tidak nyaman selama tindakan anestesi.
 Pasien diberitahu agar jangan banyak begerak selama tindakan.

 Teknik
1. Teteskan anestesi mata topikal, lalu injeksikan lidokain 2% dengan epinephrine
melalui kulit sehingga menginfiltrasi area sekitar hordeolum, gunakan chalazion
clamp untuk fiksasi hordeolum dan kelopak mata
2. Buat insisi menggunakan scalpel blade no.11 hingga pus terlihat
3. Setelah pus keluar, tekan menggunakan gauze pads untuk mencapai hemostasis (5-
10 menit)
4. Jika terjadi kelainan berupa penebalan kelopak mata maka jangan dijahit karena
bisa menyebabkan infeksi bakteri akut, pertimbangkan untuk memberikan
antibiotik sistemik untuk selulitis yang signifikan. Jika terjadi kerusakan pada
duktus lakrimalis maka segera rujuk ke dokter spesialis mata.
16

 Manajemen pasien post-prosedur


 Jika terjadi perdarahan maka lakukan penekanan hingga darah berhenti
 Berikan antibiotik oral dan di evaluasi keesokan harinya
 Pasien harus dilihat setiap hari selama beberapa hari setelah tindakan sampai
terdapat bukti sudah terjadi perbaikan dan tidak ada reakumulasi dari pus
 Pasien harus kontrol ulang dalam 2-3 minggu, mungkin dibutuhkan waktu
beberapa minggu untuk kembali ke keadaan normal.
16

BAB IV
ANALISIS KASUS

Nn. JF berusia 18 tahun datang dengan keluhan utama muncul benjolan kemerahan di
kelopak mata atas mata kanan sejak 1 minggu yang lalu. Benjolan awalnya kecil sebesar
kepala jarum pentul, lalu membesar. Pasien mengeluh nyeri pada kelopak mata atas sebelah
kanan (+), kemerahan pada kelopak mata atas sebelah kanan (+), terasa panas (+), gatal (+),
rasa mengganjal (+), kotoran mata (-), sulit membuka mata (-), mata berair (-), mata merah
(-), penglihatan kabur (-), pus (+), darah (-), bulu mata rontok (-), benjolan berulang (-).
Pasien berobat ke RSMH Palembang. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-), riwayat
memakai kacamata (-), riwayat penggunaan obat (-), riwayat alergi (-), riwayat kencing manis
(-), riwayat darah tinggi (-). Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis. Dari


anamnesis, keluhan pasien yaitu adanya benjolan di kelopak mata kanan, kemerahan, terasa
panas, gatal, rasa mengganjal, nyeri namun penglihatan normal dan mata tidak merah. Dari
pemeriksaan mata, tampak massa pada kelopak mata atas kanan, hiperemis, jumlah 1 buah,
ukuran 10x10 mm, permukaan rata, nyeri (+), pus (+), darah (-). Maka dapat dipikirkan
kemungkinan adanya hordeolum dan kalazion. Pasien didiagnosis banding dengan hordeolum
eksternum palpebra superior OD, hordeolum internum palpebra superior OD, dan kalazion
palpebra superior OD.

Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata, biasanya


disebabkan infeksi Staphylococcus aureus pada kelenjar sebasea kelopak mata. Hordeolum
internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus, sehingga dapat
menyebabkan benjolan terutama ke bagian konjungtiva tarsal. Gejalanya berupa kelopak
yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan. Hordeolum
eksternum merupakan infeksi kelenjar Zeis dan Moll yang terletak di lapisan supefisial
palpebra. Hordeolum eksternum dapat menyebabkan gejala yang sama seperti hordeolum
internum. Sedangkan kalazion adalah peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang
tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi ringan yang
mengakibatkan peradangan kronis pada kelenjar tersebut. Gejala kalazion berupa adanya
benjolan pada kelopak mata, tidak hiperemis, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis.
17

Kemungkinan kalazion sebagai diagnosis utama pada pasien ini dapat disingkirkan
karena pada riwayat perjalanan penyakitnya bersifat akut, ditemukan hiperemis dan nyeri
tekan pada benjolan di kelopak mata tersebut. Hordeolum internum biasanya hanya terlihat
apabila dilakukan pemeriksaan eversi kelopak mata dan seringkali terjadi bersamaan dengan
reaksi yang lebih berat seperti konjungtivitis. Hordeolum eksternum muncul pada lokasi
dimana kelenjar keringat berada. Sehingga pasien dapat didiagnosis dengan hordeolum
eksternum palpebra superior OD.

Pasien sering mengucek-ngucek matanya menggunakan tangan. Salah satu faktor


yang menjadi pemicu terjadinya hordeolum adalah faktor kebersihan diri dan lingkungan.
Kondisi kelopak mata yang kotor atau kebiasaan mengucek-ngucek mata dengan tangan kotor
dapat memicu terjadinya infeksi. Hordeolum merupakan infeksi yang menular, oleh karena
itu sangat penting untuk menjaga kebersihan terutama daerah mata.

Penatalaksanaan pada hordeolum eksternum dapat diberikan kompres hangat 3 - 4


kali sehari selama 10 - 15 menit untuk mempercepat peradangan kelenjar sampai nanah
keluar. Pasien juga diedukasi untuk jangan sering mengucek atau menyentuh mata yang sakit
dan menjelaskan kepada pasien untuk tidak menekan atau menusuk benjolan. Selain itu dapat
juga diberikan tatalaksana farmakologi berupa antibiotik topikal eritromisin 0.5% setiap 8
jam OD dan asam mefenamat tablet 500 mg tiga kali sehari untuk mengurangi rasa nyeri.

Hordeolum dapat sembuh sendiri namun dapat juga dilakukan insisi yang terlebih
dahulu diberikan anastesi topikal dengan pantocain tetes mata. Cara insisi hordeolum
eksternum adalah dengan cara membuat insisi sejajar dengan margo palpebra (horizontal).
Kemudian dilakukan kuretase seluruh isi jaringan yang meradang di dalam kantongnya dan
kemudian diberi salep antibiotik.

Komplikasi pada hordeolum jarang terjadi, namun apa bila tidak diterapi dengan baik
dapat terjadi komplikasi berupa konjungtivitis, simblefaron, abses, atau selulitis palpebra
yang merupakan radang jaringan ikat palpebra di depan septum orbita.
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Mueller JB et al: Ocular infection and inflammation. Emerg Med Clin North Am.
26(1):57-72, vi, 2008
2. Bragg KJ et al: Hordeolum. StatPearls. NCBI Bookshelf. Updated October 10, 2017.
Diakses tanggal 22 Agustus 2018. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441985/
3. Leonid SJ et al: Eyelid inflammation; Approach to hordeolum, chalazion and
pyogenic granuloma. Consultant, 2017
4. Ozdal PC et al: Accuracy of the clinical diagnosis of chalazion. Eye (Lond).
18(2):135-8,2004
5. Jackson JL et al: Pfenninger and Fowler’s procedures for priary care 3rd edition.
Phildelphia,PA:Elsevier; 201: 427-432

Anda mungkin juga menyukai