Oleh:
Fakhirah Qoutrunnada, S.Ked
04084822225118
Pembimbing:
Dr. dr. Ramzi Amin, Sp. M. Subsp. VR
Short Case
Oleh:
Fakhirah Qoutrunnada, S.Ked
04084822225118
Dosen Pembimbing:
Dr. dr. Ramzi Amin, Sp. M. Subsp. VR
Laporan ini diajukan utuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode
18 Juli-14 Agustus 2022.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Short Case yang berjudul
“Pterigium Nasalis Grade III OS + Katarak Senilis Imatur ODS” sebagai salah
satu tugas dalam kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang
Periode 18 Juli – 14 Agustus 2022.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Ramzi Amin,
Sp.M. Subsp. VR selaku pembimbing Short Case ini yang telah memberikan
bimbingan dan nasihat dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa Short Case ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar Short Case ini menjadi lebih baik. Harapan penulis semoga Short
Case ini bisa membawa manfaat bagi semua orang dan dapat digunakan dengan
sebaik-baiknya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
2. Anamnesis ............................................................................................ 1
7. Tatalaksana ......................................................................................... 6
8. Prognosis ............................................................................................. 6
iv
BAB I
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. IT
Umur : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Palemban
No. Rekam Medis : 277266
e. Riwayat Pengobatan
• Riwayat operasi pengangkatan selaput mata kanan ± 20 tahun
yang lalu, oleh dokter spesialis mata.
2
f. Riwayat Pekerjaan
• Pasien seorang ibu rumah tangga. Sehari-hari pasien sering
membersihkan halaman di luar rumah.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 136/78 mmHg
Nadi : 98x/menit regular, isi, dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 24x/menit
Suhu : 36,50C
b. Status Oftalmologis
KBM Ortoforia
GBM
4
Foto Pasien
4. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Slit Lamp.
• Pemeriksaan Sonde.
5
5. Diagnosis Banding
• Pterigium Nasalis Grade III dengan Katarak Senilis Imatur Oculi
Dextra et Sinistra
• Pseudopterigium Nasalis Grade III dengan Katarak Senilis Matur
Oculi Dextra et Sinistra
• Pinguekula Nasalis Grade III dengan Katarak Senilis Matur Oculi
Dextra et Sinistra
6. Diagnosis Kerja
• Pterigium Nasalis Grade III dengan Katarak Senilis Imatur Oculi
Dextra et Sinistra.
7. Tatalaksana
a. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
1) Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit, rencana
tatalaksana dan prognosis penyakit.
2) Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa katarak
merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya kekeruhan
lensa pada matanya.
3) Menjelaskan pada pasien bahwa katarak tidak dapat diobati
dengan obat, tetapi dapat diobati dengan operasi dan
pemberian lensa tanam pada mata.
4) Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
rencana tindakan bedah untuk mengatasi katarak, yakni
ekstraksi lensa dan pemasangan IOL.
5) Menjelaskan komplikasi yang terjadi apabila tidak dilakukan
operasi dan merujuk ke dokter spesialis mata
6) Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhan timbulnya
selaput kemerahan pada mata kiri pasien dapat disebabkan
6
oleh paparan ultraviolet, mikrotrauma kronis,
infeksimikroba atau virus dan udara yang panas.
7) Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan kacamata
pelindung untuk mencegah iritasi pada mata atau
menggunakan topi lebar saat beraktivitas di luar rumah pada
siang hari untuk melindungi mata dari paparan sinar
ultraviolet, debu ataupun udara kering.
8) Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan obat secara
baik dan benar.
9) Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggosok mata
ketika terasa mengganjal, perih ataupun gatal.
10) Menjelaskan pada pasien bahwa perlu dilakukan rujukan ke
dokter spesialis mata untuk dilakukan tindakan operatif
(tatalaksana lebih lanjut).
b. Tindakan Pembedahan
Pro Eksisi Pterigium OS
8. Prognosis
• Quo ad vitam : Bonam
• Quo ad functionam : Bonam
• Quo ad sanationam : Bonam
7
BAB II
ANALISIS KASUS
8
temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk segitiga
dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea dan dasarnya di bagian
perifer. Gejala yang timbul adalah mata merah, gatal, panas, perih, dan mata kabur
pada satu mata atau kedua mata, timbulnya bentukan daging yang menjalar ke
kornea. Pandangan mata kabur dapat disebabkan oleh kelainan yang timbul mulai
dari bagian mata anterior, mata posterior, dan jaras visual neurologik. Sehingga,
perlu dipertimbangkan apakah telah terjadi pengeruhan atau gangguan pada media,
perdarahan dalam vitreus, gangguan fungsi retina, nervus optikus atau jaras visual
intrakranial atau pembentukan fibrovaskular.
Pada anamnesis, didapatkan keluhan timbul selaput berwarna kemerahan
pada mata kiri sejak 6 bulan lalu yang semakin melebar secara perlahan, awalnya
hanya tumbuh pada bagian ujung mata kiri dekat hidung. Keluhan lain yang
dirasakan pasien adalah rasa mengganjal, gatal, mata berair, dan mata merah pada
mata kiri. Keluhan pandangan berkabut ada. Keluhan subjektif penderita pterigium
bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai timbulnya gejala berupa adanya
bayangan yang menghalangi pandangan di depan mata, perasaan mengganjal, perih,
gatal, dan sering keluar air mata. Gatal atau perih dapat terjadi bila terjadi iritasi
pada pterigium. Perasaan yang mengganjal bisa diakibatkan adanya peradangan di
palpebra, adneksa, ataupun segmen anterior. Pada pasien tidak ditemukan adanya
edema pada palpebra dan adneksa, ataupun peradangan pada konjungtiva. Pada
pasien tidak ditemukan adanya sekret yang berlebih. Pada pasien ditemukan adanya
penebalan konjungtiva bulbi hingga kornea dimana hal ini dapat mengakibatkan
ada rasa ganjalan pada mata saat berkedip.
Etiologi dari pterigium belum diketahui secara pasti. Salah satu faktor risiko
yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan, seperti radiasi UV matahari,
iritasi kronik dari bahan tertentu di udara, dan faktor herediter. Ultraviolet, baik
UVA ataupun UVB, berperan penting dalam hal ini. Secara geografis, pterigium
paling banyak ditemukan di negara beriklim tropis, salah satunya adalah Indonesia.
Paparan sinar matahari tinggi, meningkatkan risiko timbulnya pterigium 44 kali
lebih tinggi dibandingkan daerah non-tropis dengan prevalensi untuk orang dewasa
>40 tahun adalah 16,8%; laki-laki 16,1% dan perempuan 17,6%. Angka rekurensi
9
pascaoperasi pterigium di Indonesia adalah 35-52%. Dari hasil penelitian di RS
Cipto Mangunkusumo didapatkan bahwa angka rekurensi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun adalah 65% dan pada pasien berusia lebih dari 40 tahun adalah
12,5%. Pada anamnesis, pasien mengaku bekerja sebagai ibu rumah tangga dan
sering membersihkan halaman luar. Pasien juga mengaku bertempat tinggal di
dalam Kota Palembang. Hal ini memungkinkan pasien sering terpapar sinar
matahari, debu, dan angin panas, sehingga meningkatkan risiko dari kejadian
pterigium pada pasien.
Pada pemeriksaan oftalmologi, didapatkan pada konjungtiva mata kiri
terdapat jaringan fibrovascular berwarna kemerahan berbentuk segitiga dari arah
nasal dengan puncak pada tepi pupil. Berdasarkan klasifikasi pterigium menurut
Youngson R. M. (1972), pterigium pada pasien ini telah memasuki grade III.
10
Gambar 1. Klasifikasi pterigium menurut Youngson R. M. (1972)
Pada pasien ini, didiagnosa mata kiri dengan Pterigium Nasalis Grade III
Oculi Sinistra, karena pterigium berada di sisi nasal dengan puncak mencapai tepi
dari pupil (pterigium menginvasi lebih dari setengah radius kornea). Keluhan mata
merah dengan disertai pertumbuhan jaringan pada konjungtiva bulbi dapat
diakibatkan oleh suatu penyakit akibat pinguekula, pseudopterigium, dan
pterigium. Diagnosis banding pinguekula dapat disingkirkan, karena umumnya
pinguekula dapat berupa nodul berwarna putih hingga kekuningan pada
konjungtiva bulbi, biasanya bilateral, lebih banyak di sisi nasal dibandingkan
temporal, serta dapat menyebabkan mata merah jika inflamasi (pinguelulitis).
Sedangkan, pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea
yang cacat. Pseudopterigium sering terjadi pada proses penyembuhan ulkus kornea,
sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan
sebagai dampak sekunder penyakit peradangan pada kornea. Pseudopterigium
dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea dan biasanya berbentuk oblik.
Sedangkan pterigium ditemukan secara horizontal pada posisi jam 3 atau jam 9.
11
Pada pemeriksaan dengan tes Sonde, pseudopterigium dapat dilalui oleh sonde
sedangkan pterigium tidak. Pada pasien juga tidak ditemukan adanya riwayat
trauma pada mata sebelumnya, sehingga diagnosis lebih mengarah pada pterigium.
12
glaukoma kronis dapat disingkirkan karena tidak ada keluhan penglihatan seperti
terowongan yang didapat dari data anamnesis dan tidak ditemukan peningkatan
TIO.
Pada kasus ini, didapatkan keluhan pandangan kabur pada kedua mata yang
terjadi karena adanya kekeruhan pada lensa sehingga mengganggu penglihatan.
Pada pemeriksaan status oftalmologis, dilakukan pemeriksaan visus, tetapi
penggunaan pinhole tidak meningkatkan visus karena pasien mengalami katarak
yang merupakan kelainan anatomi pada lensa pasien dan bukan kelainan refraksi.
Pemeriksaan tekanan bola mata juga dilakukan dan didapatkan hasil yang normal
sehingga dapat menyingkirkan diagnosis glaukoma yang ditandai dengan
peningkatan TIO. Pada pemeriksaan lensa ODS, didapatkan shadow test (+).
Shadow test adalah pemeriksaan kekeruhan lensa menggunakan senter yang
disorotkan oblik dari samping (temporal) ke arah pupil. Pada katarak imatur,
shadow test (+) menunjukkan masih ada cahaya yang masuk karena hanya sebagian
lensa yang keruh sehingga bayangan iris masih terlihat pada lensa. Namun, pada
katarak matur seluruh bagian lensa keruh sehingga tidak ada cahaya yang masuk
dan bayangan iris tidak terlihat pada lensa sehingga shadow test (-).
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa, dan keduanya. Faktor yang
berkontribusi adalah kerusakan oksidatif (radikal bebas), kerusakan akibat cahaya
UV, usia, kongenital atau diinduksi oleh obat-obatan seperti steroid. Usia pasien
saat ini adalah 65 tahun dan merupakan faktor resiko terjadinya katarak.
Berdasarkan usia, katarak dibedakan menjadi katarak kongenital (<1 tahun), juvenil
(≥1 tahun), dan senilis (>50 tahun). Usia pasien ini adalah 65 tahun sehingga
katarak pada pasien dapat diklasifikasikan menjadi katarak senilis.
13
Gambar 4. Prevalensi Katarak Menurut Usia
Pada pemeriksaan mata kanan dan kiri, didapatkan adanya kekeruhan pada
lensa disertai shadow test positif. Dari anamnesis dan pemeriksaan tersebut
kemungkinan pasien ini mengalami katarak senilis imatur ODS. Patogenesis
terjadinya katarak senilis sangat multifaktorial dan masih belum sepenuhnya
diketahui. Seiring bertambahnya usia, lensa akan mengalami peningkatan berat dan
ketebalannya serta akan mengalami penurunan kemampuan untuk berakomodasi.
Serabut-serabut kortikal lensa yang terbentuk secara konsentris akan semakin
menekan nukleus sehingga nukleus akan semakin menebal dan mengeras (nuclear
sclerosis). Protein lensa yang dikenal dengan nama kristalin dengan penambahan
usia akan mengalami agregasi dan perubahan struktur kimia menjadi protein
dengan berat molekul tinggi (high molecular weight protein). Agregasi dari protein
tersebut akan menyebabkan penurunan transparansi, fluktuasi indeks refraksi dan
scattering. Selain itu, perubahan struktur kimia nukleus lensa akan menyebabkan
progresifitas terbentuknya pigmentasi sehingga lensa akan tampak kekuningan atau
kecoklatan. Perubahan lain yang terjadi di lensa oleh karena proses penuaan, yaitu
penurunan konsentrasi glutation dan potassium, sedangkan sodium dan kalsium
konsentrasinya akan meningkat yang dapat meningkatkan hidrasi lensa.
Dengan demikian, diagnosis kerja pada pasien Ny. IT, perempuan, 65 tahun,
adalah pterigium Nasalis Grade III Oculi Sinistra dengan Katarak Senilis Imatur
Oculi Dextra Et Sinistra.
14
Penatalaksanaan pada katarak secara ideal yaitu dilakukan tindakan
operatif. Indikasi dilakukannya operasi bergantung pada penurunan tajam
penglihatan berat yang mengganggu aktifitas sehari-hari. Operasi ekstraksi lensa
pada katarak memiliki beberapa tujuan yaitu perbaikan visus, terapi (apabila ada
komplikasi katarak, seperti glaukoma), diagnostik, atau kosmetik. Persiapan
operasi katarak dilakukan sehingga dapat menilai kondisi fisiologis pasien untuk
dilakukan pembedahan. Beberapa jenis tindakan operasi katarak yang dapat
dilakukan, yaitu ICCE (Intracapsular Cataract Extraction) yang merupakan
tindakan pengeluaran seluruh lensa bersama kapsul dengan menggunakan
cryoprobe dan dikeluarkan melalui insisi di superior kornea yang lebar. ECCE
(Extracapsular Cataract Extraction) dengan mengeluarkan isi lensa dengan
merobek kapsul lensa anterior sehingga semua bagian lensa dapat keluar melalui
insisi yang telah dilakukan. SICS (Small Incision Cataract Surgery) merupakan
tindakan yang dikembangkan dari ECCE dengan melakukan insisi pada daerah
limbus dan tindakan lainnya yaitu fakoemulsifikasi.
Tindakan pembedahan pada pterigium adalah suatu tindakan definitif untuk
mengangkat jaringan pterigium dengan berbagai teknik operasi. Adapun indikasi
dilakukan pembedahan pada pasien pterigium berupa ancaman aksis visual
terganggu, gejala iritasi berat, dan indikasi kosmetik. Tindakan bedah pada pasien
ini perlu dilakukan pada mata kiri karena visus mata kanan pasien telah terganggu
dan pterigium pada pasien berpotensi menutupi axis optikal jika tidak ditangani
segera (grade III), sehingga perlu dilakukan rujukan pada dokter spesialis mata.
Pada pasien ini direncanakan Conjungtiva graft berupa suatu free graft biasanya
dari konjungtiva superior, dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian
dipindahkan dan dijahit. Teknik pembedahan lainnya dapat dilakukakan dengan
beberapa cara seperti Bare sclera berupa tidak adanya jahitan dan benang
absorabable yang digunakan untuk melekatkan konjungtiva ke superfisial sclera
didepan insersi tendon rectus, simple closure berupa tepi konjungtiva yang bebas
dijahit bersama (efektif jika hanya defek konjungtiva sangat kecil), sliding flap
berupa suatu insisi berbentuk L dibuat di sekitar luka kemudian flap konjungtiva
digeser untuk menutup defek, Rotational flap berupa insisi berbentuk U dibuat
15
sekitar luka untuk membentuk lidah konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya,
Amnion membrane transplantation yaitu mengurangi frekuensi rekuren dan
mengurangi fibrosis, Lamellar keratoplasty berupa terapi baru dengan
menggunakan gabungan angiostatik dan steroid. Tujuan utama pengangkatan
pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan
komplikasi seminimal mungkin, angka kekambuhan yang rendah. Komplikasi yang
muncul sebelum dilakukan insisi adalah merah, iritasi, dapat menyebabkan
diplopia. Sedangkan komplikasi setelah dilakukan insisi adalah dapat terjadi
infeksi, diplopia, scar cornea, perforasi bola mata, dan komplikasi yang terbanyak
adalah rekurensi pterigium post operasi.
Sementara itu, untuk penatalaksanaan pada katarak secara ideal yaitu
dilakukan tindakan operatif. Indikasi dilakukannya operasi bergantung pada
penurunan tajam penglihatan berat yang mengganggu aktifitas sehari-hari. Operasi
ekstraksi lensa pada katarak memiliki beberapa tujuan yaitu perbaikan visus, terapi
(apabila ada komplikasi katarak, seperti glaukoma), diagnostik, atau kosmetik.
Persiapan operasi katarak dilakukan sehingga dapat menilai kondisi fisiologis
pasien untuk dilakukan pembedahan. Beberapa jenis tindakan operasi katarak yang
dapat dilakukan, yaitu ICCE (Intracapsular Cataract Extraction) yang merupakan
tindakan pengeluaran seluruh lensa bersama kapsul dengan menggunakan
cryoprobe dan dikeluarkan melalui insisi di superior kornea yang lebar. ECCE
(Extracapsular Cataract Extraction) dengan mengeluarkan isi lensa dengan
merobek kapsul lensa anterior sehingga semua bagian lensa dapat keluar melalui
insisi yang telah dilakukan. SICS (Small Incision Cataract Surgery) merupakan
tindakan yang dikembangkan dari ECCE dengan melakukan insisi pada daerah
limbus dan tindakan lainnya yaitu fakoemulsifikasi.
Prognosis dari pasien ini cukup baik dinilai dari katarak dan pterigium yang
diderita. Katarak senilis dan pterigium merupakan penyakit mata yang tidak
mengancam kehidupan dan dapat sembuh setelah dilakukan prosedur operasi
katarak sehingga prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah bonam. Prognosis
fungsi penglihatan pada pasien ini juga cenderung baik (dubia ad bonam) apabila
pasien mendapat penanganan tepat dengan operasi katarak dan pemasangan IOL
16
sehingga visus dapat mengalami perbaikan. Setelah dilakukan tatalaksana
pembedahan, katarak masih dapat terjadi komplikasi lain terutama kekeruhan lensa
dan pada pterigium dapat terjadi rekurensi sehingga Quo ad sanationam dubia ad
bonam.
17