Anda di halaman 1dari 15

Bedsite Teaching

Ablatio Retina OS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:

Adi Putra Tandi, S.Ked 04054821820024

Pembimbing:

Dr. dr. Ramzi Amin, SpM(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Bedsite Teaching

Topik

Ablation Retina OS

Disusun oleh:

Adi Putra Tandi, S.Ked 04054821820024

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 April 2019 s.d 20 Mei 2019

Palembang, April 2019


Pembimbing

Dr. dr. Ramzi Amin, SpM(K)

STATUS PASIEN
2

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. SK
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jambi
Tanggal Pemeriksaan : 23 April 2019

2. Anamnesis (Autoanamnesis dan alloanamnesis)


a. Keluhan Utama
Pandangan mata kiri kabur secara perlahan
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak +/- 2 bulan SMRS, pasien mengeluh pandangan mata kiri kabur secara
perlahan. Pandangan seperti melihat tirai (+), melihat kilatan cahaya (+), melihat
benda-benda terbang (+), pandangan seperti melihat terowongan (-), silau (-), nyeri
kepala (-), pandangan seperti tertutup asap (-).

c. Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat darah tinggi (+) sejak + 10 tahun yang lalu, tidak terkontrol
• Riwayat kencing manis (+) sejak + 10 tahun yang lalu, terkontrol
• Riwayat trauma mata (-)
• Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya (-)
• Riwayat operasi sebelumnya (+): riwayat operasi pada retina mata kanan
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : tampak baik
3

Kesadaran : compos mentis


Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensinapas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5o C

b. Status Oftalmologis
4. Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 6/60 ph (-) 3/60 ph (-)
Tekanan 16,5 mmHg 16,0 mmHg
intraokular

KBM ortoforia
0 0
GBM
0 0

0 0

Palpebra Tenang Tenang


Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
BMD Sedang Sedang, bubble (+)
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil Bulat, Central, Refleks cahaya Bulat, Central, Refleks
(+), diameter 3 mm cahaya (+), diameter 3 mm

Lensa Keruh, shadow test (+) Keruh, shadow test (+)


Refleks Fundus RFOD (+) RFOS (+)
Papil Sulit dinilai Edema makuli (+), refleks
fovea makula (+), perdarahan
Makula
retina (+)
Retina
Rencana Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium darah rutin, kimia darah, waktu perdarahan, dan waktu
pembekuandarah
- Rontgen thoraks
- Foto fundus
4

- Pemeriksaan OCT
- Pemeriksaan USG Orbita

5. Diagnosis Banding
- Post vitrektomi + endolaser + injeksi silikon oil a.i ablatio retina traksional OS +
katarak senilis imatur OS.
- Post vitrektomi + endolaser + injeksi silikon oil a.i ablatio retina rhegmatogen OS +
katarak senilis imatur OS.

6. Diagnosis Kerja
Post vitrektomi + endolaser + injeksi silikon oil a.i ablatio retina traksional OS + katarak
senilis imatur OS.

7. Tatalaksana
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Cefixim 2x100 mg
- Levofloxacin ED 1 gtt/4 jam OS
- Prednisolon acetate ED 1gtt/4 jam OS

8. Prognosis
Okuli Sinistra
o Quo ad vitam : bonam
o Quo ad sanationam : dubia
o Quo ad functionam : dubia

Lampiran
5

Lampiran 1. Okuli Dekstra Sinistra keadaan terbuka

Lampiran 2. Okuli Dekstra Sinistra keadaan tertutup

Lampiran 3. Okuli Dekstra

Lampiran 4. Okuli Sinistra


Diskusi Kasus
6

1. Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang disebabkan


oleh hiperglikemia kronis, dan ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-
pembuluh halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.
Penurunan penglihatan yang terjadi karena gangguan vaskularisasi retina ini terjadi
secara progresif. Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler:

 Pembentukan microaneurisma
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
 Penyumbatan pembuluh darah
 Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di retina
 Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.

Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia


retina, sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler
itu sendiri.

Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut



Edema macula atau nonperfusi kapiler

Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi jaringan
fibrosis yang menyebabkan ablation retina (retinal detachment)

Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus

Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma20

Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya menebal


dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein.Keadaan ini menebal, untuk
waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding
kapiler, maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-mula keadaan ini terlihat
pada daerah kapiler vena sekitar macula, yang tampak sebagai titik-titik merah (dots)
pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup untuk mendiagnosis DR.
Pada keadaan lanjut mikroaneurisma didapatkan sama banyak pada kapiler retina
maupun arteri. Mikroaneurisma tersebut menimbulkan kebocoran, yang tempak
sebagai edema, eksudat, perdarahan (dots/ blots).
Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada
daerah macula.Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama dapat
7

menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada makula
(cystoid macular edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan bocornya
lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates), menyerupai lilin putih
kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan
peyumbatan yang dimulai di kapiler ke arteriol dan pembuluh darah besar. Akibat dari
penyumbatan dapat timbul hipoksia di ikuti dengan adanya iskemi kecil, dan
timbulnya kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya kebocoran, neovasularisasi,dan
mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia, timbul eksudat lunak yang disebut cotton
wool spots/ patch yang merupakan bercak necrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur.
Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan perdarahan
disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga merangsang
timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh darah yang ada di
papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat timbul dimana saja.
Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile. Letaknya intraretina,
menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi preretina dapat diikuti oleh
proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous shunts yang abnormal akibat
pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi arteriol.
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian
diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut dapat
menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat menyebabkan
ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat menimbulkan
penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma
hemoragikum yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan. Neovaskularisasi
dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang dapat menimbulkan
glaucoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh pembuluh darah baru atau
dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.

Menurut American Academy of Ophthalmology (AAO) 2012, retinopati diabetik


diklasifikasikan menjadi retinopati diabetik non-proliferatif (non-proliferative diabetic
retinopathy/NPDR) dan retinopati diabetik proliferatif (proliferative diabetic
retinopathy/PDR). PDR merupakan manifestasi dari iskemia akibat neurovaskularisasi yang
8

disebabkan oleh DM. Proses perubahan dari NPDR menuju PDR muncul dalam pola yang
dapat diprediksi, meskipun laju perubahan tahapan penyakit berbeda pada tiap pasien.

Gambar 1. Histologi lapisan retina yang terdiri dari: (1) the inner limiting membrane (ILM); (2) the
nerve fiber layer (NFL); (3) the ganglion cell layer (GCL); (4) the inner plexiform layer (IPL); (5) the
inner nuclear layer (INL); (6) the outer plexiform layer (OPL); (7) the outer nuclear layer (ONL); (8)
the outer limiting membrane (OLM); (9) the photoreceptor layer (PL), dan (10) the retinal pigmented
epithelium (RPE) monolayer.
/
Nonproliferative retinopathy

Retinopathy DM merupakan progressive microangiopathy yang mempunyai karakteristik pada


kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi. Kelainan patologis yang tampak pada awalnya
berupa penebalan membran basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit. Kapiler
berkembang dengan gambaran dot-like outpouchings yang disebut mikroaneurisma.
Perdarahan dengan gambaran flame-shaped tampak jelas.

o Mild nonproliferative retinopathy ditandai dengan ditemukannya minimal 1


mikroaneurisma. Pada moderate nonproliferative retinopathy terdapat mikroaneurisma
ekstensif, perdarahan intra retina, venous beading, dan/ atau cotton wool spots. Kriteria
lain juga menyebutkan pada Mild nonproliferative retinopathy: kelainan yang ditemukan
hanya adanya mikroaneurisma dan moderate nonproliferative retinopathy dikategorikan
sebagai kategori antara mild dan severeretinopathy DM.
o Severe nonproliferative retinopathyditandai dengan ditemukannya cotton-wool spots,
venous beading, and intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Hal tersebut
didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4 kuadran, venous beading dalam
9

2 kuadran atau IRMA pada 1 kuadran. Kriteria lain menyebutkan proliferative diabetik
retinopathy dikategorikan jika terdapat 1 atau lebih: neovaskularisasi (seperti pada : iris,
optic disc, atau di tempat lain), atau perdarahan retina/ vitreus.

Proliferative Retinopathy

Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative diabetik retinopathy.
Iskemia retina yang progresif menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru yang
menyebabkan kebocoran serum protein yang banyak. Early proliferative diabetik retinopathy
memiliki karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus (new
vessels on the optic disk (NVD)) atau pada tempat lain di retina. Kategori high-risk ditandai
dengan pembuluh darah baru pada papila yang meluas melebihi satu per tiga dari diameter
papila, pembuluh darah tersebut berhubungan dengan perdarahan vitreus atau pembuluh darah
baru manapun di retina yang meluas melebihi setengah diameter papila dan berhubungan
dengan perdarahan vitreus.

Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior dari vitreus dan tampak
terangkat ketika vitreus mulai menarik retina. Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan
vitreus yang masif akan menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Resiko
berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai ketika terjadinya complete
posterior vitreous detachment. Pada mata dengan proliferative diabetik retinopathy dan adhesi
vitreoretinal yang persisten dapat berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan
fibrovaskular yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan
progressive traction retinal detachment atau apabila terjadi robekan retina maka telah terjadi
rhegmatogenous retinal detachment.

Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi kompllikasi: iris
neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular glaucoma. Proliferative diabetik
retinopathy berkembang pada 50% penderita diabetes tipe I dalam waktu 15 tahun sejak
timbulnya penyakit sistemik mereka. Hal ini kurang lazim pada penderita diabetes tipe II,
tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak pasien dengan
proliferative diabetik retinopathy memiliki tipe II dari tipe I diabetes.

Diabetik maculopathy dan Diabetik macular edema (DME)

Diabetik maculopathy tampak sebagai penebalan retina fokal atau difus yang diakibatkan
oleh rusaknya inner blood–retinal barrier pada endotel kapiler retina yang memicu terjadinya
kebocoran plasma ke sekeliling retina. Hal tersebut lebih sering ditemukan pada DM tipe II
10

dan memerlukan terapi. Diabetik maculopathy dapat diakibatkan iskemia yang ditandai
dengan edema makula, perdarahan yang dalam dan eksudasi. FFA menunjukkan hilangnya
kapiler retina dan bertambah luasnya daerah avaskular pada fovea. Dapat terjadi pada tiap
tahapan dari retinopathy DM.

Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant macular edema
(CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa kriteria berikut :

o Penebalan retina dalam jarak 500 µm (satu per tiga ukuran disc) dari fovea
centralis.
o Hard exudates pada jarak 500 µm dari fovea centralis apabila berhubungan dengan
penebalan retina.
o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari penebalan itu
mencakup area disc pada fovea centralis.

2. Ablasio Retina
Ablasio retina merupakan pemisahan retina sensorik yakni lapisan fotoresptor dan jaringan
bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Pada keadaan ini, sel epitel pigmen
masih melekat erat dengan membran Bruch. Antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Ablasio retina
umumnya disebabkan oleh robekan pada retina akibat: faktor bawaan, benturan dan lain-
lain. Ablasio retina dapat menyebabkan kebutaan apabila tidak dilekatkan dalam waktu
relatif singkat. Lepasnya retina dari koroid atau sel pigmen epitel akan menyebabkan
gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan
menyebabkan gangguan fungsi yang menetap.

Dikenal 3 bentuk ablasio retina:

1. Ablasio retina regmatogenosa

Ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang
antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair
yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Faktor predisposisi
untuk terjadi ablasio retina regmatogen ialah mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis,
retina degeneratif, trauma mata.

2. Ablasio retina eksudatif


11

Ablasio terjadi akibat adanya timbunan eksudat dibawah retina dan mengangkat retina.
Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina
dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit epitel pigmen retina, koroid dan
kelainan lain seperti skleritis, tumor retrobulbar

3. Ablasio retina traksi (tarikan)

Pada ablasio ini, lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan
kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada
badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang disebabkan diabetes melitus proliferatif, trauma
dan perdarahan badan kaca.

Pada kasus ini, pasien mengalami ablasio retina traksional yang disebabkan oleh
diabetes melitus yang cukup lama. Ablasio retina traksional merupakan komplikasi PDR yang
ditimbulkan oleh peningkatan proliferasi jaringan fibrovaskular yang menarik vitreous.
Jaringan retina menempel pada bagian posterior vitreous seiring dengan proses proliferasi
fibrovaskular, sehingga menimbulkan tarikan pada pembuluh darah baru dan perdarahan di
vitreous atau preretina. Komplikasi akibat tarikan (traksi) ini antara lain adalah perdarahan
vitreous, ablasio retina, dan perubahan posisi makula (heterotopia makula). Kontraksi dari
fibrovaskular dan vitreous dapat menimbulkan robekan pada retina sehingga dapat muncul
pula ablasio retina regmatogen. Perbedaan gambaran pada ablasio retina traksi dan
regmatogen adalah, pada ablasio retina traksi gambaran yang ditemukan berupa ablasio retina
yang permukaannya lebih konkaf dan relatif terlokalisir. Pada ablasio retina regmatogen,
gambaran ablasi retina yang ditemukan cenderung lebih konveks, bahkan membentuk bula.
12

Gambar 2. Gambaran ablasio retina traksional

Prinsip penatalaksanaan retinopati diabetik adalah menghambat dan mencegah


komplikasi secara medika mentosa, tindakan minimal invasif seperti laser, hingga tindakan
operatif. Pada pasien ini dilakukan tindakan Pars Plana Vitrectomy (PPV) dan Endolaser.
Menurut AAO 2012 indikasi PPV pada pasien dengan diabetes antara lain adalah:
 Perdarahan vitreous yang padat
 Ablasio retina traksi dengan keterlibatan atau mengancam makula
 Kombinasi ablasio retina regmatogen dan traksi
 Edema Makula Diabetik yang berhubungan dengan traksi hyaloid posterior
 Perdarahan vitreous berulang yang signifikan setelah tindakan PRP (panretinal
photocoagulation, salah satu bentuk terapi laser pada retinopati diabetikum) secara
maksimal
Vitrektomi adalah suatu tindakan operatif untuk mengeluarkan cairan vitreous humor
untuk memberikan akses yang baik pada retina sehingga dapat dilakukan perbaikan yang
dibutuhkan. Sedangkan pars plana adalah suatu “zona aman” yang berada di sklera. PPV
merupakan tindakan vitrektomi yang dilakukan pada penyakit di segmen posterior bola mata.
Setelah dilakukan insisi pada pars plana, operator menggunakan probe khusus untuk
mengeluarkan cairan vitreous. Kemudian dilanjutkan pada tindakan menggunakan probe laser
(endolaser) untuk “menempelkan” bagian retina yang robek melalui pembentukan jaringan
sikatrik serta mematikan jaringan pembuluh darah yang abnormal. Setelah tindakan reparasi
retina, rongga dalam bola mata diisi dengan silicone oil (dapat juga diganti dengan larutan
salin steril atau udara) untuk membantu retina pasien pulih.

3. Terapi Laser untuk Segmen Posterior Mata


Terapi laser untuk gangguan pada retina yang akan dibahas adalah fotokoagulasi.
Fotokoagulasi adalah suatu teknik terapeutik yang mengaplikasikan gelombang cahaya untuk
membentuk koagulasi jaringan. Energi cahaya diserap oleh jaringan target dan dikonversikan
menjadi energi panas. Ketika suhu jaringan mencapai 65OC, terjadi denaturasi protein jaringan
dan timbul nekrosis koagulasi. Laser yang digunakan dalam fotokoagulasi terbagi berdasarkan
panjang gelombang dan aplikatornya. Umumnya, panjang gelombang yang digunakan
berkisar pada panjang gelombang visibel yaitu sekitar 400-780 nm hingga menyentuh panjang
gelombang infrared. Sinar yang umum digunakan dalam terapi fotokoagulasi adalah sinar
hijau, kuning, merah, dan infrared. Beberapa aplikator laser yang digunakan dalam terapi
retina antara lain adalah: slit lamp, indirect ophthalmoscopic, endophotocoagulation dalam
operasi vitrektomi, dan transscleral application with probe.
13

Jaringan okuler yang dapat menyerap gelombang cahaya untuk terapi fotokoagulasi
adalah:
- Melanin menyerap sinar hijau, kuning, merah, dan infrared dengan sangat baik
- Xanthophyll makula menyerap sinar biru dengan baik, namun dapat menyerap sinar
kuning atau merah secara minimal
- Hemoglobin dapat menyerap sinar biru, hijau, dan kuning, serta menyerap sinar
merah secara minimal.
Berdasarkan sifat-sifat penyerapan oleh jaringan okuler tersebut, setiap laser dengan masing-
masing panjang gelombang digunakan untuk tujuan fotokoagulasi yang berbeda pula. Laser
hijau (514 nm) digunakan untuk kelainan pembuluh darah retina dan neovaskularisasi koroid
karena sifatnya yang dapat dengan mudah diserap oleh melanin dan hemoglobin, tetapi kurang
diserap oleh xanthophyll. Laser kuning (577 nm) memiliki sifat minimal hamburan ketika
melewati lensa dengan sklerotik nuklearis dan berpotensi rendah untuk menimbulkan
gangguan fotokimia sehingga dapat digunakan untuk pembuluh darah retina dan lesi
neovaskularisasi koroid.
Laser merah (647 nm) dapat menembus katarak nuklearis dengan sklerotik dan
perdarahan vitreous sedang dibandingkan panjang gelombang lain. Selain itu laser merah
diserap minimal oleh xanthophyll, sehingga dapat digunakan untuk terapi neovaskularisasi
koroid di sekitar fovea. Laser merah atau laser dioda dapat menimbulkan lesi yang lebih
dalam sehingga keluhan tidak nyaman pada pasien meningkat. Laser infrared (810 nm)
memiliki karakteristik serupa dengan laser merah, dengan efek penetrasi yang lebih dalam.

Daftar Pustaka

1. Wand, M. Neovascular glaucoma. Principles and Practice of Ophthalmology lst ed.


Philadelphia; WB Saunders co; 1994.
2. Lockwood A, Hope-Ross M, Chell P. Neurotrophic keratopathy and diabetes mellitus
2005 Oct 27 (Citied 2011 Des 29). Availabe at:
http://www.nature.com/eye/journal/v20/n7/full/6702053a.html

3. AAO. 2012. Retina and Vitreous, BCSC section 12. Singapore: AAO
4. Ilyas Sidarta, SpM. Ilmu Penyakit Mata. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta ; 2007

5. Kirchhof, B., Kean T. Oh, Mary E. Hartnett, Maurcie B. Landers. 2013. Pathogenetic
Mechanisms of Retinal Detachment in Ryan, Stephen J, Retina 5th Edition. London: El
Sevier Inc.
14

6. Steinle, N.C. and J. Ambati. 2010. Retinal Vasculopathies: Diabetic Retinopati in


Besharse, J.C., and Dean B. The Retina and Its Disorders. Los Angeles: El Sevier Inc.

Anda mungkin juga menyukai