Ablatio Retina OS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik
Oleh:
Pembimbing:
Bedsite Teaching
Topik
Ablation Retina OS
Disusun oleh:
Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 April 2019 s.d 20 Mei 2019
STATUS PASIEN
2
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. SK
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jambi
Tanggal Pemeriksaan : 23 April 2019
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : tampak baik
3
b. Status Oftalmologis
4. Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 6/60 ph (-) 3/60 ph (-)
Tekanan 16,5 mmHg 16,0 mmHg
intraokular
KBM ortoforia
0 0
GBM
0 0
0 0
- Pemeriksaan OCT
- Pemeriksaan USG Orbita
5. Diagnosis Banding
- Post vitrektomi + endolaser + injeksi silikon oil a.i ablatio retina traksional OS +
katarak senilis imatur OS.
- Post vitrektomi + endolaser + injeksi silikon oil a.i ablatio retina rhegmatogen OS +
katarak senilis imatur OS.
6. Diagnosis Kerja
Post vitrektomi + endolaser + injeksi silikon oil a.i ablatio retina traksional OS + katarak
senilis imatur OS.
7. Tatalaksana
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Cefixim 2x100 mg
- Levofloxacin ED 1 gtt/4 jam OS
- Prednisolon acetate ED 1gtt/4 jam OS
8. Prognosis
Okuli Sinistra
o Quo ad vitam : bonam
o Quo ad sanationam : dubia
o Quo ad functionam : dubia
Lampiran
5
1. Retinopati Diabetik
Pembentukan microaneurisma
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di retina
Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada makula
(cystoid macular edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan bocornya
lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates), menyerupai lilin putih
kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan
peyumbatan yang dimulai di kapiler ke arteriol dan pembuluh darah besar. Akibat dari
penyumbatan dapat timbul hipoksia di ikuti dengan adanya iskemi kecil, dan
timbulnya kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya kebocoran, neovasularisasi,dan
mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia, timbul eksudat lunak yang disebut cotton
wool spots/ patch yang merupakan bercak necrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur.
Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan perdarahan
disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga merangsang
timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh darah yang ada di
papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat timbul dimana saja.
Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile. Letaknya intraretina,
menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi preretina dapat diikuti oleh
proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous shunts yang abnormal akibat
pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi arteriol.
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian
diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut dapat
menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat menyebabkan
ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat menimbulkan
penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma
hemoragikum yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan. Neovaskularisasi
dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang dapat menimbulkan
glaucoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh pembuluh darah baru atau
dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.
disebabkan oleh DM. Proses perubahan dari NPDR menuju PDR muncul dalam pola yang
dapat diprediksi, meskipun laju perubahan tahapan penyakit berbeda pada tiap pasien.
Gambar 1. Histologi lapisan retina yang terdiri dari: (1) the inner limiting membrane (ILM); (2) the
nerve fiber layer (NFL); (3) the ganglion cell layer (GCL); (4) the inner plexiform layer (IPL); (5) the
inner nuclear layer (INL); (6) the outer plexiform layer (OPL); (7) the outer nuclear layer (ONL); (8)
the outer limiting membrane (OLM); (9) the photoreceptor layer (PL), dan (10) the retinal pigmented
epithelium (RPE) monolayer.
/
Nonproliferative retinopathy
2 kuadran atau IRMA pada 1 kuadran. Kriteria lain menyebutkan proliferative diabetik
retinopathy dikategorikan jika terdapat 1 atau lebih: neovaskularisasi (seperti pada : iris,
optic disc, atau di tempat lain), atau perdarahan retina/ vitreus.
Proliferative Retinopathy
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative diabetik retinopathy.
Iskemia retina yang progresif menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru yang
menyebabkan kebocoran serum protein yang banyak. Early proliferative diabetik retinopathy
memiliki karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus (new
vessels on the optic disk (NVD)) atau pada tempat lain di retina. Kategori high-risk ditandai
dengan pembuluh darah baru pada papila yang meluas melebihi satu per tiga dari diameter
papila, pembuluh darah tersebut berhubungan dengan perdarahan vitreus atau pembuluh darah
baru manapun di retina yang meluas melebihi setengah diameter papila dan berhubungan
dengan perdarahan vitreus.
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior dari vitreus dan tampak
terangkat ketika vitreus mulai menarik retina. Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan
vitreus yang masif akan menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Resiko
berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai ketika terjadinya complete
posterior vitreous detachment. Pada mata dengan proliferative diabetik retinopathy dan adhesi
vitreoretinal yang persisten dapat berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan
fibrovaskular yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan
progressive traction retinal detachment atau apabila terjadi robekan retina maka telah terjadi
rhegmatogenous retinal detachment.
Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi kompllikasi: iris
neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular glaucoma. Proliferative diabetik
retinopathy berkembang pada 50% penderita diabetes tipe I dalam waktu 15 tahun sejak
timbulnya penyakit sistemik mereka. Hal ini kurang lazim pada penderita diabetes tipe II,
tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak pasien dengan
proliferative diabetik retinopathy memiliki tipe II dari tipe I diabetes.
Diabetik maculopathy tampak sebagai penebalan retina fokal atau difus yang diakibatkan
oleh rusaknya inner blood–retinal barrier pada endotel kapiler retina yang memicu terjadinya
kebocoran plasma ke sekeliling retina. Hal tersebut lebih sering ditemukan pada DM tipe II
10
dan memerlukan terapi. Diabetik maculopathy dapat diakibatkan iskemia yang ditandai
dengan edema makula, perdarahan yang dalam dan eksudasi. FFA menunjukkan hilangnya
kapiler retina dan bertambah luasnya daerah avaskular pada fovea. Dapat terjadi pada tiap
tahapan dari retinopathy DM.
Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant macular edema
(CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa kriteria berikut :
o Penebalan retina dalam jarak 500 µm (satu per tiga ukuran disc) dari fovea
centralis.
o Hard exudates pada jarak 500 µm dari fovea centralis apabila berhubungan dengan
penebalan retina.
o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari penebalan itu
mencakup area disc pada fovea centralis.
2. Ablasio Retina
Ablasio retina merupakan pemisahan retina sensorik yakni lapisan fotoresptor dan jaringan
bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Pada keadaan ini, sel epitel pigmen
masih melekat erat dengan membran Bruch. Antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Ablasio retina
umumnya disebabkan oleh robekan pada retina akibat: faktor bawaan, benturan dan lain-
lain. Ablasio retina dapat menyebabkan kebutaan apabila tidak dilekatkan dalam waktu
relatif singkat. Lepasnya retina dari koroid atau sel pigmen epitel akan menyebabkan
gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan
menyebabkan gangguan fungsi yang menetap.
Ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang
antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair
yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Faktor predisposisi
untuk terjadi ablasio retina regmatogen ialah mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis,
retina degeneratif, trauma mata.
Ablasio terjadi akibat adanya timbunan eksudat dibawah retina dan mengangkat retina.
Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina
dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit epitel pigmen retina, koroid dan
kelainan lain seperti skleritis, tumor retrobulbar
Pada ablasio ini, lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan
kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada
badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang disebabkan diabetes melitus proliferatif, trauma
dan perdarahan badan kaca.
Pada kasus ini, pasien mengalami ablasio retina traksional yang disebabkan oleh
diabetes melitus yang cukup lama. Ablasio retina traksional merupakan komplikasi PDR yang
ditimbulkan oleh peningkatan proliferasi jaringan fibrovaskular yang menarik vitreous.
Jaringan retina menempel pada bagian posterior vitreous seiring dengan proses proliferasi
fibrovaskular, sehingga menimbulkan tarikan pada pembuluh darah baru dan perdarahan di
vitreous atau preretina. Komplikasi akibat tarikan (traksi) ini antara lain adalah perdarahan
vitreous, ablasio retina, dan perubahan posisi makula (heterotopia makula). Kontraksi dari
fibrovaskular dan vitreous dapat menimbulkan robekan pada retina sehingga dapat muncul
pula ablasio retina regmatogen. Perbedaan gambaran pada ablasio retina traksi dan
regmatogen adalah, pada ablasio retina traksi gambaran yang ditemukan berupa ablasio retina
yang permukaannya lebih konkaf dan relatif terlokalisir. Pada ablasio retina regmatogen,
gambaran ablasi retina yang ditemukan cenderung lebih konveks, bahkan membentuk bula.
12
Jaringan okuler yang dapat menyerap gelombang cahaya untuk terapi fotokoagulasi
adalah:
- Melanin menyerap sinar hijau, kuning, merah, dan infrared dengan sangat baik
- Xanthophyll makula menyerap sinar biru dengan baik, namun dapat menyerap sinar
kuning atau merah secara minimal
- Hemoglobin dapat menyerap sinar biru, hijau, dan kuning, serta menyerap sinar
merah secara minimal.
Berdasarkan sifat-sifat penyerapan oleh jaringan okuler tersebut, setiap laser dengan masing-
masing panjang gelombang digunakan untuk tujuan fotokoagulasi yang berbeda pula. Laser
hijau (514 nm) digunakan untuk kelainan pembuluh darah retina dan neovaskularisasi koroid
karena sifatnya yang dapat dengan mudah diserap oleh melanin dan hemoglobin, tetapi kurang
diserap oleh xanthophyll. Laser kuning (577 nm) memiliki sifat minimal hamburan ketika
melewati lensa dengan sklerotik nuklearis dan berpotensi rendah untuk menimbulkan
gangguan fotokimia sehingga dapat digunakan untuk pembuluh darah retina dan lesi
neovaskularisasi koroid.
Laser merah (647 nm) dapat menembus katarak nuklearis dengan sklerotik dan
perdarahan vitreous sedang dibandingkan panjang gelombang lain. Selain itu laser merah
diserap minimal oleh xanthophyll, sehingga dapat digunakan untuk terapi neovaskularisasi
koroid di sekitar fovea. Laser merah atau laser dioda dapat menimbulkan lesi yang lebih
dalam sehingga keluhan tidak nyaman pada pasien meningkat. Laser infrared (810 nm)
memiliki karakteristik serupa dengan laser merah, dengan efek penetrasi yang lebih dalam.
Daftar Pustaka
3. AAO. 2012. Retina and Vitreous, BCSC section 12. Singapore: AAO
4. Ilyas Sidarta, SpM. Ilmu Penyakit Mata. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta ; 2007
5. Kirchhof, B., Kean T. Oh, Mary E. Hartnett, Maurcie B. Landers. 2013. Pathogenetic
Mechanisms of Retinal Detachment in Ryan, Stephen J, Retina 5th Edition. London: El
Sevier Inc.
14