UNIVERSITAS PATTIMURA
“KERATITIS NUMULARIS”
Oleh
Elisabeth S. Fatlolon
2017-83-069
Pembimbing:
AMBON
2022
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini guna penyelesaian tugas kepaniteraan
Dalam penulisan lapsus ini, banyak pihak yang turut terlibat untuk penyelesaiannya.
Orang tua dan semua pihak yang telah membantu serta memberi motivasi penulis
Penulis menyadari bahwa sesungguhnya laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukkan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perkembangan penulisan laporan kasus dalam waktu yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Usia : 6 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar SD
Alamat : Kobisonta
No RM : 01-78-89
II. Anamnesis
2. Anamnesis Terpimpin:
Autoanamnesis dilakukan dengan ibu kandung pasien. Ibu pasien mengaku, menyadari
munculnya bercak putih pada bola mata kiri anaknya kurang dari 1 bulan terakhir (25
hari) setelah sehabis bermain dari luar rumah. Ibu pasien mengaku, anaknya sering
bermain di luar rumah seperti, main di kali, main di bawah panas matahari dan main
pasir. Ibu pasien mengaku, muncul bercak putih disertai adanya kemerahan pada kelopak
mata kiri, kemudian 1 hari setelahnya dibawa ke tempat praktek dokter umum dan
mendapat obat tetes mata. Obat tetes mata diteteskan beberapa kali selama 3 hari,
4
keluhan kemerahan pada kelopak mata hilang, namun bercak putih yang awalnya kecil
Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan lain pada kedua mata pasien, pasien juga mengaku
hal sama ketika ditanyakan. Ibu pasien mengaku ini merupakan pertama kalinya, pasien
4. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang menggunakan kacamata.
Ayah pasien memiliki gejala penyakit ginjal, ibu pasien memiliki riwayat hipertensi.
Pasien berasal dari keluarga yang cukup dimana pekerjaan ayah sebagai petani sayur, ibu
1. Status Generalis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/mnt
Pernapasan : 20x/mnt
Suhu : ± 36,5°C
2. Ststus Oftalmologi
a. Visus :
5
OD : 6/7
OS : 6/30
Hifema (-), ulkus (-) Bilik mata depan Hifema (-), ulkus (-)
3. Gambar Skematik
OD OS
6
a. Tekanan Intraokular : OD 15 mmHg, OS -
VI. Perencanaan:
a. Diagnosa: Untuk diagnosa lebih lanjut dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut bila
c. Monitoring:
7
d. Edukasi:
dalam penglihatan oleh karena adanya bercak putih pada kornea tersebut. Keratitis
dapat dibantu dengan obat tetes mata yang dapat membantu memberi kenyamanan
pada mata serta mengurangi keluhan pada mata. Meminta pasien untuk menghindari
faktor resiko seperti tidak bermain di bawah sinar matahari, tidak main pasir, tidak
main di kali, dll, tidak mengucak mata dan tidak menggunakan handphone atau
laptop.
VII. Prognosis
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan suatu selaput
bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, sebagai lapis jaringan yang
menutup bola mata depan. Kornea merupakan bagian dari media refraksi, sebagai
pelindung atau barrier dari infeksi dan trauma, serta bersifat avaskular. Kornea berbentuk
elips dengan ukuran anterior horizontal 11,7mm dan vertikal 10,6mm sedangkan ukuran
posterior 11,7mm. ketebalan sentral sekitar 535 mikron dan perifer 660 mikron.2,3
1. Epitel
Epitel kornea memiliki ketebalan 550um, yang memiliki 5 lapis sel epitel
tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng. Pada sel basal terjadi mitosis sel dan sel muda ini terdorong terdorong ke
9
depan menjadi lapis sel sayap dna kemudian maju lagi menjadi sel gepeng. Sel basal
berikatan erat dengan sel basal lain di sampingnya dan sel polygonal di depannya
melalui desmosom dan makula okluden, ikatan ini menjadi barrier yang berfungsi
menghambat aliran air, elektrolit dan glukosa. Sel basal memiliki fungsi
menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terdapat gangguan
2. Membran Bowman
Membran bowman berada dibawah membran basal epitel kornea yang terdiri dari
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
3. Stroma
Stroma kornea merupakan lapisan paling tebal (90%) yang menyusun kornea.
Stroma kornea terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang tersusun
sejajar, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan dibagian perifer
serat kolagen ini bercabang. Serat kolagen ini dapat terbentuk dalam waktu lama atau
membutuhkan waktu hingga 15 bulan. Adapun sel stroma kornea atau keratosit yang
merupakan fibroblast yang berada diantara serat kolagen stroma. Keratosit ini diduga
dapat membentuk bahan dasar dan serat kolagen saat dalam perkembangan embrio
4. Membran descement
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
10
Membran ini memiliki ketebalan 40um, bersifat sangat elastik dan mengalami
5. Endotel
Kornea diinervasi oleh banyak saraf sensoris terutama yang berasal dari nervus
siliaris longus, nervus nasosiliar, nervus ke-V nervus siliaris longus yang berjalan dari
melepaskan selubung schwan. Seluruh lapisan epitel diinervasi sampai pada kedua
lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Pada limbus kornea ditemukan bulbus Krause
sebagai sensasi dingin. Apabila nervus pada daerah limbus terpotong, dapat
Kornea termasuk bagian mata yang dapat ditembus cahaya dan menutup bola mata
bagian depan. Daya pembiasan sinar yang masuk ke kornea 40-50 dioptri dan
11
Fisiologi Kornea
Kornea memiliki fungsi sebagai media refraksi dan sebagai barier atau pelindung struktur
intraocular lainnya. Untuk melakukan fungsinya, kornea menjaga tranparansi dan pergantian
jaringannya. Kornea yang transparan ini diperoleh dari susunan yang khas dari lamella
kornea, avaskuler, dan keadaan dehidrasi yang relatif dimana hal ini dijaga oleh pembatas
dari epitel dan endotel serta pompa aktif bikarbonat oleh endotel. Sumber nutrisi kornea
didapat dari: zat terlarut seperti glukosa dan lainnya yang memasuki kornea dengan cara
difusi sederhana atau transport aktif melalui humor aquos dan juga difusi dari kapiler
perilimbus serta oksigen yang diperoleh secara langsung dari udara yang melewati tear film.
Untuk metabolisme pada kornea, epitel dan endotel berperan sangat aktif. Epitel metabolism
glukosa secara aerobic maupun anaerobic menghasilkan CO2 dan H2O serta asam laktat.
2.2 Keratitis
2.2.1 Defenisi
Keratitis merupakan peradangan pada lapisan kornea seperti keratitis superfisial dan
interstisial atau profunda yang ditandai dengan adanya edema kornea, infiltrat sel radang dan
kongesti siliar. Penyebab keratitis dapat berupa air mata yang berkurang, keracunan obat,
alergi obat topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun. Gejala keratitis yang dapat
muncul adalah mata merah, merasa silau, dan kelilipan. Pengobatan untuk mengatasi keratitis
12
Keratitis Numularis
Keratitis numularis merupakan jenis keratitis superfisialis yang diduga disebabkan oleh
karena infeksi virus. Keratitis numularis disebut juga keratitis punctata tropica atau keratitis
sawahica. Pada keratitis jenis ini, terjadi edema kornea disertai gambaran infiltrat subepitel
yang bundar berbentuk kelompok dengan tepi berbatas tegas sehingga memberikan gambaran
2.2.2 Etiologi
Etiologi keratitis terbagi atas etiologi infeksi dan non infeksi. Etiologi keratitis akibat
infeksi berasal dari infeksi bakteri, virus, jamur, maupun parasit. Infeksi bakteri
menyebabkan keratitis. Adanya bakteri Streptococcus aureus dapat ditandai dengan infiltrat
fokal yang berbatas tegas berwarna putih atau kuning keputihan. Selain itu ada Pseudomonas
aeruginosa yang bersifat agresif dan menyebabkan 60% dari kasus keratitis yang berkaitan
dengan penggunaan lensa kontak. Akibat virus seperti virus herpes simpleks, virus herpes
Penggunaan soft lens lebih beresiko dari pada jenis rigid gas permeable.
c. Penyakit pada permukaan mata seperti trikiasis, mata kering, entropion dan penurunan
sensibilitas kornea.
d. Faktor lain juga seperti diabetes mellitus, defisiensi vitamin A dan imunosupresi.6
13
2.2.3 Klasifikasi
1. Keratitis superfisialis
Keratitis epitelial: tes fluoresen positif dengan injeksi siliar. contoh keratitis pungtata
Keratitis subepitelial: tes fluoresen negatif, tidak ada injeksi siliar. contoh keratitis
Keratitis stromal: lesi terletak di stromal yang tidak mengenai epitel atau endotel
2. Keratitis profunda
Didapatkan hasil tes fluoresen negatif. Contoh keratitis interstisial, keratitis sklerotikan.6
2.2.4 Patofisiologi
Penyebab keratitis diduga virus yang masuk melalui luka kecil ke dalam epitel kornea
setelah adanya trauma ringan pada matanya. Virus kemudian bereplikasi pada sel epitel
kemudian diikuti dengan toksin yang menyebar pada stroma kornea dan menyebabkan
adanya kekeruhan atau infiltrat yang khas dengan bentuk bulat seperti koin atau “coin
lesion”. Terlihat adanya infiltrat berbentuk bulat pada subepitel dan ditengahnya lebih jernih
seperti halo atau dapat timbul bercak putih berbentuk bulat dan multiple pada permukaan
kornea. Korena bersifat avaskular sehingga ketika terjadi peradangan, sistem imun tidak
langsung datang, sehingga sel-sel yang berada di stroma segera bekerja sebagai makrofag
baru kemudian diikuti oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan terlihat sebagai
injeksi perikornea. Setelah itu, terbentuk bercak berwarna kelabu, keruh dan permukaannya
14
licin. Epitel merupakan sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea. Namun, ketika kornea cedera, stroma yang avaskular dan lapisan bowman mudah
Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar
melalui membran descemet dan endotel kornea. Kemudian iris dan badan siliar meradang
dan timbullah kekeruhan dicairan COA, diikuti dengan terbentuknya hipopion. Bila
peradangan makin dalam, tetapi tidak mengenai membran descemet dapat timbul tonjolan
membran descement yang disebut mata lalat atau descementocele Pada peradangan
Pada peradangan yang lebih dalam, penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan
parut yang dapat berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi
dapat timbul perforasi yang dapat menyebabkan endoftalmitis, panoftalmitis, dan berakhir
dengan ptosis bulbi. Oleh karena kornea memiliki banyak serat nyeri, kebanyakan lesi
kornea, baik superfisial maupun dalam, dapat menimbulkan rasa nyeri dan fotofobia. Kornea
berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya
mengaburkan penglihatan, terutama bila letaknya dipusat. Fotofobia pada penyakit kornea
terjadi akibat kontraksi iris yang meradang dan nyeri. Dilatasi pembuluh iris merupakan
fenomena refleks yang timbul akibat iritasi pada ujung saraf kornea. 6
15
2.2.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam mendiagnosis awal penting ditanyakan tanda, gejala, dan riwayat pasien. Pasien
dengan keratitis seringkali datang dengan silau, nyeri, mata berair, lesi di kornea dan
penglihatan berkurang.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan oftalmologi
Pemakaian slit lamp penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar. Perlu diperhatikan
perjalanan pantulan cahaya saat menggerakan cahaya di atas kornea dengan seksama.
Adanya temuan klinis dari keratitis numular dengan slit lamp adalah tampak infiltrat yang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya defek pada epitel kornea. Uji
fluoresein positif jika pada permukaan kornea terlihat warna hijau dengan sinar biru yang
menandakan ada kerusakan epitel kornea. Pada penderita dengan keratitis numularis yang
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan pewarnaan Gram maupun Giemsa
Kultur bakteri biasanya dilakukan pada semua kasus pada saat kunjungan pertama
16
Polymerase chain reaction (PCR) memungkinkan dilakukannya identifikasi virus-virus
Diagnosis diferensial: Keratitis bakteri, keratitis virus, keratitis alergi, keratitis jamur.6
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non-medikamentosa:
Penatalaksanaan medikamentosa:
Dapat diberikan P-pred 6x tetes/hari, protagenta 4x tetes/hari pada mata kiri yang sakit.
Adapun obat-obatan yang bisa diberikan yaitu untuk keratitis virus pengobatan bersifat
simtomatik diberikan antibiotik spektrum luas untuk infeksi sekunder, analgetik bila terdapat
17
2.2.7 Komplikasi dan prognosis
Bila peradangan hanya dipermukaan saja dengan pengobatan yang baik dapat sembuh
tanpa jaringan parut. Bila peradangan, dalam penyembuhan berakhir dengan pembentukan
sikatrik yang dapat berupa nebula, makula, leukoma. Bila ulkus lebih dalam dapat terjadi
perforasi. Adanya perforasi dapat membahayakan mata karena timbul hubungan langsung
dengan dunia luar sehingga kuman lebih mudah masuk dan menyebabkan endoftalmitis atau
panoftalmitis. Iris dapat menonjol keluar melalui perforasi dan terjadi prolaps iris. TIO juga
akan menurun.6
18
BAB III
DISKUSI
Pasien laki-laki berusia 6 tahun datang dengan keluhan bercak putih pada mata kiri.
Pasien tidak mengalami keluhan tambahan lain. Pasien telah mengalami keluhan ini sejak
hampir 1 bulan terakhir (25 hari). Pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa.
Pemeriksaan oftalmologi, didapatkan hasil visus pasien mata kanan 6/7 dan visus
mata kiri 6/30, TIO OD :15 mmHg OS: tidak diperiksa. Pada pemeriksaan slit lamp
didapatkan bercak putih berkelompok seperti coin lesion pada mata kiri. Edema palpebral (-
), Konjungtiva hiperemis (-), kornea keruh (+) minimal, pupil jernih dan lensa jernih.
numularis. Tatalaksana yang dapat diberikan adalah obat tetes mata P-pred, floxa dan
protagenta. Prognosis pada pasien ini umumnya ad bonam karena tidak mengancam nyawa
pasien.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Forrester J V, Dick AD, McMenamin PG, Roberts F, Pearlmen E. Anatomy of the eye and
orbit. In: The eye: basic sciences in practice. 4th ed. China: Elsevier; 2016.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Anatomi dan fisiologi mata. In: Ilmu penyakit mata. 4th ed. Jakarta:
4. Vanathi M, Chaudhuri Z. Disease of cornea, conjunctiva, and tear film. In: Undergraduate
5. Khurana A. Comprehensive opthalmology. 4th ed. India: New Ages International Limited
Publishers; 2007.
6. Ilyas S, Yulianti SR. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. In: Ilmu kesehatan
7. Eva P, Whitcher J. Cornea. In: Vaughan & Asbury’s General Opthalmology. London:
20
LAMPIRAN REFERENSI
eye and orbit. In: The eye: basic sciences in practice. 4th ed. China: Elsevier; 2016.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Tajam penglihatan dan kelainan refraksi. In: Ilmu penyakit
mata. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2013.
3. Denniston A, Murray P. Oxford Handbook of Ophthalmology 3rd edition.
2014;1069.
4. Lauralee Sherwood. Sistem Saraf Tepi: Divisi Aferen; Indra Khusus. In:
Introduction to human physiology. 8th ed. China: Yolanda Cossio; 2013. p. 206–
25.
5. Vanathi M, Chaudhuri Z. Disease of cornea, conjunctiva, and tear film. In:
for Infectious Keratitis in South Texas. J Ophthalmic Vis Res. 2020 Jun
1;15(2):128–37.
9. Srigyan D, Gupta M, Ahsan S, Behera H. Infectious Keratitis: An Immediate Cause
10;7(4):1–6.
10. Ung L, Chodosh J. Foundational concepts in the biology of bacterial keratitis. Exp
1;98(11):1470–7.
Challenges and solutions. Vol. 14, Clinical Ophthalmology. Dove Medical Press