Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

“KATARAK MATUR OCULUS DEXTRA ET SINISTRA”

Disusun Oleh:

Klara Sinta Deffi, S.Ked

202282013

Pembimbing :

dr. Sri Widiastuti, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PAPUA

NOVEMBER 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus ini diajukan oleh :

Nama : Klara Sinta Deffi, S.Ked

NIM : 202282013

Universitas : Universitas Papua

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang kepaniteraan : Ilmu Kesehatan Mata

Periode Kepaniteraan : 30 Oktober-24 November 2023

Judul Laporan Kasus : Katarak Matur Oculus Dextra Et Sinistra

TELAH DIPRESENTASIKAN DAN


DISAHKAN PADA TANGGAL : ……………..

Mengetahui,
Pembimbing Laporan Kasus

dr. Sri Widiastuti, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Waa
Ta’Ala, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan Kasus dengan judul “Katarak Matur Oculus Dextra Et Sinistra“ sebagai salah
satu syarat yang harus diselesaikan oleh Mahasiswa Profesi Pendidikan Dokter dalam
Kepanitraan Klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Papua.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-


besarnya kepada dr. Sri Widiastuti, Sp.M sebagai pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi dan
semangat kepada penulis saat pembuatan karya ilmiah ini, penulis juga mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pasien dan keluarganya yang telah
bersedia membantu memberikan data terkait dirinya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih terdapat
banyak kekurangan baik dari isi, susunan bahasa, maupun sistematik penulisan.
Sehingga penulis mengharapkan kepada pembaca untuk dapat memberikan saran dan
kritik yang membangun agar tercipta suatu karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa
yang akan datang.

Akhir kata penulis berharap karya ilmiah ini dapat menjadi bahan informasi
sehingga memberikan manfaat bagi tenaga medis dan profesi lainnya yang terkait
dengan kesehatan, serta dapat turut memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Sorong, November 2023

Penulis

iii
Daftar Isi

Cover… ............................................................................................................ ....i

Kata Pengantar….. ........................................................................................... ....ii

Lembar Pengesahan… .................................................................................... ....iii

Daftar Isi ......................................................................................................................iv

BAB 1. Ilustrasi Kasus ....................................................................................... .1

BAB 2. Tinjauan Pustaka .................................................................................... .6

BAB 3. Pembahasan............................................................................................ .32

BAB 4 Kesimpulan ............................................................................................. .33

Daftar Referensi ............................................................................................... 34

iv
BAB 1
ILUSTRASI KASUS

1.1 PEROLEHAN DATA


Data pasien didapatkan dari hasil autoanamnesis dan alloanamnesis, serta
pengamatan dan analisis rekam medis. Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan
pada tanggal 31 Oktober di Poli Klinik Mata RS Jhon Piet Wanane Kabupaten
Sorong.
1.2 IDENTITAS PASIEN
Nomor RM : 217623
Nama : Tn. Yakobus Iek
Usia : 68 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen protestan
Pekerjaan : Petani
Suku : Maybrat
Alamat : Kampung Afktem, RT 001/RW 001, Distrik Aitinyo, Maybrat
Papua Barat Daya
Tanggal admisi : 31 Oktober 2023
Tanggal Pemeriksaan : 31 Oktober 2023

1.3 ANAMNESIS
 Keluhan Utama :
Penglihatan buram pada mata kiri dan kanan
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli klinik mata RS John Piet Wanane diantar oleh keluarga,
dengan keluhan penglihatan buram pada kedua mata sejak ±2 tahun yang lalu.
Penglihatan buram dikeluhkan semakin lama semakin memberat dan dirasakan
terus menerus sepanjang hari, saat melihat dekat maupun jauh. Pasien
mengeluh awalnya penglihatan hanya seperti berkabut, namun semakin lama
penglihatannya semakin buram dan sulit melihat. Pasien lupa dan tidak
menyadari mata sebelah mana yang deluan mengalami penglihatan berkabut
dan buram. Keluhan ini tidak disertai dengan rasa nyeri, mata gatal, merah,
1
berair, bengkak, ataupun keluar kotoran mata yang berlebih. Pasien tidak
memiliki riwayat trauma mata sebelumnya. Pasien mengatakan memiliki
riwayat hipertensi dan berobat di pustu di kampung. Pasien belum pernah
berobat terkait matanya sebelumnya di dokter manapun.
 Riwayat Alergi :
Tidak ada.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi.
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami sakit serupa dengan pasien.
 Riwayat Penggunaan Obat :
Tidak ada.
 Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan :
Pasien memiliki kebiasaan bertani.

1.4 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : Kompos mentis, GCS E4V5M6.
BB dan TB : 47,3 kg dan 147 cm.
Tanda Vital :
 Tekanan darah 180/100 mmHg.
 Nadi 83x/menit.
 Respirasi rate 18x/menit.
Kepala : Status Oftalmologi.
Thoraks : Tidak dilakukan.
Abdomen : Tidak dilakukan.
Ekstremitas : Tidak dilakukan.

2
Status Oftalmologi
OD OS

Lensa keruh merata Lensa keruh merata


Shadow test (-) Shadow test (-)

Occuli Dekstra Occuli Sinistra


1/60 Visus 0,50/60
Ortoforia Kedudukan Bola Ortoforia
Mata
Baik kesegala arah Pergerakan Bola Baik kesegala arah
Mata
Tidak ada kelainan Palpebra Tidak ada kelainan
Hiperemis (-), Folikel (-), Konjungtiva Hiperemis (-), Folikel (-),
Papil (-), massa (-) Tarsalis Papil (-), massa (-)
Injeksi silier (-), Injeksi silier (-),
Injeksi Konjungtiva (-), Konjungtiva Bulbi Injeksi Konjungtiva (-),
Subconjungtival Bleeding Subconjungtival Bleeding
(-), Pterigium (-) (-), Pterigium (-)
Arcus senilis (+) Kornea Arcus senilis (+)
Dalam COA (Camera Dalam
Okuli Anterior)
Bulat, Terletak ditengah, Pupil Bulat, Terletak ditengah,
Isokor, Refleks cahaya (+) Isokor, Refleks cahaya (+)
Warna cokelat kehitaman, Iris Warna cokelat kehitaman,
Simetris Simetris
Keruh menyeluruh, Lensa Keruh menyeluruh,
Shadow test (-) Shadow test (-)
Normal TIO (palpasi) Normal

3
Gambar 1.1 Mata Kanan dan Kiri Pasien
1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan.
1.6 RESUME
Pasien datang ke Poli Mata RS John Piet Wanane dengan keluhan penglihatan
kedua mata yang kabur sejak ±2 tahun lalu. Pasien mengatakan awalnya penglihatan
hanya buram dan sedikit berkabut namun seiring berjalannya waktu pasien merasa
semakin buram dan sulit melihat. Tidak terdapat keluhan lainnya. Riwayat
pengobatan, pasien sama sekali belum pernah berobat terkait keluhan matanya
sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat keluarga yang mengalami keluhan mata
serupa dengannya. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik (status oftalmologi), lensa
mata kanan dan kiri keruh sepenuhnya. Visus mata kanan 1/60 dan mata kiri 0,5/60.
Shadow test mata kanan dan kiri negatif.
1.7 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Katarak Matur ODS.
Diagnosis Banding : Katarak hipermatur, retinopati hipertensi.
1.8 TATALAKSANA
 SICS (Small Incision Cataract Surgery) dan pemasangan IOL (Intra Ocular
Lens) pada salah satu mata terlebih dahulu (Dextra atau Sinistra).
 Local anesthesia.
 Memberikan edukasi dan inform consent pre operasi kepada pasien dan
keluarga.
1.9 PROGNOSIS
 Quo Ad Vitam : ad bonam
 Quo Ad Sanam : ad bonam
4
 Quo Ad Functionam : ad bonam
 Quo Ad Komestikam : ad bonam

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lensa

2.1.1 Anatomi

Lensa merupakan suatu struktur pada mata yang letaknya di belakang iris dan
di depan corpus vitreum, serta dikelilingi processus ciliaris. Lensa memiliki struktur
yang bikonveks dan transparan, bentuknya yang demikian berfungsi untuk
memberikan kekuatan refraktif pada lensa. Lensa disangga oleh serat-serat zonula
yang berasal dari corpus ciliare, serat-serat tersebut menyisip ke bagian ekuator kapsul
lensa. Kontraksi dan relaksasi dari serat zonular dan otot siliar merupakan bagian dari
proses akomodasi lensa. Proses akomodasi tersebut mengubah bentuk lensa menjadi
lebih cembung, di dukung oleh elastisitas kapsul lensa.1,2,3,4,5

Lensa bersifat avaskular dan tidak memiliki persarafan, sehingga memperoleh


nutrisi dari aqueous humor. Metabolisme lensa sendiri terutama adalah anaerob, hal
ini karena rendahnya kadar oksigen terlarut di dalam aqueous. Diameter lensa saat
lahir adalah 6,4 mm dengan ketebalan 3,5 mm dan berat 90 mg, sedangkan lensa orang
dewasa memiliki diameter 9-10 mm dengan ketebalan 5-6 mm dan berat sekitar 255
mg. Struktur lensa dari luar ke dalam terdiri dari kapsul, epitel, korteks, dan nukleus
(Gambar 2.2).1,2,4,5,6

Gambar 2.1. Anatomi Lensa Mata.5

6
2.1.2 Histologi

Secara histologi lensa tersusun dari sel kuboid selapis yang membentuk lapisan
epitel. Susunan sel epitel berada tepat di bawah kapsul lensa bagian anterior. Sel-sel
epitel yang berada di bagian tengah merupakan sel yang aktif bermetabolisme dan
berperan sebagai transportasi zat dan molekul antara lensa dan aqueous humor. Sel
epitel yang berada di area pre-ekuator disebut dengan zona germinativum, sementara
area dibelakang ekuator disebut zona transisional.3,5,7

Zona germinativum merupakan kumpulan dari sel epitel dengan aktivitas


mitosis tinggi yang terletak pada area pre-ekuator. Sel epitel pada bagian tengah
memiliki aktivitas mitosis yang terbatas, sementara bagian posterior lensa tidak
memiliki sel epitelium. Sel epitel membentuk serat lensa melalui proses diferensiasi.
Perubahan yang terjadi saat diferensiasi sel yaitu ukuran sel memanjang, massa
protein bertambah, serat membran sel bertambah, dan perlahan sel kehilangan
organel.5,6,8

Gambar 2.2. Potongan Melintang Lensa

Proses diferensiasi lensa merupakan proses perubahan bentuk dari sel epitel
lensa tanpa mengeliminasi sel tersebut. Sel lensa tidak akan terbuang dan juga tidak
mengalami degenerasi selama proses pembentukan serat lensa. Serat lensa yang baru
akan mendorong serat lensa lama ke arah tengah lensa. Hal ini membedakan antara
korteks dan nukleus lensa. Nukleus lensa terbentuk dari padatan serat lensa yang lebih
tua, termasuk nukleus embrional dan nukleus fetal yang terbentuk saat masa
organogenesis. Korteks terdiri dari serat lensa yang baru dibuat dan berada di lapisan
lebih luar.4,8,9
7
2.1.3 Fisiologi

Penglihatan terjadi diawali ketika sinar cahaya dipantulkan dari suatu objek
dan masuk ke mata melalui kornea, penutup luar mata yang transparan. Kornea akan
membengkokkan atau membiaskan sinar yang melewati lubang bundar yang disebut
pupil. Iris atau bagian mata yang berwarna mengelilingi pupil, membuka dan menutup
untuk mengatur jumlah cahaya yang melewatinya. Sinar cahaya kemudian akan
melewati lensa, yang sebenarnya berubah bentuk sehingga dapat membelokkan sinar
lebih lanjut dan memfokuskannya pada retina yang terletak di bagian belakang mata. 10

Lensa memiliki fungsi mempertahanan transparansi lensa, meneruskan cahaya


yang masuk ke mata agar bayangan terfokus tepat pada retina, serta melakukan proses
akomodasi. Fungsi fisiologis lensa saling mendukung dalam proses penglihatan.
Komposisi biokimia lensa, aktivitas metabolisme lensa, dan mekanisme pertahanan
terhadap radikal bebas sangat mempengaruhi kemampuan lensa dalam
mempertahankan fungsi fisiologisnya. Keseimbangan protein, air, dan elektrolit lensa
juga diperlukan untuk menjaga transparansi lensa. Metabolisme energi dan
kemampuan lensa untuk menangkal radikal bebas mempengaruhi integritas dan
struktur lensa..4,5,6

Komposisi biokimia lensa terutama air dan protein memiliki peran yang
penting dalam mempertahankan indeks reflaksi dan transparansi lensa. Lensa
dipertahankan dalam kondisi relatif dehidrasi untuk menjaga indeks refraksi lebih
besar dibandingkan aqueous humor dan vitreous humor. Indeks refraksi lensa adalah
1,4 di bagian tengah dan 1,36 di bagian perifer. Kekuatan refraksi lensa yaitu 20
dioptri dari total 60 dioptri kekuatan refraksi mata. Kekuatan refraksi lensa akan
bertambah ketika lensa menjadi lebih cembung saat akomodasi. 4,5,11

Akomodasi merupakan suatu mekanisme ketika mata merubah titik fokus dari
penglihatan jauh ke penglihatan dekat. Upaya untuk melihat dekat akan menimbulkan
tiga reaksi fisiologis, yaitu akomodasi mata; miosis; dan konvergensi mata.
Akomodasi akan terjadi ketika bentuk lensa berubah karena aksi dari otot-otot zonular
dan otot siliar. Otot siliar memiliki serat otot yang berbentuk cincin, sehingga ketika
otot-otot siliar berkontraksi diameter cincin otot berkurang, tarikan serat zonular

8
berkurang dan menyebabkan bentuk lensa menjadi lebih cembung.3,4,12

2.2 Definisi

Katarak merupakan keadaan penurunan kejernihan pada lensa yang


menyebabkan terjadinya penurunan penglihatan. Katarak sendiri berasal dari bahasa
Yunani (Katarrhakies) yang berarti air terjun, dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Kekeruhan pada
lensa ini dapat terjadi dikarenakan hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa atau dapat terjadi secara bersama-sama.1,13 Penyebab katarak sendiri
sangat beragam diantaranya adalah :14

- Proses penuaan

- Faktor genetik

- Kelainan bawaan

- Penyakit metabolik seperti (diabetes mellitus, darah tinggi)

- Sinar ultraviolet

- Infeksi yang biasanya didapatkan karena trauma pada mata

2.3 Epidemiologi

Sekitar 1 milyar penduduk di dunia mengalami gangguan penglihatan berat


atau kebutaan. Di Indonesia sendiri, terdapat sekitar 8 juta penduduk yang mengalami
gangguan penglihatan sedang hingga berat dan terdapat 1,6 juta penduduk mengalami
kebutaan. Data terakhir tentang prevalensi gangguan penglihatan diperoleh melalui
survey Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang dilakukan di 15
provinsi pada periode tahun 2014-2016. Dari 15 provinsi, prevalensi kebutaan pada
usia >50 tahun di Indonesia adalah berkisar antara 1,7% hingga 4,4%. Prevalensi
kebutaan terbanyak terjadi di wilayah Jawa Timur yaitu 4,4% dan Bali 2,0%. >80%
dari seluruh kasus kebutaan dapat dicegah. Berdasarkan data dari Kemenkes penyebab
utama kebutaan di Indonesia adalah katarak yaitu sebesar 81,2%. 15

9
Angka operasi katarak per satu juta populasi pertahun di Indonesia ±1.600,
namun target yang diharapkan oleh Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan
di Indonesia adalah sebesar 2.000-3.000 di tahun 2030. Penderita katarak di Indonesia
masih banyak yang belum tertangani dengan tindakan operasi, penyebabnya beragam
yaitu penderita tidak tahu jika katarak dapat disembuhkan, alasan terkait biaya (karena
ketidaktahuan bahwa operasi katarak dapat ditanggung oleh jaminan kesehatan contoh
seperti BPJS), merasa tidak perlu, takut atau belum siap dengan tindakan operasi,
hingga tidak dapat mengakses pengobatan dikarenakan lokasi tempat tinggal yang
berada di daerah pedalaman. Di Papua Barat sendiri alasan utama penderita katarak
tidak melakukan operasi adalah karena ketidaktahuan bahwa katarak dapat
disembuhkan (Gambar 2.3).16,17

Tabel 2.1 Hasil Rapid Assessment of Avoidable Blindness di 15 Provinsi.17

10
Gambar 2.3. Alasan Belum Operasi Katarak di 15 Provinsi Negara Indonesia
Tahun 2014-2016.16

2.4 Etiologi, Patofisiologi, dan Patogenesis Katarak

Pada awalnya lensa memiliki sifat transparan dan berfungsi memfokuskan


cahaya ke retina, namun pada katarak terdapat agregasi protein yang memecah cahaya
yang masuk, serta terjadi perubahan struktur protein yang menghasilkan diskolorasi
kuning atau kecoklatan. Patofisiologi utama katarak berhubungan dengan perubahan
kejernihan lensa (opasitas lensa), sehingga jumlah cahaya yang masuk melalui media
refraksi berkurang dan sulit difokuskan ke retina. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
berbagai hal seperti proses degeneratif (terjadi denaturasi dan koagulasi protein lensa
yang terdapat dalam serat lensa/lens fibers), trauma, ataupun kelainan kongenital
(terjadi gangguan proses pertumbuhan lensa). Beberapa mekanisme lainnya juga yaitu
hidrasi kortikal antara serat lensa (katarak kortikal), metaplasia fibrosa epitel lensa
(katarak subkapsular), dan pengendapan pigmen tertentu. Semua proses-proses
tersebut akhirnya dapat menyebabkan lensa menjadi putih keruh dan penglihatan
menjadi terganggu.18

Etiologi katarak beragam, beberapa diantaranya yaitu: 1,16,19,20,21,22,23,24,25,26,27

1. Kongenital: katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang terjadi saat


lahir atau segera setelah lahir. Defek kromosom dapat menyebabkan
terjadinya katarak akibat gangguan saat proses pembentukan lensa (contoh

11
pada sindrom Down, Edward, atau Patau). Berdasarkan studi dilaporkan
bahwa katarak kongenital diturunkan berdasarkan pola autosomal dominan
yang dipengaruhi juga oleh infeksi virus (contoh Rubella dan Rubeola).
Diketahui defisiensi oksigenasi akibat perdarahan plasenta juga dapat
menyebabkan terjadinya katarak kongenital.

2. Usia: katarak senilis yang umumnya terjadi pada usia >50 tahun.
Mekanisme pastinya masih belum diketahui, namun beberapa studi
menduga adanya keterkaitan antara faktor genetik dengan kerentanan
seseorang menderita katarak. Polimorfisme gen GSTM1 dan GSTT1
diduga berkaitan dengan timbulnya katarak senilis. Beberapa studi lainnya
juga mengatakan bahwa stress oksidatif juga diduga berperan dalam
patofisiologi katarak senilis. Stress oksidatif ini dapat menyebabkan
agregasi protein yang merusak membran fiber cells dan menyebabkan
kekeruhan pada lensa.

3. Trauma:

 Trauma tumpul (menyebabkan opasitas dengan bentuk bunga yang


khas)

Gambar 2.4. Katarak Rosette.21

 Sengatan listrik (menyebabkan kekeruhan berwarna putih susu dan


disertai dengan kepingan snowflakes like opacities yang menyebar
pada lensa)

12
Gambar 2.5. Star-Shaped Cataracts.20

 Radiasi ultraviolet (UV) jika paparannya terjadi secara berulang


dan sering maka dapat menyebabkan atau mempercepat terjadinya
katarak. Paparan yang sering dapat memicu terjadinya
pengelupasan kapsul pada lensa anterior.

 Radiasi pengion (kondisi ini khususnya dapat terjadi pada pasien-


pasien yang sedang menjalani pengobatan tumor okular).

 Cedera kimia (lactose, galactose, thallium, dan naphthalene),


katarak dapat terjadi karena komponen basa yang masuk mengenai
mata dapat menyebabkan peningkatan pH cairan aqueous humor
dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Kondisi ini dapat
terjadi secara akut ataupun perlahan-lahan.

4. Penyakit sistemik (dermatitis atopi, myotonic dystrophy, dan


neurofibromatosis tipe 2).

5. Primary Ocular Diseases

 Uveitis anterior kronik (menjadi penyebab tersering dari katarak


sekunder).

 Miopia berat (opasitas pada subkapsular posterior lensa dan


sklerosis nuklear onset awal).

 Glaukoma akut sudut tertutup (dapat menyebabkan terjadinya


opasitas abu keputihan pada lensa anterior).

13
Gambar 2.6. Katarak Glaukoma Akut Sudut Tertutup.

Sumber: American Academy of Ophtalmology

 Herediter fundus dystrophies (misalnya retinitis pigmentosa, gyrate


atrphy, leber congenital amauroris  dapat menyebabkan
terjadinya opasitas pada anterior ataupun posterior subkapsular
lensa).

6. Penyakit endokrin (diabetes mellitus, kreatinisme, dan hipoparatiroid).


Katarak yang terjadi pada diabetes mellitus disebabkan karena adanya
perubahan glukosa menjadi sorbitol melalui jalur poliol, sehingga sorbitol
akan menumpuk di dalam lensa dan menyebabkan kekeruhan pada lensa.

7. Obat-obatan seperti (kortikosteroid dan inhibitor antikolinesterase juga


dapat menyebabkan terjadinya opasitas anterior dan posterior subkapsular).
Kortikosteroid yang diberikan dalam jangka waktu lama, baik secara
sistemik (oral atau inhalasi) atau dalam bentuk tetes dapat menyebabkan
terjadinya kekeruhan pada lensa, hal ini karena kortikosteroid memiliki
ikatan kovalen dengan protein lensa sehingga stabilisasi struktur protein
lensa terganggu lewat proses tertentu seperti oksidasi, sehingga terjadi
katarak.

Mekanisme lainnya dari pembentukan katarak yaitu adanya oksidasi lipid


membrane, struktur atau enzimatik protein, atau DNA oleh peroksida atau radikal
bebas akibat dari sinar UV  hal ini akan menyebabkan perubahan awal hilangnya
transparansi lensa  didukung juga dengan pertambahan usia maka akan terjadi

14
peningkatan massa, ketebalan lensa, dan penurunan kemampuan akomodasi  lapisan
serat korteks berbentuk konsentris, sehingga nukleus dari lensa akan mengalami
penekanan dan pergeseran (nuclear sclerosis)  kristalisasi (protein lensa) merupakan
perubahan yang akan terjadi akibat dari modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi
highmolecular-weight-protein  hasil dari agregasi protein ini secara tiba-tiba akan
mengalami fluktuasi indeks refraktif pada lensa  sehingga menyebabkan cahaya
menyebar dan penurunan kejernihan lensa.13,28

2.5 Klasifikasi Katarak

Katarak diklasifikasikan menjadi beberapa berdasarkan usia mengalaminya,


etiologi, tingkat maturitas, dan lokasi kekeruhannya

A. Klasifikasi Berdasarkan Usia.13,28

 Katarak Kongenital

Merupakan katarak yang diperoleh sejak lahir dan berkaitan


dengan kurangnya nutrisi ibu saat kehamilan, serta infeksi seperti
Rubella dan Rubeola.

 Katarak Sinilis

Merupakan katarak yang berkaitan dengan usia, sering dijumpai


pada usia >50 tahun. Seiring berjalannya usia, lensa akan
mengalami kekeruhan, penebalan, dan penurunan daya
akomodasi, kondisi tersebut dinamakan katarak senilis. Karakter
dari katarak sinilis ini adalah penebalan lensa yang terjadi secara
terus menerus dan progresif.

Tabel 2.2 Perbedaan Stadium Katarak Senilis.13,28


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
COA Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka

15
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis + Glaukoma

 Katarak Juvenil

Merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak >1 tahun. Merupakan


katarak yang lembek yang biasanya lanjutan dari katarak kongenital.

B. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi.13,28,29

 Katarak Diabetes Melitus

Merupakan kondisi katarak yang terjadi pada pada pasien yang


memiliki penyakit diabetes mellitus. Hal ini terjadi akibat keadaan
hiperglikemia yang dapat meningkatkan kadar glukosa dalam
aqueous humor sehingga akan berdifusi ke dalam lensa (Gambar
2.7). Glukosa akan dimetabolisme oleh sorbitol dan berakumulasi
di dalam lensa, sehingga menyebabkan tekanan osmotik
berlebihan dan mengakibatkan hidrasi pada lensa. Pada lensa akan
terlihat gambaran kekeruhan seperti tebaran salju subcapsular
yang sebagiannya jernih akibat pengobatan. Penegakkan diagnosis
dapat terbantu dengan melakukan cek urine dan gula darah puasa.

Gambar 2.7. Katarak Diabetic Snowflakes

Sumber: American Academy of Ophtalmology

16
 Katarak Traumatika

Merupakan kejadian paling sering di kalangan usia muda dan terjadinya


secara unilateral. Katarak terjadi setelah mengalami trauma di dalam
mata misal trauma tusuk dan sulit untuk dikeluarkan, hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian kapsul lensa. Jika
terdapat kerusakan pada lensa, maka bagian dalam lensa akan
mengalami pembengkakan bersama dengan air sehingga dapat
menyebabkan denaturasi protein. Kerusakan yang terjadi pada lensa
tanpa disertai adanya ruptur dapat menyebabkan kerusakan pada bagian
subkapsular, sehingga menghasilkan katarak dengan bentuk seperti
(starshaped).

Gambar 2.8. (A) Katarak Traumatika akibat luka tusuk (B) Katarak
Traumatika benda tumpul (C) Katarak Traumatika Listrik. 29

 Katarak Komplikata

Merupakan katarak yang dapat terjadi jika disertai dengan infeksi


primer pada mata uveitis anterior misalnya, merupakan penyebab
tersering pada katarak komplikata. Kondisi ini didasari dengan
durasi dan intensitas terjadinya infeksi okular. Selain itu terapi
obat-obatan seperti steroid juga dapat menjadi salah satu penyebab
terjadinya katarak sekunder. Sama halnya seperti glaukoma sudut
17
bilik mata depan tertutup, yang juga dapat menyebabkan
terjadinya kekeruhan pada bagian subkapsular atau kapsular.

Gambar 2.9. Katarak Komplikatan Akibat Uveitis.29

C. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Maturitas.13,28,29

 Katarak Insipien

Kekeruhan pada lensa yang terjadi mulai dari tepi ekuator berupa
bercak tidak beraturan, yang kemudian menuju kea rah korteks anterior
dan posterior. Proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam
lensa disertai kekeruhan ringan pada lensa. Pada katarak insipien
kekeruhan lensa ringan, cairan lensa; iris; bilik mata; dan sudut bilik
mata normal. Shadow test negatif.

 Katarak Imatur

Kekeruhan terjadi hanya pada sebagian lensa. Pada stadium ini dapat
terjadi hidrasi korteks. Lensa yang degeneratif mulai meningkat
sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan osmotik dan mulai
terjadi peningkatan penyerapan cairan mata (cairan lensa menjadi

18
bertambah)  efeknya lensa akan mulai mencembung dan iris
terdorong ke depan, lensa yang cembung juga akan menimbulkan
hambatan pupil sehingga dapat terjadi glaucoma sekunder. Lensa yang
menjadi lebih cembung dapat menyebabkan proses hidrasi terjadi lebih
cepat. Fase ini akan berlanjut menjadi maturasi dan membentuk katarak
intumesen yang membuat sudut bilik mata depan menjadi lebih sempit.
Pada katarak imatur kekeruhan lensa terlihat berwarna putih keabuan
sehingga bayangan iris masih dapat terlihat (tergambarkan sebagai
shadow test yang positif).

 Katarak Matur

Katarak telah terjadi pada seluruh bagian lensa. Kekeruhan terjadi


karena deposisi ion Ca yang menyeluruh., jika lama dibiarkan maka
dapat mengakibatkan kalsifikasi lensa sehingga tajam penglihatan akan
turun dan hanya dapat membedakan persepsi cahaya. Shadow test pada
katarak matur adalah negatif

 Katarak Hipermatur

Merupakan tahap proses degenerasi lanjut dimana katarak dapat


menjadi keras atau lembek bahkan mencair. Lensa dapat keluar dari
kapsul, mengecil, berwarna kuning dan hingga kering. Apabila kondisi
ini terus berlanjut dan disertai dengan kapsul yang tebal, maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar. Korteks akan menjadi
bentuk seperti kantong susu yang disertai dengan nukleus yang
terbenam di dalamnya yang disebut dengan katarak Morgagni. Pada
jenis hipermatur ini juga dapat menyebabkan lensa menjadi sklerotik
akibat korteks yang mencair dan lensa menjadi lebih mengkerut.
Pengerutan lensa tersebut akan menghasilkan gambaran sudut bilik
mata depan dan iris yang menyempit.

19
Gambar 2.10. (A) Katarak Morgagni, (B) Katarak Imatur, (C) Katarak
Subkapsularis Posterior, (D) Katarak Matur, (E) Katarak Intumesen. 29

D. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Kekeruhan.13,28,29

 Katarak Nuklearis

Ditandai dengan kekurahan yang terjadi pada sentral dan perubahan


warna lensa menjadi kuning atau cokelat yang berlangsung secara
progresif. Nukleus lensa mengalami pergeseran progresif sehingga
menyebabkan naiknya indeks refraksi (miopisasi). Miopisasi akan
menyebabkan penderita presbiobi dapat membaca secara dekat tanpa
menggunakan kacamata, kondisi tersebut disebut dengan second sight
20
 Katarak Kortikal

Berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi protein pada sel-


sel serat lensa. Pemeriksaan menggunakan slitlamp dapat terlihat ada
tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi
epitel posterior dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior
dengan gambaran seperti embun.

 Katarak Subkapsuler

Katarak yang dapat terjadi pada bagian subkapsuler anterior dan


posterior. Pada pemeriksaan slitlamp dapat ditemukan gambaran
kekeruhan seperti plak di bagian korteks subkapsular posterior.

21
2.6 Penegakkan Diagnosis

2.6.1 Gejala Subjektif (Anamnesis)13

 Silau (glare)  salah satu dari gejala awal, memiliki tingkatan silau yang
bervariasi sesuai lokasi dan ukuran kekeruhan lensa.

 Gambar kabur  distorsi dari gambar dan penglihatan berkabut terjadi


pada stadium awal katarak. Penglihatan kabur semakin lama akan semakin
memberat karena lensa yang semakin keruh.

 Titik hitam pada bagian depan mata  penglihatan seperti ini akan
menetap akibat kekeruhan lensa atau peningkatan densitas pada satu titik
tertentu di lensa.

 Uniocular poliopia (penglihatan ganda dari suatu objek)  sering terjadi


pada gejala awal katarak. Kondisi ini terjadi akibat refraksi irregular oleh
lensa sehingga menyebabkan berbagai indeks refraktif.

 Coloured halos (lingkaran cahaya yang berwarna)  terjadi akibat dari


kerusakan penyebaran cahaya putih dalam spectrum warna, karena adanya
tetesan air dalam lensa

 Kehilangan penglihatan  merupakan gejala yang terjadinya berangsur


secara progresif

22
2.6.2 Gejala Objektif (Pemeriksaan)13

 Pemeriksaan visus  pasien dengan katarak akan mengalami penurunan


visus yang berkisar 6/9 hingga hanya persepsi cahaya. Hal tersebut
tergantung dari lokasi dan maturasi katarak.

 Pemeriksaan iluminasi oblik  dilakukan untuk menampakan warna dari


lensa dalam area pupil yang bervariasi dalam tipe katarak yang berbeda.

 Pemeriksaan oftalmoskopi direk  lensa katarak parsial akan memberikan


hasil pemeriksaan berupa adanya bayangan hitam yang berlawanan dengan
cahaya merah pada daerah katarak. Lensa katarak yang lengkap tidak akan
menunjukkan cahaya merah, karena lensa sudah keruh sepenuhnya
sehingga tidak dapat ditembus oleh cahaya.

 Pemeriksaan iris shadow  ketika cahaya dari arah oblik menyinari pupil,
bayangan crescentric dari batas pupil dari iris akan membentuk kekeruhan
keabu-abuan dari lensa, sepanjang korteks bersih (clear korteks) tampak
antara kekeruhan dan batas pupil. Iris shadow ini menjadi tanda dari
katarak imatur, karena ketika lensa menjadi lebih transparan atau keruh
sempurna, maka tidak ada iris shadow yang terbentuk.

 Slit lamp  pemeriksaan dilakukan pada pupil yang berdilatasi sempurna.


Pemeriksaan ini akan memperlihatkan morfologi lengkap dari kekeruhan
(tempat, ukuran, bentuk, warna, dan kekerasan nukleus)

Diagnosis katarak umumnya sudah dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis


dan pemeriksaan fisik di atas. Pemeriksaan penunjang untuk katarak hanya diperlukan
pada kondisi tertentu yang berhubungan dengan penyakit sistemik yang menyertai
atau kelainan okular lain. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat ditambahkan
untuk dilakukan adalah: 19,30,31,32

 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi penyakit sistemik


yang mungkin menyertai katarak, seperti pemeriksaan gula darah untuk

23
diabetes mellitus.

 Retinometri

Pemeriksaan menggunakan retinometer Heine dapat dikerjakan setelah


operasi katarak untuk memperkirakan atau memprediksi ketajaman
penglihatan pasien dengan koreksi (best corrected visual acuity/BCVA)

 Biometri

Pemeriksaan biometri dikerjakan untuk menentukan kekuatan intraocular


lens (IOL) yang akan digunakan. Pemeriksaan biometri membantu
menentukan kekuatan IOL dengan memeriksa kekuatan refraksi kornea,
effective lens position (ELP), kekuatan refraksi yang diinginkan
(DP0stRx), Vertex distance (V), dan axial length.

2.7 Diagnosis Banding

 Kelainan Refraksi

Kelainan refraksi memiliki keluhan gangguan penglihatan seperti


katarak, namun dapat dibedakan dengan katarak dengan tanda tajam
penglihatan meningkat menjadi normal dengan koreksi kacamata. Tes
menggunaka pinhole dapat membantu membedakan penurunan visus
akibat gangguan refraksi dengan gangguan lainnya, dimana dengan
pinhole, visus dapat membaik.33

 Dry Eye Syndrome

Dry eye syndrome dapat memiliki keluhan gangguan penglihatan,


namun dapat dibedakan dengan katarak dengan keluhan lain yaitu mata
terasa seperti berpasir, berair, disertai kemerahan. Pada pemeriksaan
dengan fluorescein, yaitu tear film break-up time (TBUT) waktu
pemecahan tear film <7 detik. Selain itu, pada pemeriksaan dengan
Schirmer test, hasil yang didapatkan adalah <5-10 mm untuk dry eye
syndrome.34

24
 Glaukoma

Pada glaukoma keluhan penurunan penglihatan seringkali terjadi


seperti pada katarak. Akan tetapi, keluhan yang timbul adalah
kehilangan lapang pandang perifer, disertai dengan gejala peningkatan
tekanan intrakranial seperti mual, muntah, dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan peningkatan tekanan
intraokular dan peningkatan cup and disc ratio pada oftalmoskopi.35

 Pterigium

Pertumbuhan jaringan fibrovaskuler ke dalam kornea. Memiliki bentuk


segitiga pada daerah celah kelopak konjungtiva.36

2.8 Tatalaksana

Sebagai dokter umum katarak merupakan tingkat kemampuan 2 dalam SKDI.


Sehingga saat bekerja di fasilitas kesehatan primer dokter umum harus mampu
membuat diagnosis klinik berdasarkann anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan lainnya. Kemudian dokter umum harus dapat merujuk kasus
katarak secepatnya ke dokter spesialis mata. Karena hingga saat ini penatalaksanaan
katarak adalah dengan tindakan operasi, yaitu mengeluarkan lensa yang keruh dan
menggantinya dengan lensa tanam intraokular. Indikasi dilakukannya operasi katarak
adalah:13,37,38

 Meningkatkan ketajaman penglihatan, khususnya jika katarak yang dialami


dirasa telah mengganggu aktivitas dan kualitas hidup pasien.

 Indikasi medis, contoh pada kasus glaukoma fakolitik atau glaukoma

25
fakomorfik maka tindakan operasi merupakan terapi utama untuk
mengevaluasi bagian fundus mata.

 Indikasi kosmetik, ini jarang dilakukan terkecuali apabila katarak sudah


dalam kondisi matur dan umumnya bertujuan untuk mengembali warna
hitam pada pupil.

2.8.1 Persiapan Operasi

Sebelum melakukan tindakan operasi katarak, terdapat beberapa hal yang perlu
di perhatikan dan disiapkan, yaitu:13,36

 Screening lapangan

- Kondisi umum baik

- Visus prioritas <3/60, terdapat kesesuaian antara besarnya


penurunan visus dan ketebalan katarak

- Pemeriksaan laboratorium (Gula darah sewaktu <200mg/dl atau


gula darah puasa <120mg/dl atau urinreduksi negatif dan
apabila tekanan darah tinggi maka turunkan 20%)

- Tidak lagi batuk

- Waspada pada pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung,


DM, hipertensi, asma, dan allergi.

 Biometri, pengukuran ultrasound pada panjang mata dan keratometri


agar mengukur kurvatur kornea, kemudian menjumlahkan kekuatan
dari implant untuk dapat dimasukkan ke mata selama proses
pembedahan.

 Memperhatikan pengobatan yang ada, karena beberapa obat dapat


meningkatkan insidens perdarahan sehingga warfarin tidak dianjurkan
untuk dihentikan (tetapi INR harus <3). Jika pasien riwayat
mengkonsumsi aspirin maka harus dihentikan terlebih dahulu 1 minggu
sebelum dan setelah operasi.
26
 Jangan lupa untuk memberikan informed consent terhadap pasien dan
keluarganya terkait hasil yang diharapkan dan komplikasi yang dapat
terjadi pasca operasi.

2.8.2 Tatalaksana Medikamentosa

Hingga saat ini belum terdapat obat-obatan yang terbukti mampu


memperlambat atau menghilangkan katarak. Beberapa agen yang diduga dapat
memperlambat pertumbuhan katarak ialah penurunan sorbitol, vitamin C, dan aspirin.
Namun belum terdapat bukti yang signifikan. penggunaan midriatrium (phenylephrine
2,5%, cyclopentolate, dan atropine) juga dipertimbangkan untuk diberikan pada pasien
yang memiliki visus awal 6/24 atau lebih.39

2.8.3 Tatalaksana Non-Medikamentosa

Beberapa jenis tindakan operasi katarak yang dapat dikerjakan, yaitu


Intracapsular Cataract Extraction (ICCE), Extra Capsular Cataract Extraction
(ECCE), manual small incision cataract surgery (SICS), dan teknik phaco
emulsification.13,29,37

 Ekstraksi Katarak Intrakapsular (ICCE)  teknik pembedahan yang dilakukan


dengan cara mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul dengan menggunakan
cryoprobe dan dikeluarkan melalui insisi di superior kornea yang lebar. Tindakan
operasi ini diindikasikan untuk katarak hipermatur, intumescent cataract, katarak
dengan dislokasi lensa akibat zonula yang tidak stabil, dan pada rumah sakit
dengan fasilitas mikroskop operasi yang kurang memadai. kelebihan dari teknik
operasi ini adalah prosedur yang relatif lebih mudah, menggunakan alat yang
sederhana dan pemulihan visus dapat segera dikerjakan dengan menggunakan
kacamata 10 dioptri post operasi. Namun sayangnya kekurangannya ialah irisan
yang besar dapat membuat proses penyembuhan menjadi lebih lama dan berisiko
mengalami komplikasi iris dan vitreous inkarserata, ablasio retina, dan juga
astigmatisma.

 Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (ECCE)  merupakan tindakan operasi


pengeluaran isi lensa dengan merobek kapsul lensa anterior, sehingga semua

27
bagian lensa dapat dikeluarkan melalui insisi yang telah dilakukan. Insisi akan
dibuat pada limbus atau kornea perifer, pada arah superior atau temporal,
selanjutnya membuat celah di kapsul anterior, kemudian nukleus dan
mengeluarkan korteks lensa. Selanjutnya lensa intraokular akan dimasukkan ke
dalam kantong kapsul yang disokong oleh kapsul bagian posterior. Indikasi
tindakan ini adalah pada operasi semua tipe dari anak-anak hingga dewasa.
Kontraindikasi absolut untuk tindakan ini adalah adanya subluksasi dan dislokasi
lensa.

 Phaco emulsification

Tindakan phaco emulsification sekarang ini merupakan tindakan gold standar,


yaitu dengan mengeluarkan lensa menggunakan alat gelombang ultrasonik 40.000
MHz yang akan menghancukan nukleus yang keras hingga substansi nukleus dan
korteks dapat diaspirasi melalui insisi yang kecil berukuran 3,0 mm di kornea,
sehingga tidak memerlukan luka penjahitan. Kelebihannya selain menghindari
penjahitan ialah perbaikan luka menjadi lebih cepat dengan derajat distorsi kornea
lebih rendah sehingga mengurangi peradangan intraokuler pasca operasi. Tetapi
terdapat kontraindikasi relatif yaitu pada keadaan pupil kecil yang sulit untuk
dilatasi, nukleus yang sangat keras, subluksasi atau dislokasi lensa, serta adanya
edema berat pada kornea.

 Small Incisio Cataract Surgery (SICS)

Merupakan tindakan yang dikembangkan dari ECCE dengan melakukan insisi


pada daerah limbus. Penjahitan luka insisi pada SICS bergantung pada kebutuhan
saat operasi. Tindakan SICS setara dengan fakoemulsifikasi dalam hal kualitas
bedah, astigmatisme lebih kecil, evaluasi setelah operasi yang singkat, serta
kenyamanan pasien.

2.8.4 Penanganan Post-OP

Penanganan yang harus dilakukan post operasi adalah melakukan follow up


dan pemeriksaan kembali kondisi mata pasien, hal-hal yang dapat dilakukan adalah: 36

28
 Anamnesa

 Visus : turun / tidak

 Mata sakit : ya / tidak

 Kotoran mata : banyak / seperti biasanya

 Mata merah : ya / tidak

 Pemeriksaan

 Palpebral : normal / ptosis

 Konjungtiva : normal / hiperemi / perdarahan sub konjungtiva

 Kornea : jernih / sedikit kabut / keruh

 Jahitan : rapat / longgar

 Ujung benang : terlihat / tidak terlihat

 Prolapsiris : terlihat / tidak terlihat

 COA : dalam / dangkal / jernih / hipopion / hifema

 Iris / pupil : bulat / tidak bulat / sentral / tidak sentral

 IOL :+/-

 TIO : N / N+ / N-

 Edukasi

 Selama 2 minggu penderita dilarang batuk, mengejan atau


mengangkat barang berat >5 kg, melakukan hubungan suami
istri, menunduk, sujud

 Mata yang telah dioperasi harus dijaga, tidak boleh terbentur


atau digosok selama 3 minggu

29
 Mata yang telah dioperasi tidak boleh kena air selama ± 10 hari

 Mata post operasi harus selalu ditutup dop terutama saat keluar
rumah dan waktu tidur selama ± 3 minggu

 Mata yang telah dioperasi diberi obat tetes sesuai petunjuk

 Pasien wajib kontrol

2.9 Komplikasi

Tindakan operasi katarak juga dapat memiliki komplikasi, beberapa


komplikasi yang dapat terjadi antara lain ialah: 13,36

 Perdarahan suprakoroid, perforasi okuli, cylodialisis (korpus siliaris


lepas dari insersinya), ablasio membrane decrement, conjungtival
ballooning, ruptur kapsul posterior, dan hilangnya cairan vitreus 
kondisi-kondisi ini dapat terjadi selama proses intraoperatif.

 Endoftalmitis (dapat terjadi 2 minggu pasca operasi), uveitis, dan


edema kornea  kondisi-kondisi ini dapat terjadi selama proses early
post operatif

 Komplikasi late post operatif yang dapat terjadi adalah ablasio retina
(jarang), kesalahan refraktif post operatif, edema macular cystoids,
serta glaukoma.

2.10 Prognosis

Prognosis pasien katarak yang menjalani operasi pada umumnya cukup baik
yaitu 95%. Pemeriksaan mata rutin dilakukan untuk mendeteksi perkembangan
katarak pada mata yang belum terkena atau pada mata lainnya yang belum dioperasi.
Banyak pasien yang menerima lensa monofokal memerlukan koreksi untuk mendapat
ketajaman penglihatan terbaik setelah dilakukannya operasi. Sehingga umumnya
prognosis pasien katarak post operasi adalah quo ad vitam, quo ad sanationam, quo ad
functionam nya adalah ad bonam.40

30
Berbeda pada pasien anak, prognosis visus untuk pasien katarak anak-anak
yang memerlukan operasi tidak sebaik pasien katarak senilis. Ambliopia dan anomali
saraf optik atau retina membatasi derajat penglihatan yang dapat dicapai dalam
kelompok usia tersebut. Prognosis untuk perbaikan ketajaman visual buruk pada
operasi untuk katarak kongenital unilateral dan baik untuk katarak kongenital bilateral
yang tidak komplit dan progresifitas yang lambat.41

Mortalitas pada katarak adalah 2,98% per 100 pasien per tahun, sedangkan
pada pasien yang telah mendapatkan tindakan operasi memiliki insidens sebesar 2,78
per 100 pasien per tahun. Mortalitas menjadi menurun 30% pada pasien-pasien yang
telah mendapatkan penanganan operasi katarak. Akan tetapi, hal ini juga berhubungan
dengan usia dan penyakit komorbid seperti (diabetes mellitus dan penyakit
kardiovaskular lainnya).42

31
BAB 3

PEMBAHASAN

Pada pasien ini di tegakkan diagnosa kerja katarak matur ODS berdasarkan :
1. Usia pasien yaitu lebih dari 50 tahun.
2. Autoanamnesa didapatkan, pasien mengeluh penglihatan pada mata kanan dan kiri
yang kabur seperti berkabut dan lama kelamaan penglihatan semakin berkurang sejak
±2 tahun yang lalu. Keluhan ini dirasakan pasien awalnya penglihat berkabut terlihat
sedikit yang semakin lama semakin tebal  Hal ini sesuai dengan teori, dimana
pasien dengan katarak mengeluh penglihatan berkabut, berasap, tajam penglihatan
menurun progresif.
3. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan mata kanan visus 1/60 dan mata kiri 0,5/60.
Kedua mata terlihat kekeruhan lensa yang sepenuhnya, Shadow test pada kedua mata
(-)  Hal ini juga sesuai dengan teori, bahwa penglihatan kabur semakin lama akan
semakin memberat karena lensa yang semakin keruh sehingga dapat membuat visus
juga menjadi turun/rendah. Sesuai dengan teori bahwa pada katarak matur terdapat
kekeruhan lensa yang sepenuhnya dan shadow test (-).
4. Pasien juga suka bertani, sehingga sering terpapar panas matahari  Hal ini
dijelaskan juga dalam teori, bahwa radiasi sinar UV dapat memicu terjadinya katarak.
Radiasi sinar UV tersebut dapat memicu radikal bebas, sehingga menyebabkan
oksidasi lipid membran dan denaturasi protein yang dapat mempermudah kekeruhan
pada lensa mata.
Tatalaksana katarak pada pasien ini adalah rencana dirujuk ke RS.Herlina untuk
dilakukan pembedahan SICS karena sampai saat ini pembedahan merupakan solusi terbaik
untuk mengobati katarak dengan angka keberhasilan mencapai + 95 %. Prognosis pada
pasien ini jika jadi dilakukan pembedahan adalah ad bonam.

32
BAB 4

KESIMPULAN

Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi buram/kabur.
Katarak masih menjadi urutan kedua penyebab gangguan penglihatan di seluruh dunia dan
masih menjadi penyebab pertama kebutaan. Proses katarak terjadi secara perlahan-lahan
sehingga penglihatan pasien terganggu secara berangsur. Katarak dapat terjadi karena proses
degenerasi atau ketuaan (jenis katarak yang paling sering dijumpai), bawaan lahir (katarak
kongenital), trauma mata, dan infeksi penyakit tertentu lainnya (misalnya diabetes mellitus).

Katarak matur merupakan kondisi katarak dengan lensa yang telah mengalami
kekeruhan sepenuhnya. Tatalaksana katarak hingga saat ini adalah teknik pembedahan, dapat
berupa ICCE, ECCE, SICS, dan Phaco Emulsification. Operasi katarak merupakan operasi
yang mudah, cepat, dan aman bagi kebanyakan orang. Namun, sama seperti operasi lain pada
umumnya, operasi katarak juga dapat menimbulkan komplikasi seperti pendarahan dan
kerusakan pada kornea atau retina yang memerlukan pembedahan lebih lanjut. Prognosis
katarak yang telah dioperasi secara umum memberikan hasil yang baik.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Augsburger JJ. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. 9th ed. New York :
McGraw Hill Education; 2018.
2. Wineski LE. Snell’s clinical anatomy by regions. 10th ed.Philadelphia:Wolters
Kluwer;2019.
3. Hejtmancik JF, Shiels A. Overview of the lens. Dalam: Molecular biology of eye disease.
New York: Elsevier; 2015. hlm. 119–27.
4. Levin L, Wu S, Kaufman P, Ver Hoeve J, Alm A. The lens. Dalam: Adler’s physiology of
the eye. Edisi ke-11. Edinburgh: Elsevier; 2011. hlm. 293–318.
5. Tsai L, Currie B, Afshari N, Edgington B, Brasington C, Horn E. 2021-2022 Basic and
clinical science course, section 11: lens and cataract. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology; 2022. hlm. 11–33.
6. Brar V, Shutze R, Law S, Siverstein E, Lindsey J, Sing R, dkk. 2021-2022 Basic and
clinical science course, section 2: fundamentals and principles of ophthalmology. San
Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2022. hlm. 148–155; 281-91.
7. Dawes LJ, Shelley EJ, McAvoy JW, Lovicu FJ. A role for Hippo/YAPsignaling in FGF-
induced lens epithelial cell proliferation and fibre differentiation. Exp Eye Res.
2018;169:122–33.
8. Karakucuk Y, Altinkaynak H, Karakuçuk S, Beyoglu A, Çömez A, Demir M. Density of
crystalline lens and cornea in different trimesters of pregnancy. Cont Lens Anterior Eye.
2019;42:283–8.
9. Khan S, Khan BW, Sadiq M, Rizvi F, Baig FA, Siddiqui RA. Immunohistochemical
expression of alpha crystallin in senile degenerative and non-cataract lenses. Pakistan J.
Medical Health Sci. 2021;15:2643–6.
10. Sreelakshmi V, Abraham A. Age Related or Senile Cataract: Pathology, Mechanism and
Management. Austin Journal of Clinical Ophthalmology. 2016;3(2):1–6.
11. Fliesler SJ. Introduction to the thematic review series: seeing 2020: lipids and lipid-
soluble molecules in the eye. J Lipid Res. 2021;62;1-5.
12. Gupta A, Ruminski D, Jimenez Villar A, Duarte Toledo R, Manzanera S, Panezai S, et al.
In vivo SS-OCT imaging of crystalline lens sutures. Biomed Opt Express. 2020;11:5388-400.

34
13. Syawal R, Amir SP, Akib MNR, Maharani RN, Kusumawardhani SI, Razak HH, et al.
Buku ajar bagian ilmu kesehatan mata – panduan klinik dan skill program profesi dokter.
Makassar : Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia; 2017.
14. Chnytia A., David L., Michael D., et al. 2004. Optometric Clinical Practice Guideline
Care of the Adult Patient with. Optometric Parctical Clinic Guideline: American Optometric
Assosiation. pp. 9-10.
15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesa. Katarak: Kebutaan yang dapat dicegah.
Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; Agustus 2022.
16. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Gangguan Penglihatan. Jakarta :
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2018.
17. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peta Jalan Penanggulangan Gangguan
Penglihatan di Indonesia Tahun 2017-2030. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI; 2018.
18. Mukesh, B. N. (2006). Development of Cataract and Associated Risk Factors. Archives
of Ophthalmology, 124(1), 79. doi:10.1001/archopht.124.1.79
19. Nizami AA, Gulani AC. Cataract. [Updated 2022 Jul 5]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539699/
20. Rettner R. Electrical burn causes man’s star-shaped cataract. Newyork: Livescience; Jan
2014
21. Munandar MA, Knoch AMH. Penatalaksanaan operatif pada katarak traumatika.
Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata CIcendo; Oct 2019
22. Bashour, Mounir. Congenital Cataract. Medscape, 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/1210837-overview
23. Vogt G, Puho E, Creizel AE. Population Based Case-Control Study of Isolated
Congenital Cataract. Birth Defect Research, 2005. 73: 997-1005.
24. Riordan-Eva P, A. J., 2018. Vaughan and Asbury's General Ophthalmology. New York:
McGraw Hill.
25. Sun, L., Xi, B., Yu, L., Gao, X.-C., Shi, D.-J., Yan, Y.-K., … Wang, C. (2010).
Association of Glutathione S-Transferases Polymorphisms (GSTM1 and GSTT1) with Senile

35
Cataract: A Meta-analysis. Investigative Ophthalmology & Visual Science, 51(12), 6381.
doi:10.1167/iovs.10-5815
26. Nartey, Andrews. The pathophysiology of cataract and major interventions to retarding its
progression: a mini review. Adv Ophthalmol Vis Syst, 2017.
http://dx.doi.org/10.15406/aovs.2017.06.00178
27. Pollreisz, A., Ursula Schmidt Erfurt. 2010. Diabetic Cataract Pathogenesis, Epidemiology
and Treatment. Journal of Opthamology. Dalam www. ncbi. nlm. nih. gov/ pmc/ articles/
PMC2903955/ diakses tanggal 9 Oktober 2013.
28. Astari. Katarak : klasifikasi, tatalaksana, dan komplikasi operasi. CDK-269 [internet].
2018 [cited 2023 Feb 03]; 45 (10): 748 – 52 p
29. Arifani AF, Dwi E. Lensa dan katarak. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata
Cicendo; Apr 2018
30. Prapakornkovit V, Rattanasombat K, Ratanasukon M. The Value of Preoperative
Laboratory Investigations in Healthy Individuals Undergoing Elective Cataract Surgeries.
Clin Ophthalmol. 2022 May 25;16:1605-1612. doi: 10.2147/OPTH.S364532. PMID:
35642180; PMCID: PMC9148609.
31. Mimouni M, Shapira Y, Jadon J, et al. Assessing visual function behind cataract:
preoperative predictive value of the Heine Lambda 100 retinometer. Eur J Ophthalmol, 2017.
27(5):559-564.
32. Hayek S, Kniestedt C, Barthelmes D, Stürmer J. Quality assurance in biometry before
cataract surgery: which patients have an increased risk of aberrance from target refraction?
2007. 224(4):244-8.
33. Hennelly ML. How to detect myopia in the eye clinic. Community Eye Health.
2019;32(105):15-16. PMID: 31409949; PMCID: PMC6688402.
34. Golden MI, Meyer JJ, Patel BC. Dry Eye Syndrome. In: StatPearls. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470411/
35. Dietze J, Blair K, Havens SJ. Glaucoma. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538217/
36. Poliklinik Mata RSDH. Katarak. Jayapura: Rumah Sakit Dian Harapan; 2023. Available
from: https://www.rsdianharapan.com/katarak/

36
37. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01/Menkes/557/2018
Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Katarak pada Dewasa.
38. Browling B. Kanski's Clinical Ophthalmology. Edisi ke-8. Australia: Elsevier;2016. hlm.
270-280.
39. Gritz DC, Srinivasan M, Smith SD, et al. The Antioxidants in Prevention of Cataracts
Study: effects of antioxidant supplements on cataract progression in South India. Br J
Ophthalmol. 2006;90:847-851
40. Ocampo VVD, Foster CS, Dahl AA. Senile Cataract (Age-Related Cataract). 2018.
Medscape. https://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#a6
41. InformedHealth.org. Cologne, Germany: Institute for Quality and Efficiency in Health
Care(IQWiG); 2019. Cataracts: Overview. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK390302/
42 . Tseng VL, Yu F, Lum F, Coleman AL. Cataract Surgery and Mortality in the United
States Medicare Population. Ophthalmology. 2016 May;123(5):1019-26. doi:
10.1016/j.ophtha.2015.12.033. Epub 2016 Feb 4. PMID: 26854033.

37

Anda mungkin juga menyukai