DATE SIGNATURE
OLEH:
Fitri Jafani La’biran C014202163
Nur Ismi Amaliah C014202192
Nur Mutmainnah Sholeha C014211024
Iftitah Magfira C014211020
Residen Pembimbing
dr. Deiby Inggrid Saumana
Supervisor Pembimbing
dr. Djumadi Achmad, Sp.PA(K), Sp.F
2
HALAMAN PENGESAHAN
Hasanuddin.
Mengetahui,
DAFTAR PENYAKIT ILMU KEDOKTERAN
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR PENYAKIT SNPDI 2019 iii
KERANGKA TEORI iv
KERANGKA KONSEP v
DAFTAR ISI vi
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
2.1. Definisi 3
2.2. Epidemiologi
5
2.3. Etiologi...............................................................................................8
2.4. Pemeriksaan Pasien KDRT 10
2.4.1 Penampilan 11
2.4.2 Anamnesis 11
2.4.3 Pemeriksaan Fisik 12
2.4.4 Jenis Luka 12
2.5 Dampak Kekerasan dalam KDRT 17
2.6 Proses dan Alur Pelayanan 20
2.7 Aspek Hukum 20
BAB III KESIMPULAN 23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
1i
rumah tangga. Pihak lain tersebut adalah 1) suami, isteri, dan anak (termasuk anak
angkat dan anak tiri); 2) orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan
suami, istri dan anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan,
dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga tersebut. 3) orang yang bekerja
membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.4
2i
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua
orang atau lebih masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan
yang terdiri dari bapak, Ibu, kakak dan nenek. Menurut UU No. 23
Tahun 2002 Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis
lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.5
3i
membuat korban menderita luka dan memar, namun tidak menutup
kemungkinan kekerasan fisik menyebabkan kecacatan bahkan
kematian. Kekerasan psikis adalah tindakan yang mengakibatkan
hilangnya kepercayaan diri, ketakutan, dan hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa putus asa dan menyebabkan penderitaan
psikologis yang berat pada seseorang.6
Menurut WHO (2005) kekerasan seksual dapat
diidentifikasi melalui tiga perilaku, yaitu dipaksa secara fisik untuk
melakukan hubungan seksual yang bertentangan dengan keinginan,
melakukan hubungan seksual berdasarkan rasa takut akan tindakan
yang mungkin dilakukan oleh pasangan jika menolak, dan dipaksa
untuk melakukan tindakan seksual yang memalukan dan tidak
nyaman. Penelantaran rumah tangga adalah penelantaran seseorang
yang tinggal dalam lingkup rumah tangganya yang menurut
undang-undang berlaku baginya untuk memberikan kehidupan,
pemeliharaan, dan pemeliharaan orang tersebut. Termasuk setiap
orang yang menimbulkan ketergantungan ekonomi baik dengan
membatasi atau melarang penghasilan yang layak di dalam atau di
luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Penelantaran rumah tangga adalah penelantaran seseorang yang
tinggal dalam lingkup rumah tangganya yang menurut
undang-undang berlaku baginya untuk memberikan kehidupan,
pemeliharaan, dan pemeliharaan orang tersebut. Termasuk setiap
orang yang menimbulkan ketergantungan ekonomi baik dengan
membatasi atau melarang penghasilan yang layak di dalam atau di
luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Penelantaran rumah tangga adalah penelantaran seseorang yang
tinggal dalam lingkup rumah tangganya yang menurut
undang-undang berlaku baginya untuk memberikan kehidupan,
pemeliharaan, dan pemeliharaan orang tersebut. Termasuk setiap
orang yang menimbulkan ketergantungan ekonomi baik dengan
4i
membatasi atau melarang penghasilan yang layak di dalam atau di
luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.6
2.1.3 Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (PKDRT) No. 23 Tahun 2014 Kekerasan dalam
rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama
perempuan, kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis
dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan atau perampasan yang melawan hukum.
kemandirian dalam lingkup rumah tangga, secara umum terdapat
empat jenis kekerasan yang dialami perempuan dalam rumah tangga
yaitu kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran.6
Menurut UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 2 lingkup
rumah tangga meliputi:4
a. Suami, isteri, dan anak
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan
orang suami, istri, dan anak karena hubungan darah, perkawinan,
persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah
tangga; dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap
dalam rumah tangga tersebut.
2.2 Epidemiologi
5i
berdampak dari kebijakan negara. Dengan demikian bahwa kekerasan
terhadap perempuan menjadi masalah serius yang harus direspon secara cepat
dan tepat agar tidak terjadi permasalahan kompleks yang ditimbulkan
dikemudian hari.2
Catatan kekerasan personal (KDRT/Relasi Personal) Tahun 2016
sebanyak 321.752 kasus. Jenis kekerasan terhadap perempuan paling besar
adalah kekerasan di ranah personal. Sementara bentuk kekerasan yang paling
besar adalah kekerasan dalam bentuk fisik dan seksual. Hal ini berbeda dari
tahun sebelumnya yang menemukan bentuk kekerasan yang terbesar adalah
fisik dan psikis. Artinya terjadi kenaikan data kasus kekerasan seksual yang
dilaporkan dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun kekerasan dalam bentuk
perkosaan sebanyak 72% (2.399 kasus), dalam bentuk pencabulan sebanyak
18% (601 kasus), dan pelecehan seksual 5% (166 kasus). Data tersebut
6i
Tabel 1. Jenis KDRT Tahun 2020.8
7i
Epidemiologi pada bentuk KDRT menurut pasal 5-9 Undang-Undang PKDRT
No. 23 Tahun 2004, dinyatakan bahwa bentuk-bentuk KDRT sebagai berikut:8
a.
Kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit atau luka berat.
b.
Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
c.
Kekerasan seksual, yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut dan pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan
tertentu.
d.
Penelantaran rumah tangga, yaitu menelantarkan orang dalam lingkup
rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,
perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. penelantaran juga
berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantuangan ekonomi
dengan cara membatasi dan/atau melarang orang bekerja yang layak di
dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang
tersebut
8i
Catatan Tahunan Komnas Perempuan, 2021.8
2.3 Etiologi
b. Ketergantungan ekonomi.
Pendidikan dan Budaya patriarki yang sudah menjadi bagian dalam
masyarakat memberikan pandangan bahwa seorang istri memang
seharusnya bergantung pada suami. Fenomena ini tidak jarang membuat
sebagian istri tidak terbiasa mandiri atau berdaya secara ekonomi,
sehingga ketika terjadi KDRT membuat istri harus bertahan. Perilaku
seperti ini juga membuat suami merasa memiliki kuasa lebih akan
ketidak berdayaan istrinya.
9i
Kekerasan terhadap istri terjadi biasanya dilatar belakangi oleh ketidak
sesuaian harapan dengan kenyataan suami. Kekerasan dilakukan dengan
tujuan agar istri dapat memenuhi harapannya tanpa melakukan
perlawanan karena ketidak berdayaannya. Fenomena ini juga masih
menjadi salah satu dasar budaya dalam masyarakat bahwa jika
perempuan atau istri tidak menurut, maka harus diperlakukan secara
keras agar ia menjadi penurut.
d. Persaingan
Pada dasarnya manusia hidup memang penuh persaingan dan tidak
pernah mau kalah, begitupun dengan sepasang suami dan istri.
Persaingan antara suami dan istri terjadi akibat ketidak setaraan antara
keduanya untuk saling memenuhi keinginan masing-masing, baik dalam
pendidikan, pergaulan, penguasaan ekonomi, keadaan lingkungan kerja
dan masyarakat dapat menimbulkan persaingan yang dapat
menimbulkan terjadinya KDRT. Budaya juga membuat pandangan
bahwa laki-laki tidak boleh kalah atau lebih rendah dari perempuan,
sehingga tidak heran jika terjadi kekerasan terhadap perempuan atau
istri hanya untuk memenuhi ego laki-laki atau suami.
e. Frustasi
Kekerasan juga dapat terjadi akibat lelahnya psikis yang menimbulkan
frustasi diri dan kurangnya kemampuan coping stress suami. Frustasi
timbul akibat ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan yang
dirasakan oleh suami. Hal ini biasa terjadi pada pasangan yang belum
siap kawin, suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap
yang mencukupi kebutuhan rumah tangga, dan masih serba terbatas
dalam kebebasan. Dalam kasus ini biasanya suami mencari pelarian
kepada mabuk-mabukan dan perbuatan negatif lain yang berujung pada
pelampiasan berbentuk kekerasan terhadap istrinya, baik secara fisik,
seksual, psikis, atau bahkan penelantaran keluarga.
10i
Sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang RI Nomor 23
Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga,
perbutatan yang termasuk dalam kekerasan fisik dalam rumah tangga
merupakan perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau
luka berat.4 Kekerasan fisik merupakan salah satu jenis kekerasan
dalam rumah tangga yang paling banyak terjadi . Tindak kekerasan
fisik yang dilakukan oleh pelaku kerap meninggalkan luka fisik bagi
korban, sehingga dengan mudah dapat dikenali baik bagi korban
sendiri maupun oleh orang lain yang mengetahui adanya tindak
kekerasan.9
Beberapa hal yang perlu dicermati oleh para professional
sebagai tanda adanya kekerasan dalam rumah tangga adalah jenis luka
atau penyebab luka, sikap/perilaku korban (perempuan) dan
pengantarnya (mungkin suami/pasangan atau pelakunya).
Suami/pasangan Ketika mengantarkan berobat dapat menunjukkan
sikap yang kurang wajar seperti tampak ragu-ragu, kuatir berlebihan
atas luka-luka kecil, memberikan penjelasan tentang peristiwa yang
tidak perlu dijelaskan atau acuh tak acuh kepada istrinya.
Suami/pasangan menanyakan sedikit tentang akibat lanjut perlukaan
itu dan kemudian cepat-cepat meninggalkan rumah sakit tanpa
memberikan keterangan cukup, atau menolak rawat inap di rumah
sakit. Suami yang mengaiaya dapat juga menerangkan bahwa luka itu
akibat kesalahan perempuan itu sendiri. Tanda lain adalah bahwa
suami yang menganiaya tersebut sering menunda-nunda mencari
pertolongan medik. Dan bila penganiayaan itu dilakukan
berulang-ulang oleh suami/pasangan, maka tempat berobat atau dokter
atau rumah sakit tempat mencari pertolonganpun berganti-ganti. 10
Untuk kekerasan yang terjadi pada anak, dapat terlihat dari cara
berpakaian, keadaan gizi dan keadaan fisik dapat memadai namun
ekspresi wajah, gerak-gerik, bahasa badan, dapat mengungkapkan
perasaan sedih, keraguan diri, kebingungan, kecemasan, ketakutan,
atau adanya amarah yang terpendam. 10
11i
Berikut beberapa hal yang dapat digunakan untuk menilai bahwa
terjadi kecenderungan kekerasan dalam rumah tangga : 10
- Cidera bilateral atau multiple
- Beberapa cidera dengan beberapa penyembuhan
- Tanda kekerasan seksual
- Keterangan yang tidak sesuai dengan cideranya
- Keterlambatan berobat
- Berulangnya kehadiran di rumah sakit akibat trauma
2.4.1 Penampilan10,15
- Cara berpakaian
- Keadaan Fisik dan Gizi
- Gerak gerik pasien
- Ekspresi wajah/Mood
2.4.2 Anamnesis10,15
- Tanyakan data pribadi pasien : nama, umur, alamat dan pekerjaan
- Keluhan utama pasien
- Tanyakanlah kapan kelainan luka tersebut mulai muncul, lokasi
luka, mekanisme terjadinya luka, dll
- Riwayat kejadian yang sama sebelumnya
- Riwayat penyakit
- Riwayat pengobatan sebelumnya
2.4.3 Pemeriksaan Fisik10,15
- Penilaian status pasien secara umum dan tanda vital
Lihat dan catatlah keadaan umum pasien: sakit ringan, sakit sedang
atau sakit berat. Tentukanlah status gizi : ukur tinggi dan berat
badan (sesuai panduan penentuan status gizi). Ukur dan menilailah
tanda vital pasien: tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan
suhu.
- Pemeriksaan head to toe
12i
a. Luka Memar (bruish)
Lokasinya dapat di temukan pada wajah, bibir/mulut, bagian
tubuh; punggung, bokong, paha, betis, dsb, Terdapat memar
yang baru maupun yang sudah mulai sembuh. Pola luka memar
dapat menunjukkan benda/objek tertentu yang dipakai untuk
kekerasan. Waktu dan perubahan warna : Dark blue/purple (1-18
hours), blue/brown (~1 to 2days), green (~ 2 to 3 days), yellow
(~3 to 7 days). 10,16
13i
memudar menjadi ungu, hijau, kuning tua, dan berubah
menjadi kuning pucat sampai benar-benar hilang. Memar
biasanya akan sembuh total dalam 2 minggu.11
14i
2.4.4.2 Trauma Tajam
a. Luka Iris (incised wound)
Karakteristik luka luka iris yakni panjang luka lebih besar dari
pada kedalaman luka. Tepi luka rata, ujung luka tajam/runcing.
Luka tidak disertai memar. Rambut ikut teriris. Tidak ada
jembatan jaringan. Perdarahan banyak bila pembulu darah ikut
teriris.17
Pada luka iris terdapat 3 (tiga) bentuk luka iris:
1. Bentuk celah : arah datangnya luka sejajar dengan arah
serat elastis atau otot
2. Bentuk menganga : arah datangnya luka tegak lurus
terhadapan arah serat elastis atau otot
3. Bentuk asimetris : arah datangnya luka miring
terhadapt arah selat elastis atau otot.17
15i
b. Luka bacok (Chop Wound)
Pada luka bacok karakteristik yang dapat kita temukan yakni
ukuran luka iris biasanya besar. Tepi dan sudut luka tergantung
pada mata senjata. Hampir selalu mengakibatkan kerusakan
pada tulang. Dapat memutuskan bagian tubuh yang terkena
bacok. Disekitar luka dapat ditemukan luka memar/luka
lecet.17
16i
2.4.5 Dokumentasi Forensik :
Dokumentasi yang lengkap dan akurat merupakan bagian
penting dari perawatan di UGD terhadap pasien yang dicurigai
sebagai korban pelecehan dan penelantaran lansia. Petugas UGD
harus mengingat bahwa dokumentasi medis dapat digunakan untuk
penyelidikan dan penuntutan, dan kualitas dokumentasi dapat secara
signifikan mempengaruhi keadilan dan perlindungan bagi korban.
Penyedia harus menjelaskan pemeriksaan fisik secara rinci dan
menyertakan penampilan umum pasien saat pertama kali tiba di UGD.
Tanda-tanda potensial pengabaian, termasuk pakaian kotor, kebersihan
gigi yang buruk, dan kuku yang tidak dipotong harus dijelaskan jika
ada.12
Untuk setiap cedera, petugas UGD harus menjelaskan ukuran,
lokasi, tahap penyembuhan, dan apakah itu konsisten dengan
mekanisme yang dilaporkan. Menggunakan diagram
tubuh/traumagram, yang tersedia sebagai bagian dari banyak rekam
medis elektronik, dapat meningkatkan akurasi saat menjelaskan
temuan. Petugas UGD harus memotret temuan fisik dan
menambahkan foto-foto ini ke grafik medis bila memungkinkan dan
disetujui oleh administrasi rumah sakit. Gambar-gambar ini mungkin
berguna secara forensik di masa depan.12
17i
a. Laboratorium :
Meskipun tidak ada pemeriksaan laboratoriu darah ataupun urin
yang secara definitif dapat digunakan untuk diagnosis pasti untuk
kekerasan, namun temuan tertantu dapat membantu meningkatkan
kecurigaan hal ini seperti anemia, dehidrasi, malnutrisi,
hyponatremia/hipertermia, dan rhabdomyolysis. 12
b. Radiologi :
Bila ada kecurigaan adanya kekerasan baik dari pasangan
maupun dari orang tua, dapat dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan radiologi untuk memastikan pada temuan radiologi
apakah seuai dengan mekanisme kecelakaan yang dikatakan.
Pemeriksa juga dapat mempertimbangkan pemeriksaan seperti CT
scan maksilofasial dan rontgen dada, untuk mengevaluasi fraktur. 12
Kekerasan
18i
munculnya kekerasan lanjutan. Artinya bahwa korban yang tidak
tertangani dengan baik dikhawatirkan menjadi pelaku kekerasan
dikemudian hari sebagai bentuk pelampiasan trauma masa lalu.2 Semua
jenis kekerasan dalam rumah tangga juga dikaitkan dengan peluang
menghabiskan malam di rumah sakit lebih tinggi akibat paparan
kekerasan fisik, kekerasan seksual saja dan kedua kategori pelecehan
gabungan, tetapi tidak dengan pelecehan psikologis saja.14
19i
libido dan ketidakmampuan mendapatkan orgasme. Sedangkan pada
saat hamil, dapat terjadi keguguran/ abortus, persalinan formatur dan
bayi meninggal dalam rahim. Dampak lain yang juga mempengaruhi
kesehatan organ reproduksi istri dalam rumah tangga diantaranya
adalah perubahan pola fikir, emosi dan ekonomi keluarga. 2
20i
Keteranan Dokter atau hanya dibuatkan rekam medik forensic jika
diduga terkait kasus pidana.10
21i
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah).
5. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
6. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah).
7. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana
dimaksud pada Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling
lama 12 (dua betas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
8. Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah
tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua betas juta rupiah) atau
denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
9. Dalam hat perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal
47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau
kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus
atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam
kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling
22i
sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
10. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima betas juta rupiah), setiap orang
yang:
23i
BAB III
KESIMPULAN
24i
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwarni Liya, Ike Haryanto., Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Pria
(Laporan Kasus). Jakarta: Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017
2. Santoso AB. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Terhadap
Perempuan: Perspektif Pekerjaan Sosial. Jurnal Pengembangan
Masyarakat Islam [Internet]. 2019 Sep. 23 [cited 2022 Nov.
19];10(1):39-57. Available from:
https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/komunitas/article/view/1072
3. Nattional Commision on Violence Against Women.
www.komnasperempuan.com, akses akses 19 November 2022
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
5. Wahid Abdul, M. Halilurrahman., Keluarga Institusi Awal Dalam
Membentuk Masyarakat Berperadaban. Jakarta: Jurnal Studi Keislaman
Volume 5, Nomor 1, Juni 2019.
6. Shabah, Khairatus et al. “Domestic Violence And Reproductive Health
(Qualitative Study In Banda Aceh City 2019).” International Journal of
Public Health and Clinical Sciences 7 (2020): 121-130.
7. Nisa H. Gambaran Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang
Dialami Perempuan Penyintas. Gend Equal Int J Child Gend Stud.
2018;4(2):57. doi:10.22373/equality.v4i2.4536
8. Alimi R, Nurwati N. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
(JPPM). “Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Terhadap Peremp”. 2021;2(1):20-27.
9. Nisa, H. Gambaran Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dialami
Perempuan Penyintas.Vol. 4, No.2. September 2018.
25i
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1226 tahun
2009 tentang Pedoman Penatalaksanaan Pelayanan Terpadu Korban
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Rumah Sakit. 2009
11. Linda J. Vorvick, MD, Clinical Associate Professor, Department of Family
Medicine, UW Medicine, School of Medicine, University of Washington,
Seattle, WA. Also reviewed by David Zieve, MD, MHA, Medical Director,
Brenda Conaway, Editorial Director, and the A.D.A.M. Editorial team.
12. Rosen T, Stern ME, Elman A, Mulcare MR. Identifying and Initiating
Intervention for Elder Abuse and Neglect in the Emergency Department.
Clin Geriatr Med. 2018 Aug;34(3):435-451. doi:
10.1016/j.cger.2018.04.007. Epub 2018 Jun 15. PMID: 30031426;
PMCID: PMC6057151.
13. Riedl, David et al. “Domestic violence victims in a hospital setting:
prevalence, health impact and patients' preferences - results from a
cross-sectional study.” European journal of psychotraumatology vol. 10,1
1654063. 22 Aug. 2019, doi:10.1080/20008198.2019.1654063
14. Potter, Lucy C et al. “Categories and health impacts of intimate partner
violence in the World Health Organization multi-country study on
women's health and domestic violence.” International journal of
epidemiology vol. 50,2 (2021): 652-662. doi:10.1093/ije/dyaa220
15. Bahan ajar Clinical Skill Lab. Fakultas Kedokteroran Universitas
Hasanuddin, 2017
16. Blunt Force Trauma; Pathology Forensic Journal. 2010
17. Sharp force trauma. Forensic medicine for medical students. Diakses pada
27 November 2022, dari
https://forensicmed.webnode.page/wounds/sharp-force-trauma/
18. Characteristics of stab wounds. Forensic medicine for medical students.
Diakses pada 27 November 2022, dari
https://forensicmed.webnode.page/wounds/sharp-force-trauma/stab-wound
s/
26i
9i