Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

BRONKOPNEUMONIA

Pembimbing:
dr. Kirana Kamima, Sp.A

Disusun Oleh:
Puteri Qatrunnada Fithriyah
030.14.157

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 22 NOVEMBER – 02 JANUARI 2022

1
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi kasus yang berjudul
Bronkopneumonia

Yang disusun oleh:


Puteri Qatrunnada Fithriyah
030.14.157

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:


dr. Kirana Kamima, Sp.A

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Budhi Asih
Periode 22 November – 02 Januari 2021

Jakarta, November 2021


Pembimbing

dr. Kirana Kamima, Sp.A

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan nikmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang berjudul “Demam
Berdarah Dengue”.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
penulis menyelesaikan laporan kasus ini:

1. dr. Kirana Kamima, Sp.A selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan saran dalam penyusunan laporan kasus ini selama penulis menempuh kepaniteraan klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Budhi Asih.

2. Teman-teman yang turut memberikan masukan dan membantu penyelesaian


laporan kasus ini.

Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta. Penulis dalam menyusun dan menulis
presentasi kasus ini sadar bahwa presentasi kasus ini walaupun telah ditulis berdasarkan
berbagai sumber namun tetap belum sempurna, sehingga penulis terbuka akan masukan
berupa kritik maupun saran yang membangun demi penulisan presentasi kasus di masa yang
akan datang,

Penulis mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan istilah, nama dan tempat
yang luput dari pengetahuan penulis, penulis berharap bahwa pengetahuan atau wawasan
dalam presentasi kasus yang berujudul “Demam Berdarah Dengue” ini dapat berguna bagi
yang membaca, akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, November 2021

Puteri Qatrunnada F

3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I PENDAHULUAN 5
BAB II LAPORAN KASUS 6
2.1 Identitas pasien 6
2.2 Anamnesis 7
2.3 Pemeriksaan Fisik 11
2.4 Pemeriksaan Penunjang 14
2.5 Resume 15
2.6 Diagnosis Kerja 16
2.7 Diagnosis Banding 16
2.8 Tatalaksana 16
2.8 Prognosis 17
2.10 Follow-Up 17
BAB III RINGKASAN PEMBAHASAN KASUS 19
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 20
4.1 Definisi dan klasifikasi 20
4.2 Epidemiologi 20
4.3 Etiologi 21
4.4 Klasifikasi 22
4.5 Patogenesis 23
4.6 Manifestasi klinis ...........25
4.7 Diagnosis ....... ...........26
4.8 Komplikasi 26
4.9 Tatalaksana 28
4.10 Pencegahan 29
4.11 Prognosis ...........31
BAB V KESIMPULAN 32
DAFTAR PUSTAKA 33

4
BAB I
PENDAHULUAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus
atau bronkiolua yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobaris yaitu peradangan pada parenkim paru
terlokalisir yang biasanya sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. (1)
Pneuomonia masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah
lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2
juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia (Afrika dan Asia Tenggara). Di
Indonesia sendiri terjadi kematian bayi sebesar 27,6% dan kematian balita sebesar 22,8%
karena pneumonia.(2)

Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai


keadaann yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang
biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.(1) Bronkopneumonia berasal dari kata
bronchus dan pneumonia berarti peradangan pada jaringan paru-paru dan juga cabang
tenggorokan (broncus). Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui
cara penyebaran langsung melalui saluran. Kesimpulannya bronkopneumonia adalah jenis
infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing yang mengenai daerah bronkus dan sekitar alveoli.(3)

5
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Identitas pasien

Nama : An. A

Jenis kelamin : Laki-Laki

Umur : 11 bulan

Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 16/12/2020

Suku bangsa : Betawi

Agama : Islam

Pendidikan : Belum Sekolah

Alamat : Duren Tiga

Identitas orang tua

Identitas Ayah/ wali Ibu


Nama Tn. T Ny. Z
Umur 38 Tahun 36 Tahun
Suku/bangsa Betawi Betawi
Agama Islam Islam
Alamat Duren Tiga Duren Tiga
Pekerjaan Karyawan Swasta Ibu Rumah Tangga
Pendidikan SMA SMA
Penghasilan/bulan ±Rp. 2.000.000 -

2.2 Anamnesis

6
(Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan Ibu Pasien. di
bangsal Emerald Barat pada tanggal 27 November 2021 Pukul 16.00 WIB)

Keluhan utama: Sesak sejak 8 hari SMRS


Keluhan Tambahan: Demam, batuk, muntah karena sesak.
1. Riwayat penyakit sekarang
Pasien anak laki-laki usia 11 bulan datang ke poli dengan keluhan sesak sejak
8 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk, batuk dan sesak muncul
dikarenakan anak mencium aroma asap dari rokok ayahnya. Batuk disertai dahak
berwarna putih, kental, dan lengket. Ada nya sesak juga, sampai ngos-ngosan dan
berbunyi “ngik”, dan adanya nafas cuping hidung.
Pasein mengeluh adanya keluhan lain seperti demam sejak 7 hari yang lalu
dengan suhu tertinggi 40oC, kejang tidak ada. Selain demam pasien juga ada muntah
1x yang berisi makanan dan lendir (dahak), pasien muntah dikarenakan saat makan
dadanya merasakan sesak. Pilek dan mual disangkal. Nafsu makan biasa.
Pasien sempat diberi obat diazepam, panas turun tetapi tidak sampai di suhu
normal. Pasien sempat diberikan obat oleh ibunya yaitu obat-obatan sisa kontrol dari
Rumah Sakit Budhi Asih, obatnya terdiri dari Ambroxol, CTM, Paracetamol, dan
cetirizine tetapi tidak ada perubahan. Terdapat riwayat kejang demam pada kakak
pasien. Pasien ada riwayat dan gejala yang sama seperti ini sebelumnya.

2. Riwayat penyakit dahulu:


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi Obat (-) Difteria (-) Jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Darah (-)
Demam
Tifoid (-) Kecelakaan (-) Pneumonia (+)
Otitis (-) Morbili (-) TB (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Epilepsi (-)
Kesimpulan riwayat penyakit dahulu: pasien pernah punya riwayat
bronkopneumonia
3. Riwayat kehamilan dan persalinan:
Kehamilan Morbiditas Kehamilan -
Perawatan Antenatal Rutin kontrol, lebih dari4 x
Tempat Lahir Rumah Sakit
Kelahiran Penolong Kelahiran Dokter

7
Cara Persalinan Persalinan pervaginam
Usia Gestasi 38 Minggu
Kedaan Bayi Berat Lahir:3.000 gram
Panjang Lahir: Ibu lupa
Lingkar Kepala: Ibu lupa
Langsung Menangis (+)
Kemerahan (+)
Kuning (-)
Kebiruan (-)
Nilai APGAR: Ibu tidak
tahu
Kelainan Bawaan: (-)

Kesimpulan riwayat kehamilan/persalinan: Perawatan antenatal teratur, pasien


lahir ditolong dokter di Rumah sakit, Persalinan pervaginam tanpa bantuan alat, tidak
dapat penyulit saat kehamilan.

4. Riwayat perkembangan
a. Pertumbuhan gigi: 8 bulan (Normal: 5-9 bulan)
b. Psikomotor:
a. Tengkurap: Ibu pasien tidak ingat (Normal: 3-4 bulan)
b. Duduk: 8 bulan (Normal: 6-9 bulan)
c. Berdiri: Ibu pasien tidak ingat (Normal: 9-12 bulan)
d. Berjalan: 14 bulan (Normal: 12-18 bulan)
e. Bicara: Ibu pasien tidak ingat (Normal: 9-12 bulan)
f. Membaca dan Menulis: 4 Tahun
c. Gangguan Perkembangan mental/emosi (jika ada jelaskan): tidak ada
Kesimpulan: Pertumbuhan dan Perkembangan psikomotor sesuai usia

5. Riwayat makanan
Usia 0 – 12 bulan

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim


0–2 (+) (-) (-) (-)
2–4 (+) (-) (-) (-)
4–6 (+) (-) (-) (-)
8 – 10 (+) (+) (+) (+)

8
10 – 12 (+) (+) (+) (+)

Usia >1 tahun

Jenis makanan Frekuensi dan jumlah


Nasi / pengganti 3-4x Sehari
Sayur 3-4x Sehari
Daging Ayam: 4x/Minggu
Sapi: 1x/Bulan
Telur 1x/Sehari
Ikan 2x /Minggu
Tahu 2x/Sehari
Tempe 1x/Sehari
Susu (merk / tambahan) 2x/Minggu
Kesulitan makanan: tidak ada
Kesimpulan riwayat nutrisi: Pasien mendapatkan ASI hingga saat ini, MPASI
dimulai saat 6 bulan. Tidak ada masalah pada riwayat makanan >1 tahun

6. Riwayat imunisasi:
Jenis vaksin Imunisasi dasar Imunisasi
ulangan
BCG 1 bulan
Hepatitis B 0 hari 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Polio 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 Bulan
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan
HiB 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan
Ibu pasien juga mengaku bahwa pasien mengikuti imunisasi di puskesmas
Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar lengkap, imunisasi ulangan
diberikan

7. Riwayat keluarga:

a. Corak reproduksi
No. Tgl lahir Jenis Lahir Abortu Mati Kesehatan
Hidup Mati
(umur) kelamin s (sebab)
1. 17 Tahun L ✓ - - - Sehat
2. 10 Tahun L ✓ - - - Sehat
3. 6 Tahun L ✓ - - - Sehat
4. 11 Bulan L ✓ - - - Pasien
Kesimpulan corak reproduksi: Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

9
b. Riwayat pernikahan
Keterangan Ayah/wali Ibu/wali
Nama Tn. T Ny. E
Perkawinan ke 1 1
Umur saat menikah 24 36
Pendidikan terakhir SMA SMA
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Riwayat Penyakit Tidak ada Tidak ada
Riwayat Keluarga: tidak ada kelainan atau riwayat penyakit apapun di dalam keluarga

8. Riwayat lingkungan:
Pasien tinggal bersama ibu dan ayahnya mengontrak di Tebet, Jakarta Selatan.
Lingkungan rumah pasien padat penduduk. Rumah satu lantai, dengan 1 kamar mandi
dan 2 kamar tidur. Dinding rumah terbuat dari tembok, lantai keramik, ventilasi dan
pencahayaan baik. Sumber air sehari-hari didapat dari PAM, sementara air minum
menggunakan air galon. Pengambilan sampah dilakukan setiap 1 atau 2 hari oleh
petugas kebersihan. . Tidak ada orang lain di rumah dan lingkungan sekitar yang
memiliki keluhan serupa.
Kesimpulan keadaan lingkungan: Rumah berada di Kawasan padat penduduk,
cukup pencahayaan dan sirkulasi udara, dan terdapat sumber air bersih dari PAM dan
air galon isi ulang untuk minum. Tidak ada orang lain di rumah dan lingkungan
sekitar yang memiliki keluhan serupa.

2.3 Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang,
Kesadaran : Compos menits,
Kesan Gizi : Gizi baik

2. Antropometri
a. Berat badan : 9,2 kg
b. Tinggi/panjang badan : 70 cm

3. Status gizi
- BB/ U : (-2 SD) – (+2SD)  BB normal
10
- TB/U : -2SD → Perawakan Normal
- BB/TB : +2 SD → Gizi baik

Kesimpulan: Status Gizi Pasien baik

4. Tanda vital
Tekanan Darah: 110/70 mmhg
Nadi : 110x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Pernapasan : 44x/ menit, teratur
Suhu : 37,1 C
SpO2 : 98%

5. Status generalis
 Kepala : Normosefali, deformitas (-)
 Rambut : Rambut hitam, lurus, distribusi merata
 Wajah : Dismorfik (-), luka (-), jaringan parut (-)
 Mata :
 Sklera ikterik : (-/-)
 Konjungtiva anemis : (-/-)
 Palpebra oedem : (-/-)
 Cekung : (-/-)
 Pupil : Bulat, isokor
 Refleks cahaya : Langsung +/+, tidak langsung +/+
 Telinga
Normotia, liang telinga lapang, sekret (-/-),

 Hidung
Bentuk simetris, terpasang tabung nasogastric, Napas cuping hidung (+) Sekret
(-/-) Deviasi septum (-)

 Bibir:
kering (-) sianosis (-) Deformitas (-)

11
 Mulut
Trismus(-) Mukosa Gusi dan buccal berwarna merah muda.

 Lidah dan tenggorokan


Tonsil T1-T1, hiperemis (-), Kripta, (-) detritus (-), dinding posterior faring
hiperemis (-), arcus faring hiperemis (-), uvula terletak di tengah.

 Leher
Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak teraba pembesaran
kelenjar getah bening.

 Thoraks
1) Jantung:
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
 Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 garis midsternalis kiri
 Auskultasi : BJ I & BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

2) Paru
 Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, gerak dinding dada simetris kanan
dan kiri, retraksi intercostal (-) retraksi subcostal (-) retraksi suprasternal
(-)
 Palpasi : benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronki +/+, wheezing +/+

 Abdomen
 Inspeksi : Buncit, benjolan (-)
 Auskultasi : Bising usus (+)
 Perkusi : Terdapat perkusi timpani – redup,
 Palpasi : Turgor kulit baik, nyeri tekan (-), asites

 Kulit:

12
Warna kulit sawo matang, Ikterik (-), sianosis (-), ptechie (-), jejas (-)

 Ekstremitas
 Inspeksi : Simetris, sianosis (-), edema tungkai (-/-).
 Palpasi : Akral hangat pada keempat ekstremitas, capillary refill time <
3 detik, pitting edema (-)
6. Status Neurologis
 Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinsky I – II (-), Lasegue
(-), kernig (-)
 Refleks fisiologis biseps +/+ , triceps +/+, dan Patella +/+, Achilles +/+
 Refleks Patologis : babinsky (-), Chaddock (-), Oppenheim (-), Hoffman
tromner (-)
 Motorik : ekstremitas superior 5555/5555 , inferior 5555/5555
 Nervus Kranialis

Jenis Pemeriksaan Hasil


NI Tidak dilakukan pemeriksaan
N II Normal tidak ada gangguan lapang pandang.
N III Normal tidak ada paresis
N IV, NVI Normal tidak ada paresis
N VII Normal tidak ada paresis
N VIII Tidak dilakukan pemeriksaan
N IX, X Normal
N XI Normal
N XII Normal

2.4 Pemeriksaan penunjang

A. Pemeriksaan laboratorium

Hasil laboratorium tanggal 27/11/2021

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Hasil Nilai Normal


Eritrosit 4.7 Juta/mikroL 3,6-5,2
Hematokrit 34 % 35-43
Hemoglobin 11.3 g/dL 10.7-13.1
Leukosit 9.5 Ribu/mL 6-17.5
Trombosit 443 Ribu/mL 217-497
MCV 71.8* mU/dl 74-102

13
MCH 24.1 mU/dl 23-31
MCHC 33.6* g/dL 28-32
RDW 13,9 % <14

Hitung jenis :

Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 1 % 1-5
Netrofil Batang 0 % 0-8
Netrofil Segmen 29 % 17-60
Limfosit 62 % 20-70
Monosit 8 % 1-11
Eosinofil 60 103/uL 50-300
NLR 0.47
Limfosit total 5890* /ul 1250-4000
CRP Kuantitatif <5 mg/L <5

Hasil pemeriksaan lab menunjukan adanya peningkatan pada MCV MCHC dan limfositosis

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan nilai normal catatan


TINJA
Feses turin
Makroskopik :
Warna Kuning Coklat
Konsistensi Lunak Lunak
Lendir Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Mikroskopik :
Leukosit Negatif Negatif
Eritrosit Negatif Negatif
Amoeba coli Negatf Negatif
Amoeba histolitika Negatif Negatif
Telur cacing Negatuf Negatif
Perncernaan :
Lemak Negatif Negatif
Amilum Negatif Negatif
Serat Negatif Negatif
Sel ragi Negatif Negatif

B. Pemeriksaan Rontgen Thorax

-26 Juli 2021

14
Kesan :

- Corakan bronchovascular ramai, tampak infiltrat di kedua paru


- Trakhea di tengah, tidak tampak pelebaran mediastinum
- Kedua hilus baik
Conclusion
Bronchopneumonia
Cor dalam batas normal
- 02 Desember 2021

Kesan :

- posisi asimetris

- jantung ukuran kesan tidak membesar

- aorta dan mediastinum tidak melebar

15
- trakhea ditengah. Kedua hilus tidak menebal

- tidak tampak jelas infiltrat maupun nodul di kedua paru

- kedua hemidiagfragma licin, sinus kostofrenicus kanan kiri lancip

- tulang-tulang yang tervisualisasi optimal kesan intak

Conclusion :

Tidak tampak kelainan radiologi jantung

Tidak tampak infiltrat di kedua paru

2.5 Resume

Pasien anak laki-laki usia 11 bulan dating ke poli pada tanggal 26/11/2021 dengan
keluhan batuk dan sesak nafas sejak 8 hari SMRS. Dari anamnesis didapatkan pasien
keluahan batuk dirasakan terus menerus setelah pasien menghirup asap rokok. Batuknya
berdahak, kental dan lengket. Kemudian sesaknya sampai berbunyi “ngik” dan adanya nafas
cuping hidung. Pasien juga mengalami gejala demam sejak 7 hari SMRS, utama demam sejak
5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demamnya naik turun, sempat tinggi sampai 40oC, kejang
disangkal, sempat di beri diaazepam dan demam sempat turun tapi tidak sampai normal.
Pasien juga sempat muntah 1x berisi lendir. Mual, kejang, diare, nyeri perut disangkal. Pasien
sempat diberikan obat oleh ibunya yaitu obat sisa dari kontrol (ambroxol, CTM, ceterizine,
dan paracetamol). Kaka pasien ada riwayat kejang demam.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, dengan kesadaran
compos mentis, GCS E4V5M6. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah
o
110/70 mmHg, nadi 110x/menit, pernapasan 44x/menit, Suhu 37,1 C. Dari hasil
Antropometri didapatkan status gizi normal .Pada pemeriksaan status generalis dan status
neurologis didapatkan hasil pemeriksaan dalam batas normal.

Hasil pemeriksaan penunujang laboratorium pada tanggal 27/11/ 2021 hematologi


adalah sebagai berikut MCV 71.8 mU/dL , MCHC 33.6 g/dL dan limfosit total 5890 /uL.
Pada pemeriksaan Rontgen Thorax tanggal 26/07/2021 terlihat adanya kesan
bronkopneumonia, tetapi pada tanggal 2/12/2021 sudah tidak terdapat kesan
bronkopneumonia.

16
2.6 Diagnosis kerja

Diagnosis Kerja:

1. Bronkopneumonia

Anjuran Pemeriksaan Penunjang

 Hematologi Lengkap
 Hitung jenis
 Feses rutin

2.7 Diagnosis Banding


1. Bronkitis
2. Bronkiolitis
3. Asma
4.
2.8 Tatalaksana

1. Oksigen 1L/ nasal


2. IVFD Kaen 1B 3cc/kgBB/Jam
3. Injeksi cefataxime 3x300 mg
4. Paracetamol 100 mg jika suhu > 38oC
5. Ambroxol 5mg
6. CTm 0,75 mg
3x1
7. Salbutamol 0,4 mg
8. Theopylin 20 mg
2.9 Prognosis

 Ad vitam : ad bonam
 Ad fungsionam : ad bonam
 Ad Sanationam : ad bonam

2.10 Follow-Up

28/11/2021 29/11/2021 30/11/2021


S Batuk berdahak batuk + dahak kuning, Batuk dan sesak
berwarna bening setelah muntah saat batuk berisi membaik, demam –

17
batuk pasien muntah makanan dan lendir, BAB terakhir semalam,
berisi makanan, muntah bering. Demam – BAB lunak, terdapat lendir,
1x pagi ini pukul terakhir kemarin malam ampas + darah-
07.00 , pilek -, konsistensi lunak. BAK sebanyak 1x
demam- . BAB terakhir terakhir pagi ini.
kemarin malam, lunak,
kuning.
O Sakit sedang, Sakit sedang Sakit sedang
Kesadaran Compos Kesadaran Compos Kesadaran Compos
Mentis Mentis Mentis
Akral hangat Akral hangat Akral hangat
N: 122x/menit N: 114x/Menit N: 110x/menit
Suhu 37,5 C Suhu: 37,5 C S: 37,7 C
RR: 54x/menit RR:28x/menit RR: 24x/menit

Mata : CA -/- , SI -/- Mata : CA -/- , SI -/- Mata : CA -/- , SI -/-


Mulut : Mukosa tidak Mulut : Mukosa tidak Mulut : Mukosa tidak
tampak hiperemis, gusi tampak hiperemis, gusi tampak hiperemis, gusi
berdarah (-) berdarah (-) berdarah (-)
Leher : Pmebesaran Leher : Pmebesaran KGB Leher : Pmebesaran
KGB (-) (-) KGB (-)
Paru : SNV +/+, Rh +/ Paru : SNV +/+, Rh -/-, Paru : SNV +/+, Rh -/-,
+, Wh +/+ Wh -/- Wh -/-
Jantung : BJ I-II Reg, Jantung : BJ I-II Reg, Jantung : BJ I-II Reg,
Murmur (-) Murmur (-) Murmur (-)
Abdomen : Buncit, NT Abdomen : Buncit, NT Abdomen : Buncit, NT
(-). (-), Asites (+) (-) asites (+)
Ekstremitas : Akral Ekstremitas : Akral Ekstremitas : Akral
Hangat Hangat Hangat

Laboratorium 26/11/21: Laboratorium 26/11/21: Laboratorium 26/11/21:


Hematokrit : 34% Leukosit : 9.500 Leukosit : 9.500
Leukosit : 9.500 Hb : 11,3 g/dL Hb : 11,3 g/dL
ribu/uL Hematokrit : 34% Hematokrit : 34%
Eritrosit : 4.7 juta/uL Trombosit : 443.000 Trombosit : 443.000
Hemoglobin : 11.3 g/dL Limfosit : 5890 Limfosit : 5890
Trombosit : 443 Feses rutin 27/11/21: Feses rutin 27/11/21:
ribut/uL Warna : kuning Warna : kuning
Konsistensi : lunak Konsistensi : lunak
Lendir : negatif Lendir : negatif
Darah : negatif Darah : negatif

A BP dd Bronkitis HRb BP BP

P KIE NMM KIE


Diet : makanan lunak KIE Diet : makanan lunak
Oksigen Diet : makan lunak lauk lauk cincang

18
IVFD : kaen 1B cincang IVFD inj. Kaen 1B
3cc/kgBB/jam Oksigen 3cc/kgBB/jam 
Inj. Cefotaxime 3x300 IVFD kaen 1B venflon (saat visit)
mg 3cc/kgBB/jam Inj cefotaxime 3x300
Pracetamo; 100 mg jika Injeksi cefotaxime 3x300 mg
suhu >38 C mg Candistin 3x1 cc
Ambroxol 5 mg Pct 100 mg jika suhu >38 Pct 100 mg
CTM 0,75 mg C Ambroxol 5 mg
Salbutamol 0,4 mg Ambroxol 5 mg Ctm 0,75 mg
Theopilin 20 mg CTM 0,75 mg Salbutamol 0,4 mg
Salbutamol 0,4 mg Theofilin 20 mg
Theopilin 20 mg

BAB III

RINGKASAN PEMBAHASAN KASUS

Dari anamnesis didapatkan pasien keluhan utama batuk. Dirasakan setiap hari
bersamaan dengan sesak, batuk berdahak dengan dahak kental dan lengket. Pasien juga
mengeluhkan adanya demam dan muntah. Demam mencapai suhu 40 C dan naik turun,
kemudian untuk muntahnya 1x berisi lendir dan sedikit makanan. Pasien menyangkal adanya
kejang. Pasien sudah pernah diberikan obat paracetamol, ambroxol, salbutamol, ctm, dan
cefixime obat sisa dari kontrol saat ke poli anak tetapi belum ada perubahan juga.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, dengan kesadaran
compos mentis GCS E4V5M6. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 110 x/menit, pernafasan 44x/menit, suhu 37,0 C. Dari kasih antropometri

19
didapatkan satatus gizi baik. Pada pemeriksaan status generalis ditemukan adanya wheezing
pada paru kanan dan kiri. Pada pemeriksaan fisik secara klinis di bronkopneumonia
ditemukan nafas cuping hidung, sesak nafas, riwayat demam batuk pilek,sianosis,dan pada
auskultasi didapatkan adanya ronki dikedua lapang paru,

Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium hari pertama pasien masuk ke RS pada


tanggal 26/11/2021 adalah sebagai berikut hematokrit 34% menunjukkan hematokrit rendah,
leukosit 9.500 ribu/uL , hemoglobin 11.3 g/dL. Pada pemeriksaan 27/11/2021 ada
pemeriksaan feses rutin dengan warna kuning, dan konsistensi yang lunak. Pada
paemeriksaan penunjang klinis adanya leukositosis dengan predominan polimofonuklear atau
bisa juga ditemukan leukopenia.

Tatalaksana yang dapat di berikan pada pasien adalah evaluasi tanda vital serta terapi
suportif yaitu pemberian terapi cairan dengan IVFD Kaen 1B 3cc/kgBB/jam , inejksi
cefotaxime 3x300mg , paracetamol 100mg jika suhu >38 C, ambroxol 5 mg, CTM 0,75 mg,
salbutamol 0,4 mg, dan theopilin 20 mg.

Dari hasil anamnesis, Gejala klinis yang timbul pada pneumonia yang terjadi pada
balita dan anak yang lebih besar meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia,
dan kadangkadang keluhan gastrointestinal (muntah dan diare). Secara klinis gejala
respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrwaing), napas cuping hidung, ronki,
dan sianosis. Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveoler. Bila terjadi efusi pleura atau
empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. Kadang timbul nyeri abdomen
bila terdapat pneumonia lobus kanan bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. (6) Pada
pemeriksaan penunjang tidak begitu menunjukkan gejala dari bronkopneumonia.1

Tatalaksana yang diberika pada pasien adalah evaluasi tanda vital seperti yang sudah
dijabarkan sebelumnya. Terapi assering diturunkan perlahan setiap harinya karena kelebihan
cairan menyebabkan oberload, dan juga terapi oksigen diturunkan perlahan setiap ini hari
karena semakin hari semakin membaik. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah
pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif
meliputi pemeberin cairan intravena, oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa, elektrolit,
dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik /antipiretik. Suplementasi
vitamin A tidak terbukti efektif.(6)

20
Setelah follow up pasien selama 3 hari, pasien menunjukkan tanda-tanda pemulihan
berupa tanda vital baik, nafsu makan baik, suhu normal, sesak membaik, dan batuk lebih
baik.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi dan Klasifikasi

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru; peradangan pada paru
dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang
berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. (2) Walaupun banyak
pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit
untuk merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah sindrom klinis,
sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah
satu definisi klinis klasik menyatakan pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai
dengan batuk, sesak napas, demam, ronki basah, dengan gambaran infiltrat pada foto rontgen
(2)
toraks. Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang maksudnya lebih kurang
sama. Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi paru karena
proses infeksi sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non-infeksi. Namun hal inipun
tidak sepenuhnya ditaati oleh para ahli.

4.2 Epidemiologi

Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam
rumah sakit/pusat perawatan (pneumonia nosokomial/PN). Insidensi pneumonia komuniti di
Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian akibat
infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian utama akibat infeksi pada orang
dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di
Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab

21
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka
pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. (1)

4.3 Etiologi

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan
yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada anak
bervariasi tergantung :

a. Usia

b. Status imunologis

c. Status lingkungan

d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

e. Status imunisasi

f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Usia pasien mrupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak,
terutama dalam sprectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan.

Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data di
negara maju : (5,6)

22
4.4 Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya
pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa
pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi
yang lebih relevan. (5)

a. Berdasarkan lokasi lesi di paru :


- Pneumonia lobaris
- Pneumonia lobularis
- Pneumonia intersitialis

23
b. Berdasarkan asal infeksi Pneumonia yang didapat dari masyarakat
(community acquired pneumonia) Pneumonia yang didapat dari Rumah
Sakit (hospital based pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri Pneumonia
virus Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit pneumonia Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit Pneumonia akut Pneumonia persisten

Klasifikasi berdasarkan Lingkungan dan Pejamu

4.5 Patogenesis

Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau
seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang umum adalah
pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini
dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-
lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah
masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi
terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus
ke alveolus. 3 Dalam keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai
parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme
pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan
imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat
di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobunlin lain. (5) Umumnya
mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-
mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran
kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi

24
serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin
bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Berikutnya, jumlah makrofag
meningkat di alveoli, dimana sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan
debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan
paru yang tidak terkena akan tetap normal. (5) Pneumonia viral biasanya berasal dari
penyebaran infeksi di sepanjang jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel
respiratorius, menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan
debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap
infeksi berat. Atelektasis, edema intersitial, dan ventilation-perfusition mismatch
menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus
respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bekteri sekunder dengan
mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan
(5)
memodifikasi flora bakterial. Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses
patologik bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. penumoniae menempel pada
epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan memicu
respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel
inflamasi, dan mukus menyebabkan onstruksi jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi
di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada pneumonia viral. S. pneumoniae
menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya
ke bagian paru lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi
merata di seluruh lapangan paru.(7,8) Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah
menyebabkan infeksi yang lebih difus dengan pneumonia intersitial. Pneumonia lobar tidak
lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang
compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses
ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumonia yang
disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjadi jelek yang disertai
dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal.
Stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih
mencolok pada sati sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna
tidak teratur. (1)

25
4.6 Manifestasi klinis

Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi
(nonspesifik), gejala pulmonal, pleural, atau ekstrapulmonal. Gejala nonspesifik meliputi
demam, menggigil, sefalgia, resah dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami
gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. (3) Gejala pada
paru timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung. Setelah gejala awal seperti
demam dan batuk pilek, gejala napas cuping hidung, takipnu, dispnu, dan timbul apnu. Otot
bantu napas interkostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada
anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. 2 Pengukuran frekuensi napas dilakukan
dalam keadaan anak tenang atau tidur. Tim WHO telah merekomendasikan untuk
menghitung frekuensi napas pada setiap anak dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi
napas yang lebih dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest
indrawing), WHO menetapkan sebagai pneumonia (di lapangan), dan harus memerlukan
perawatan dengan pemberian antibiotik. Perkusi toraks pada anak tidak mempunyai nilai
diagnostik karena umumnya kelainan patologinya menyebar; suara redup pada perkusi
biasanya karena adanya efusi pleura. (2) Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada
auskultasi. Ronkhi basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak
terdengar pada bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume toraks biasanya suara
(2)
napas saling berbaur, dan sulit untuk diidentifikasi. Secara klinis pada anak sulit
membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat
disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak
toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.(2) Namun keadaan
seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus.

4.6.1 Pneumonia pada neonatus dan bayi kecil

Pneumonia ini sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang berhubungan dengan
proses persalinan, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, dari serviks ibu, atau
berasal dari kontaminasi dengan sumber infeksi dari RS. infeksi juga dapat terjadi karena
kontaminasi dari komunitasnya. Gambaran klinis pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipnea,
letargi, muntah, tidak, mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta dan demam.
Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Keadaan ini sering sulit dibedakan dengan keadaan
sepsis dan meningitis. (6)

26
4.6.2 Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar

Gejala klinis yang timbul pada pneumonia yang terjadi pada balita dan anak yang lebih besar
meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadangkadang keluhan
gastrointestinal (muntah dan diare). Secara klinis gejala respiratori seperti takipnea, retraksi
subkosta (chest indrwaing), napas cuping hidung, ronki, dan sianosis. Penyakit ini sering
ditemukan bersama konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan
pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveoler. Bila terjadi efusi pleura atau empiema,
gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. Gerakan dada juga terganggu bila terdapat
nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila efusi bertambah, sesak napas akan semakin bertambah,
(6)
tetapi nyeri pleura akan semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul. Kadang
timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan bawah yang menimbulkan iritasi
diafragma. Nyeri ini dapat menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai appendisitis.
Abdomen mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerografi atau
ileus paralitik. Hati akan teraba bila tertekan oleh diafragma, atau memang membesar karena
terjadi gagal jantung kongestif sebagai akibat komplikasi pneumonia. (6)

4.6.3 Pneumonia atipik

Mikroorganisme penyebab adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia spp,


Legionnela pneumofilia, dan Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae merupakan penyebab potensial infeksi respiratori dan pneumonia pada anak,
terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Chlamydia trachomatis sering ditemukan
sebagai penyebab infeksi akut respiratori pada bayi melalui transmisi vertikal (proses
kersalinan) dan merupakan etiologi infeksi perinatal yang penting. Legionnela pneumofilia,
dan Ureaplasma urealyticum jarang dilaporkan menyebabkan ifeksi pada anak. (6)

4.7. Diagnosis

Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau serologis


merupakan dasar terpi yang optimal. Akan tetapi penemuan bakteri penyebab tidak selalu
mudah karena memerlukan laboratorim yang memadai. Prediktor paling kuat adanya
pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut :
takipnea, batuk, nafas cuping hidung, rtraksi, ronki dan suara nafas melemah serta

27
didukung oleh gambaran radiologis. 6 Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas
pneumonia pada balita, maka dalam upaya peanggulangannya WHO mengembangkan
pedoman diagnosis dan tatalaksana pneumonia yang sederhana. 6 Berikut adalah
klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut. 6,8

 Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun

o Pneumonia sangat berat

 Tidak dapat minum/makan

 Kejang

 Letargis

 Malnutrisi

o Pneumonia berat

 Bila ada sesak nafas, ada retraksi

 Harus dirawat dan diberikan antibiotik

o Pneumonia

 Bila tidak ada sesak nafas

 Ada nafas cepat dengan laju nafas

 > 50 x / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun

 > 40 x / menit untuk anak usia >1-5 tahun

 Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral o Bukan pneumonia

 Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas

 Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun panas.

 Bayi berusia dibawah 2 bulan

o Pneumonia sangat berat

 Tidak mau menetek/minum

28
 Kejang

 Letargis

 Demam atau hipotermi

 Bradipnea atau pernapasan ireguler

o Pneumonia harus dirawat dan diberikan antibiotik

 Bila ada nafas cepat ( > 60 x / menit ) atau sesak nafas

 Retraksi

 Harus dirawat dan diberikan antibiotik

o Bukan pneumonia

 Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas

 Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

4.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi meliputi empiema torasis (komplikasi tersering oleh
pneumonia bakteri), perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti
meningitis purulenta. Miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin
kinase juga meningkat, dan gagal jantung) juga dilaporkan cukup tinggi pada seri pneumonia
anak berusia 2-24 bulan. (6)

4.10 Tatalaksana

Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan trutama
berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters pernafasan, tidak mau makan
atau minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan
usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat
inap. 6 Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemeberin cairan intravena,
oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan
demam dapat diberikan analgetik /antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. 6

29
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utma keberhasilan pengobatan.
Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri. (6)

a. Pneumonia Rawat Jalan


Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara
oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang
diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah
4mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol. 6 Makrolid, baik
eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai terapi
alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.pneumonia dan bakteri
atipik. Dosis eritromisin 30- 50 mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6 jam
selama 10-14 hari. Klaritromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis 15
mg/kgBB. Azitromisin 1 kali sehari 10mg/kgBB 3-5 hari (hari pertama)
dilanjutkan dengan dosis 5mg/kgBB untuk hari berikutnya. (6)

b. Pneumonia Rawat Inap


Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta
laktam, ampisilin atau amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol.
Antibiotik yang diberikan berupa : Penisilin G intrvena ( 25.000 U/kgBB
setiap 4 jam ) dan kloramfenikol ( 15 mg/kgBB setiap 6 jam ), dan
seftriaxon intravena ( 50 mg/kgBB setiap 12 jam ). Keduanya diberikan
selama 10 hari. (6)

4.11 Pencegahan

4.11.1 Pencegahan primer

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor resiko terhadap kejadian


pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: (9)

a. Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT (Dipteri,
Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi neonatal
sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita. Di samping itu,
zat-zat gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu mendapat perhatian.

30
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di
luar ruangan.
d. Mengurangi kepadatan hunian rumah

4.11.2 Pencegahan sekunder

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang
telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan
mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan ternjadinya komplikasi. Upaya
yang dapat dilakukan antara lain: (9)

a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral


dan penambahan oksigen.
b. Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin, atau
amoksisilin.
c. Bukan pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi
antibiotik. Bila demam tinggi diberikan paracetamol. Bersihkan hidung
pada anak yang mengalami pilek dengan menggunakan lintingan kapas
yang diolesi air garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beri
penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.

4.11.3 Pencegahan tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak munculnya
penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian
serta usaha rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah
proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan. Upaya yang dilakukan dapat
berupa (9)

a. Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik selama
5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk.
b. Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat
agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian.

31
4.12 Prognosis

Dengan pemberian antiboitik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai
kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukan mortalitas yang lebih tinggi. (1)

32
BAB V

KESIMPULAN

Pasien anak laki-laki usia 11 bulan datang ke poli dengan keluhan utama batuk sejak 8
hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien sudah menjalani perawatan selama 3 hari di ruang
perawatan emerald barat.

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan penunjang pasien sudah memenuhi
kriteria bronkopneumonia, pasien diterapi dengan oksigen, cairan kaen 1B 3cc/kgBB/jam,
ambroxol, salbutamol, CTM, paracetamol, cefotaxime, dan theophilin. Dari hasil follow up,
pada hari perawatan ke 4 tampak tanda-tanda pemulihan dan pasien dipulangkan pada hari ke
4 perawatan.

Penegakan diagnosis bronkopneumonia secara kliniis yang paling penting dan


ditambah dengan pemeriksaan fisik. Terdapat bukti adanya nafas cuping hidung pada hari
pertama datang ke poli, dan kemudian adanya ronki dan wheezing. Tatalaksana degnan terapi
cairan, pengurangan gejala yang ada dan evaluasi tanda vital.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Bronkopneumoni. Diunduh dari : http://id.scribd.com

2. Supriyatno B. Infeksi Respiratori Akut pada Anak. September 2006. Diunduh dari :
Sari Pediatri, Vol.8, No.2. h.100-6
3. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta :
1997. Hal 633.
4. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:
1999. hal: 695-705.
5. Pedoman Diganosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005
6. Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respiratori Anak. Edisi II. Ikatan Dokter Anaka

Indonesia. Jakarta: 2008.h.350-64.


7. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. Bandung: 2005.
8. Pedoman Pelayan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
9. Definisi Pneumoni. Diunduh dari : Chapter II.pdf
10. Bennete M.J. 2013. Pediatric pneumonia.
https://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. 9 Maret 2013.

34

Anda mungkin juga menyukai