Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

SUPERIMPOSED PREECLAMPSIA

Oleh:

Chitra octaviani hadi putri 210070200011067


Chaerani bahar 210070200011038
Adityas Ramadhani 210070200011091
M chaidaru dinil islam 210070200011116
M robitul anwar H 210070200011026
Bernadus pandu 210070200011090

SPV Pembimbing:
dr. Teguh Wiyono, Sp.OG (K)

LABORATORIUM OBSTETRI-GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BRAWIJAYA RSUD NGUDI WALUYO WLINGI
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS
SUPERIMPOSED PREECLAMPSIA
Periode 16 Januari - 21 Januari 2023

Disusun oleh:
Khairunnisa Humaira 210070200011126
Radita Gita Bagiada 210070200011095
Aileen Aurellia 210070200011016
Akbar Galang Bragaseno 210070200011030

Disetujui untuk dibacakan pada:


Hari: Jum’at
Tanggal: 20 Januari 2023

Menyetujui,
SPV Pembimbing

dr. Teguh Wiyono, Sp.OG (K)

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 3
DAFTAR GAMBAR 5
DAFTAR TABEL 6
BAB 1 PENDAHULUAN 7
1.1 Latar Belakang 7
1.2 Tujuan Penulisan 7
1.3 Manfaat Penulisan 8
BAB 2 LAPORAN KASUS 9
2.1 Identitas Pasien 9
2.2 Data Subjektif 9
2.2.1 Keluhan Utama 9
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang 9
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu 10
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga 10
2.2.5 Riwayat Sosial 10
2.2.6 Riwayat KB 10
2.2.7 Riwayat Persalinan yang Lalu 10
2.2.8 Riwayat Kehamilan Sekarang 10
2.2.9 Riwayat ANC 11
2.2.10 Riwayat Vaksinasi COVID-19 11
2.3 Data Objektif 11
2.3.1 Status Generalis 11
2.3.2 Status Obstetri 11
2.3.3 NST 12
2.3.4 USG 12
2.3.5 Pemeriksaan Laboratorium 13
2.4 Assessment 14
2.5 Planning 14
BAB 3 RUMUSAN MASALAH 15
BAB 4 TINJAUAN PUSTAKA 16
4.1 Definisi 17
4.2 Epidemiologi 17
4.3 Faktor Risiko 18

3
4.3.1 Determinan Intermediet 18
4.3.2 Determinan kontekstual 19
4.4 Etiologi 20
4.5 Patofisiologi 21
4.6 Manifestasi Klinis 24
4.7 Penegakan Diagnosis 25
4.7.1 Penegakan Diagnosis Hipertensi 25
4.7.2 Penentuan Proteinuria 25
4.7.3 Penegakkan Diagnosis Preeklampsia 26
4.7.4 Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat 27
4.7.5 Penegakan Diagnosis Hipertensi Kronis 27
4.7.6 Penegakan Diagnosis Superimposed Preeclampsia 28
4.8 Tatalaksana 28
4.8.1 Pemberian magnesium sulfat 29
4.8.2 Pemberian Anti Hipertensi 29
4.8.3 Pemberian kortikosteroid 30
4.9 Pencegahan 30
4.9.1 Pencegahan Primer 31
4.9.2 Pencegahan Sekunder 31
4.10 Komplikasi 32
4.11 Prognosis 33
BAB 5 PEMBAHASAN 33
BAB 6 KESIMPULAN 40
DAFTAR PUSTAKA 43

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Patofisiologi Superimposed Preeclampsia.......................................24


Gambar 4.2 Kriteria Diagnosis Superimposed Preeclampsia..............................28

5
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Riwayat Persalinan yang Lalu..............................................................10


Tabel 2.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium.........................................................13

6
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi pada kehamilan merupakan masalah besar saat ini dalam
morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. Terdapat sekitar 5-10% dari
seluruh kehamilan merupakan hipertensi. Setengah hipertensi pada kehamilan
akan berkomplikasi menjadi preeklampsia atau eklampsia. Preeklampsia dan
eklampsia saat ini menempati urutan kedua (sebesar 24%) penyebab kematian ibu
setelah perdarahan.
Preeklampsia adalah sindrom yang khas pada kehamilan, menyebabkan
gangguan dan komplikasi multiorgan .Hal utama yang menjadi penyebab
kematian dan kesakitan ibu preeklamsia adalah abrasion plasenta, edema
pulmonary, kegagalan ginjal dan hepar, miokardial infark, disseminated
intravascular coagulation (DIC), perdarahan serebral. Sedangkan efek
preeklampsia pada fetal dan bayi baru lahir adalah insufisiensi plasenta, asfiksia
neonatorum, intrauterine growth retardation (IUGR), prematur, dan abrasion
plasenta.
Kematian ini umumnya dapat dicegah bila komplikasi kehamilan dan
resiko tinggi lainnya dapat dideteksi sejak dini, kemudian mendapatkan
penanganan yang tepat dan adekuat. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia
yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu
segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi superimposed preeclampsia
2. Mengetahui epidemiologi superimposed preeclampsia
3. Mengetahui faktor risiko superimposed preeclampsia
4. Mengetahui etiologi superimposed preeclampsia
5. Mengetahui patofisiologi superimposed preeclampsia
6. Mengetahui manifestasi klinis superimposed preeclampsia

7
7. Mengetahui penegakan diagnosis superimposed preeclampsia
8. Mengetahui tatalaksana superimposed preeclampsia
9. Mengetahui pencegahan superimposed preeclampsia
10. Mengetahui komplikasi superimposed preeclampsia
11. Mengetahui prognosis superimposed preeclampsia

1.3 Manfaat Penulisan


Laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan,
pengetahuan, dan keterampilan dokter muda dalam bidang obstetri dan
ginekologi, khususnya mengenai superimposed preeclampsia sehingga dapat
berguna dalam tatalaksana kepada masyarakat maupun penelitian
kedepannya.

8
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny.
Usia : 19 th
Pendidikan : SMP (9 th)
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pasirharjo 3/2 Talun, Blitar, Jawa
Timur Status pernikahan : Menikah 1x
Lama menikah : 4th
Nama suami : Tn. WS
Usia suami : 22 th
Pendidikan suami : SMA (12 th)
Pekerjaan suami : Pegawai swasta

2.2 Data Subjektif


2.2.1 Keluhan Utama
Pasien merupakan rujukan dari RS Annisa dengan diagnosis G2P0100Ab000 gr
28-30 mgg T/H + PEB + impending eclampsia

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


21/08/2022 18.00
Pasien mengeluh nyeri ulu hati → tetap dirumah
21/08/2022 22.00
Pasien mengeluh nyeri ulu hati semakin memberat disertai pandangan kabur →
pasien berangkat sendiri ke RS Annisa
21/08/2022 22.30
Pasien tiba di RS Annisa → dilakukan pemeriksaan → didapatkan TD 210/150
mmHg proteinuria +4. Pasien diberi terapi nifedipin 3x10 mg, dopamet 3x250 mg,
aspilet 1x80 mg → pasien disarankan rujuk ke RSUD Ngudi Waluyo
21/08/2022 23.30

9
Pasien tiba di IGD RSUD Ngudi Waluyo

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi sejak usia 17 tahun, tetapi tidak minum obat secara teratur.
Riwayat MRS di RS Suhada haji tanggal 10/8/2022 dirawat selama 5 hari dengan
keluhan yang sama. Riwayat DM, asma, penyakit jantung disangkal. Riwayat
demam, batuk, pilek, sakit menelan disangkal.

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat DM, asma, penyakit jantung pada keluarga disangkal.

2.2.5 Riwayat Sosial


Pasien merupakan ibu rumah tangga, sehari-hari tinggal dengan suami dan orang
tuanya. Riwayat merokok baik aktif maupun pasif disangkal, riwayat konsumsi
alkohol disangkal.

2.2.6 Riwayat KB
Pasien tidak pernah menggunakan KB

2.2.7 Riwayat Persalinan yang Lalu


Tabel 2.1 Riwayat Persalinan yang Lalu

No A/P/I/Ab/ BBL Cara lahir Penolong L/P Umur H/M


M/E

1. Preterm 1800 gr SptB Sp.OG di P 2 mgg M


RS Mardi
Waluyo

2. Hamil ini

2.2.8 Riwayat Kehamilan Sekarang


HPHT : 29 Januari 2022
Taksiran Persalinan : 5 Oktober 2022
Usia Kehamilan : 28-30 minggu

10
2.2.9 Riwayat ANC
PKM: 3x (Terakhir kontrol 13/5/22)
Bidan: 1x (Terakhir kontrol 13/4/22)
SpOG: 4x (Terakhir kontrol
10/8/22)

2.2.10 Riwayat Vaksinasi COVID-19


Vaksinasi 2 kali dengan jenis vaksin Astrazeneca.

2.3 Data Objektif


2.3.1 Status Generalis
Hasil pemeriksaan status generalis (22 Agustus 2022)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
GCS 456
BB sebelum hamil : 65 Kg
BB saat ini : 72 kg
TB : 156 cm
BMI : 26,70 kg/m2
TD : 219/171 mmHg
N : 96 x/menit
RR : 21 x/menit
Tax : 36,6
SpO2 : 99% on RA
K/L : an -/- ict -/-
Tho : Cor: S1, S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Vesikuler, Rh Ξ|Ξ, Wh Ξ|Ξ
Abd : TFU 24 cm, TBJ 1705 gr, letak bujur U, DJJ
157x/menit, His (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
GE : Flux (-), fluor (-)

2.3.2 Status Obstetri


Hasil pemeriksaan status obstetri (22 Agustus 2022)

11
TFU : 24 cm
TBJ : 1705 gr
DJJ : 157x/menit
Leopold I : Bulat, lunak (bokong)
Leopold II : Kanan: keras, panjang, lebar (punggung)
Kiri: kecil-kecil, keras (ekstremitas)
Leopold III : Bulat, keras, melenting (kepala)
Leopold IV : Konvergen
His :-
VaT : tde

2.3.3 NST
Hasil Pemeriksaan NST (22 Agustus 2022)
Baseline: 140 x/m
Variabilitas: 5-15
x/m Acc: (+)
Dec: (-)
Kategori: I

2.3.4 USG
Hasil pemeriksaan USG (22 Agustus 2022)
Tampak janin T/H/I
Letak bujur kepala di atas
BPD: 7,09 cm (28w3d)
AC: 23,72 cm (28w0d)
FL: 5,05 cm (27 w1d)
EFW: 1136 gr
SDP: 3,78 cm
Placenta implantasi di korpus posterior
Maturasi grade II

12
2.3.5 Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium (22 Agustus 2022)
Tabel 2.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Hasil Satuan Nilai Normal


Pemeriksaan Pemeriksaan
Elektrolit
K+ 2,96 mmol/L 3,4 - 5,3
Na+ 136,7 mmol/L 135 - 150
Calcium ion 1,00 mmol/L 1,00 - 4,00
Klorida 108,1 mmol/L 98 - 107/96 - 114
Faal Ginjal
Ureum 18 mg/dl 20 - 45
Creatinin 1,09 mg/dl 0,5 - 1,5
Faal Hati
SGOT 35 U/L L<37, P<31
SGPT 11 U/L L<41, P<31
Albumine darah 3,03 g/dl 3,5 - 5,2
Hematologi
Haemoglobin 14,4 - 12 - 17
Leukosit 13,91 ribu/ul 4,5 - 11
Trombosit 164 ribu/ul 150 - 450
HCT 42,8 38 - 51
Kimia Klinik
GDA 87 mg/dl 70 - 120
Urine Lengkap
Urine lengkap Bakteri +1 -

13
Reduksi Negatif - Negatif
Urobilin urine Normal -
Bilirubin urine Negatif - Negatif
pH urine 7,0 -
BJ urine 1,015 -
Albumin urine +3 - Negatif
Keton Negatif -

2.4 Assessment
G2P0100Ab000 gr 28-30 mgg T/H
+ Impending eclampsia
+ HT kronis SIPE
+ Overweight
+ Mild hipoalbuminemia
+ Hipokalemia

2.5 Planning
PDx : EKG, Foto thorax, C/Cardio dan IPD
PTx :
- Pro MRS ruang cempaka
- Pro Conservative treatment
- Diet rendah garam
- Terapi oral :
Nifedipine 3x5 mg
Metildopa 3x500 mg
Aspilet 1x80 mg
- MgSO4 full dose : MgSO4 20% 4 gr bolus pelan selama 15 menit, lanjut
MgSO4 40% 6 gr dalam RD5% jalan 1 gr/jam s/d 24 jam (selesai 23/8/22
pukul 10.00)

14
- Induksi maturasi paru dengan injeksi dexamethason 2 x 6 mg, selang 12 jam
selama 48 jam (2 hari) (selesai 23/8/22 pukul 13.00)
TS Cardio
PTx:
Dapat diberikan nicardipine 0,6 - 6 mcg/kg/mnt jika target TD belum tercapai
(Target TD <160/100 mmHg) (pada pasien sudah stop pemberian)
TS IPD
PDx: cek SE post koreksi
PTx:
Koreksi hipokalemia dengan KCl 25 meq dalam NaCl 0,9% 500 cc, habis dalam 4
jam 2 siklus (sudah 2 flash)
IPD Raber

15
BAB 3
RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi superimposed preeclampsia?


2. Bagaimana epidemiologi superimposed preeclampsia?
3. Apa faktor risiko superimposed preeclampsia?
4. Apa etiologi superimposed preeclampsia?
5. Bagaimana patofisiologi superimposed preeclampsia?
6. Bagaimana manifestasi klinis superimposed preeclampsia?
7. Bagaimana penegakan diagnosis superimposed preeclampsia?
8. Bagaimana tatalaksana superimposed preeclampsia?
9. Bagaimana pencegahan superimposed preeclampsia?
10. Apa komplikasi superimposed preeclampsia?
11. Bagaimana prognosis superimposed preeclampsia?

16
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi
Hipertensi pada kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik
140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih. Tekanan
darah harus meningkat pada selang waktu 4 jam sebelum diagnosis hipertensi
dilakukan. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang mendahului kehamilan atau
didiagnosis sebelum 20 minggu kehamilan. Sedangkan hipertensi kronik dengan
superimposed preeclampsia merupakan penderita hipertensi kronis yang
mengalami preeklampsia (Borhart, 2017). Superimposed preeklampsia adalah
preeklamsi yang timbul pada wanita hamil yang sebelumnya telah menderita
hipertensi kronik atau timbulnya proteinuria ≥ 300 mg/24 jam pada wanita hamil
setelah 20 minggu dimana sebelum kehamilan 20 minggu tidak ada proteinuria
(ACOG, 2020).

4.2 Epidemiologi
Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan
di Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama
kehamilan dan nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi
di negara Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus preeklampsia
tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi
preeklampsia di negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di negara berkembang
adalah 1,8% - 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah
128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Kecenderungan yang ada dalam dua dekade
terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata terhadap insiden
preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai
dengan perkembangan temuan antibiotik (POGI, 2016).

17
4.3 Faktor Risiko
4.3.1 Determinan Intermediet
Status reproduksi
- Faktor usia
Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan,
akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari ibu
remaja yang sedikit lebih besar dari anak anak. Padahal dari suatu penelitian
ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita
masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7 % dan tinggi
badan 1 %. Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria,
wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7 kali lebih besar dari
wanita berusia 20 – 24 tahun (Hidayati, 2020).
Usia wanita remaja pada kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun
(usia muda kurang dari 20 thn). cenderung terlihat insiden preeklampsia
cukup tinggi di usia belasan tahun, yang menjadi problem adalah mereka
tidak mau melakukan pemeriksaan antenatal.
Dari beberapa penelitian dan melaporkan peningkatan insiden preeklampsia
sebesar 2-3 kali lipat pada nulipara yang berusia di atas 40 tahun bila
dibandingkan dengan yang berusia 25 – 29 tahun
- Paritas
Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi
bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.
Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap
kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah
persalinan yang paling aman (Hidayati, 2020).
- Kehamilan Ganda
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian
ibu karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor
penyebabnya adalah dislensia uterus (Hidayati, 2020).
- Faktor Genetik

18
Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan,
penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-
eklampsia (Hidayati, 2020).
Status Kesehatan
- Riwayat preeklampsia
- Riwayat hipertensi
Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia
adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi
sebelumnya, atau hipertensi esensial
- Riwayat penderita DM
Pada pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari 140 mg %
- Status Gizi
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga
menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada
dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seseorang
semakin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti
semakin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat
menyumbangkan terjadinya preeklampsia (Hidayati, 2020).
- Stress
Manifestasi fisiologi dari stres diantaranya meningkatnya tekanan darah
berhubungan dengan (Hidayati, 2020):
a. Konstriksi pembuluh darah reservoir seperti kulit, ginjal dan organ lain
b. Sekresi urin meningkat sebagai efek dari norepinefrin
c. Retensi air dan garam meningkat akibat produksi mineralokortikoid
sebagai akibat meningkatnya volume darah
d. Curah jantung meningkat.

4.3.2 Determinan kontekstual


- Tingkat Pendidikan
Semakin banyak pendidikan yang didapat seseorang, maka kedewasaannya
semakin matang, mereka dengan mudah untuk menerima dan memahami

19
suatu informasi yang positif. Kaitannya dengan masalah kesehatan, wanita
yang mempunyai pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan
kesehatan dirinya (Hidayati, 2020).
- Faktor sosial ekonomi
Status sosial mempunyai risiko yang sama, tetapi kelompok masyarakat yang
miskin biasanya tidak mampu untuk membiayai perawatan kesehatan
sebagaimana mestinya. Bahkan orang miskin tidak percaya dan tidak mau
menggunakan fasilitas pelayanan medis walaupun tersedia (Hidayati, 2020).
- Pekerjaan
Aktivitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan peredaran
darah. Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil, dimana peredaran
darah dalam tubuh dapat terjadi perubahan seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan akibat adanya tekanan dari pembesaran rahim. Semakin
bertambahnya usia kehamilan akan berdampak pada konsekuensi kerja
jantung yang semakin bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan selama
proses kehamilan (Hidayati, 2020).

4.4 Etiologi
Terdapat beberapa teori yang diduga sebagai etiologi dari preeklampsia,
meliputi:
1. Abnormalitas invasi trofoblas
Invasi trofoblas yang tidak terjadi atau kurang sempurna, akan menyebabkan
kegagalan remodeling arteri spiralis. Hal ini mengakibatkan darah menuju
lakuna hemokorial endotel mengalir kurang optimal dan bila jangka waktu
lama mengakibatkan hipooksigenasi atau hipoksia plasenta. Hipoksia dalam
jangka lama menyebabkan kerusakan endotel pada plasenta yang menambah
berat hipoksia. Produk dari kerusakan vaskuler selanjutnya akan terlepas dan
memasuki darah ibu yang memicu gejala klinis preeklampsia.
2. Maladaptasi imunologi antara maternal-plasenta
Berawal pada awal trimester kedua pada wanita yang kemungkinan akan
terjadi preeklampsia, Th1 akan meningkat dan rasio Th1/Th2 berubah. Hal ini

20
disebabkan karena reaksi inflamasi yang distimulasi oleh mikropartikel
plasenta dan adiposit
3. Maladaptasi kardiovaskular atau perubahan proses inflamasi dari proses
kehamilan normal
4. Faktor genetik
Dari sudut pandang herediter, preeklampsia adalah penyakit multifaktorial
dan poligenik. Predisposisi herediter untuk preeklampsia mungkin merupakan
hasil interaksi dari ratusan gen yang diwariskan baik secara maternal maupun
paternal yang mengontrol fungsi enzimatik dan metabolisme pada setiap
sistem organ. Faktor plasma yang diturunkan juga dapat menyebabkan
preeklampsia.
5. Faktor nutrisi, kurangnya intake antioksidan
John, et al. menunjukkan pada populasi yang sebagian besar mengkonsumsi
sayuran dan buah-buahan tinggi antioksidan dihubungkan dengan turunnya
tekanan darah.

4.5 Patofisiologi
Beberapa mekanisme penyakit telah diusulkan pada preeklampsia yaitu:
iskemia kronis uteroplacental, maladaptasi kekebalan tubuh, toksisitas lipoprotein
densitas sangat rendah, genetik, peningkatan apoptosis trofoblas atau nekrosis,
dan peradangan maternal yang berlebihan terhadap apoptosis trofoblas.
Pengamatan terbaru menunjukkan kemungkinan ketidakseimbangan faktor
angiogenik dalam patogenesis preeklampsia. Ada kemungkinan bahwa kombinasi
dari beberapa mekanisme ini mungkin bertanggung jawab untuk memicu
spektrum klinis preeklampsia (ACOG, 2020).
A. Perubahan Vaskular
Selain hipertensi, wanita dengan preeklampsia atau eklampsia biasanya tidak
mengalami hipervolemia yang terkait dengan kehamilan normal; dengan
demikian, hemokonsentrasi sering ditemukan. Selain itu, interaksi berbagai
vasoaktif agen, seperti prostacyclin (vasodilator), tromboksan A2
(vasokonstriktor ampuh), nitrat oksida (vasodilator poten), dan endothelin

21
(vasokonstriktor ampuh) dalam perubahan signifikan lainnya yang dijelaskan
dalam preeklampsia: vasospasme yang intens. Pada perempuan dengan
preeklampsia terjadi trombositopenia, penurunan kadar beberapa faktor
pembekuan, dan eritrosit dapat memiliki bentuk yang tidak normal sehingga
mudah mengalami hemolisis. Jejas pada endotel dapat menyebabkan
peningkatan agregasi trombosit, menurunkan lama hidupnya, serta menekan
kadar antitrombin III (ACOG, 2020).
B. Gangguan Sistem Kardiovaskular
Pada preeklampsia, endotel mengeluarkan vasoaktif yang didominasi oleh
vasokonstriktor, seperti endotelin dan tromboksan A2. Selain itu, terjadi
penurunan kadar renin, angiotensin I, dan angiotensin II dibandingkan
kehamilan normal.
C. Perubahan Metabolisme
Pada perubahan metabolisme terjadi hal-hal sebagai berikut : (Cunningham et
al, 2014)
a) Penurunan reproduksi prostaglandin yang dikeluarkan oleh plasenta.
b) Perubahan keseimbangan produksi prostaglandin yang menjurus pada
peningkatan tromboksan yang merupakan vasokonstriktor yang kuat,
penurunan produksi prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator dan
menurunnya produksi angiotensin II-III yang menyebabkan semakin
meningkatnya sensitivitas otot pembuluh darah terhadap vasopressor.
c) Perubahan ini menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah dan vasa
vasorum sehingga terjadi kerusakan, nekrosis pembuluh darah, dan
mengakibatkan permeabilitas meningkat serta kenaikan darah.
d) Kerusakan dinding pembuluh darah, menimbulkan dan memudahkan
trombosit mengadakan agregasi dan adhesi serta akhirnya mempersempit
lumen dan makin mengganggu aliran darah ke organ vital.
e) Upaya mengatasi timbunan trombosit ini terjadi lisis, sehingga dapat
menurunkan jumlah trombosit darah serta memudahkan jadi perdarahan
D. Perubahan pada Ginjal

22
Selama kehamilan normal terjadi penurunan aliran darah ke ginjal dan laju
filtrasi glomerulus. Pada preeklampsia terjadi perubahan seperti peningkatan
resistensi arteri aferen ginjal dan perubahan bentuk endotel glomerulus.
Filtrasi yang semakin menurun menyebabkan kadar kreatinin serum
meningkat. Terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, menimbulkan perfusi
dan filtrasi ginjal menurun menimbulkan oliguria. Kerusakan pembuluh darah
glomerulus dalam bentuk “glomerulo-capillary endothelial” menimbulkan
proteinuria. (Cunningham et al, 2014).
E. Perubahan Serebrovaskular dan Gejala Neurologis lain
Gangguan seperti sakit kepala dan gangguan penglihatan. Mekanisme pasti
penyebab kejang belum jelas. Kejang diperkirakan terjadi akibat vasospasme
serebral, edema, dan kemungkinan hipertensi mengganggu autoregulasi serta
sawar darah otak.
F. Gangguan pada Hepar
Pada preeklampsia ditemukan infark hepar dan nekrosis. Infark hepar dapat
berlanjut menjadi perdarahan sampai hematom. Apabila hematoma meluas
dapat terjadi ruptur subscapular. Nyeri perut kuadran kanan atas atau nyeri
epigastrium disebabkan oleh teregangnya kapsula Glisson.
G. Gangguan pada Mata
Dapat terjadi vasospasme retina, edema retina, ablasio retina, sampai
kebutaan (Cunningham et al, 2014).

23
Gambar 4.1 Patofisiologi Superimposed Preeclampsia (Karumanchi, 2022)

4.6 Manifestasi Klinis


Pada penderita preeklampsia dapat memberikan gejala atau tanda khas
sebelum terjadinya kejang disebut tanda prodromal. Preeklampsia yang disertai
tanda prodromal ini disebut sebagai impending eclampsia atau imminent
eclampsia. Tanda-tanda tersebut antara lain nyeri kepala hebat, gangguan visus,
muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan progresif tekanan darah (Aulia,
2020).
Impending eklampsia merupakan masalah yang serius dalam kehamilan
karena komplikasi-komplikasi yang dapat muncul baik pada ibu maupun pada
janin. Komplikasi pada ibu antara lain gagal ginjal akibat nekrosis tubular akut,
nekrosis kortikal akut, gagal jantung, edema paru, trombositopenia, DIC, dan
cerebrovascular accident. Sedangkan komplikasi pada janin antara lain
prematuritas ekstrem, intrauterine growth retardation (IUGR), abruptio
plasenta,dan asfiksia perinatal. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan secara

24
cepat dan tepat apabila dijumpai kasus kehamilan dengan impending eklampsia
(Prawirohardjo, 2010).
Wanita dengan preeklamsia dapat berkembang menjadi sindrom HELLP.
HELLP Syndrome atau sindrom HELLP adalah kumpulan gejala yang mencakup
hemolisis, peningkatan enzim liver, dan jumlah platelet yang kurang dari batas
bawah. Parsial sindrom HELLP merupakan satu atau dua gejala dari trias sindrom
HELLP dan tidak dianggap terpisah dari gangguan sindrom HELLP (Aulia,
2020).

4.7 Penegakan Diagnosis


4.7.1 Penegakan Diagnosis Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik
atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan dengan jarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan
tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
(Magee, 2014). Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi
kesempatan duduk tenang dalam waktu 15 menit sebelum dilakukan pengukuran
tekanan darah. Pengukuran dilakukan pada posisi duduk dengan manset setinggi
jantung, dan tekanan sistolik diukur dengan mendengarkan bunyi korotkoff I,
sedangkan tekanan diastolik dengan bunyi korotkoff V. Untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang optimal, ukuran manset yang sesuai dan kalibrasi alat juga perlu
diperhatikan (POGI, 2016). Pada wanita dengan hipertensi kronik, pemeriksaan
tekanan darah dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil
pemeriksaan yang tertinggi (Tranquilli, 2014).

4.7.2 Penentuan Proteinuria


Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam
24 jam atau tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan
pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi
protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk
jumlah urin. Hasil dipstick positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2
berkisar 700-4000 mg/24 jam. Positif palsu pada hasil pemeriksaan dipstick urin

25
dapat disebabkan oleh kontaminasi duh vagina, cairan pembersih, dan urin yang
bersifat basa. Konsensus Australian Society for the Study of Hypertension in
Pregnancy (ASSHP) dan Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG)
menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstick hanya dapat digunakan
sebagai tes skrining dengan angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein
banding kreatinin (POGI, 2016).

4.7.3 Penegakkan Diagnosis Preeklampsia


Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik
yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada
usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumnya selalu didefinisikan
dengan adanya hipertensi dan proteinuria yang baru terjadi pada kehamilan (new
onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi
definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi
disertai gangguan multisistem lain. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai
sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan
kehamilan normal (ACOG, 2013).
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu (ACOG, 2013):
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri didaerah epigastrium / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

26
4.7.4 Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
PEB adalah salah satu diantara (POGI, 2016):
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama.
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya,
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri didaerah epigastrium / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

4.7.5 Penegakan Diagnosis Hipertensi Kronis


Pada kehamilan, hipertensi didefinisikan dengan tekanan darah 140/90
mmHg yang diukur pada dua kesempatan berturut-turut dengan jarak pemeriksaan
15 menit. Hipertensi kronis pada kehamilan mengacu pada hipertensi yang terjadi
sebelum kehamilan maupun hipertensi yang terjadi pada 20 minggu pertama
kehamilan (ACOG, 2019). 90% hipertensi kronis merupakan hipertensi primer
yang belum diketahui penyebabnya, namun dapat disertai dengan riwayat
keluarga atau faktor gaya hidup, seperti obesitas. 10% hipertensi kronis terjadi
akibat penyebab sekunder seperti gangguan ginjal, pembuluh darah, atau endokrin
(AJOG, 2020).

27
4.7.6 Penegakan Diagnosis Superimposed Preeclampsia
Superimposed preeclampsia adalah kondisi hipertensi kronis disertai
preeklampsia pada ibu hamil. Diagnosis PE secara tradisional merupakan
kombinasi keadaan hipertensi dengan adanya proteinuria. Namun terdapat 3
keterbatasan definisi SIPE pada wanita dengan hipertensi kronis, yaitu pada
wanita dengan hipertensi kronis, tekanan darah tinggi terjadi sebelum kehamilan,
proteinuria dapat terjadi pada sekitar 10% wanita dengan hipertensi kronis, hal ini
paling umum disebabkan karena nefrosklerosis akibat hipertensi jangka panjang
dan definisi ini tidak memperhitungkan bahwa PE adalah penyakit multi organ.
Hipertensi pada wanita tanpa proteinuria namun terdapat keterlibatan gangguan
pada ginjal, hati, hematologi, atau keterlibatan neurologis tetap memiliki risiko
morbiditas yang tinggi. Dengan demikian, diagnosis superimposed preeclampsia
didasarkan pada hasil pemeriksaan trombositopenia, fungsi hati, fungsi ginjal,
insufisiensi ginjal, atau gejala sugestif PE pada wanita dengan hipertensi kronis
(AJOG, 2020).

Gambar 4.2 Kriteria Diagnosis Superimposed Preeclampsia

4.8 Tatalaksana
Langkah-langkah penatalaksanaan Preeklampsia Berat (POGI, 2016):
a. Segera masuk Rumah Sakit
b. Tirah baring
c. Infus Ringer Laktat atau Dextrose 5%

28
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang
e. Pemberian antihipertensi dan mempertahankan tekanan darah dibawah
160/110 mmHg dapat diberikan Nifedipine atau Metildopa
f. Pemberian antihipertensi parenteral bila dijumpai tekanan darah >180/110
mmHg. dapat digunakan nicardipine drip

4.8.1 Pemberian magnesium sulfat


Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia adalah
untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi
morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal.
Mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi
dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain
sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan
tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptor N-metil-
D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat
menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan
kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.
Guideline ACOG, 2019 merekomendasikan dosis loading magnesium
sulfat 4 gr selama 5 – 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 g/jam
selama 24 jam post partum atau setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan
tertentu untuk melanjutkan pemberian magnesium sulfat. Pemantauan produksi
urin, refleks patella, frekuensi napas dan saturasi oksigen penting dilakukan saat
memberikan magnesium sulfat. Syarat pemberian MgSO4 :
- Harus tersedia antidotum Calcium gluconas 10% = 1 gr (10% dalam 10 cc)
diberikan intravena selama 3 menit
- Reflek patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan >16+/menit, dan tidak ada tanda-tanda distress nafas
- Produksi urin >100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgbb/jam)

4.8.2 Pemberian Anti Hipertensi


Penanganan hipertensi akut dapat mencegah risiko komplikasi
cerebrovascular dan cardiovascular pada ibu dengan preeklampsia, yang

29
merupakan penyebab terbanyak mortalitas dan morbiditas maternal. Target
penurunan tekanan darah menjadi <160/110 mmHg, namun jika ibu memiliki
komorbid harus diturunkan <140/90 mmHg.
Pada hipertensi berat obat pilihan utama adalah nifedipine short acting,
hydralazine intravena atau parenteral labetolol. Alternatif lain adalah methyldopa
oral, labetolol oral, atau clonidine oral. Nifedipine dapat diberikan dengan dosis
awal 3x10mg per oral dengan dosis maksimal 120 mg/hari. Metildopa biasanya
dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum 3 g per hari (Hidayati, 2020).

4.8.3 Pemberian kortikosteroid


Kortikosteroid harus diberikan pada ibu preeklampsia dengan usia
kehamilan <34 minggu. Pemberian steroid pada wanita yang terancam persalinan
prematur sangat signifikan menurunkan mortalitas dan morbiditas neonatal
melalui mekanisme maturasi paru janin. Neonatus preterm yang mendapat terapi
steroid memiliki resiko lebih rendah dalam Respiratory Distress Syndrome,
Perdarahan intrakranial, Necrotizing Enterocolitis, dan Kematian. (ACOG, 2019)
menyatakan bahwa pilihan steroid untuk maturasi paru janin adalah
Dexamethasone 4x6 mg i.m. (tiap 12 jam atau dalam 2 hari pemberian) dan
Betamethasone 2x12 mg i.m. (tiap 24 jam atau dalam 2 hari pemberian).

4.9 Pencegahan
Pencegahan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: primer, sekunder, tersier.
Pencegahan primer berarti menghindari terjadinya penyakit, terutama pada pasien
dengan faktor risiko preeklampsia. Pencegahan sekunder dalam konteks
preeklampsia berarti memutus proses terjadinya penyakit yang sedang
berlangsung sebelum timbul gejala atau kedaruratan klinis karena penyakit
tersebut. Pencegahan tersier berarti pencegahan dari komplikasi yang dilakukan
dengan memberikan tatalaksana secara tepat pada pasien (POGI, 2016).

30
4.9.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan pencegahan yang terbaik namun hanya
dapat dilakukan apabila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga
memungkinkan untuk menghindari atau mengkontrol penyebab-penyebab
tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti terjadinya preeklampsia masih
belum diketahui. Tenaga kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor
risiko preeklampsia dan mengontrolnya, sehingga dapat mencegah kondisi
preeklampsia. Terdapat 17 faktor risiko preeklampsia yang dapat dihindari, yaitu:
usia > 40 tahun, nulipara, multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya ,
multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru, multipara yang jarak kehamilan
sebelumnya 10 tahun atau lebih, riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara
perempuan, kehamilan multipel, IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus),
hipertensi kronik, penyakit Ginjal, sindrom antifosfolipid (APS), kehamilan
dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio, obesitas sebelum hamil, IMT
> 35, tekanan darah diastolik > 80 mmHg, proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali
pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara kuantitatif 300 mg/24 jam) (Duckitt,
2015)..

4.9.2 Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan istirahat. Berdasarkan
penelitian oleh Cochrane, istirahat di rumah 4 jam/hari bermakna menurunkan
risiko preeklampsia dibandingkan tanpa pembatasan aktivitas (Meher, 2016).
Selain itu, dapat dilakukan pemberian aspirin dosis rendah. Penggunaan aspirin
dosis rendah untuk pencegahan primer berhubungan dengan penurunan risiko
preeklampsia, persalinan preterm, kematian janin atau neonatus dan bayi kecil
masa kehamilan, sedangkan untuk pencegahan sekunder berhubungan dengan
penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm < 37 minggu dan berat badan
lahir < 2500 gr. Aspirin dosis rendah (75 mg/hari) direkomendasikan pada wanita
dengan resiko tinggi preeklampsia dan sebaiknya diberikan sebelum usia
kehamilan 20 minggu (Duley, 2019). Suplementasi kalsium juga berhubungan
dengan penurunan kejadian hipertensi dan preeklampsia, terutama pada populasi

31
dengan risiko tinggi. Kalsium minimal 1g/hari direkomendasikan terutama pada
wanita dengan asupan kalsium yang rendah (Hofmeyr, 2018).

4.10 Komplikasi
● Pertumbuhan janin terhambat → Preeklampsia mempengaruhi arteri yang
membawa darah ke plasenta. Jika plasenta tidak mendapatkan cukup darah,
bayi mungkin menerima darah dan oksigen yang tidak memadai dan lebih
sedikit nutrisi. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan lambat yang dikenal
sebagai pertumbuhan janin terhambat (Landon, 2021).
● Kelahiran prematur → Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran prematur
yang tidak direncanakan - persalinan sebelum 37 minggu. Juga, kelahiran
prematur yang direncanakan adalah pengobatan utama untuk preeklampsia.
Bayi yang lahir prematur memiliki peningkatan risiko kesulitan bernapas dan
makan, masalah penglihatan atau pendengaran, keterlambatan perkembangan,
dan cerebral palsy. Perawatan sebelum persalinan prematur dapat mengurangi
beberapa risiko.
● Solusio plasenta → Preeklampsia meningkatkan risiko solusio plasenta.
Dengan kondisi ini, plasenta terpisah dari dinding bagian dalam rahim
sebelum melahirkan secara tiba-tiba dapat menyebabkan pendarahan hebat,
yang dapat mengancam jiwa ibu dan bayi.
● Sindrom HELLP → HELLP adalah singkatan dari hemolisis (penghancuran
sel darah merah), peningkatan enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah.
Bentuk preeklampsia yang parah ini mempengaruhi beberapa sistem organ.
Sindrom HELLP mengancam jiwa ibu dan bayi, dan dapat menyebabkan
masalah kesehatan seumur hidup bagi ibu.
Tanda dan gejala termasuk mual dan muntah, sakit kepala, sakit perut kanan
atas, dan perasaan sakit umum atau tidak sehat. Kadang-kadang, itu
berkembang tiba-tiba, bahkan sebelum tekanan darah tinggi terdeteksi. Ini
juga dapat berkembang tanpa gejala apa pun.
● Eklampsia → Eklampsia adalah timbulnya kejang atau koma dengan tanda
atau gejala preeklampsia. Sangat sulit untuk memprediksi apakah pasien

32
dengan preeklampsia akan mengembangkan eklampsia. Eklampsia dapat
terjadi tanpa tanda atau gejala preeklampsia yang diamati sebelumnya.
Tanda dan gejala yang mungkin muncul sebelum kejang termasuk sakit
kepala parah, masalah penglihatan, kebingungan mental atau perilaku yang
berubah. Tapi, seringkali tidak ada gejala atau tanda peringatan. Eklampsia
dapat terjadi sebelum, selama atau setelah melahirkan.
● Kerusakan organ lainnya. Preeklampsia dapat mengakibatkan kerusakan pada
ginjal, hati, paru-paru, jantung, atau mata, dan dapat menyebabkan stroke atau
cedera otak lainnya. Jumlah cedera pada organ lain tergantung pada seberapa
parah preeklampsia.
● Penyakit kardiovaskular. Memiliki preeklampsia dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) di masa depan.
Risikonya bahkan lebih besar jika mengalami preeklampsia lebih dari sekali
atau telah mengalami persalinan prematur (Landon, 2021).

4.11 Prognosis
Diagnosis dini, intervensi medis tepat waktu, dan pengawasan ibu dan
janin yang tepat secara signifikan meningkatkan prognosis ibu dan janin. Karena
preeklampsia terus bertanggung jawab atas hingga seperempat kematian ibu di
latar belakang etnis tertentu (populasi Karibia dan Amerika Latin, diikuti oleh
populasi Asia dan Afrika), perawatan yang cepat dan pemantauan rutin
mengurangi morbiditas dan mortalitas (Norwitz, 2022).
Di seluruh dunia, preeklampsia dan eklampsia diperkirakan bertanggung
jawab atas sekitar 14% kematian ibu per tahun (50.000-75.000). Morbiditas dan
mortalitas pada preeklampsia dan eklampsia terkait dengan kondisi berikut:
disfungsi endotel sistemik, vasospasme dan trombosis pembuluh darah kecil yang
mengarah ke iskemia jaringan dan organ, peristiwa sistem saraf pusat (SSP),
seperti kejang, stroke, dan perdarahan, nekrosis tubular akut, koagulopati, dan
solusio plasenta pada ibu (Norwitz, 2022).
Paparan janin terhadap preeklampsia dapat dikaitkan dengan autisme dan
keterlambatan perkembangan (DD). Dalam sebuah studi berbasis populasi

33
terhadap 1061 anak-anak dari kehamilan tunggal - termasuk 517 dengan gangguan
spektrum autisme (ASD), 194 dengan DD, dan 350 yang biasanya berkembang
(TD) - paparan janin terhadap preeklampsia dikaitkan dengan peningkatan risiko
ASD yang lebih besar dari dua kali lipat dan peningkatan risiko DD yang lebih
besar dari lima kali lipat (Walker et al, 2015).

34
BAB 5
PEMBAHASAN

Kasus Teori

Data Subjektif

Identitas Pasien Faktor Resiko pada pasien ini :


Nama : Ny. PW -Faktor usia
Usia : 19 th Usia 20 – 30 tahun adalah periode
Pendidikan : SMP (9 th) paling aman untuk hamil / melahirkan.
Pekerjaan : IRT Usia wanita remaja pada kehamilan
Alamat : Pasirharjo 3/2 pertama atau nulipara umur
Talun, Blitar, Jawa Timur belasan tahun (usia muda kurang
Status pernikahan : Menikah 1x dari 20 thn). cenderung terlihat
Lama menikah : 4th insiden preeklampsia cukup tinggi
di usia belasan tahun (Hidayati,
Keluhan Utama 2020).
Pasien wanita berusia 19 tahun
merupakan rujukan dari RS Annisa -Tingkat Pendidikan
dengan diagnosis G2P0100Ab000 gr Kaitannya dengan masalah kesehatan,
28-30 mgg T/H + PEB + impending wanita yang mempunyai pendidikan
eclampsia lebih tinggi cenderung lebih
memperhatikan kesehatan dirinya
(Hidayati, 2020).

Riwayat Penyakit Sekarang Manifestasi Klinis


21/08/2022 18.00 Pada penderita preeklampsia dapat
Pasien mengeluh nyeri ulu hati → memberikan gejala atau tanda khas
tetap dirumah sebelum terjadinya kejang disebut
21/08/2022 22.00 tanda prodromal. Preeklampsia yang

35
Pasien mengeluh nyeri ulu hati disertai tanda prodromal ini disebut
semakin memberat disertai sebagai impending eclampsia atau
pandangan kabur → pasien imminent eclampsia. Tanda-tanda
berangkat sendiri ke RS Annisa tersebut antara lain nyeri kepala
21/08/2022 22.30 hebat, gangguan visus,
Pasien diberi terapi nifedipin 3x10 mg, muntah-muntah, nyeri epigastrium
dopamet 3x250 mg, aspilet 1x80 mg dan kenaikan progresif tekanan
→ pasien disarankan rujuk ke RSUD darah (Aulia, 2020).
Ngudi Waluyo
21/08/2022 23.30
Pasien tiba di IGD RSUD Ngudi
Waluyo

Riwayat Penyakit Dahulu Faktor Risiko:


Riwayat hipertensi sejak usia 17 Riwayat hipertensi
tahun, tetapi tidak minum obat Salah satu faktor predisposing
secara teratur. Riwayat MRS di RS terjadinya pre-eklampsia atau
Suhada haji tanggal 10/8/2022 dirawat eklampsia adalah adanya riwayat
selama 5 hari dengan keluhan yang hipertensi kronis, atau penyakit
sama. Riwayat DM, asma, penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya,
jantung disangkal. Riwayat demam, atau hipertensi esensial (Hidayati,
batuk, pilek, sakit menelan disangkal. 2020).

Data Objektif

Keadaan umum : tampak sakit sedang Penegakan Diagnosis Hipertensi


GCS : 456 Hipertensi adalah tekanan darah

TD : 219/171 mmHg sekurang-kurangnya 140 mmHg

N : 96 x/menit sistolik atau 90 mmHg diastolik pada

RR : 21 x/menit dua kali pemeriksaan dengan jarak 15

Tax : 36,6 menit menggunakan lengan yang

36
SpO2 : 99% on RA sama. Definisi hipertensi berat
K/L : an -/- ict -/- adalah peningkatan tekanan darah
Tho : Cor: S1, S2 tunggal, murmur sekurang-kurangnya 160 mmHg
(-), gallop (-) sistolik atau 110 mmHg diastolik
Pulmo: Vesikuler, Rh Ξ|Ξ, Wh Ξ|Ξ (Magee, 2014).
Abd : TFU 24 cm, TBJ 1705 gr,
letak bujur U, DJJ 157x/menit, His (-)
Penentuan Proteinuria
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 Proteinuria ditetapkan bila ekskresi
detik, edema (-) protein di urin melebihi 300 mg dalam

GE : Flux (-), fluor (-) 24 jam atau tes urin dipstik > positif
1 (POGI, 2016).

Pemeriksaan laboratorium
K+ : 2,98 mmol/L
Albumin darah : 3,03 gr/dl
Albumin urin : +3

Assesment

G2P0100Ab000 gr 28-30 mgg T/H Impending eklampsia →


+ Impending eclampsia Preeklampsia yang disertai tanda
+ HT kronis SIPE prodromal, antara lain nyeri kepala
+ Overweight hebat, gangguan visus,
+ Mild hipoalbuminemia muntah-muntah, nyeri epigastrium dan
+ Hipokalemia kenaikan progresif tekanan darah
(Aulia, 2020).

Penegakan diagnosis SIPE


Superimposed preeclampsia adalah
kondisi hipertensi kronis disertai
preeklampsia pada ibu hamil.
Diagnosis PE secara tradisional

37
merupakan kombinasi keadaan
hipertensi dengan adanya proteinuria.
Namun terdapat 3 keterbatasan
definisi SIPE pada wanita dengan
hipertensi kronis, yaitu pada wanita
dengan hipertensi kronis, tekanan
darah tinggi terjadi sebelum
kehamilan, proteinuria dapat terjadi
pada sekitar 10% wanita dengan
hipertensi kronis, hal ini paling umum
disebabkan karena nefrosklerosis
akibat hipertensi jangka panjang dan
definisi ini tidak memperhitungkan
bahwa PE adalah penyakit multi
organ. Dengan demikian, diagnosis
superimposed preeclampsia
didasarkan pada hasil pemeriksaan
trombositopenia, fungsi hati, fungsi
ginjal, insufisiensi ginjal, atau gejala
sugestif PE pada wanita dengan
hipertensi kronis (AJOG, 2020).

Planning

PDx : EKG, Foto thorax, C/Cardio dan


-MgSO4 bertujuan untuk mencegah
IPD
dan mengurangi angka kejadian
PTx :
eklampsia, serta mengurangi
- Pro MRS ruang cempaka
morbiditas dan mortalitas maternal
- Pro Conservative treatment
serta perinatal. Mekanisme kerjanya
- Diet rendah garam
adalah menyebabkan vasodilatasi
- Terapi oral :

38
Nifedipine 3x5 mg melalui relaksasi dari otot polos,
Metildopa 3x500 mg termasuk pembuluh darah perifer dan
Aspilet 1x80 mg uterus, sehingga selain sebagai
- MgSO4 full dose : MgSO4 20% 4 antikonvulsan, magnesium sulfat juga
gr bolus pelan selama 15 menit, berguna sebagai antihipertensi dan
lanjut MgSO4 40% 6 gr dalam tokolitik
RD5% jalan 1 gr/jam s/d 24 jam
-Penanganan hipertensi akut dapat
- Induksi maturasi paru dengan
mencegah risiko komplikasi
injeksi dexamethason 2 x 6 mg,
cerebrovascular dan cardiovascular
selang 12 jam selama 48 jam (2
pada ibu dengan preeklampsia, yang
hari)
merupakan penyebab terbanyak
mortalitas dan morbiditas maternal.
Target penurunan tekanan darah
menjadi <160/110 mmHg, namun jika
ibu memiliki komorbid harus
diturunkan <140/90 mmHg.

Pada hipertensi berat obat


pilihan utama adalah nifedipine short
acting, hydralazine intravena atau
parenteral labetolol. Alternatif lain
adalah methyldopa oral, labetolol oral,
atau clonidine oral. Nifedipine dapat
diberikan dengan dosis awal 3x10mg
per oral dengan dosis maksimal 120
mg/hari. Metildopa biasanya dimulai
pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau
3 kali sehari, dengan dosis maksimum
3 g per hari.

39
-Kortikosteroid harus diberikan pada
ibu preeklampsia dengan usia
kehamilan <34 minggu. Pemberian
steroid pada wanita yang terancam
persalinan prematur sangat signifikan
menurunkan mortalitas dan morbiditas
neonatal melalui mekanisme maturasi
paru janin. Neonatus preterm yang
mendapat terapi steroid memiliki
resiko lebih rendah dalam Respiratory
Distress Syndrome, Perdarahan
intrakranial, Necrotizing Enterocolitis,
dan Kematian. (ACOG, 2019)
menyatakan bahwa pilihan steroid
untuk maturasi paru janin adalah
Dexamethasone 4x6 mg i.m. (tiap 12
jam atau dalam 2 hari pemberian) dan
Betamethasone 2x12 mg i.m. (tiap 24
jam atau dalam 2 hari pemberian).

40
BAB 6
KESIMPULAN

Hipertensi pada kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik


140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang mendahului kehamilan atau didiagnosis
sebelum 20 minggu kehamilan. Sedangkan hipertensi kronik dengan
superimposed preeclampsia merupakan penderita hipertensi kronis yang
mengalami preeklampsia. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang
tertinggi di negara Asia Tenggara. Tiga penyebab utama kematian ibu adalah
perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%).
Terdapat beberapa faktor risiko pada superimposed preeclampsia, antara lain
faktor usia, paritas, kehamilan ganda, faktor genetik, riwayat preeklampsia,
riwayat hipertensi, riwayat penderita DM, status gizi, stress, tingkat pendidikan,
faktor sosial ekonomi, dan pekerjaan. Terdapat beberapa teori yang diduga
sebagai etiologi dari preeklampsia, yaitu abnormalitas invasi trofoblas,
maladaptasi imunologi antara maternal-plasenta, maladaptasi kardiovaskular atau
perubahan proses inflamasi dari proses kehamilan normal, faktor genetik, dan
faktor nutrisi, kurangnya intake antioksidan. Pada penderita preeklampsia dapat
memberikan gejala atau tanda khas sebelum terjadinya kejang disebut tanda
prodromal. Preeklampsia yang disertai tanda prodromal disebut sebagai
impending eclampsia atau imminent eclampsia. Tanda-tanda tersebut antara lain
nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan
kenaikan progresif tekanan darah. Penegakan diagnosis SIPE berdasarkan adanya
kondisi hipertensi kronis disertai preeklampsia pada ibu hamil. Tatalaksana yang
dapat diberikan yaitu magnesium sulfat sebagai anti kejang, antihipertensi apabila
TD >160/110, dan kortikosteroid sebagai induksi maturasi paru janin. Diagnosis
dini, intervensi medis tepat waktu, dan pengawasan ibu dan janin yang tepat
secara signifikan meningkatkan prognosis ibu dan janin.

41
DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetricians and Gynecologists. 2020. ACOG Practice


Bulletin No. 222: Gestational Hypertension and Preeclampsia
American College of Obstetricians and Gynecologists. 2013. Task Force on
Hypertension in Pregnancy, & American College of Obstetricians and
Gynecologists. Hypertension in pregnancy.
American College of Obstetricians and Gynecologists. 2019. ACOG Practice
Bulletin No. 203: chronic hypertension in pregnancy. Obstetrics and
gynecology, 133(1), e26-e50.
Aulia, D., Islamy, N., & Yonata, A. (2020). Hipertensi Kronis Superimposed
Preeklampsia dengan Impending Eklampsia dan Partial HELLP Syndrome.
Medical Profession Journal of Lampung, 10(2), 359-364.
Borhart. Emergency Department Management of Obstetric Complications.
Washington DC: Springer International Publishing; 2017
Cunningham FG, Veno KJ, Bloom SL, et al. Pregnancy Hypertension. In:
Williams Obstetrics. 23e. 2014
Duckitt, K., & Harrington, D. 2015. Risk factors for pre-eclampsia at antenatal
booking: systematic review of controlled studies. Bmj, 330(7491), 565.
Duley, L., Meher, S., Hunter, K. E., Seidler, A. L., & Askie, L. M. 2019.
Antiplatelet agents for preventing pre‐eclampsia and its complications.
Cochrane database of systematic reviews, (10).
Hidayati, A. N. 2020. Gawat Darurat Medis dan Bedah. Airlangga University
Press.
Hofmeyr, G. J., Lawrie, T. A., Atallah, Á. N., & Torloni, M. R. 2018. Calcium
supplementation during pregnancy for preventing hypertensive disorders
and related problems. Cochrane database of systematic reviews, (10).
Karumanchi SA, et al. Preeclampsia: Pathogenesis.
https://www.uptodate.com/contents/search. Accessed August 25th, 2022.

42
Landon MB, et al., eds. Preeclampsia and hypertensive disorders. In: Gabbe's
Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. 8th ed. Elsevier; 2021.
https://www.clinicalkey.com. Accessed August 25th, 2022.
Magee, L. A., Pels, A., Helewa, M., Rey, E., Von Dadelszen, P., Magee, L. A., ...
& Douglas, M. J. 2014. Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy
Working Group: Diagnosis, evaluation, and management of the
hypertensive disorders of pregnancy: Executive summary. J Obstet
Gynaecol Can, 36(5), 416-441.
Meher, S., & Duley, L. 2016. Rest during pregnancy for preventing pre‐eclampsia
and its complications in women with normal blood pressure. Cochrane
Database of Systematic Reviews, (2).
Norwitz ER. Preeclampsia: Management and prognosis.
https://www.uptodate.com/contents/search. Accessed August 25th, 2022.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi 4 Cetakan 3. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.
Tranquilli AL, Dekker G, Magee L, Roberts J, Sibai BM, Steyn W, Zeeman GG,
Brown MA. 2014. The classification, diagnosis and management of the
hypertensive disorders of pregnancy: a revised statement from the ISSHP.
Pregnancy Hypertension: An International Journal of Women;s
Cardiovascular Health 4(2):99-104.
Walker CK, Krakowiak P, Baker A, Hansen RL, Ozonoff S, Hertz-Picciotto I.
Preeclampsia, placental insufficiency, and autism spectrum disorder or
developmental delay. JAMA Pediatr. 2015 Feb. 169(2):154-62

43

Anda mungkin juga menyukai