Disusun Oleh:
Ditta Amaliah Islamy Hakim - 01073220059
Fido Xaverius - 01073220078
Iglesias Owen - 01073220091
Pembimbing:
dr. Achmad Irawan, Sp.OG
DAFTAR ISI 2
BAB I 4
ILUSTRASI KASUS 4
1.1 Identitas Pasien 4
1.2 Anamnesis 4
1.2.1 Keluhan Utama 4
1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang 4
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu 4
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga 5
1.2.5 Riwayat Sosial dan Kebiasaan 5
1.2.6 Riwayat Alergi 5
1.2.7 Riwayat Pengobatan 5
1.2.8 Riwayat Obstetri 5
1.2.9. Riwayat Kehamilan Saat ini 6
1.2.10 Riwayat Menstruasi 6
1.2.11 Riwayat Ginekologi 6
1.3 Pemeriksaan Fisik 6
1.3.1 Status Generalis 7
1.3.2 Pemeriksaan Obstetri 9
1.4 Pemeriksaan Penunjang 9
1.5 Resume 9
1.6 Diagnosis 10
1.7 Tatalaksana 10
1.8 Prognosis 10
BAB II 12
TINJAUAN PUSTAKA 12
2.1. Sectio Cesaria 12
2.1.1. Definisi 12
2.1.2. Anatomi 12
2.1.3. Indikasi 14
2.1.4. Komplikasi 16
2.2 Pertimbangan Jarak SC <2 tahun 22
BAB III 25
PEMBAHASAN 25
1
2
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1 Identitas Pasien
1.2 Anamnesis
3
autoimun, maupun keganasan. Pasien juga tidak pernah menggunakan KB
sebelumnya.
3
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit tekanan darah tinggi,
diabetes melitus, penyakit jantung, autoimun, maupun keganasan di keluarga.
4
● Tafsiran Persalinan (TP) : 13 Februari 2024
Wajah Normofasies
5
Mata Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Cekung (- /-)
Pupil bulat isokor 2 mm/2mm, RCL (+/+), RCTL
(+/+) Pergerakan bola mata baik ke segala arah
Jantung Inspeksi:
Ictus cordis tidak terlihat, bentuk dada normal
Palpasi:
Ictus cordis tidak teraba, heave (-), thrill (-)
Perkusi:
Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi:
Bunyi jantung S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
6
Paru Inspeksi:
Bentuk dada normal, pergerakan dada statis dan
dinamis simetris, retraksi
(-), penggunaan otot bantu pernapasan (-)
Palpasi:
Pengembangan dada simetris, tactile vocal fremitus
simetris kiri dan kanan
Perkusi:
Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi:
Suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, ronki
(- /-), wheezing (-/-)
Abdomen Inspeksi:
Striae (-), caput medusae (-), distensi (-), massa (-),
bekas luka (+)
Auskultasi:
Bising usus 12 x/menit, bruit sound (-), metallic
sound (-)
Perkusi:
Timpani seluruh regio abdomen, shifting dullness (-),
fluid wave (-)
Palpasi:
nyeri tekan (-), massa (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), ketok CVA (-/-)
Ekstremitas Look:
Deformitas (-/-), sianosis (-/-), palmar eritema
(-/-) Feel:
Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2 detik
Move:
Tidak ada keterbatasan range of movement
7
7
1.3.2 Pemeriksaan Obstetri
Leopold 1 : bulat,lunak, melenting
Leopold 2 : papan datar di kiri
Leopold 3 : bulat, keras, tidak melenting
Leopold 4 : konvergen
DJJ : Dalam batas normal
Pada pemeriksaan USG ditemukan janin hidup tunggal intrauteri, presentasi kepala, air
ketuban cukup , plasenta posterior dengan usia 27 minggu
8
1.5 Resume
Pasien atas nama Ny. WRZ, usia 25 tahun, dengan G2P1A0 gravida 27
minggu, datang ke Poli kebidanan dan kandungan RSMC untuk kontrol kehamilan
pada tanggal 14 November 2023. Saat ini pasien mengaku tidak ada keluhan. Pasien
mengaku pertimbangan dilakukannya persalinan melalui operasi SC dikarenakan
pasien sendiri memiliki riwayat SC pada 1 kali pada kehamilan sebelumnya, di mana
saat itu indikasi dilakukannya operasi SC karena terjadi lilitan pada bayi melalui
pemeriksaan USG dan tidak terjadi pembukaan pada observasi 12 jam. Pada
kehamilan saat ini, kondisi pasien yang sudah melakukan SC kurang dari 2 tahun
sehingga pasien disarankan untuk melakukan kelahiran melalui SC kembali. Kondisi
janin saat ini normal dengan presentasi kepala, dan pada pemeriksaan USG didapati
hasil yang baik dengan perkembangan struktural yang baik, ketuban cukup, dan DJJ
yang normal. Pasien menyangkal adanya keluhan perut seperti rasa mules, cairan yang
keluar dari jalan lahir ataupun adanya flek atau darah dari jalan lahir.
1.6 Diagnosis
1.7 Tatalaksana
Non-Medikamentosa
Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
Sectio Caesaria
Medikamentosa
Asam folat 1x1 tab PO
Kalk 3x1 tab PO
Vitamin D 1x1 tab PO
1.8 Prognosis
9
9
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
Operasi sesar merupakan prosedur pembedahan di mana satu atau lebih
bayi dilahirkan melalui sayatan di perut dan rahim. Prosedur ini biasanya
dilakukan ketika persalinan pervaginam akan membahayakan ibu atau bayi,
atau ketika persalinan pervaginam tidak memungkinkan. Istilah "operasi
caesar" berasal dari kata Latin "caesus" yang berarti "memotong". Prosedur ini
juga dapat dilakukan untuk mengeluarkan bayi dari rahim ibu yang meninggal
saat melahirkan. Saat ini, operasi caesar adalah prosedur yang umum dan
umumnya aman bagi ibu dan bayi1.
2.1.2. Anatomi
Anatomi abdomen secara umum dibagi menjadi sembilan lapis yakni:
kulit, fasia camper’s, fasia scarpa’s, otot external oblikus, otot internal oblikus,
otot transversus abdominis, fasia transversalis, extraperitoneal fascia, dan
parietal peritoneum2.
11
Teknik pembedahan dapat bervariasi tergantung pada ahli bedah. Langkah-langkahnya
sebagai berikut:
1. Sayatan transversal suprasimfiseal pada perut anterior dan fundus uteri.
Sayatan melintang yang umum adalah tipe Pfannenstiel.
2. Diseksi tajam dan tumpul melalui jaringan adiposa subkutan dan fasia.
3. Diseksi tajam dan tumpul pada fasia rektus.
4. Pemisahan otot perut dan rektal pada garis tengah dengan traksi jari
tumpul lateral.
5. Ekstensi sayatan ke samping.
6. Histerotomi transversal setelah pemasangan retraktor (misalnya Fritsch)
7. Ekstensi digital lateral dari sayatan uterus
8. Persalinan: ekstraksi janin tanpa penerapan tekanan fundus.
9. Pengeluaran plasenta melalui traksi tali pusat yang terkontrol.
10. Penutupan histerotomi secara terus menerus menggunakan jahitan
sudut.
11. Penutupan fasia terus menerus menggunakan jahitan sudut.
12. Jahitan subkutikuler kontinu.
2.1.3. Indikasi
Indikasi dilakukannya operasi sectio caesarea (SC) secara umum adalah bila
terdapat masalah pada jalan lahir (passage), his (power), dan/atau janin (passenger)
atau terdapat kontraindikasi persalinan per vaginam. Indikasi ini dapat dibedakan
12
menjadi tiga kelompok besar, yaitu indikasi maternal, indikasi fetal, atau keduanya.4
Indikasi fetal dilakukannya persalinan caesar, antara lain kondisi medis pada
janin, seperti gawat janin, kelainan tali pusat berdasarkan pemeriksaan Doppler,
infeksi, persalinan preterm, dan malpresentasi, misalnya presentasi sungsang,
non-frank breech, presentasi lintang, atau presentasi muka. Kelainan kongenital atau
muskuloskeletal, dan makrosomia. Kelainan pada darah, seperti trombositopenia dan
acidemia memanjang. Riwayat trauma lahir atau kondisi di mana pencegahan trauma
akibat proses persalinan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatal.5
Indikasi fetal dan maternal dilakukannya persalinan caesar, antara lain adanya
kelainan plasenta, misalnya plasenta previa, plasenta akreta, solusio plasenta. Masalah
persalinan pervagina, seperti terdapat kontraindikasi pada persalinan per vaginam atau
percobaan persalinan per vaginam gagal. Disproporsi sefalopelvik juga merupakan
indikasi fetal dan maternal dilakukannya operasi persalinan caesar.5
13
Gambar 1.1 Indikasi Operasi Sectio Caesarea (SC)5
2.1.4. Komplikasi
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam
jumlah persalinan caesar, dan seiring dengan hal tersebut, didapatkan pula peningkatan
jumlah komplikasi yang terjadi setelah prosedur tersebut. Teknik operasi dan indikasi
operasi yang baik dapat mengurangi komplikasi akibat persalinan caesar. Tidak hanya
pada maternal, persalinan caesar juga dapat menyebabkan komplikasi pada neonatus5
14
merupakan modalitas pilihan.
Komplikasi Awal
Komplikasi awal akibat sectio caesarea (SC) dapat terjadi intraoperatif maupun
pasca operasi. Komplikasi awal yang paling sering terjadi adalah infeksi (seperti
endometritis, infeksi luka operasi, dan abses) dan perdarahan. Perdarahan dapat
disebabkan oleh laserasi pembuluh darah arteri atau vena intra-abdomen (uterus dan
15
ovarium) atau ekstra-abdomen. Kondisi ini dapat menjadi suatu kondisi yang masif
dan mengancam kehidupan. Laserasi pembuluh darah ekstra-abdomen seringkali
melibatkan arteri epigastrium bagian bawah dan dapat menyebabkan pembentukan
hematoma di dalam otot rektus abdominis (rectus sheath hematoma) atau perdarahan
ekstraperitoneal dengan pengumpulan darah di ruang pra-vesikularis, di belakang otot
rektus dan otot transversalis, serta di depan peritoneum (hematoma subfasialis). Kedua
entitas klinis ini dapat terjadi berdampingan dan jarang dikaitkan dengan kejadian
hemoperitoneum7
“Bladder flap hematoma” terletak di ruang antara kandung kemih dan segmen
rahim bagian bawah dan penyebarannya dibatasi oleh peritoneum di atasnya. Small
bladder flap hematoma dapat terjadi pada hingga 50% pasien yang menjalani
persalinan caesar dengan sayatan melintang yang rendah dan masih dianggap sebagai
temuan normal jika berukuran < 4 cm. Bladder flap hematoma yang lebih besar dari 5
cm jarang ditemukan, tetapi dapat berkorelasi dengan dehisensi uterine scar. Hal ini
dapat menjadi sumber superinfeksi bakteri dan, jika berukuran besar, dapat menyebar
melalui ligamen yang luas ke dalam retroperitoneum dan masuk ke rongga
peritoneum. Adanya hematoma flap kandung kemih yang besar (>4-6 cm) dan
kejadian sepsis yang tidak responsif terhadap antibiotik yang adekuat dapat menjadi
indikasi untuk dilakukannya laparotomi ulang.7
Ruptur uteri merupakan komplikasi awal yang berat dan didefinisikan sebagai
laserasi atau robekan komplit pada dinding uterus, termasuk lapisan serosanya,
sehingga menciptakan komunikasi antara rongga endometrium dan peritoneum yang
16
menyebabkan kebocoran gas dan darah, serta hemoperitoneum. Insiden terjadinya
ruptur uteri di antara wanita yang memiliki riwayat setidaknya satu kali persalinan
caesar sebelumnya adalah 0,5% dan adanya CSD yang berat merupakan faktor risiko
yang penting. Terjadinya ruptur parsial dinding uterus, di mana lapisan serosa tetap
utuh, disebut dehisensi uterus. Tanda bahaya untuk dehisensi uterus adalah adanya
bladder flap hematoma > 5 cm dan hematoma pelvis yang besar.7
Komplikasi Lambat
Cesarean Scar Defect atau CSD merupakan komplikasi yang paling umum
terjadi pasca persalinan caesar; dengan sebutan yang berbeda dalam berbagai literatur
(pouch, niche, atau histhmocoele). CSD didefinisikan sebagai penipisan fokus
miometrium atau dehisensi dari bekas luka uterus, berbentuk segitiga yang
berkesinambungan dengan rongga endometrium. CSD dapat dianggap sebagai faktor
predisposisi untuk sebagian besar komplikasi persalinan caesar lainnya. CSD dianggap
berat jika kedalaman insisi setidaknya 50 atau 80% dari miometrium anterior, atau jika
17
ketebalan miometrium yang tersisa ≤ 2,2 mm saat dievaluasi dengan ultrasonografi
(USG) transvaginal7
Faktor risiko terjadinya CSD dapat dibagi menjadi faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi dapat berhubungan dengan ibu (usia, retroverted uterus) atau yang
berhubungan dengan persalinan (lama persalinan > 5 jam dan dilatasi serviks pada saat
persalinan > 5 cm). Faktor risiko yang dapat dimodifikasi sebagian besar terkait
dengan teknik pembedahan. Manifestasi klinis bersifat heterogen, dapat asimptomatik
hingga terjadinya perdarahan uterus, infertilitas, dispareunia, dan nyeri panggul.
Perdarahan vagina abnormal adalah gejala yang paling sering ditemukan: sebuah
penelitian retrospektif menunjukkan bahwa hal ini terjadi pada 76% wanita dengan
CSD.7
18
Retained products of conception (RPOC) diperkirakan terjadi sekitar 1% pada
kehamilan aterm. Integrasi data klinis dan ultrasonografi sangat penting untuk
diagnosis. RPOC dapat terjadi pada bekas luka persalinan caesar dan dapat
divisualisasikan pada USG sebagai sisa kantung yang tidak beraturan, massa ekogenik,
atau massa campuran, padat, dan kistik. Morbidly adherent placenta (MAP) (plasenta
akreta, inkreta, dan perkreta) adalah invasi plasenta abnormal ke dalam dinding uterus,
yang menyebabkan kegagalan pemisahan plasenta pada saat persalinan7
Tingkat komplikasi dan morbiditas pada ibu hamil akan meningkat seiring
dengan semakin bertambahnya jumlah kelahiran caesar sebelumnya. Pada suatu cohort
dengan partisipasi 30,132 wanita yang menjalani satu hingga enam kali persalinan
19
caesar berulang, terdapat hubungan yang signifikan antara bertambahnya jumlah
persalinan caesar dan kecenderungan terjadinya placenta accreta spectrum (PAS) yaitu
plasenta previa, plasenta akreta, dan solusio plasenta pada kehamilan berikutnya.
Angka PAS meningkat dari 11 persen pada wanita yang menjalani persalinan caesar
kedua dan meningkat menjadi 67 persen pada persalinan caesar ketiga5
20
interval (BI) kurang dari 16-18 bulan, ditemukan berhubungan dengan peningkatan
risiko ruptur uteri selama TOLAC. Beberapa peneliti telah mengaitkan hubungan ini
dengan penyembuhan bekas luka yang tidak sempurna, yang dapat meningkatkan
risiko ruptur uteri selama TOLAC. Dalam berbagai penelitian dengan penggunaan
MRI mengevaluasi bahwa dibutuhkan waktu setidaknya 6 hingga 9 bulan setelah
dilakukannya prosedur operasi caesar sebelumnya untuk mendapatkan involusi uterus
yang lengkap dan terjadinya rehabilitasi pada bekas insisi uterus8
Tinjauan sistematis menemukan bahwa IPI yang lebih pendek dari 12 bulan
dikaitkan dengan peningkatan risiko plasenta previa dan solusio plasenta. Jarak
kelahiran yang pendek dapat menyebabkan implantasi plasenta yang kurang optimal,
dengan pembuluh darah yang rapuh di sekitar insisi caesar sebelumnya, yang dapat
bertanggung jawab terhadap peningkatan risiko plasenta previa dan solusio plasenta.
Selain itu, satu penelitian melaporkan hubungan antara IPI yang pendek dengan hasil
maternal yang buruk (anemia, preeklampsia, dan PROM) dan hasil perinatal yang
merugikan lainnya (BBLR, persalinan prematur, dan skor Apgar yang rendah); namun,
hasil yang serupa juga dilaporkan terjadi pada wanita tanpa riwayat operasi caesar.
Peningkatan risiko anemia dan hasil perinatal yang merugikan dengan jarak kelahiran
yang pendek dapat dijelaskan oleh maternal depletion theory, yang mendefinisikan
kehamilan sebagai proses konsumtif fisiologis dari nutrisi ibu yang tersimpan. Zat
besi, asam folat, dan elemen nutrisi lainnya mungkin tidak cukup terisi selama IPI
yang pendek; akibatnya, cadangan nutrisi yang buruk mungkin tidak mendukung
kehamilan normal, yang menyebabkan anemia, BBLR, persalinan prematur, dan skor
APGAR yang rendah8
21
BAB III
ANALISA KASUS
Ny. WRZ usia 25 tahun dengan G2P1A0 dengan usia kehamilan 27 minggu datang ke
poliklinik RSMC untuk kontrol kehamilan . Berdasarkan anamnesis saat ini pasien mengaku
tidak memiliki keluhan seperti mual atau mules, keluar cairan atau flek ,darah dari jalan lahir.
Pasien memiliki riwayat operasi SectioCaesarian 1 tahun lalu atas indikasi pemanjangan kala
1 fase aktif dengan pembukaan 4 dalam observasi 12 jam dan terdapat lilitan tali pusat pada
leher bayi melalui pemeriksaan USG.Pemeriksaan fisik abdomen menunjukkan terdapatnya
bekas operasi . Hari Pertama Haid Terakhir pasien adalah 26 Mei 2023 dengan Taksiran
Persalinan 2 Februari 2023. Pasien direncanakan untuk menjalani operasi sectiocaesarian
kembali pada usia kehamilan 38 minggu dengan riwayat BSC < 2 tahun. Pemeriksaan obstetri
ditemukan presentasi kepala dengan deskripsi Leopold I teraba bokong, Leopold II punggung
kiri, Leopold III teraba kepala, leopold IV konvergen. Denyut Jantung Janin positif masih
dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan terdapat penurunan Hemoglobin
dan hematocrit yang menunjukkan pasien mengalami anemia pada kehamilan.
Fokus pembahasan adalah pada riwayat BSC < 2 tahun pada pasien. Interval kelahiran
pasien yang tergolong pendek yakni sekitar 16 bulan dapat meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi pasien. Hal ini dapat terjadi akibat involusi dan penyembuhan luka yang belum
optimal uterus. Komplikasi yang dapat terjadi seperti ruptur uteri, perdarahan post partum
serta peningkatan resiko untuk terjadinya abnormalitas plasenta. Pemilihan metode persalinan
harus berdasarkan indikasi yang terdapat pada pasien. Pada pasien disarankan metode ERDC (
Elective Repetitive Caesarian Delivery) dikarenakan interval kelahiran pasien yang pendek
sehingga meningkatkan resiko ruptur uteri yang lebih besar apabila dilakukan TOLAC. Selain
itu, riwayat kehamilan pasien yang sebelumnya dengan adanya pemanjangan kala 1 fase aktif
dalam observasi selama 12 jam . Selanjutnya, edukasi penggunaan kontrasepsi atau menunda
kehamilan selanjutnya selama minimal 24 bulan perlu dilakukan pada pasien untuk
optimalisasi penyembuhan luka . Pada pasien mengalami anemia pada kehamilan, Hal ini
merupakan faktor fisiologis yang dapat terjadi saat kehamilan . Anemia disebabkan oleh
peningkatan plasma darah secara signifikan yang tidak dibarengi dengan peningkatan produksi
sel darah merah sehingga menyebabkan hemodilusi . Jenis Anemia yang terjadi biasanya
22
adalah anemia defisiensi besi dan anemia defisiensi folat. Pemberian suplementasi zat besi dan
asam folat diperlukan untuk pembentukan sel darah merah .
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Sung S, Mahdy H. Cesarean Section. [Updated 2023 Jul 9]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546707/
2. Anatomy of the abdomen available from : https://med.uc.edu/labmanuals
3. Fortner KB. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics. Lippincott
Williams & Wilkins; 2007
4. Galinimoghaddam, T., Moslemizadeh, N., Seifollahpour, Z., Shahhosseini, Z., &
Danesh, M. (2014). Uterine contractions' pattern in active phase of labor as a predictor
of failure to progress. Global journal of health science, 6(3), 200–205.
5. Cunningham, F.G. et al. (2022) Williams obstetrics. New York: McGraw Hill.
6. Cesarean delivery on maternal request (2019) American College of Obstetricians and
Gynecologists. Available at:
https://www.acog.org/clinical/clinical-guidance/committee-opinion/articles/2019/01/ce
sarean-delivery-on-maternal.
7. 2. Rosa, F. et al. (2019) ‘Imaging findings of cesarean delivery complications:
Cesarean scar disease and much more’, Insights into Imaging, 10(1).
8. Ye, L. et al. (2019) ‘Systematic review of the effects of birth spacing after cesarean
delivery on maternal and perinatal outcomes’, International Journal of Gynecology &
Obstetrics, 147(1), pp. 19–28.
9. Sakiyeva, K. Z., Abdelazim, I. A., Farghali, M., Zhumagulova, S. S., Dossimbetova,
M. B., Sarsenbaev, M. S., Zhurabekova, G., & Shikanova, S. (2018). Outcome of the
vaginal birth after cesarean section during the second birth order in West Kazakhstan.
Journal of family medicine and primary care, 7(6), 1542–1547.
https://doi.org/10.4103/jfmpc.jfmpc_293_18
24
25
25