Anda di halaman 1dari 33

Laboratorium / SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi TUTORIAL KLINIK

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSUD Aji Muhammad Parikesit

PARTUS LAMA

Disusun Oleh :
Muhammad Fachrian Akbar 2110017057
Alief Fikri Rusdi 2110017061

Dosen Pembimbing :
dr. Bernardus Edi Dirgantoro, Sp. OG

LABORATORIUM / SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tutorial klinik
tentang “Partus Lama”. Laporan kasus ini disusun dalam rangka tugas
kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Bernardus Edi
Dirgantoro, Sp. OG selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, perbaikan dan saran kepada penulis sehingga laporan kasus ini
dapat diselesaikan dengan baik. Jika terdapat ketidaksempurnaan dalam
laporan kasus ini, penulis mengharapkan kritik dan saran demi
penyempurnaannya. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi
para pembaca.

Samarinda, 23 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar belakang...........................................................................................1

1.2 Tujuan.........................................................................................................1

1.3 Manfaat.......................................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................12

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................24

BAB V PENUTUP................................................................................................27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Tingginya angka kematian ibu (AKI) secara global masih sangat tinggi,
yakni pada tahun 2017 sebesar 295.000 kasus dengan angka kematian ibu (AKI)
sebesar 211 per100.000 kelahiran hidup (WHO, 2019). Angka Kematian Ibu
(AKI) penting untuk diketahui karena menjadi indikator keberhasilan program
kesehatan (KEMENKES, 2021). Kematian ibu adalah kematian seorang
wanita selama periode kehamilan, persalinan, dan nifas yang disebabkan oleh
kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena
sebab lain seperti kecelakaan atau insidental. Ada banyak penyebab yang
berkontribusi dalam tingginya AKI di Indonesia, diantaranya adalah perdarahan
(32%), hipertensi (25%), partus lama, (5%), infeksi (5%), abortus (1%), dan lain-
lain (32%) (WHO, 2019; KEMENKES, 2021).
Partus lama atau distosia secara literatur berarti persalinan yang sulit,
memiliki karakteristik kemajuan persalinan yang abnormal atau lambat. Partus
lama dapat menyebabkan infeksi, kelelahan, dehidrasi pada ibu, dan dapat pula
menyebabkan perdarahan postpartum. Sedangkan pada janin dapat menyebabkan
terjadinya infeksi, cedera, dan asfiksia (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).

1.2 Tujuan
Mengetahui tentang partus lama, serta perbandingan antara teori dengan
kasus nyata.
Tujuan Umum
1. Mengetahui teori tentang partus lama yang mencakup definisi, epidemiologi,
etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, diagnosis, dan penatalaksanaan.
2. Mengetahui perbandingan antara teori dengan kasus nyata partus lama pada
kehamilan.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Ilmiah

1
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran
terutama bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya tentang partus lama.
1.3.2 Manfaat bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca
mengenai partus lama.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesis
2.1.1 Identitas Pasien dan Suami
Identitas Pasien
Nama : Ny. VM
Usia : 17 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Lekaq Kidau RT 5 Kec.Sebulu Kota Kutai Kartanegara
Agama : Kristen
Masuk Rumah Sakit RS Parikesit : Rabu, 22 Februari 2023 (WITA)

Identitas Suami
Nama : Tn. L
Usia : 27 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Lekaq Kidau RT 5 Kec.Sebulu Kota Kutai Kartanegara
Agama : Kristen

2.1.2 Keluhan Utama


Perut kencang-kencang dan mules

2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien hamil datang ke IGD RS Parikesit rujukan dari Puskesmas Sebulu
dengan keluhan perut kencang-kencang dan mules sejak sore hari SMRS. Pasien
mengatakan sedang mengandung anak yang kedua dengan usia kehamilan 43
minggu. Pasien juga mengatakan keluar darah dari jalan lahir saat sudah di RS
Parikesit sekitar pukul 00.00 WITA. Pasien mengatakan darah yang keluar dari
jalan lahir ini berawal dari hanya flek-flek kemudian menjadi darah segar yang
sangat deras terutama ketika janin pasien bergerak. Pasien mengatakan dirujuk ke
RS Parikesit karena gerak bayi kurang.

3
2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Alergi (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (-), Asma (-)

2.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-), alergi (-)

2.1.6 Riwayat Perkawinan


Pasien sudah menikah 1x, Lama pernikahan 3 tahun, Usia pertama menikah
umur 14 tahun

2.1.7 Riwayat Menstruasi


Menarche pada usia 13 tahun, siklus haid teratur, lama haid 6-7 hari
 HPHT : 25/4/2022
 Taksiran : 30/1/2023
Persalinan

2.1.8 Riwayat Kontrasepsi


-
2.1.9 Riwayat Obstetri
G2 P0 A1
No Tahun Tempat Kehamilan Persalina Ditolong Penyulit Keterangan
Partus n
1 2021 Abortus, Tidak di Kuret

2 2023 Hamil ini

2.2 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. BB/TB : 66 kg / 151 cm
4. Tanda Vital
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg

4
 Nadi : 80x/ menit
 Suhu : 36.90 C
 Pernafasan : 22x/ menit
5. Status Generalis
 Kepala Leher : Anemis (-) Ikterik (-) Sianosis (-)
Pembesaran KGB (-)
 Jantung : S1 S2 Tunggal Reguler, Murmur (-)
 Paru : Vesikuler (+/+) Rhonki (-) Wheezing (-)
 Ekstremitas : Superior et Inferior: Akral Hangat,
CRT <2 detik, edema (-)
6. Status Obstetri
 Inspeksi : Linea nigra (+) bekas operasi (+)
 Palpasi
Leopold I : Bokong
Leopold II : Punggung kanan
Leopold III : Kepala
Leopold IV : Divergen
 TFU : 33 cm
 TBJ : 1.500gr
 HIS : 3 x 10 menit interval 20-40 detik
 DJJ : 120 x/menit

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium Darah (22/02/2023)

Pemeriksaan Lab Hasil Nilai Rujukan

Leukosit 12.60 6.00 – 17.50


103/uL

Hb 12,9 14.0-18.0 g/dL

Hematokrit 41 34 – 40 %

5
PLT 221 150 – 155

GDS 89 < 200 mg/dL

CT 3.00 1-6

BT 2.00 1-3

Resus + -

Antibodi HIV Non Reaktif -

HbsAg Negatif -

6
Pemeriksaan USG Abdomen

7
CTG

8
PARTOGRAF

2.4 Diagnosa Kerja


G2P0A1 gravid 43 minggu inpartu kala 1 fase aktif macet
2.5 Tatalaksana
 Observasi keadaan umum + TTV + DJJ
 R/ SC

9
2.6 Follow Up
23 Februari 2023
Rabu (IGD) S: Rujukan dari Puskesmas Sebulu, datang karena gerak
22.00 bayi kurang, perut kencang kencang
O: KU : Sedang
TD : 110/70 mmHg RR : 20x/menit
N : 84x/menit SpO2 : 98%
TFU : 33 cm
CRT < 2 detik, Akral hangat
LI ; bokong, LII = Pu-Ka, LIII = Letak Kepala, LIV
= belum masuk PAP
HIS : 2 x 10’ 20” DJJ : 120-123x/menit
VT : 2 cm, ketuban utuh, portio tebal, darah (+)
A: G2P0A1 gr 43 mgg inpartu kala 1 fase laten postterm
P: Obs TTV, HIS, Pembukaan, DJJ

Kamis 02.00 S: Perut kencang-kencang lebih sering


(VK) O: KU : Sedang
TD : 110/70 mmHg RR : 20x/menit
N : 84x/menit SpO2 : 98%
TFU : 33 cm
CRT < 2 detik, Akral hangat, Nadi melemah
LI ; bokong, LII = Pu-Ka, LIII = Letak Kepala, LIV
= belum masuk PAP, Kepala Hodge 1
HIS : 3 x 10’ 20-30”
DJJ : 120-123x/menit
VT : 4 cm, ketuban utuh, portio tebal, darah (+)
A: G2P0A1 gr 43 mgg inpartu kala 1 fase aktif posterm
P: Obs TTV, HIS, Pembukaan, DJJ
07.00 (VK) S: Perut kencang-kencang lebih sering
O: KU : Sedang
TD : 120/75 mmHg RR : 20x/menit
N : 82x/menit SpO2 : 98%
TFU : 33 cm
CRT < 2 detik, Akral hangat, Nadi melemah
LI ; bokong, LII = Pu-Ka, LIII = Letak Kepala, LIV
= belum masuk PAP, Kepala Hodge 1
HIS : 3 x 10’ 20-30”
DJJ : 125x/menit
VT : 5 cm, ketuban utuh, portio tipis, darah (+)
A: G2P0A1 gr 43 mgg inpartu kala 1 fase aktif posterm

10
P: Obs TTV, HIS, Pembukaan, DJJ
Inf RL 20 tpm

10.00 (VK) S: Perut kencang-kencang lebih sering


O: KU : Sedang
TD : 120/80 mmHg RR : 20x/menit
N : 80x/menit SpO2 : 98%
TFU : 33 cm
CRT < 2 detik, Akral hangat, Nadi melemah
LI ; bokong, LII = Pu-Ka, LIII = Letak Kepala, LIV
= belum masuk PAP, Kepala Hodge 1
HIS : 3 x 10’ 30-35”
DJJ : 121x/menit
VT : 5 cm, ketuban utuh, portio tipis, darah (+)
A: G2P0A1 gr 43 mgg inpartu kala 1 fase aktif macet
P: posterm
Obs TTV, HIS, Pembukaan, DJJ, Persiapan SC

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Partus lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum
didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal atau berlangsung lambat. WHO
secara spesifik mendefinisikan persalinan lama (prolonged labor) sebagai proses
peralinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Waktu pemanjangan proses
persalinan yang dimaksud adalah penambahan pada kala satu atau kala dua
persalinan. Namun, definisi ini memiliki keterbatasan karena dalam hal
tatalaksana akan lebih baik menngunakan definisi partus berdasarkan tahap dalam
persalinan (WHO, 2008).
Istilah umum, seperti disproporsi sefalopelvik dan kegagalan kemajuan
persalinan sering digunakan untuk mendeskripsikan persalinan yang abnormal
atau distosia. Namun, saat ini kejadian diproporsi sefalopelvis jarang terjadi, dan
kebanyakan kasus terjadi karena malposisi kepala janin dengan panggul ibu
(asinklitismus) atau karena kontraksi uterus yang tidak efektif (Cunningham, et
al., 2018).
True disproportion adalah diagnosis yang lemah karena banyak wanita yang
menjalani persalinan secara sesar karena alasan ini kemudian melahirkan bayi lain
yang lebih besar secara normal pada kehamilan berikutnya. Sedangkan, istilah
kegagalan kemajuan persalinan baik spontan atau terinduksi, telah menjadi
deskripsi yang semakin populer pada persalinan abnormal (distosia). istilah ini
mencerminkan kurangnya dilatasi serviks atau kurangnya penurunan janin selama
proses persalinan (Cunningham, et al., 2018).
3.2 Klasifikasi
Kelainan Kala Satu
a. Fase Laten Memanjang
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan
yakni tahap persiapan, tahap pembukaan/dilatasi, dan tahap panggul. Pola
pembukaan serviks selama tahap persiapan dan tahap pembukaan persalinan
normal adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks adalah fase laten yang

12
sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap
pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng
(kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).

Gambar 1. Urutan rata-rata kurva pembukaan serviks pada persalinan nulipara

Awitan persalinan laten didefinisikan ketika ibu mulai merasakan kontraksi


yang teratur. Selama fase ini orientasi kontraksi uterus berlangsung bersama
perlunakan dan pendataran serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten
ke dalam fase aktif adalah pembukaan serviks 1,2 cm/jam bagi nulipara dan 1,5
cm/jam untuk ibu multipara. Fase laten terjadi bersamaan dengan persepsi ibu
yang bersangkutan akan adanya his teratur yang disertai oleh pembukaan serviks
yang progresif, walaupun iambat, dan berakhir pada pembukaan 3 sampai 5 cm.
Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan apabila lama
fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada ibu multipara. Kedua

13
patokan ini adalah persentil ke-95. Dalam laporan sebelumbnya, Friedman
menyajikan data mengenai durasi fase laten pada nulipara. Dutasi rata-ratanya
adalah 8,6 jam dan rentangnya dari 1 sampai 44 jam. Dengan demikian, lama fase
laten sebesar 20 jam pada ibu nulipara dan 14 jam pada ibu multipara
mencerminkan nilai maksimum secara statistic (Mose, Johanes, & Alamsyah,
2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah
anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misal
tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka), dan persalinan palsu.
Fase laten berkepanjangan dapat diperbaiki dengan istirahat atau stimulasi
oksitosin. Amniotomi tidak dianjurkan karena adanya insiden persalinan palsu
sebesar 10% (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).
b. Fase Aktif Memanjang
Pada fase aktif persalinan, kelainan yang ditemukan dibagi menjadi

protraction disorder atau persalinan yang berlangsung lebih lambat dari normal
dan arrest disorder atau tidak adanya kemajuan persalinan. Persalinan harus
berada dalam fase aktif dengan dilatasi serviks hingga setidaknya 4 cm untuk
didiagnosis dengan salah satu dari ini (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).
Persalinan lambat (
protraction disorder) didefinisikan sebagai kecepatan
pembukaan atau penurunan yang lambat, kurang dari 1,2 cm/jam untuk nullipara
atau 1,5 cm/jam untuk multipara, atau penurunan kurang dari 1 cm/jam untuk
nullipara atau 2 cm/jam untuk multipara. Pembukaan serviks yang gagal (arrest of
dilatation) didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam, dan
gagalnya penurunan janin (arrest of descent) sebagai tidak adanya penurunan
janin daiam 1 jam. Kontraksi uterus yang tidak memadai ditemukan pada 80%
wanita dengan kemacetan fase aktif. Disproporsi sefalopelvik ditemukan pada
sekitar 30% ibu dengan persalinan lama dan 45% pada persalinan macet. Faktor
lain yang berperan dalam persalinan lama/macet adalah sedasi berlebihan,
anestesia regional, dan malposisi janin, misalnya oksiput posterior persisten
(Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).

14
American College of Obstetricians and Gynecologists
menyarankan bahwa
sebelum ditegakkan diagnosis kemacetan pada persalinan kala satu, kedua kriteria

ini harus dipenuhi (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014):


 Fase laten telah selesai, dengan serviks membuka 4 cm atau lebih.
 Sudah terjadi pola kontraksi uterus sebesar 200 satuan Montevideo atau
lebih dalam periode 10 menit selama 2 jam tanpa perubahan pada serviks.
Kelainan Kala Dua
Kala Dua Memanjang
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan

keluarnya janin. Penurunan janin sebagian besar mengikuti dilatasi lengkap. Pada

kala dua, terjadi banyak gerakan kardinal yang diperlukan bagi janin untuk

melewati jalan lahir sehingga ketidakseimbangan janin dan panggul sering

menjadi jelas. Tahap kedua pada nulipara dibatasi hingga 2 jam dan diperpanjang

hingga 3 jam ketika analgesia regional digunakan, sedangkan untuk multipara

dibatasi hingga 1 jam dan diperpanjang hingga 2 jam dengan analgesia regional.

Kispatrick dan Laros melaporkan bahwa rata-rata lama persalinan kala I dan kala

II adalah sekitar 9 jam pada nulipara tanpa anastesia regional, dengan batas atas

persentil 95 adalah 18,5 jam. Waktu yang serupa untuk ibu multipara adalah

sekitar 6 jam dengan persentil 95 adalah 13,5 jam (Mose, Johanes, & Alamsyah,

2014).
Salah satu penyebabnya adalah kurang adekuatnya gaya ekspulsif. Dengan
dilatasi serviks penuh, kebanyakan wanita tidak dapat menahan diri untuk
"menahan" atau "mendorong" setiap kali rahim berkontraksi. Gaya gabungan yang
diciptakan oleh kontraksi rahim dan otot perut akan mendorong janin ke bawah.
Sedasi yang berat atau analgesia regional -epidural lumbal, kaudal, atau intratekal-
dapat mengurangi dorogan untuk mengejan dan dapat mengganggu kemampuan
berkontraksi otot perut secara memadai. Selain itu, keinginan untuk mendorong
dapat berkurang oleh rasa sakit yang hebat (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).

15
Bagi ibu yang kurang dapat mengejan dengan benar setiap kontraksi karena
nyeri hebat, analgesia mungkin bisa memberi manfaat. Pilihan paling aman untuk
janin dan ibunya adalah nitrose oksida, yang dicampur dengan volume yang sama
dengan oksigen dan diberikan saat setiap kali kontraksi. Pada saat yang sama,
dorongan dan instruksi yang sesuai kemungkinan besar memberi manfaat (Mose,
Johanes, & Alamsyah, 2014).
3.3 Insidensi
Insidensi partus lama bervariasi 1 hingga 7%. Partus lama rata rata di dunia
menyebabkan kematian ibu sebesar 8%. Berdasarkan data Direktorat Kesehatan
Ibu tahun 2013, angka kejadian persalinan lama Indonesia sebesar 1,8% dari
keseluruhan angka kematian ibu (KEMENKES, 2021).
3.4 Etiopatogenesis
Distosia terjadi oleh karena tiga kategori kelainan yang berbeda. (1) disfungsi

uterus di mana terjadi kontraksi uterus yang tidak cukup kuat atau koordinasi

kontraksi yang tidak tepat dalam mendilatasi serviks. Selain itu, usaha volunter

dari otot-otot ibu dalam persalinan kala dua mungkin tidak adekuat. (2)

abnormalitas presentasi, posisi, atau anatomi janin. (3) struktur tulang-tulang

panggul ibu atau abnormalitas jaringan lunak dari saluran reproduksi yang dapat

menghambat penurunan janin. Secara sederhana, etiologi distosia dibagi dalam

tiga kategori, (1) powers, berupa kontraksi uterus dan usaha meneran ibu, (2)

passenger, masalah pada janin, (3) passage,masalah pada panggul dan saluran

reproduksi bagian bawah.4

16
Jika terdapat kelainan pada ketiga faktor tersebut, maka diperlukan intervensi
persalinan untuk mencapai wellborn baby dan well health mother. Kelainan
masing- masing faktor yang yang mempengaruh terjadinya distosia dapat dirinci

sebagai berikut (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014):

1. Powers
His adalah kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan dilatasi serviks dan
penurunan bagian terbawah janin. His dikatakan sempurna bila terdapat (a)
kontraksi yang simetris, (b) kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus
uteri, dan (c) setelah itu terjadi relaksasi. Frekuensi his adalah jumlah his dalam
waktu tertentu. Amplitudo dikalikan dengan frekuensi his dalam 10 menit
menggambarkan keaktifan uterus dan diukur dengan unit Montevideo. Pada
permulaan kala I persalinan, frekuensi dan amplitudo his terus meningkat.
Persalinan secara klinis dapat terjadi ketika his mencapai nilai 80-120 unit
Montevideo. Hal ini dapat dijabarkan kurang lebih 3 kali kontraksi 40 mmHg
setiap 10 menit. Amplitudo uterus meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir
kala I dan frekuensi his menjadi 2 sampai 4 kontraksi tiap 10 menit, dengan tonus
basal uterus meningkat dari 8 mmHg menjadi 12 mmHg. Durasi his juga
meningkat dari hanya 20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada
akhir kala I atau pada permulaan kala II. His yang sempurna dan efektif bila ada
koordinasi dari gelombang kontraksi, sehingga kontraksi simetris dengan
dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40 sampai 60 mmHg yang
berdurasi 60 sampai 90 detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2 sampai 4
menit (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).
Bila terjadi disfungsi uterus ataupun kekuatan meneran ibu tidak adekuat
dapat menyebabkan kelainan ini.
2. Kelainan Jalan Lahir (Passage)

17
Distosia karena kelainan jalan lahir atau biasa disebut dengan cephalopelvic

disproportion adalah ketidaksesuaian ukuran antara kepala janin dengan panggul

ibu. Hal ini dapat disebabkan dari faktor janin itu sendiri, misalnya pada janin

dengan malposisi dan malpresentasi. Panggul ibu juga memegang peranan

penting, sebab kurangnya diameter panggul dapat menyebabkan distosia.

Kesempitan panggul dapat terjadi pada : pintu atas panggul, bidang tengah

panggul pintu bawah panggul atau kombinasi diantaranya


(Mose, Johanes, &
Alamsyah, 2014).
Ketidaksesuaian ukuran antara kepala janin dengan panggul ibu dapat berupa
panggul sempit absolut dan panggul sempit ralatif. Panggul sempit absolut dimana
perbedaan antara kepala janin dengan panggul ibu sedemikian rupa sehingga
menghalangi terjadinya persalinan per vaginam dalam kondisi optimal sekalipun.
Dapat terjadi oleh karena faktor maternal maupun faktor fetal. Pada faktor
maternal yakni contracted pelvic, pelvic exostoses, spondylolisthesis, dan anterior
sacrococcygeal tumors. Pada faktor fetal yakni hidrosefalus dan bayi besar.
Sedangkan panggul sempit relatif terjadi jika akibat kelainan letak, kelainan posisi
atau kelainan defleksi sedemikian rupa sehingga menghalangi persalinan per
vaginam (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).
Kemajuan persalinan yang tidak adekuat oleh karena disproporsi sefalopelvik
dengan tanda asfiksia janin menjadi indikasi dilakukan pesalinan secara sesar.
Kegagalan kemajuan secara tipikal disebabkan oleh kombinasi ukuran janin dan
panggul ibu yang sempit. Saat ini deteksi disproporsi absolut sekitar 0,5%-1%.
Insidensi ukuran panggul borderline pada persalinan spontan ditemukan lebih
tinggi (Pai, Kushtagi, Daftary, & Chakravati, 2015).
Pelvic Shape Inlet Outlet Obstetric Conjugate
Android Normal Shorter Normal
Anthropoid Shorter Normal Longer
Platypelloid Longer Normal Shorter
Tabel 2. Gambaran bentuk panggul

18
Panggul sempit yang penting dalam obstetrik bukan panggul sempit secara
anatomis melainkan panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara
kepala dan ukuran panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang
dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya diantaranya:
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterin: panggul naegele,
panggul Robert, split pelvis
2. Kelainan karena penyakit pada tulang/sendi: rakitis, osteomyelitis, fraktur
3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, scoliosis,
spondilolistesis
3. Kelainan Jalan Lahir (Passage)

Kondisi janin yang berhubungan dengan kejadian distosia diantaranya


makrosomia, malpresentasi, malposisi, kelainan letak, locked twins, malformasi
fetus seperti hidrosefalus, asites fetal, atau conjoint twins. Malpresentasi adalah
semua presentasi janin selain presentasi belakang kepala. Malposisi adalah posisi
abnormal ubun-ubun kecil relative trhadap panggul ibu yaitu tidak berada di
anterior. Dalam keadaan normal, presentasi janin adalah belakang kepala dengan
penunjuk ubun-ubun kecil dalam posisi transversal (saat masuk pintu atas
panggul), dan posisi anterior (setelah melewati bidang tengah panggul). Dengan

19
presentasi tersebut, kepala janin akan masuk panggul dalam ukuran terkecilnya
(sirkumferensia suboksipitobregmatikus). Sikap ekstensi ringan akan menjadikan
presentasi puncak kepala (dengan penunjuk ubun-ubun besar), ekstensi sedang
menjadikan presentasi dahi (dengan penunjuk sinsiput) dan ekstensi maksimal
menjadikan presentasi muka (dengan penunjuk dagu). Apabila janin dalam
keadaan malpresentasi atau malposisi, maka dapat terjadi persalinan lama atau
macet (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).
3.5 Diagnosis
Kriteria diagnosis dari tiap klasifikasi dari persalinan lama ditampilkan pada
tabel berikut (Cunningham, et al., 2018):

Selain kriteria di atas, terdapat pula sebuah alat bantu dalam mempermudah
diagnosis persalinan lama. Alat bantu tersebut adalah partograf. Partograf
terutama membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan. Kedua jenis
gangguan dalam fase aktif dapat didiagnosa dengan melihat grafik yang terbentuk
dari partograf. Protraction disorder pada fase aktif (partus lama) dapat didiagnosa

20
bila pembukaan serviks kurang dari 1 cm per jam selama minimal 4 jam.
Sedangkan arrest disorder (partus macet) didiagnosa bila tidak terjadi
penambahan pembukaan serviks dalam jangka waktu 2 jam maupun penurunan
kepala janin dalam jangka waktu 1 jam.
3.6 Tatalaksana
Prinsip utama dari penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama
adalah mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan lama
adalah sebuah akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi
patologis penyebab persalinan lama telah ditemukan, dapat ditentukan metode
yang tepat dalam mengakhiri persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan
pervaginam, akan dilakukan per abdominal melalui seksio sesarea (Mose,
Johanes, & Alamsyah, 2014).
Secara umum penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu
disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya
disproporsi sefalopelvik dengan persalinan lama merupakan indikasi untuk
dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi sefalopelvik dapat dicurigai apabila dari
pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor risiko panggul sempit (tinggi
badan <145 cm, konjugata diagonal <13cm) atau janin diperkirakan berukuran
besar (TBJ> 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi sefalopelvik, dapat
dilakukan induksi persalinan (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).
Pada persalinan lama, keadaan ibu harus diawasi dengan saksama. Tekanan
darah diukur tiap empat jam dan lebih sering apabila ada gejala preeklampsia.
Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering
dalam kala II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian
sepenuhnya. Karena pada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk
melakukan tindakan pembedahan dengan narkosis, hendaknya ibu jangan diberi
makan biasa melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan
glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti. Apabila
persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan
penilaian yang saksama tentang keadaan. Selain penilaian keadaan umum, perlu
ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat

21
false labour, apakah ada inersia uteri, dan apakah tidak ada disproporsi
sefalopelvik meskipun ringan (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).
Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban sudah
atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk
menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama berhubung dengan
bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat
diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat
atau persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus. Pada kelainan his dengan
disproporsi sefalopelvik juga perlu dilakukan seksio sesarea (Mose, Johanes, &
Alamsyah, 2014).
Pada kondisi fase laten berkepanjangan terapi yang dianjurkan adalah
menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu seringkali didiagnosa sebagai
fase laten berkepanjangan. Kesalahan diagnosis ini dapat menyebabkan induksi
atau percepatan persalinan yang tidak perlu yang mungkin gagal. Juga
mengakibatkan seksio sesaria yang tidak perlu. Dianjurkan dilakukan observasi
selama 8 jam. Bila his berhenti maka ibu dinyatakan mengalami persalinana semu,
bila his menjadi teratur dan bukaan serviks menjadi lebih dari 4 cm maka pasien
dikatakan berada pada fase aktif. Pada akhir masa observasi 8 jam, bila terjadi
perubahan dalam penipisan serviks, maka pecahkan ketuban dan lakukan induksi
persalinan dengan oksitosin. Bila ibu tidak memasuki fase aktif setelah delapan
jam infus oksitosin, maka disarankan agar janin dilahirkan secara seksio sesarea
(Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu ditentukan apakah kelainan yang
dialami termasuk dalam kelompok protraction disorder (partus lama) atau arrest
disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam kelompok partus tak maju, maka
besar kemungkinan ada disproporsi sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan
seksio sesarea. Bila yang terjadi adalah partus lama, maka dilakukan penilaian
kontraksi uterus. Bila kontraksi efisien (3 kali dalam 10 menit dengan durasi lebih
dari 40 detik), curigai kemungkinan adanya obstruksi, malposisi, dan
malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien, maka kemungkinan penyebabnya
adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat. Tatalaksana yang dianjurkan adalah
induksi persalinan dengan oksitosin (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).

22
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu segera dilakukan upaya janin. Hal
ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat
meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke plasenta. Hal yang harus
diperhatikan adalah adanya malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal
tersebut tidak ditemukan, maka dapat dilakukan percepatan persalinan dengan
oksitosin.bila percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan janin,
maka dilakukan upaya kelahiran janin. Jenis upaya kelahiran tersebut tergantng
pada posisi kepala janin (Mose, Johanes, & Alamsyah, 2014).

3.7 Komplikasi
1. Dampak pada Ibu
a. Infeksi Intrapartum
b. Perdarahan Postpartum
c. Ruptur Uteri
d. Pembentukan Fistula
e. Cedera Otot-Otot Dasar Panggul
2. Dampak pada Bayi
a. Kaput Suksadenum
b. Molase Kepala Janin

23
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 ETIOLOGI
Teori Kasus
Distosia terjadi oleh karena tiga kategori Pada kasus didapatkan Frekuensi HIS
kelainan yang berbeda. (1) disfungsi yang tidak makin kuat dan disertai
uterus di mana terjadi kontraksi uterus pembukaan yang tidak maju-maju.
yang tidak cukup kuat atau koordinasi
kontraksi yang tidak tepat dalam Pada kasus tidak dilakukan
mendilatasi serviks. Selain itu, usaha pemeriksaan pelvi-metri untuk
volunter dari otot-otot ibu dalam mengukur besar panggul
persalinan kala dua mungkin tidak
adekuat. (2) abnormalitas presentasi,
posisi, atau anatomi janin. (3) struktur
tulang-tulang panggul ibu atau
abnormalitas jaringan lunak dari saluran
reproduksi yang dapat menghambat
penurunan janin. Secara sederhana,
etiologi distosia dibagi dalam tiga
kategori, (1) powers, berupa kontraksi
uterus dan usaha meneran ibu, (2)

24
passenger, masalah pada janin, (3)
passage,masalah pada panggul dan
saluran reproduksi bagian bawah
Secara umum penyebab persalinan lama
dibagi menjadi dua kelainan yaitu
disproporsi sefalopelvik dan disfungsi
uterus (gangguan kontraksi). Adanya
disproporsi sefalopelvik dengan
persalinan lama merupakan indikasi
untuk dilakukannya seksio sesarea.
Disproporsi sefalopelvik dapat dicurigai
apabila dari pemeriksaan fisik diketahui
ibu memiliki faktor risiko panggul
sempit (tinggi badan <145 cm,
konjugata diagonal <13cm) atau janin
diperkirakan berukuran besar (TBJ>
4000 gram). Bila diyakini tidak ada
disproporsi sefalopelvik, dapat
dilakukan induksi persalinan

4.2 Diagnosis
Teori Kasus

25
Pada kasus didapatkan pada
partograf tidak terdapat
kemajuan pembukaan
selama lebih dari 2 jam,
sehingga dikatakan bahwa
pola persalinannya yaitu
kala 1 fase aktif macet/
partus tak maju

4.3 TATALAKSANA
Teori Kasus
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu Pada kasus telah dilakukan evaluasi
ditentukan apakah kelainan yang dialami bertahap dimana ditemukan
termasuk dalam kelompok protraction pembukaan yang tidak maju
disorder (partus lama) atau arrest sehingga dikatakan partus macet/
disorder (partus tak maju). Bila termasuk partus tak maju, sehingga pada
dalam kelompok partus tak maju, maka akhirnya pasien diputuskan untuk
besar kemungkinan ada disproporsi melakukan seksio sesarea.
sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan
seksio sesarea. Bila yang terjadi adalah
partus lama, maka dilakukan penilaian
kontraksi uterus. Bila kontraksi efisien (3
kali dalam 10 menit dengan durasi lebih
dari 40 detik), curigai kemungkinan
adanya obstruksi, malposisi, dan
malpresentasi. Bila kontraksi tidak
efisien, maka kemungkinan penyebabnya
adalah kontraksi uterus yang tidak
adekuat. Tatalaksana yang dianjurkan

26
adalah induksi persalinan dengan
oksitosin

27
BAB V
PENUTUP
Distosia didefinisikan sebagai persalinan atau kelahiran yang
sulit/abnormal. Hal ini dapat dianggap melibatkan panggul ibu (passage), janin
(passenger), kekuatan ekspulsif (power), atau kombinasi dari faktor-faktor ini.
Power, yaitu faktor kekuatan his dan mengejan ibu, misalnya pada inersia uteri,
his yang tidak terkoordinasi, kelelahan ibu mengejan, atau salah pimpinan kala
dua. Passage, yaitu faktor jalan lahir, misalnya kelainan bentuk panggul,
kesempitan panggul, ketidakseimbangan sefalopelvik, atau kelainan jalan lahir
lunak. Passenger, yaitu faktor janin dan plasenta, misalnya kelainan bentuk dan
besar janin (mis. anensefalus, hidrosefalus, janin makrosomia), kelainan pada
letak kepala (mis. presentasi puncak, presentasi muka, presentasi dahi, kelainan
posisi oksiput), atau kelainan letak janin (mis. letak sungsang atau presentasi
rangkap).

28
29
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Dashe, J. S., Hoffman, B. L.,
Casey, B. M., & Spong, C. Y. (2018). Williams Obstetrics. New York:
McGraw-Hill Education.

KEMENKES. (2021). Profil Kesehatan Indonesia 2020. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

Mose, Johanes, & Alamsyah, M. (2014). Ilmu Kebidanan Sarwono. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono P.

Pai, Kushtagi, Daftary, & Chakravati. (2015). Holland and Brews Manuals of
Obstetrics. Mumbai: Elsevier.

Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

WHO. (2008). Managing Prolong and Obstructed Labour. Bern: WHO.

WHO. (2019). Trends in Maternal Mortality 2000 - 2017 : Estimates by WHO,


UNICEF, UNIFPA, World Bank Group and the United Nations
Population Division. World Health Organization.

30

Anda mungkin juga menyukai