Anda di halaman 1dari 41

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Maret 2022


UNIVERSITAS PATTIMURA

Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Inkarserata

Disusun oleh:
Taufik Zuneldi
2020-84-038

Pembimbing:
dr. Yulandri Uneputty Sp. B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas rahmat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini

guna penyelesaian tugas kepaniteraan klinik pada bagian Bedah dengan judul

referat “Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Inkarserata”.

Dalam penulisan referat ini, banyak pihak yang turut terlibat untuk

penyelesaiannya. Untuk itu penulis ingin berterima kasih kepada:

1. dr. Yulandri Uneputty, Sp. B, selaku Dokter spesialis dan pembimbing,

yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian referat ini.

2. Orang tua dan semua pihak yang telah membantu serta memberi motivasi

penulis dalam menyelesaikan penulisan referat ini.

Penulis manyadari bahwa sesungguhnya laporan kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukkan berupa

kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan laporan

kasus dalam waktu yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS ....................................................................................2

2.1 Identitas Pasien.............................................................................................2

2.2 Anamnesis ....................................................................................................2

2.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................3

2.4 Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................5

2.5 Resume .........................................................................................................6

2.6 Diagnosis Kerja ............................................................................................7

2.7 Tatalaksana ...................................................................................................7

2.8 Planning........................................................................................................7

2.9 Laporan Operasi ...........................................................................................7

2.10 Instruksi Paska Bedah ................................................................................8

2.11 Catatan Terintegrasi ...................................................................................8

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................12

BAB IV DISKUSI..................................................................................................36

BAB V PENUTUP .................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................39


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian

yang lemah dari dinding yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut

menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik

dinding perut. Hernia merupakan salah satu penyakit yang paling sering

diindikasikan untuk operasi elektif pada anak.1

Hernia tipe kongenital merupakan kelainan yang paling sering

membutuhkan tindakan operasi, yaitu sebanyak 37% dari total operasi pada rumah

sakit anak. Hernia inguinalis merupakan tipe hernia yang paling sering terjadi pada

anak. Mayoritas kejadian hernia inguinalis pada bayi dan anak-anak adalah hernia

bawaan indirek (99%) sebagai konsekuensi dari patensi prosesus vaginalis. 1,2

Adanya hernia inguinalis pada kelompok usia anak merupakan indikasi

untuk perbaikan dengan operasi. Hernia inguinalis tidak kembali secara spontan

dan perbaikan awal akan mengurangi resiko inkarserata dan komplikasi yang

terkait, terutama pada tahun pertama kehidupan (6-12 bulan).3,4

Ketepatan dalam diagnosis dan penanggulangan tergantung dari

kemampuan melakukan analisis pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang sangat penting, sehingga keputusan untuk melakukan

tindakan bedah segera diambil sebagai tatalaksana.


BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. HT
Umur : 1 tahun 4 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Mangga Dua
Agama : Kristen Protestan
No. Rekam Medis : 16 24 43
Masuk Rumah Sakit : 30 Maret 2021 Pukul: 20.40 WIT

2.2 ANAMNESIS (Alloanamnesis)


• Keluhan Utama: Muntah-muntah
• Riwayat Penyakit Sekarang
Anak datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 2 hari yang lalu. Muntah
sebanyak 9 kali menyemprot, muntah setiap kali makan berisi cairan dan
makanan, sehari yang lalu anak muntah menyemprot cairan berwarna hijau.
Pasien sering kembung dan muntah sebelumnya sesaat setelah makan namun
tidak separah ini. Pasien juga sangat rewel sejak 1 hari yang lalu.
Pasien memiliki benjolan scrotum kanan sejak 1 tahun sebelum masuk rumah
sakit, benjolan muncul saat pasien mengejan atau batuk dan menghilang jika
pasien istirahat. BAK normal, belum BAB dan flatus ± 6 jam yang lalu.
• Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien lahir prematur dengan berat badan 1.3 kg
• Riwayat Keluarga
Ibu dengan preeklampsia berat
• Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
• Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Gizi : Baik (BB 9.8 kg)
• Tanda Vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 143 x/ menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 37 °C (axilla)
SpO2 : 98% tanpa O2
• Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Kepala : Normocephal
✓ Rambut : Distribusi merata
✓ Mata : Cangjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor
✓ Hidung : Pendarahan (-), Rhinorea (-)
✓ Telinga : simetris, otorrhea (-)
✓ Mulut : candidiasis (-)
✓ Leher : tidak ada pembesaran KGB

Thoraks
✓ Inspeksi : pengembangan dada simetris
✓ Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)
✓ Perkusi : Sonor
✓ Auskultasi : vesikuler dikedua lapangan paru, wheezing (-), BJ I
dan II murni reguler

Abdomen
✓ Inspeksi : Cembung
✓ Auskultasi : BU (+) kesan meningkat
✓ Palpasi : nyeri tekan (-)
✓ Perkusi : hipertimpani
Ektremitas : edema (-/-/-/-), hangat (+/+/+/+), CRT <2’

Genitalia (Status Lokalis)


✓ Inspeksi : Skrotum kanan membesar
✓ Palpasi : Teraba benjolan, berbatas tegas, konsistensi kenyal,
ukuran 4 x 3 cm, tidak dapat dimasukan kembali ke dalam rongga
abdomen
✓ Transiluminasi : (-)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Darah rutin (30/4/2021)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 13.12 5-10 x 10^3/mm3
Eritrosit 5.29 3.5-5.5 x 10^3/ mm3
Hemoglobin 13.8 14.0-18.0 g/dL
MCV 75.4 80.0-100.0 µm^3
MCH 26.1 27.0-32.0 pg
MCHC 34.6 32.0-36 g/dl
Trombosit 455 150-400 x 10^3/µL
PCT 0.45 0.150-0.500%
LED 12 mm/jam <10 (P), <15 (W)

b. Golongan Darah (30/4/2021)


Hasil
Golongan darah B rh (+)

c. Kimia Darah (30/4/2021)


Hasil Rujukan
Gula Darah Sewaktu 90 <140 mg/dl
(GDS)
Fungsi hati
SGOT 34 <33 U/L
SGPT 26 <50 U/L
Fungsi Ginjal
Ureum 58 10-50
Creatinin 0.3 0.7-1.2

d. USG (-)

2.5 RESUME

Anak usia 1 tahun 4 bulan diantar orang tua ke rumah sakit dengan keluhan
muntah-muntah sejak 2 hari yang lalu. Muntah sebanyak 9 kali menyemprot,
muntah setiap kali makan berisi cairan dan makanan, sehari yang lalu anak
muntah menyemprot cairan berwarna hijau. Pasien memiliki benjolan scrotum
kanan sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, benjolan muncul saat pasien
mengejan atau batuk dan menghilang jika pasien istirahat. Pada pemeriksaan
fisik, pemeriksaan umum normal dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Pada pemeriksaan abdomen pada regio inguinalis dextra ditemukan benjolan,
beratas tegas, konsistensi kenyal, ukuran 4 x 3 cm, tidak dapat dimasukan
kembali ke dalam rongga abdomen. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
peningkatan leukosit (13.12 x 10^3/mm3).

2.6 DIAGNOSIS KERJA


Hernia Ingunalis Lateralis Dekstra Inkarserata

2.7 PENATALAKSANAAN
• Terapi
✓ IVFD RL 28tpm
✓ Inj Ondancetron 2mg/12 jam/ IV
✓ Inj Ceftriaxone 250mg/12 jam/ IV
✓ Inj Paracetamol 250mg/8jam/IV
✓ Pemasangan NGT
• Planning
Pro herniotomi.

2.8 PROGNOSIS
• Ad Vitam : Bonam
• Ad fungsionam : Bonam
• Ad sanationam : Bonam

2.9 LAPORAN OPERASI


a. Tanggal Operasi : 1 Mei 2021
b. Jam Operasi : 10:00-11:30 WIT
c. Operator : dr. Yulandri Uneputty, Sp.B
d. Anestesi : dr. Fahmi Maruapey, Sp.An
e. Diagnosis Pra Bedah : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra
Inkarserata
f. Diagnosis Pasca Bedah : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra
Inkarserata
g. Tindakan : Herniotomi
h. Jenis Pembiusan : General Anestesi
i. Teknik Operasi :
1. Pasien posisi supine dilakukan GA
2. Disinfeksi lapangan operasi
3. Insisi di atas massa
4. Evaluasi usus -> viable -> masukkan kembali usus
5. Dilakukan herniotomy
6. Rawat perdarahan
7. Jahit lapis demi lapis Intruksi Pasca Operasi

2.10 INTRUKSI PASCA OPERASI


• Infus RL 8 tpm mikrodrip
• Inj PCT 200mg/8 jam/IV
• Inj Ceftriaxone 200mg/12jam/IV
• Inj Ondancetron 2mg/12jam/IV
• Rawat luka tiap 2 hari
• Awasi tanda-tanda vital
• Baring dengan posisi head up 30°
• Beri minum sedikit-sedikit

2.11 CATATAN TERINTEGRASI


02/05/2021 (06.00)
S : tidak ada keluhan
O : Keadaan umum tenang, GCS: kompos mentis, TD: 80/60 mmHg, Nadi:
110x/menit, RR: 15x/menit, Suhu: 37,2˚C, RR: 20x/menit, SpO2: 98%
dengan O2 1 lpm, urine: 190 cc kuning, BAB: kuning cair.
Status Lokalis: Abdomen, flatus 2x, distensi (+), BU (+) 10x/menit, nyeri
tekan (-)
A : HIL Dextra Inkarserata, Post Herniotomi H+1
P : Head up 30º, IVFD RL 8tpm mikrodrip, Inj PCT 200mg/8jam, Inj.
Ceftriaxone 200mg/12jam, Inj. Ondancetron 2mg/12jam, rawat luka tiap 2
hari, diet mulai ditingkatkan perlahan, minum sedikit-sedikit
02/05/2021 (15.00)
S : tidak ada keluhan
O : Keadaan umum tenang, GCS: kompos mentis, TD: 90/60 mmHg, Nadi:
130x/menit, RR: 15x/menit, Suhu: 36,7˚C, RR: 20x/menit, SpO2: 98%
dengan O2 1 lpm, urine: 40 cc (6 jam) kuning, BAB: kuning cair.
Status Lokalis: Abdomen, distensi (+), BU (+) 10x/menit, nyeri tekan (-)
A : HIL Dextra Inkarserata, Post Herniotomi H+1
P : Head up 30º, IVFD RL 8tpm mikrodrip, Inj PCT 200mg/8jam, Inj.
Ceftriaxone 200mg/12jam, Inj. Ondancetron 2mg/12jam, rawat luka tiap 2
hari
03/05/2021 (06.00)
S : demam
O : Keadaan umum tenang, GCS: kompos mentis, TD: 80/60 mmHg, Nadi:
139x/menit, RR: 17x/menit, Suhu: 39,1˚C, SpO2: 98% dengan O2 1 lpm,
urine: 400 cc (sejak kemarin siang), BAB: kuning cair, flatus 3x (pagi).
Status Lokalis: Abdomen, datar, BU (+) 10x/menit, nyeri tekan (-)
A : HIL Dextra Inkarserata, Post Herniotomi H+2
P : Head up 30º, IVFD RL 8tpm mikrodrip, Inj PCT 200mg/8jam, Inj.
Ceftriaxone 200mg/12jam, Inj. Ondancetron 2mg/12jam, rawat luka tiap 2
hari, diet mengikuti pediatrik, klem NGT
03/05/2021 (15.00)
S : tidak ada keluhan
O : Keadaan umum rewel, GCS: kompos mentis, TD: 80/60 mmHg, Nadi:
91x/menit, RR: 24x/menit, Suhu: 36,3˚C, SpO2: 99% dengan O2 1 lpm,
urine: 100 cc, flatus 1x, BAB: 1x pagi cair.
Status Lokalis: Abdomen, datar, BU (+) 12x/menit, nyeri tekan (-)
A : HIL Dextra Inkarserata, Post Herniotomi H+2
P : Head up 30º, IVFD RL 8tpm mikrodrip, Inj PCT 200mg/8jam, Inj.
Ceftriaxone 200mg/12jam, Inj. Ondancetron 2mg/12jam, rawat luka tiap 2
hari, diet bubur dilanjutkan, aff NGT & kateter

04/05/2021 (06.00)
S : demam tengah malam, sulit tidur
O : Keadaan umum tenang, GCS: kompos mentis, TD: 90/60 mmHg, Nadi:
130x/menit, RR: 28x/menit, Suhu: 38,2˚C, SpO2: 99% dengan O2 1 lpm,
BAB: 2x hijau.
Status Lokalis: Abdomen, datar, BU (+) 12x/menit, tympani 4 kuadran,
nyeri tekan (-)
A : HIL Dextra Inkarserata, Post Herniotomi H+3
P : Head up 30º, IVFD RL 8tpm mikrodrip, Inj PCT 200mg/8jam, Inj.
Ceftriaxone 200mg/12jam, Inj. Ondancetron 2mg/12jam, rawat luka tiap 2
hari, diet bubur
04/05/2021 (15.00)
S : tidak ada keluhan
O : Keadaan umum tenang, GCS: kompos mentis, TD: 110/70 mmHg, Nadi:
100x/menit, RR: 28x/menit, Suhu: 37,6˚C, SpO2: 98% tanpa O2, BAB: 2x
Status Lokalis: Abdomen, datar, BU (+) 12x/menit, tympani 4 kuadran,
nyeri tekan (-)
A : HIL Dextra Inkarserata, Post Herniotomi H+3
P : Head up 30º, IVFD RL 8tpm mikrodrip, Inj PCT 200mg/8jam, Inj.
Ceftriaxone 200mg/12jam, Inj. Ondancetron 2mg/12jam, rawat luka
05/05/2021 (06.00)
S : tidak ada keluhan
O : Keadaan umum tenang, GCS: kompos mentis, TD: 90/70 mmHg, Nadi:
90x/menit, RR: 26x/menit, Suhu: 35,7˚C, SpO2: 98% tanpa O2, BAB: 1x
Status Lokalis: Abdomen, datar, BU (+) 12x/menit, tympani 4 kuadran,
nyeri tekan (-)
A : HIL Dextra Inkarserata, Post Herniotomi H+4
P : Head up 30º, IVFD RL 8tpm mikrodrip, Inj PCT 200mg/8jam, Inj.
Ceftriaxone 200mg/12jam, Inj. Ondancetron 2mg/12jam, rawat luka
05/05/2021 (15.00)
S : tidak ada keluhan
O : Keadaan umum tenang, GCS: kompos mentis, TD: 90/70 mmHg, Nadi:
100x/menit, RR: 24x/menit, Suhu: 36˚C, SpO2: 99% tanpa O2
Status Lokalis: Abdomen, datar, BU (+) 12x/menit, tympani 4 kuadran,
nyeri tekan (-)
A : HIL Dextra Inkarserata, Post Herniotomi H+4
P : cefadroxil 2x1, rawat jalan
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia
bawaan atau kongenital dan hernia didapat atau akuisata. Berdasarkan letaknya,
hernia diberi nama sesuai dengan lokasi anatominya, seperti hernia diafragma,
inguinal, umbilikial, femoralis, dll.1

Gambar 1. Letak hernia. (1) ventral, (2) epigastrik, (3) umbilikal, (4) Inguinal
direk/lateral, (5) a.v. epigastrika inferior, (6) inguinal direk/medial, (7) a.v.
femoralis, (8) femoral, (9) obtoratoria perineal, (10) rektum, (11) perineal, (12)
iskiadika, (13) m. piriformis, (14) a.v. iliaka komunis kiri, (15) lumbal (Petit,
Grynfelt, (16) aorta, (17) hilus diafragma. (18) v. kava inferior.
Sumber : Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. EGC; 2010

Pada hernia di abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah
dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong,
dan isi hernia.1,2
Gambar 2. Skema Hernia Abdomen. (1) kulit dan jaringan subkutis, (2) lapisan
muskulo-aponeurosis, (3) peritoneum paarietale praperitoneal, (4) rongga perut, (5)
cincin atau pintu hernia, (6) kantong hernia.
Sumber: Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. EGC; 2010

Menurut sifatnya, hernia disebut reponibel jika isi hernia dapat keluar
masuk. Usus keluar ketika berdiri atau mengedan, dan masuk kembali ketika
berbaring atau bila didorong masuk ke dalam perut. Selama hernia masih reponibel,
tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantung tidak dapat
direposisi kembali ke dalam rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel. Ini
biasanya disebabkan oleh pelekatan isi kantong kepada peritoneum kantung hernia.
Hernia ini disebut hernia akreta. Masih tidak ada keluhan nyeri, tidak juga tanda
sumbatan usus.1,2

Hernia disebut hernia inkaserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit
oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke
dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara
klinis, istilah hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel yang
disertai gagguan pasase, sedangkan hernia strangulata digunakan untuk menyebut
hernia ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya,
gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat terjepit dimulai, dengan berbagai
tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis.1
Gambar 3. Hernia Usus. (1) Kulit dan jaringan subkutis, (2) lapisan otot/dan
aponeurosis, (3) peritoneum parietale jaringan praperitoneal, (4) kantong hernia
dengan usus.
A. Hernia reponibel tanpa inkarserasi dan strangulasi
B. Hernia ireponibel atau hernia akreta karena perleketan, Tidak
ada gejala atau gangguan pasase isi usus.
C. Hernia inkarserata dengan ileus obstruksi usus.
D. Hernia strangulata, bila ileus obstruksi disertai nekrosis
sampai gangren akibat peredaran darah.
Sumber: Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. EGC; 2010

Bila strangulasi menjepit sebagian dinding usus, hernianya disebut hernia


Richter. Ileus obstruksi mungkin parsial atau total, sedangkan benjolan hernia tidak
ditemukan dan baru terdiagnosis pada waktu laparatomi. Komplikasi hernia Richter
adalah strangulasi sampai terjadi perforasi usus.1
Gambar 4. Hernia Richter.
A. Hernia Richter tanpa ileus obstruksi
B. Hernia Richter dengan ileus obstruksi
Sumber : Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. EGC; 2010

Operasi darurat hernia inkarserata merupakan operasi terbanyak nomor dua


setelah operasi darurat apendisitis akut. Selain itu, hernia inkarserata merupakan
penyebab obstruksi usus nomor satu di Indonesia.1

Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol ke luar melalui ddinding


perut, pinggang, atau peritoneum. Hernia interna adalah tonjolan usus tanpa
kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut, seperti foramen Winslow,
resesus retrosekalis atau defek didapat pada mesenterium umpamanya setelah
operasi anastomosis usus.1

Hernia insipiens atau hernia yang membalut merupakan hernia indirek pada
kanalis inguinalis yang ujungnya tidak keluar dari anulus eksternus. Hernia yang
kantorngnya menjorok ke dalam celah antara lapiran dinding perut dinamakan
hernia interparietalis atau hernia interstisialis. 1
Gambar 5. Hernia Interstitialis. Kantong hernia terletak di antara
lapisan otot perut.
Sumber : Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. EGC; 2010

Pada hernia inguinalis lateralis, ujung kantong hernia mungkin terletak di


dalam kanalis inguinalis di antara lapiran otot. 1,2

Hernia yang sebagian dinding kantongnya terbentuk dari organ sisi hernia,
misalnya sekum, kolon desenden atau dinding kandung kemih, disebut hernia
gelincir atau sliding hernia. Hernia gelincir dapat terjadi karena isi kantong berasal
dari organ yang letaknya ekstraperitoneal. Alat bersangkutan tidak masuk ke
kantong hernia, melainkan menggelincir turun ke rngga kantong hernia. 1

Gambar 6. Hernia gesek skrotalis.


A. Hernia biasa dengan isi di dalam kantong hernia
B. Hernia gesek. Kantong hernia kosong
Sumber : Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. EGC; 2010
3.2 ANATOMI DINDING ABDOMEN
3.2.1 Linea Abdomen

Terdapat 2 jenis linea/ garis yang terdapat pada abdomen, antara lain: 1,3
1. Linea alba
Merupakan pita fibrosa yang merupakan persatuan aponeurosis dari
otot-otot dinding anterior abdomen. Garis ini membentang di linea
mediana anterior dari procesus Xyphoideus hingga ke symphisis pubis.
2. Linea Semilunaris
Merupakan garis yang terletak pada pinggir lateral m. rectus abdominis
(MRA) dan menyilang pinggir costae pada ujung cartilago costae
3.2.2 Struktur Dinding Abdomen

Gambar 7. (a) Rectus abdominis kanan (b) dan (c) Potongan transversal dari dinding
abdomen depan
Sumber: Anatomy of the anterior abdominal wall and groin

Dinding abdomen dibentuk oleh lapisan-lapisan yang berturut-tururt dari


superficial ke profundus yang terdiri atas kulit, jaringan subkutan, otot dan fasia,
jaringan ekstraperitoneal dan peritoneum.1,3
Susunan dinding abdomen:1,3
1. Kulit
2. Subkutan yang terdiri dari:
b. Fascia camfer
c. Fascia scarpa
3. Otot-otot dinding abdomen:
a. Musculus rectus abdominis
b. Musculus obliquus abdominis eksternus
c. Musculus obliquus abdominis internus
d. Musculus transversus abdominis
e. Musculus piramidalis
4. Fascia transversalis
5. Peritoneum
Dinding abdomen membungkus suatu ruangan yang disebut cavum
abdomen bagian ventrolateral terutama dibentuk oleh lapisan-lapisan
otot. Otot-otot dinding abdomen pada bidang median membentuk suatu
aponeurosis yang berjalan dari prosesus xipoideus menuju simfisis
pubis. Aponeuresis ini tampak sebagai garis yang disebut linea alba.
Bagian yang membentuk dinding abdomen (membatasi rongga
abdomen) adalah:1,3
a. Superior : Diafragma yang memisahkan rongga abdomen dari
rongga toraks
b. Inferior : Rongga abdomen melanjutkan diri menjadi rongga pelvis
melalui pintu atas panggul
c. Anterior : Bagian atas dibentuk oleh bagian bawah cavum thorax,
sedangkan bagian bawah oleh otot dan fasia rektus abdominis, m.
obliquus abdominis eksternus, m. abdominis internus, dan m.
transversus abdominis.
d. Posterior : Dibentuk oleh vertebrae lumbalis dan otot yang terdiri
atas m. psoas mayor, m. psoas minor, m. kuadratus lumborum dan
m. iliakus
e. Lateral : Bagian atas dibentuk oleh bagian bawah dinding toraks,
dan bagian bawah dibentuk oleh m. obliquus abdominis eksternus,
m. obliquus abdominis internus dan m. transversus abdominis.
3.2.3 Otot-otot Abdomen
1. M. obliquus abdominis externus (MOAE)
Berasal dari permukaan luar 8 costa terbawah dan menyebar untuk
berinsertio pada procesus xiphoideus, linea alba, crista pubica,
tuberculum pubicum, dan ½ anterior crista iliaca. 1,3
2. M. obliquus abdominis internus (MOAI)
Terletak di bawah MAOE. Otot ini berasal dari fascia lumbalis, 2/3
anterior crista iliaca, dan 2/3 lateral ligamentum inguinalis dan
berinsertio di tepi bawah 3 costa bagian belakang dan cartilage costanya,
procesus xiphoideus, linea alba, symphisis pubis.1,3
3. M. transversus abdominis (MTA)
Otot yang terletak di bawah MOAI . Otot ini berasal dari permukaan
dalam cartilago costa terbawah, fascia lumbalis, 2/3 anterior crista
iliaca, dan 1/3 lateral lig. Inguinal dan akan berinsertio pada procesus
xiphoideus, linea alba, dan symphisis pubis. 1,3
4. M. rectus abdominis (MRA)
Otot ini berasal dari depan symphisis pubis dan dari crista iliaca dan
berinsertio di cartilage costae V, VI, XII dan procesus xiphoideus. 1,3
5. M. Pyramidalis
Tidak semua orang memiliki otot ini. Otot ini berasal dr permukaan
anterior pubis dan berinsertio di line alba. Otot ini terletak di depan
bagian bawah MRA.1,3
3.2.4 Fascia
1. Pars superficialis
Pars superfisialis dibagi menjadi jaringan lemak superfisialis yang
disebut fasia campers, lapisan membranasea yang terletak di anterior
abdomen sebagai fascia scarpa dan lapisan membranasea pada
peritoneum disebut fascia colles. Lapisan lemak melanjutkan diri
dengan lemak superficial yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin
dapat sangat tebal. Lapisan lemak akan menghilang pada dinding toraks
dan disebelah lateral linea aksilaris media.1,3
2. Pars profunda
Pada dinding anterior abdomen, fasia profunda semata-mata merupakan
lapisan tipis jaringan areolar yang menutupi otot-otot.1,3
3.2.5 Regio Inguinalis
1. Kanalis inguinalis
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis
internus yang merupakan bagian yang terbuka dari fasia tranversus
abdominis. Di medial bawah, diatas tuberkulum pubikum, kanal ini
dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari
aponeurosis m. Obliqus abdomminis eksternus. Atapnya ialah
aponeurosis m. Obliqus abdominis eksternus dan di dasarnya terdapat
ligamentum inguinale. Kanal berisi funikulus spermatikus pada lelaki,
ligamentum rotundum pada perempuan. 1,3

Gambar 8. Nyhus diagram dari regio midinguinal kanan


Sumber: Sabiston textbook of Surgery 19th Ed
Gambar 9. Kanalis inguinalis kanan (a) dengan aponeurosis obliquus externus yang
intak (b) aponeurosis dihilangkan
2. Kanalis femoralis
Sumber: Anatomy of the anterior abdominal wall and groin2
Kanalis femoralis terletak medial dari v. femoralis di dalam lakuna
vasorum, dorsal dari ligamentum inguinalis, tempat vena saphena
magna bermuara di dalam v. femoralis. Foramen ini sempit dan dibatasi
oleh tepi yang keras dan tajam. Batas kranioventral dibentuk oleh
ligamentum inguinalis, kaudodorsal oleh pinggir os pubis dari
ligamentum iliopektineal (ligamentum cooper), sebelah lateral oleh
sarung vena femoralis, dan sebelah medial oleh ligamentum lakunare
Gimbernati. Hernia femoalis keluar melalui lakuna vasorum kaudal dari
ligamentum inguinale. Keadaan anatomi ini sering mengakibatkan
inkaserasi hernia femoralis.1,3
Gambar 10. Anatomi struktur preperitoneal penting pada regio inguinal kanan
Sumber: Sabiston textbook of Surgery 19th Ed

3.2.6 Vaskularisasi
1. Arteri
a. A. epigastrica superior
Cabang dari a. thoracica (mammaria) interna cabang dari a.
subclavia prescalenus.1,3
b. A. epigastrica inferior
Cabang dari a. iliaca eksterna memasuki vagina musculi recti
melalui linea.1,3
c. Aa. Intercostalis (VII - XII) dan a. lumbalis
Cabang dari aorta abdominalis berjalan ke lateral bersama dg nervus
nya.1,3
d. A. circumflexa ilium profunda
Cabang dari a. femoralis. Homolog dengan a. musculophrenica
cabang dari a. thoracica interna yang terletak di antara MOAE dan
MTA.1,3
e. Aa. Inguinales superfisiales1,3
f. A. epigastrica superficial
Memvaskularisasi umbilicus1,3
g. A. pudenda externa
Memvaskularisasi skrotum menyilang ventral dari funiculus
spermaticus.1,3
h. A. circumflexa ilium superficial
Di caudal lig. inguinalis lateral.1,3
2. Vena
Selain vena yang berjalan bersama dengan arteri, ada vena-vena
superfisial yaitu Vv. Inguinales superfisiales yang bermuara ke v.
saphena magna.1,3
3.3 ETIOLOGI

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat.


Hernia dapat dijumpai pada segala usia, dan lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan
pintu masuk hernia di anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh
kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi
hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar. 1

Pada orang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu :1,4,5

1. Kanalis inguinalis yang berjalan miring

2. Stuktur otot oblikus internus abdominalis yang menutup anulus


inguinalis internus ketika berkontraksi.

3. Fasia transfersa kuat yang menutupi trigonum Hesselbach yang


umumnya hampir tidak berotot.

Gangguan pada ketiga mekanisme diatas dapat menyebabkan terjadinya


hernia. Faktor yang diduga berperan adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding
perut karena usia.1

Testis turun mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus, kurang lebih 90%
prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur satu tahun, sekitar 30%
prosesus vaginalis belum tertutu. Akan tetapi kejadian hernia pada pada umur ini
hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak penderita prosesus vaginalis paten
mengidap hernia. Pada lebih dari separuh populasi anak, dapat dijumpai prosesus
vaginalis kontralateral, tetapi insidensi hernia tidak melebihi 20%. Umumnya
disimpulkan bahwa prosesus vaginalis paten bukan merupakan penyebab tunggal
hernia, tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar.
Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik, seperti batuk kronik,
hipertrofi prostat, konstipasi dan asites, sering disertai hernia inguinalis. 1

Insidensi hernia inguinalis pada bayi dan anak antara 1 dan 2%.
Kemungkinan terjadi hernia pada sisi kanan 60%, sisi kiri 20-25% dan bilateral
15%. kejadian hernia bilateral pada anak perempuan dibandingkan laki-laki kira-
kira sama (10%) walaupun frekuensi prosesus vaginalis yang tetap terbuka lebih
tinggi pada perempuan.1

Anak yang pernah menjalani operasi hernia pada waktu bayi mempunyai
kemungkinan 16% menderita hernia kontralateral pada usia dewasa. Insidensi
hernia inguinalis pada orang dewasa kira-kira 2%. Kemungkinan terjadinya hernia
bilateral dari insidensi tersebut mendekati 10%.1

Insidensi hernia yang meningkat dengan bertambahnya usia mungkin


disebabkan oleh meningkatnya penyakit yang membuat tekanan intraabdomen
meninggi dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.1

Ketika dinding otot perut berileksasi, bagian yang membatasi anulus


internus ikut kendur. Pada keadaan itu, tekanan intraabdomen tidak tinggi dan
kanalis inguinalis berjalan lebih vertika. Sebaliknya, bila otot dinding perut
berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih mendatar dan anulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.
Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan nervus
ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis setelah apendektomi.1

Jika kantong herina inguinalis lateralis mencapai skrotum, hernia disebut


hernia sakrotalis. Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi
atau tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan jelas di sebelah
kranial dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus. 1

Embriologi

Prosesus vaginalis adalah divertikulum peritoneal yang memanjang melalui


cincin inguinal internal melalui sebuah kanal dan ini bisa dilihat pada 3 bulan
pertama kehidupan fetal. Bagian dasar dari diverticulum peritoneal ini adalah
bagian transversalis dari fasia endoabdominalis. Gonad terbentuk dari pertemuan
puncak nefrogenik anteromedial diretroperitoneum selama minggu kelima dimasa
gestasi. Gonad tersebut menempel di skrotum oleh gubernaculum pada pria dan
labia via round ligament pada wanita. Penurunan gonad dimulai pada bulan ketiga
masa gestasi dan testis mencapai cicin inguinal internal sekitar minggu ke-28 dan
testis turun ke dalam skrotum pada umur kehamilan 29 minggu. Penurunan testis
diinisiasi oleh Calsitonin Generalated Peptide (CGRP) dari nervus genitofemoral.
CGRP memediasi penutupan patent prosesus vaginalis (PPV), walaupun proses ini
belum sepenuhnya dipahami.

Testis mulai menuruni kanal pada bulan ketujuh kehidupan fetal didahului
dan dituntun oleh prosesus vaginalis. Prosesus yang terletak anterior dari struktur
korda, perlahan menutup dan bagian scrotal membentuk tunika vaginalis. Waktu
yang tepat terjadi PPV pada bayi baru lahir tidak diketahui dan tergantung pada
jenis kelamin serta umur kehamilan. Insiden diperkirakan sekitar 40 sampai 60%
tapi mungkin bisa lebih rendah. Lapisan dari dinding abdomen berkontribusi
terhadap pembentukan lapisan testis dan korda spermatika selama penurunan
gonad. Fasia spermatika interna adalah kelanjutan dari fasia transversalis, musculus
cremaster berasal dari musculus oblique interna da fasia spermatika ekrterna berasal
dari aponeurosis oblik eksterna. Prosesus vaginalis menyelubungi testis sebagai
lapisan parietal dan visceral tunika vaginalis.

3.4 EPIDEMIOLOGI

Sebanyak 10% dari populasi mengalami beberapa jenis hernia selama


hidup. Lebih dari 1 juta perbaikan hernia abdominal dilakukan setiap tahunnya,
dengan perbaikan hernia inguinalis yang meliputi hampir 770.000 kasus. Frekuensi
berbagai jenis hernia adalah sebagai berikut:4,1

1. Sekitar 75% dari seluruh hernia adalah inguinal, dimana pada jumlah
tersebut, 50% indirect (rasio pria banding wanita adalah 7:1), dengan
dominasi pada sisi kanan, dan 25% direct ; hernia inguinalis memiliki
sliding komponen, paling sering di sisi kiri (rasio kiri ke kanan 4.5:1)
2. Sekitar 14% dari hernia adalah umbilical
3. Sekitar 10% dari hernia adalah insisional atau ventral (rasio perempuan-
laki-laki, 2:1)
4. Hanya terdapat 3-5% hernia femoralis
5. Hernia interparietal, supravesical, lumbar, scatic dan perineal jarang
terjadil hernia intraparietal berada di sisi kanan dalam 70% kasus, dan
presentase kasus yang serupa melibatkan testis maldescent (kantong
Denis-Browne)

Data dari negara-negara berkembang terbatas. Akibatnya, penentuan


kejadian dan prevalensi yang akurat tidak tersedia. Penilaian epidemiologi saat ini
menunjukkan bahwa distribusi gender dan distribusi anatomi mirip dengan yang
ada di negara-negara maju.4,1 Prevalensi semua varietas hernia meningkat dengan
bertambahnya usia. Insidensi hernia inguinalis pada anak-anak setinggi 4.5%.
Hernia indirect biasanya muncul selama tahun pertama kehidupan, tetapi mungkin
tidak muncul sampai usia pertengahan atau tua. Hernia indirect lebih sering pada
bayi prematur dibandingkan bayi cukup bulan, dimana mereka berkembang pada
13% bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 32 minggu. Hernia direct terjadi pada
pasien yang lebih tua sebagai akibat dari relaksasi otot dinding perut dan penipisan
fasia.4,1 Hernia inguinalis adalah tipe yang paling umum pada pria dan wanita;
sekitar 25% pria dan 2% wanita mengalami hernia inguinalis sepanjang hidup
mereka. Rasio pria-wanita untuk hernia inguinalis indirect adalah 7:1. 4,1

3.5 DIAGNOSIS

Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Pada hernia reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha
yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang
setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di
daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.
Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserata karena
ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.1

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis yang muncul
sebagai penonjolan pada regio inguinalis yang berjalan dari lateral ke medial
bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus
spermatikus dengan cara menggesek dua permukaan sutera, tetapi umumnya tanda
ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ, bergantung isinya, pada
palpasi mungkin teraba usus, omentum, atau ovarium. Dengan jari telunjuk, atau
jari kelingking pada pasien anak, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan
menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah
isi hernia dapat direposisi atau tidak. Jika hernia tersebut dapat direposisi, pada
waktu masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau
ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau bagian sisi
jari yang menyentuhnya berarti hernia inguinalis medialis. Isi hernia, pada bayi
perempuan, yang teraba seperti sebuah massa padat, biasanya terdiri atas
ovarium.1,2 Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi atau jika
tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya batas yang jelas di sebelah kranial
dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus. 1,4,5 Hernia ini harus
dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai
sebagai pegangan untuk membedakannya.1,4,5

1. Hernia Inguinalis Medialis

Hernia inguinalis medialis atau hernia direk hampir selalu disebabkan


oleh peninggian tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot
dinding di trigonum Hesselbach. Oleh sebab itu, hernia ini umumnya
terjadi bilateral, khususnya pada lelaki tua. Hernia ini jarang, bahkan
hampir tidak pernah, mengalami inkarserasi dan strangulasi. Mungkin
terjadi hernia gelincar yang mengandung sebagian dinding kandung
kemih atau kolon. Kadang ditemukan defek kecil di otot oblikus internus
abdominis, pada segala usia, dinding cincin yang internus abdominis,
pada segala usia, dengan cincin yang kaku dan tajam yang sering
menyebabkan strangulasi.1

Gambar 11. Hernia Inguinalis direk dan indirek. Hernia inguinalis indirek diraba
dengan ujung jari dan hernia inguinalis direk diraba dengan sisi ujung jari.
Sumber : Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. EGC; 20101
2. Hernia Inguinalis Lateralis

Hernia disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh


epigastika inferior, dan disebut indirek karena keluar melaluui dua pintu
dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis, berbeda dengan hernia
medialis yang langsung menonjol melalui segitiga Hesselbach dan
disebut sebagai hernia direk. Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan
tampak tonjolan berbentuk lonjong, sedangkan hernia medialis
berbentuk tonjolan bulat.1

Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan berupa
tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses
turunnya testis ke skrotum. Hernia gelincir dapat terjadi di sebelah
kanan atau kiri. Hernia yang di kanan biasanya berisi sekum dan
sebagian kolon asendens, sedangkan yang dikiri berisi sebagiaan kolon
desendens.1

Pada umumnya, keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha
yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat, dan
menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak, adanya benjolan yang
hilang timbul di lipat pahaa biasanya diketahui oleh orangtua. Jika hernia
mengganggu dan anak atau bayi sering gelisah, banyak menangis, dan kadang perut
kembung, harus dipikirkaan kemungkinan hernia strangulata. 1,2

Pada inspeksi, diperlihatkan keadaan asimetris pada kedua sisi lipat paha,
skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan
atau batuk sehingga benjolan atau keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi
dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba
mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan terposisi dengan jari
telunjuk atau jari kelingking pada anak, cincin hernia, berupa anulus inguinalis yang
melebar, kadang dapat diraba.1

Pada hernia insipien, tonjolan hanya dapat dirasakan menyentuh ujung jari
di dalam kanalis inguinalis dan tidak menonjol keluar. Pada bayi dan anak, kadang
tidak terlihat adanya benjolan sewaktu menangis, batuk atau mengedan. Dalam hal
ini, perlu dilakukan palpasi funikulus spermatikus, dengan membandingkan sisi kiri
dan kanan. Kadang didapatkan tanda sarung tangan sutera. 1

3.6 TATALAKSANA

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan


pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah
direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada
pasien anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia
sambil membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin
hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi pada usia di bawah
dua tahun. Reposisi spontan lebih sering terjadi, dan sebaliknya, gangguan vitalitas
isi hernia jarang terjadi dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan
oleh cincin hernia pada anak lebih elastis. Reposisi dilakukan dengan menidurkan
anak menggunakan sedatif dan kompres es di atas hernia. Bila reposisi berhasil,
anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak
berhasil, operasi harus segera dilakukan dalam waktu enam jam.1

Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan untuk menahan hernia


yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus digunakan
seumur hidup. Namun, cara yang sudah berumur lebih dari 4000 tahun ini masih
saja dipakai sampai sekarang. Sebaiknya cara ini tidak dianjurkan karena
menimbulkan komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut di
daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak, cara ini
dapat menimbulkan atrofi testis karena funikulus spermatikus yang mengandung
pembuluh darah testis tertekan.1

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis


yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar
operasi hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplasti. 1

Pada herniotomi, dilakukan pembebasan kantong sampai ke lehernya.


Kantong dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada pelekatan, kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong. 1

Pada hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis


interus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih
penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi.
Dikenal sebagai metode hernioplasti, seperti memperkecil anulus inguinlis internus
dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan
menjahitkan pertemuan otot transversus internus abdominis dan otot oblikus
internus abdominis, yang dikenal dengan nama conjoint tendon, ke ligamentum
inguinale Pouparti menurut metode Bassini, atau dijahitkan fasia transversa, otot
transversus abdominis, dan otot oblikus internus abdominis ke ligamentum Cooper
pada metode Lotheissen-McVay.1

Gambar 12. Herniotomi dan hernoplasti.


A. Hernia inguinalis indirek. Kanalis inguinalis dibuka. Kantong hernia di dalam tali
sperma: (1) tali sperma, (2) hernia, (3) fasia transversa, (4) m. oblikus internus, (5)
fasia m. oblikus eksternus.
B. Kantong hernia dilepaskan dari dalam tali sperma 1-5 sama dengan A, (6) anulus
internus.
C. Herniotomi telah dikerjakan; defek di fasia transversa ditutup dengan jahitan; anulus
internus dipersempit: (1) tali sperma, (2) anulus internus, (3) jahitan di defek fasia
transversa, (4) ligamentum inguinale
D. Hernioplasti. Tepi kaudal m. transversus abdominis dan m. oblikus abdominis
internus dijahit pada ligamentum inguinale (Bassini): 1 dan 2 sama dengan C.
E. Akhirnya aponeurosis m. oblikus abdominis eksternus ditutupi dan kemudian kulit
dijahit: (1) jahitan di aponeurosis m. oblikus abdominis eksternus, (2) tali sperma,
(3) anulus inguinalis baru, (4) jaringan subkutis.
Sumber : Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. EGC; 20101
Metode Bassini merupakan teknik herniografi yang pertama diperkenalkan
tahun 1887. Setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekonstruksi dasar lipat
paha dengan cara mendekatkan muskulus oblikus internus abdominis, muskulus
transversus abdominis, dan fasia transversalis ke traktus iliopubik dan ligamentum
inguinale. Teknik ini dapat diterapkan baik pada hernia direk maupun indirek. 1

Gambar 13. Hernia Inguinalis direk. Kanalis ingunalis dibuka. Kantong hernia
yang terlepas dari funikulus menonjol langsung dari belakang. (1) tali sperma, (2)
hernia, (3) fasia transversa, (4) m. oblikus internus, (5) fasia m. oblikus eksternus.
Setelah hernia direposisi, defek di fasia transversa dditutup dan operasi diteruskan
seperti pada hernia indirek dengan plastik dinding perut (Bassini), penutupan
kanalis inguinalis, dan jahitan kulit.
Sumber : Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. EGC; 20101

Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik
herniotomi Bassini adalah terdapatnya regangan pada otot-otot yang dijahit. Untuk
mengatasi masalah ini, pada tahun 1980-an dipopulerkan pendekatan operasi bebas
regangan, yaitu teknik hernioplasti bebas regangan menggunakan mesh
(hernioplasti bebas regangan), dan sekarang teknik ini banyak dipakai. Pada teknik
ini, digunakan mesh prostesis untuk memperkuat fasia transversalis yang
membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa menjahitkan otot-otot ke ligamentum
inguinale.1

Pada hernia kongenital bayi dan anak-anak yang penyebabnya adalah


prosesus vaginalis yang tidak menutup, hanya dilakukan herniotomi karena anulus
inguinalis internus cukup elastis dan dinding belakang kanalis cukup kuat. 1
Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis indirek pada
dewasa dilaporkan berkisar 0.6-3%. Pada hernia inguinalis lateralis, penyebab
residif yang paling sering ialah penutupan anulus inguinalis internus yang tidak
memadai, di antara karena diseksi kantong yang kurang memadai dan tidak
teridentifikasinya hernia femoralis atau hernia inguinal direk. Sementara itu,
kekambuhan dari perbaikan hernia direk adalah 1-28%. Pada hernia inguinalis
medialis, penyebab resedif umumnya karena regangan yang berlebihan pada jahitan
plastik atau akibat relaxing incision pada sarung traktus. Penggunaan mesh pada
perbaikan hernia menurunkan risiko kekambuhan 50-75%.1

Pada operasi hernia, secara laparaskopi, mesh prostesis diletakkan di bawah


peritoneum secara intraperitoneal on-lay mes procedur (IPOM) pada dinding perut
atau ekstraperitoneal secara trans-abdominal preperitoneal technique (TAPP) atau
total extraperitoneal mesh placement (TEP).1

3.7 KOMPLIKASI

Kompllikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia tertahan dalam kantong hernia ireponibel. Hal ini dapat terjadi kalau isi
hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitoneal atau
merupakan hernia akreta. Disini tidak timbul gejala klinis kecuali berupa benjolan.
Isi hernia dapat pula tercekik oleh cincin hernia inkarserata yang memunculkan
gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial
seperti pada hernia Richter. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis, atau lebih
kaku pada hernia femoralis dan hernia obturatoria, lebih sering terjadi jepitan
parsial. Jarang terjadi inkerserata retrograd, yaitu dua segmen usus terperangkap di
dalam kantung hernia dan satu segmen lainnya berada dalam rongga peritoneum
seperi huruf W.1
Gambar 14. Hernia W. Biasanya ketiga belokan, dua di kantong heria dan satu
lagi di rongga perut, mengalami strangulasi.
Sumber : Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. EGC; 20101

Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan


isi hernia. Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem
organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantung hernia.
Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia akan bertambah
sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu (strangulasi). Isi
hernia menjadi nekrosis dan kantung hernia akan berisi transudat berupa
cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi
yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika
terjadi hubungan dengan rongga perut.1
Gambar 15. Hernia Strangulata. (1) perforasi usus menyebabkan peritonitis, (2)
perforasi usus menyebabkan abses, (3) abses, (4) perforasi usus menyebabkan fistel
Sumber : Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. EGC; 20101

Gambaran klinis hernia inkeserata yang berisi usus dimulai dengan


gambaran obstruksi usus disertai gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam basa. Bila telah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi, akan terjadi
gangren sehingga gambaran klinis menjadi toksik, suhu tubuh meninggi, dan
terdapat leukositosis. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri
akan menetap karena rangsangan peritoneal.1

Pada pemeriksaan lokal ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan


kembali disertai nyeri tekan dan, tergantung keadaan isi hernia, dapat dijupai tanda
peritonitis atau abses lokal. Hernia strangulata merupakan keadaan gawat darurat
yang perlu mendapatkan pertolongan segera.1

3.8 PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada jenis dan ukuran hernia, serta pada kemampuan
untuk mengurangi faktor risiko yang terkait dengan perkembangan hernia.
Umumnya prognosis baik pada diagnosis yang tepat waktu. Morbiditas biasanya
sekunder akibat hilangnya diagnosis hernia atau komplikasi yang terkait dengan
penatalaksanaan penyakit.6
BAB IV
DISKUSI
Diagnosis hernia pada anak ini berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Benjolan diakui ibunya saat anak berusia 4 bulan. Benjolan akan muncul

khususnya saat anak mengejan dan batul dan menghilang saat anak istirahat. Hal

ini merupakan tanda patognomonik dari hernia dimana saat beaktivitas akan terjadi

peningkatan tekanan intraabdominal yang mendorong usus ke dalam prosesus

vaginalis yang paten. Ketika anak tersebut beristirahat tekanan intraabdominal akan

kembali normal dan membuat usus dari prosesus vaginalis kembali ke

intraabdomen. Sekarang anak mengalami muntah-muntah sebanyak 9x berisi cairan

dan makanan diikuti perut yang semakin kembung. Anak juga menangis terus

menerus sejak 1 hari.

Pemeriksaan fisik yang patut dilakukan adalah palpasi pada korda

spermatika yang menunjukkan rabaan seperti sutera (silk glove sign) yang

merupakan tanda perabaan dari kantong hernia dalam prosesus paten. Jika benjolan

merupakan hidrokel perabaan akan dirasakan fluktuatif karena berisi cairan. Uji

transiluminasi juga harus dilakukan dimana pada hidrokel akan menunjukkan hasil

yang positif karena pembiasan cahaya dalam skrotum melalui media cair..

Operasi yang dilakukan pada anak saat setelah penegakkan diagnosis untuk

mencegah timbulnya komplikasi terjadi hernia strangulata. Operasi herniotomi

dilakukan tanpa pengaplikasian mesh prostetik. Hal ini dikarenakan pada anak

hanya terjadi PPV (patent processus vaginalis) dan bukan karena suatu kelemahan

(lokus minoris) dinding abdomen. Penggunaan mesh (tension-free herniotomy)


pada anak hampir selalu tidak dibutuhkan.6 Operasi tanpa penggunaan mesh akan

membuat waktu operasi lebih cepat dan tidak menimbulkan nyeri pasca operasi.

Instruksi pasca operasi berupa pemberian IVFD RL 8tpm mikrodrip,

ceftriaxone 200mg/12jam/IV untuk mencegah infeksi, ondancetron 2mg/12jam/IV

untuk mencegah terjadi mual muntah dan parasetamol 200mg/8jam/IV drips

sebagai analgesik yang aman untuk anak. Pasien dipulangkan pada hari ke-4 pasca

operasi dengan pertimbangan tidak ada keluhan yang muncul pada pasien, keadaan

pasien membaik, makan dan minum baik.


BAB V

PENUTUP

Hernia inguinalis pada bayi terjadi akibat adanya patensi prosesus vaginalis

(PPV). Hal ini dapat terjadi akibat kegagalan embriogenesis prosesus vaginalis

yang tidak berobliterasi yang membuat saluran yang menghubungkan rongga

intraabdomen dengan skrotum. Konten rongga abdomen dapat masuk ke dalam

PPV ini dan menjadi hernia. Diagnosis hernia dapat berdasarkan anamnesis, dimana

benjolan yang muncul pada saat beraktifitas dan menghilang saat beristirahat

merupakan tanda patognomonik hernia, dan pemeriksaan fisik saja untuk

menyingkirkan diagnosis diferensial yang lain. Pembedahan yakni herniotomi

dilakukan untuk menangani dan mencegah protusi konten rongga abdomen ke

dalam skrotum. Pembedahan tanpa mesh dilakukan pada bayi karena semata-mata

merupakan kondisi PPV dan bukan merupakan kelemahan dinding (lokus minoris)

abdomen yang sering terjadi pada orang dewasa. Penatalaksaan operatif hernia

perlu dilakukan segera setelah ditegakkan diagnosis untuk mencegah komplikasi

yang berbahaya seperti hernia inkarserata dan strangulata.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidrajat, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku ajar


ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2010.hlm619-29.

2. Townsend, Courtney M. Hernias. Sabiston textbook of surgery. Edisi ke-17.


Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004.hlm.1199-217

3. Mahadevan V. Anatomy of the anterior wall and groin. 2012. Elsevier. Surgery
30:6

4. Fitch MT, Manthey DE. Abdominal hernia reduction. Roberts JR, Custalow
CB, Thomsen TW, et al, eds. Roberts and Hedges Clinical Procedures in
Emergency Medicine. 6th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2014.hal.873-9

5. Towsend CM, Beauchamp RD, Evers BM. Sabiston textbook of Surgery. 19th
Ed. Elsevier; 2012

6. Coelho JC, Claus CM, Michelotto JC, Fernandes FM, Valle CL, Andriguetto
LD, et al. Complications of laparascopic inguinal herniorrhaphy including one
case of atypical mycobacterial infecton. Surg Endisc, 2010 Nov;24(11):2708-
12.

Anda mungkin juga menyukai