Disusun oleh:
Dinera Anjani Arsad
1102015062
Pembimbing:
dr. Slamet Agus Waluyo Jati, Sp. An
Jakarta
Disusun oleh:
1102015062
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan laporan kasus yang berjudul “ETT Napas Kendali”, dan merupakan
salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik di Instalasi Anestesi
dan Reanimasi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua
pihak yang berkepentingan, untuk pengembangan ilmu kedokteran pada
umumnya.
Penulis
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….2
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………...4
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………5
BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………………..41
BAB V KESIMPULAN………………………………………………………….42
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………43
4
DAFTAR GAMBAR
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2. Anamnesis
Anamnesis dengan pasien pada tanggal 24 Februari 2021 pukul 17.00
A. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh timbul benjolan pada payudara kanan
C. Riwayat operasi :
Riwayat operasi Sectio Saecaria 2 kali
7
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
B. Status Generalis
Kepala
Kulit
Mata
Telinga
Membran timpani intak (+/+), Otorhea (-/-), Hiperemis (-/-), Nyeri tekan
mastoid (-/-)
Tenggorokan
Faring hiperemis (-)
8
Mulut
T1-T1 tenang, Deviasi uvula (-), Mallampati 1, Gigi goyang (-), Gigi
ompong (-) Gigi palsu (-), Buka mulut maksimal 3 jari
Leher
Tampak simetris, Jarak thyroid-mental 3 jari, Jarak hyoid hyroid 2 jari,
Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-), Deviasi trakea (-),
Retraksi otot bantu napas (-), Ekstensi leher sempurna tanpa tahanan
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Normochest, retraksi dinding dada -/-
Palpasi : Simetris, vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler normal. Rhonki -/- wheezing
-/-
Cor
Inspeksi : Simetris, iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba lemah
Perkusi : Batas jantung dalam normal
Auskultasi : Bunyi S1-S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, sikatrik (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran hepar
dan lien
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, oedem (-/-)
9
Status Lokalis
Kuadran atas bagian luar : benjolan sebesar telur bebek, teraba keras,
permukaan tidak rata, batas tidak tegas, berukuran 10x8x2
Kuadran kiri bagian dalam : teraba keras, permukaan tidak rata, batas
tegas, berukuran 4x6x3
Regio axilla dextra : benjolan teraba lunak, permukaan rata, batas tegas,
berukuran 8x6x3
Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
Saat ini
HEMATOLOGI
Hematokrit 43 40-52%
MCH 29 26 – 34 pg
MCHC 34 32 – 36 g/dL
KIMIA KLINIK
10
Gula darah sewaktu 112 60 - 140 mg/dL
Ureum 20 20 – 50 mg/dl
KOAGULASI
B. Radiologi
1. FOTO THORAX
Waktu Pemeriksaan : 28 januari 2020
- Jantung tidak melebar, CTR < 50%
- Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
- Trachea ditengah, kedua hilus tidak menebal
- Corakan bronchovascular baik
- Tampak kesuraman opasiti dan infiltrate di paracardial kanan dan
kiri
- Sinus costofrenikus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
Kesan : atensi bronchopneumonia, bagaimana klinis dan lab?
Tidak tampak tanda-tanda metastasis
2. USG Mammae
Waktu Pemeriksaan : 25 Januari 2020
USG MAMMAE DAN AXILLA BILATERAL
- Tampak lesi hypoechoic tepi lobulated bentuk membulat
ukuran lk 3,2x3,5 cm di mammae dextra jam 3 sampai jam 6
11
sekitar areola, tampak lesi hypoechoic membulat ukuran lk 1x1
cm di mammae dextra jam 10.
- Jaringan fibroglanduler mammae sinsitra normoechoic, tak
tampak massa.
- Tampak pembesaran limfonodi axilla dextra, multiple.
- Tak tampak pembesaran limfonodi axilla sinistra
Kesan :
- Multiple massa solid di mammae dextra, susp. Malignancy
- Lymphadenopathy multiple axilla dextra
- Tak tampak kelainan maupun massa ada mammae sinistra
- Tak tampak lymphadenopati axilla sinistra
12
13
2.5. Diagnosis Kerja
Eksisi Biopsi
ASA I
a. Persiapan Pasien
1. Sebelum operasi
- Pasien di konsultasikan ke spesialis bedah dan spesialis paru,
- Setelah mendapatkan persetujuan dari spesialis anestesi, dilakukan
kunjungan pre-operatif terhadap pasien.
2. Di ruang perawatan
- Pasien dipuasakan 6 – 8 jam sebelum operasi.
3. Di ruang persiapan
- Cek identitas pasien
- Mengganti pakaian dengan pakaian yang telah disediakan sebelum
masuk kamar operasi.
4. Di ruang operasi
- Pasien masuk ke kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi lalu
dilakukan pemasangan kanulasi vena, saturasi O2 (pulse oxymeter),
manset tensimeter dan pemasangan EKG.
b. Persiapan Alat
1. Laringoskop
2. Stetoskop
14
3. Tube (ETT No. 7 cuff +)
4. Guedel (Oropharyngeal airway)
5. Plester/Tape
6. Mandrain
7. Suction
8. Balon/pump
9. Spuit 20cc
10. Gel lubricating
11. Hand scoen
12. Face mask child
13. Mesin anestesi
- Komponen I : Sumber gas, flowmeter, dan vaporizer
- Komponen II : Sytem ventilasi yaitu open, semiopen,
semiclose
- Komponen III : Alat penghubung system ventilasi dengan
pasien
14. EKG monitor
15. Sfingmomanometer Digital
16. Oksimeter
17. Infuse set
- Cairan infus – asering
- Abocath no 20
- Plester/Tape
- Alcohol swab
- Tourniquet
Persiapan Obat-Obatan Anestesi
1. Premedikasi ringan : Midazolam 3 mg
2. Analgetik : Fentanyl 100 mcg
3. Induksi : Propofol 100 mg
4. Relaksan : Notrixum 30 mg
5. Maintenance : Isoflurance 1.5 vol %
6. Anti emetic : Ondancentron 8 mg
15
7. Obat reverse : Sulfas atropine 0,25 mg: Prostigmin 0.5 mg
8. Analgetik post op : Tramadol 100 mg/8jam
9. Obat emergency : Sulfas Atropin 0,5 – 1 mg IV
Epinepherine 1 mg atau 0,02 mg/kg
larutan 1:10.000
Ephedrine 5-20 mg
Dexamethasone 0.5-25 mg/hari IV
Aminophylline 5-6 mg/kg IV
Nalokson 1-2 mcg/kgBB IV
Lidokain
Pelaksanaan Operasi
Pukul 07.50
Memasang infus Asering
Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
Mengukur tekanan darah 138/86 mmHg, nadi 78x/menit, suhu
36oC, RR 16 x/menit
Pukul 08.00
Pasien dalam posisi terlentang. Pasien diberitahukan bahwa
akan dilakukan tindakan pembedahan
Pemberian premedikasi Midazolam 2 mg IV, dilanjutkan
dengan Fentanyl 100 mcg IV
Induksi dengan Propofol 150 mg
Setelah kesadaran pasien menurun, segera pasang sungkup
muka dan dirapatkan, berikan O2 100% 2 liter/menit atau
preoksigenasi kalau perlu napas dibantu dengan menekan balon
napas secara periodic
Setelah reflex bulu mata menghilang, diberikan Atracurium 30
mg IV, pemberian ini mengakibatkan apnoe karena itu napas
dikendalikan dengan menekan balon napas. Setelah relaksasi,
pasien diinsersi dengan ETT no 7 cuff (+), untuk memastikan
16
ETT terpasang dengan benar, dengarkan suara napas dengan
stetoskop dan pastikan bahwa paru kanan dan kiri sama, serta
dinding dada kanan dan kiri bergerak simetris pada setiap
inspirasi buatan.
Tutup mata pasien dengan plester
ETT dihubungkan dengan konektor ke sirkuit napas alat
anestesi, kemudian air dibuka 2 liter/menit dan O2 2 liter/menit (
air : O2 = 50% : 50%) kemudia sevoflurance dibuka 2 vol %
Napas pasien dikendalikan dengan respirator. Inspirasi 480 ml
dengan frekuensi 14 kali per menit
Tekanan darah 136/87 mmHg, nadi 90x/menit, SpO2 100%
Pukul 08.15
Pembedahan dimulai
Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 100x/menit, SpO2 100%
Pukul 09.00
Pembedahan selesai
Tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 93x/menit, SpO2 100%
Pemberian Sulfas atropine 0,25 mg : Prostigmin 0.5 mg
Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2
dipertahankan
Bersihkan jalan napas dari secret, dengan suction
Setelah pasien bangun, ETT dikeluarkan, secret dikeluarkan
dengan suction pastikan jalan napas sudah bersih dari secret,
lalu diberi oksigen murni 6 liter/menit
Elektrokardiogram, manset sfigmomanometer dan saturasi O 2
dilepas
Pasien dipindahkan ke brankar untuk dibawa keruang pemulihan
atau recovery room (RR)
Post Operasi
17
1. Di Ruang Pemulihan
Pasien masuk ke ruang pemulihan pada pukul 10.20 WIB. Lalu
diberikan oksgien dengan sungkup sebesar 4 liter/menit, kemudian
dilakukan penilaian terhadap tingkat kesadaran, Pada pasien
kesadarannya compos mentis. Dilakukan pemeriksaan tanda vital,
tekanan darah 140/85 mmHg, nadi 95x/menit, respirasi 16x/menit
dan saturasi O2 100%.
Penilaian pulih sadar menurut Alderete score :
Kesadaran : 2 (Sadar orientasi baik)
Warna kulit : 2 (Merah muda)
Aktivitas : 2 (4 ekstremitas bergerak)
Respirasi : 2 (Adekuat, dapat napas dalam batuk)
Kardiovaskuler : 2 (Tekanan darah stabil)
Total Alderete score : 10
Pasien diperbolehkan dipindahkan ke ruang perawatan
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
19
3.1.2 Metode
Metode anestesia umum dibagi menjadi 3, antara lain1:
a. Parenteral (IM atau IV) biasanya diberikan untuk tindakan singkat.
Obat yang sering dipakai adalah tiopental.
b. Perektal (untuk anak- anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan
singkat). Metode pemberian rektal sudah jarang digunakan.
c. Inhalasi dengan menggunakan gas
Menggunakan respirasi menjadi salah satu jalan masuknya anestesi. Obat
inhalasi masuk melalui proses inspirasi dan mencapai alveoli paru. Dalam
alveoli, anestetik mencapai konsentrasi tertentu sehingga cukup kuat untuk
menyebabkan proses difusi ke dalam sirkulasi tubuh/jaringan. Apabila
anestetik tersebut masuk ke organ yang kaya pembuluh darah seperti otak,
akan muncul efek anestesi berupa hipnotik atau tidur lebih cepat.
1) Stadium I (Analgesia/disorientasi)
Dimulai saat pemberian anestetik hipnotik sampai hilangnya kesadaran.
Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat
analgesia (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan. Seperti
pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dikerjakan di stadium ini. Stadium
berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflek bulu mata diketahui dengan
melakukan rabaan pada bulu mata.
2) Stadium II (Eksitasi/Delirium)
Dimulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernapasan yang tidak
teratur, lakrimasi (+), tonus otot yang meninggi, serta diakhiri dengan
hilangnya reflek menelan dan kelopak mata.
3) Stadium III
Mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya pernapasan spotan,
hilangnya reflek kelopak mata dan dapat digerakan kepala ke kiri dan ke
kanan. Stadium ini dibagi menjadi 4 plana :
20
Plana 1 : pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi
gerakan bola mata involunteer, pupil miosis, reflek cahaya ada, lakrimasi
meningkat, reflek faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai
relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).
Plana 2 : pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak (tetapi terfiksasi di tengah),
pupil midriasis, reflek cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan
reflek laring hilang sehingga proses intubasi dapat dilakukan.
Plana 3 : pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai
paralsis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis sentral, reflek laring dan
peritoneum tidak ada, serta relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus
otot semakin menurun).
4) Stadium IV
Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total,
pupil sangat midriasis, reflek cahaya hilang, reflek sfingter ani dan
kelenjar air mata tidak ada, serta relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot
sangat menurun).
21
b. Riwayat penyakit yang diderita, ter//masuk riwayat pengobatan, riwayat
alergi yang dimiliki dan pencetus serta obat yang biasa digunakan untuk
mengatasinya.
c. Gaya hidup dan kebiasaan, misalnya kebiasaan merokok, minum alcohol
atau penggunaan obat-obat rekreasional (misalnya metamfetamin,
heroin, kokain).
d. Riwayat kematian anggota keluarga diatas meja operasi.
Pemeriksaan Fisik
a. Kemungkinan kesulitan ventilasi dan intubasi leher pendek dan kaku,
jarak tiro-mental, lidah besar, maksila yang protrusive, gigi geligi yang
goyang dan sebagainya.
Gambar 3.1 klasifikasi mallampati
b. Pasien sesak napas dapat dilihat dari posisi berbaring (setengah duduk
atau menggunakan bantal yang tinggi), frekuensi napas, jenis
pernapasan dan tingkat saturasi oksigen dengan menggunakan
oksimeter.
c. Auskultasi dada dengarkan bunyi napas dasar, napas tambahan,
murmur dan gallop.
Pemeriksaan Tambahan
Dilakukan sesuai indikasi:
1. Pemeriksaan laboratorium darah
2. EKG
22
3. Foto rontgen thorax
Puasa
Lamanya puasa hendaknya disesuaikan dengan umur pasien, kondisi
fisik dan rencana operasinya. Pada umumnya pasien dewasa memerlukan
waktu 6 – 8 jam untuk mengosongkan lambung dari makanan padat. Anak
besar perlu 4 – 6 jam. Anak kecil dan bayi 4 jam. Clear fluid boleh
diminum hingga 2 jam praoperasi. Tujuan dari puasa adalah untuk
mencegah terjadinya pneumonia aspirasi yang dapat fatal. Jika pasien
rentan terhadap kondisi dehidrasi, perlu dipertimbangkan cairan intravena
selama periode puasa ini.
23
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1 – 2 jam sebelum induksi anestesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari
anestesia diantaranya:
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan
2. Memperlancar induksi anestesia
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
6. Menciptakan amnesia
7. Mengurangi isi cairan lambung
8. Mengurangi refleks yang membahayakan
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi
yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat
membangun kepercayaan dan menenangkan hati pasien
2) Intraoperatif3
Persiapan Anestesia
Hal pertama yang dilakukan ketika masuk ruang operasi adalah
pastikan sumber listrik terpasang pada peralatan elektronik. Dan pastikan
peralatan elektronik berfungsi dengan baik seperti lampu ruangan, mesin
anestesia, berbagai alat pantau, mesin penghangat tempat tidur / blanket
roll, infusion pumps, syringe pumps, defibrillator.
Sumber gas, terutama oksigen harus disambungkan dengan mesin
anestesia. Pengecekan dilakukan dengan cara melihat gerakan flowmeter.
Flowmeter adalah indikatorr fresh gas flow. Setelah semua gas diperiksa,
harus dipastikan tidak ada kebocoran pada sirkuit napas.
Berikutnya adalah menyiapkan STATICS.
S = Scope
Laringoskop harus diperiksa lampunya cukup terang atau tidak. Stetoskop
untuk konfirmasi bunyi napas paru kanan-kiri setelah di intubasi.
24
T = Tubes
ETT harus disiapkan dengan ukuran yang sesuai, disertai satu ukuran
dibawahnya dan satu ukuran diatasnya.
A = Airway
Guedel disiapkan untuk menahan agar lidah tidak jatuh.
T = Tapes
Plester digunakan untuk memfiksasi ETT.
I = Introducer
Stillet dan margil forcep untuk memudahkan tindakan intubasi.
C = Connector
Penghubung antara ETT dengan sirkuit napas.
S = Suction
Untuk membersihkan jalan napas.
Induksi Anestesia1
Induksi anestesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan
pembedahan. Induksi anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena,
inhalasi, intramuskuler atau rektal. Sebelum memulai induksi anestesi
selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga
seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan
lebih baik.
Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui cara/rute:
a. Induksi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari dan sudah
terpasang jalur vena. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan 30-
60 detik. Selama induksi anesthesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan
darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini
dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
b. Induksi Intramuskular
Induksi intramuskular biasanya menggunakan injeksi ketamin (ketalar)
yang dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis 3-5 mg/kgBB IM
dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
25
c. Induksi Inhalasi
Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau
sevofluran. Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum
terpasang jalur vena atau dewasa yang takut disuntik. Induksi halotan
memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi
dimulai dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N2O : O2 = 3 : 1
aliran > 4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol % sampai
konsentrasi yang dibutuhkan. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan
diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikkan lagi sampai
konsentrasi yang diperlukan.
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk.
Walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %.
Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau desfluran
jarang dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi
lama.
d. Induksi Mencuri
Induksi mencuri (steal induction) dilakukan pada anak atau bayi yang
sedang tidur. Untuk yang sudah ada jalur vena tidak ada masalah, tetapi
pada yang belum terpasang jalur vena, harus dikerjakan hati-hati supaya
pasien tidak terbangun. Induksi mencuri inhalasi seperti induksi inhalasi
biasa hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi
kita berikan jarak berapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup
muka kita tempelkan.
3) Pascaoperatif1
Setelah Operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room, lalu dilakukan
operasi dengan skor Aldrette.
26
tidak sadar adalah jatuhnya pangkal lidah. Selain itu juga dapat disebaban secret
jalan napas yang tidak dapat keluar dengan mekanisme batuk. Sumbatan jalan
napas meskipun parsial dapat menyebabkan penumpukan CO2 (hiperkarbia) dan
gangguan oksigenasi (hipoksia).
Pada penatalaksanaan anestesi umum yang membuat pasien
tertidur/terhipnotis, ahli anestesi harus siap menjaga saluran napas agar selalu
mendapatkan ventilasi dan oksigenasi serta jika sewaktu-waktu memerlukan
manajemen saluran napas pasien. Manajemen saluran napas pada pasien
teranestesi dapat diterapkan pada pasien dengan penurunan kesadaran
menggunakan peralatan1 :
27
bahan bakunya. Ada yang bisa dipakai berulang kali, tetapi ada juga yang
terbuat dari plastic dengan harga cukup murah sehingga hanya sekali saja pakai.
c. Intubasi endotrakea
Prosedur yang memasukkan pipa (tube) endotrakea ke dalam trakea melalui
mulut atau nasal. Alat bantu yang digunakan adalah laringoskop. Indikasinya
adalah pasien sulit mempertahankan saluran napas dan kelancara
pernapasannya. Misal pada pasien dengan penurunan kesadaran, atau trauma
daerah muka dan leher. Intubasi juga diindikasikan untuk mencegah aspirasi
(masuknya cairan lambung ke saluran napas), membantu mengisap secret,
ventilasi mekanik jangka lama, mengatasi obstruksi laring, anestesi umum pada
operasi dengan napas terkontrol, operasi miring atau tengkurap, operasi yang
lama dan/atau sulit untuk mempertahankan saluran napas misalnya di bagian
leher dan kepala dan mempermudah anestesi umum.
Prosedur pemasangan ET diawali dengan oksigenasi seperti pada prosedur
sungkup muka, tetapi diperlukan obat pelumpuh otot. Untuk intubasi napas
spontan dibutuhkan obat pelumpuh otot berdurasi singkat, sedangkan pada
intubasi napas kendali menggunakan pelumpuh otot berdurasi menengah atau
panjang.
Untuk mengetahui kesulitan intubasi dapat dilakukan klasifikasi mallampati
dengan cara meminta pasien membuka mulut dan posisi duduk sebagai berikut :
Kelas I : Palatum mole, fauces, uvula, dan pilar terlihat jelas
Kelas II : Palatum mole, fauces, dan Sebagian uvula terlihat
Kelas III : Pallatum mole, dan dasar uvula saja yang terlihat
Kelas IV : Hanya terlihat langit-langit.
Kelas I dan II merupakan bentuk yang paling mudah untuk dilakukan
intubasi dibandingkan kelas III dan IV. Prediksi kesulitan juga dapat dilihat dari
:
- Pasien obese dengan leher pendek
- Keterbatasan gerak leher (kurang dari 15°)
- Pengurangan gerak tyromental joint
- Residing mandibula
28
- Jarak tyromental kurang dari 3 jari (<6,5 cm)
Cormack dan Lehane menambahkan kriteria intubasi sulit berdasarkan
penampakan masuk laringoskop ke mulut yang dibagi menjadi beberapa tingkatan
Tingkat I : Glottis terlihat penuh plica vocalis terlihat jelas
Tingkat II : glottis bagian depan tidak tampak, plica vocalis terlihat sedikit
Tingkat III : terlihat epiglottis, tetapi glottis tidak terlihat
Tingkat IV : Epiglottis tidak terlihat.
Indikasi ETT :
a. Pasien dengan tingkat kesadaran GCS < 8
b. Pasien sadar yang tidak mendapatkan oksigenasi yang adekuat
Kontraindikasi ETT
Menurut Morgan (2006) ada beberapa kondisi yang diperkirakan akan mengalami
kesulitan pada saat dilakukan intubasi, antara lain:
a. Tumor : Higroma kistik, hemangioma, hematom
b. Infeksi : Abces mandibula, peritonsiler abces, epiglottitis
c. Kelainan kongenital : Piere Robin Syndrome, Syndrom Collin teacher, atresi
laring, Syndrom Goldenhar, disostosis kraniofasial
d. Benda asing
e. Trauma : Fraktur laring, fraktur maxila/ mandibula, trauma tulang leher
f. Obesitas
g. Extensi leher yang tidask maksimal : Artritis rematik, spondylosis arkilosing,
halo traction
h. Variasi anatomi : Mikrognatia, prognatisme, lidah besar, leher pendek, gigi
moncong.
Teknik Intubasi
29
Gambar 3.2 Sniffing Position
30
yang dibutuhkan untuk meminimalkan tekanan yang ditransmisikan pada mukosa
trakea.
Komplikasi Intubasi5
Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi endotrakeal
dapat dibagi menjadi:
Faktor pasien
1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena memiliki
laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema pada jalan
napas.
31
2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
3. Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat
menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung mendapatkan
trauma fisik atau fisiologis selama intubasi.
4. Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.
Faktor yang berhubungan dengan anestesia
1. Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan menangani situasi
krisis yang dimiliki anestesiologis memiliki peranan penting terjadinya
komplikasi selama tatalaksana jalan napas.
2. Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan pasien
dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam intubasi.
Faktor yang berhubungan dengan peralatan
1. Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan yang
maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan yang terjadi
pada bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi pemakaian tube
tersebut.
2. Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya trauma.
3. Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.
4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan toksik
berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
Kesulitan menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup kesulitan
ventilasi dengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi, kesulitan
melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Situasi yang paling ditakuti adalah
tidak dapat dilakukannya ventilasi maupun intubasi pada pasien apnoe karena
proses anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat menyebabkan kematian atau
hipoksia otak.
Krikotirotomi merupakan metode yang dipilih ketika dalam keadaan
emergensi seperti pada kasus cannot-ventilation-cannot-intubation (CVCI).
Ekstubasi Perioperatif
Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu
pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas spontan.
32
Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100% disertai
penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah ada hambatan
nafas yang mungkin menjadi komplikasi. Bila dijumpai hambatan nafas,
tentukaan apakah hambatan pada central atau perifer. Teknik ekstubasi pasien
dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan lainnya pasien tidak sadar (tidur
dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah sadar ditakutkan adanya vagal
refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera hentikan obat-obat anastesi hipnotik
maka pasien berangsu-angsur akan sadar. Evaluasi tandatanda kesadaran pasien
mulai dari gerakan motorik otot-otot tangan, gerak dinding dada, bahkan sampai
kemampuan membuka mata spontan. Yakinkan pasien sudah bernafas spontan
dengan jalan nafas yang lapang dan saat inspirasi maksimal. Pada ekstubasi
pasien tidak sadar diperlukan dosis pelumpuh otot dalam jumlah yang cukup
banyak, dan setelahnya pasien menggunakan alat untuk memastikan jalan nafas
tetap lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring dan disertai pula dengan triple
airway manuver standar6.
Syarat-syarat ekstubasi7 :
1. Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB.
2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O.
3. PaO2 diatas 80 mm Hg.
4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil.
5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot.
6. Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh.
33
b. Dapat mengatur waktu, dari inspirasi ke ekspirasi.
34
Sama dengan mode IMV hanya saja ventilator tidak memberikan bantuan ketika
pasien sedang bernafas mandiri. Sehingga benturan terhindarkan
d. Mode pressure support atau mode spontan (PS)
Ventilator tidak memberikan bantuan inisiasi nafas lagi. Nafas sepenuhnya oleh
pasien, ventilator hanya membantu pasien mencapai tekanan atau volume yang di
set di mesing dengan memberikan tekanan udara positif.
35
3.4 OBAT-OBAT ANESTESI UMUM1,2,3,8
1. Anestesi Inhalasi
Halothane
Bau dan rasa tidak menyengat.
Khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya
relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam.
Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu
relaksans otot, seperti galamin atau suksametonium.
Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudah
digunakan, tidak merangsang mukosa saluran napas.
Bersifat menekan refleks dari faring dan laring, melebarkan bronkioli dan
mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi.
Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide, klorida
anorganik, dan trifluoacetik acid.
Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika
penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
Dosis: tracheal 0,5-3 v%.
Enfluran
Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis pembedahan,
juga sebagai analgetikum pada persalinan.
Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, melemaskan otot
uterus.
Tidak begitu menekan SSP.
Resorpsinya setelah inhalasi, cepat dengan waktu induksi 2-3 menit.
Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan utuh, dan
sisanya diubah menjadi ion fluoride bebas.
36
Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmia, dan merangsang
SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil), serta mual dan
muntah, dapat meningkatkan perdarahan pada saat persalinan, SC, dan
abortus.
Isofluran (Forane)
Bau tidak enak.
Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot
baik.
Daya kerja dan penekanannya terhadap SSP = enfluran.
Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,
meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah,
dan keadaan tegang.
Sediaan: isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 = induksi; maintenance :
0,5%-3%.
Desfluran
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek
klinisnya mirip isofluran.
Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestesi volatil lain,
sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6).
Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C).
Potensinya rendah.
Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.
Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran.
Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi
anestesi
Sevofluran
Merupakan halogenasi eter.
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan
isoflurane karena sifatnya mudah mencapai konsentrasi tinggi di alveolus
37
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas.
Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.
Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan
toksik terhadap hepar.
Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.
Kelarutan dalam darah yang rendah menyebabkan pasien cepat bangun
dari kondisi tertidur.
2. Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital);
benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine,
fentanyl, sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin, suatu
senyawa arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi
disosiatif dan obat-obat lain (droperianol, etomidate, dexmedetomidine) .
Barbiturat
Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis.
Punya sifat hipnotik yang kuat dan anti kejang srta menyebabkan
pelepasan histamin.
Hambat pernapasan di medula oblongata.
Hambat kontraksi otot jantung, tidak menimbulkan sensitisasi jantung
terhadap ketekolamin.
Dosis anestesi : rangsang SSP; dosis > = depresi SSP.
Dosis : induksi = 3-6 mg/kgBB (i.v) dlm 60 dtk; maintenance = ½ dosis
induksi
Pemberian yang cepat dapat menimbulkan apneu dan penurunan tekanan
darah.
Tiopental.
Induksi : dosis tgt BB, keadaan fisik dan penyakit.
Dewasa : 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten tiap 30-60 dtk ad
capaian.
38
Ketamin
Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat.
Analgesik kuat utk sistem somatik, lemah utk sistem visceral.
relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi.
tingkatkan TD, nadi, curah jantung.
Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan
kabur, dan mimpi buruk.
Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi mdasolam
(dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intravena
dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.
Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk
intramuskular 3-5 mg.
Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1%
(1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg) dan 10 % (1ml=100 mg).
Propofol
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).
Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.
39
Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kgbb, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0.2 mg/kg.
Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.
Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita
hamil tidak dianjurkan.
Midazolam
Midazolam merupakan anestesi intravena golongan benzodiazepin
dengan mula kerja yang pendek dan memiliki efek ansiolitik, sedasi,
amnesia, relaksasi otot, antikonvulsan dan digunakan sebagai adjuvant.
Mekanisme kerja: menghambat subunit-subunit reseptor neurotransmiter
yang diaktivasi oleh GABA spesifik di sinaps neuron susunan saraf pusat
(SSP) dan menfasilitasi frekuensi pembukaan saluran ion klorida yang
diperantarai oleh GABA, sehingga meningkatkan hiperpolarisasi
membran
Indikasi: Hipnotik-sedatif dan induksi anestesi.
Bentuk sediaan: Larutan yang mengandung 5mg/mL atau 2mg/mL.
Dosis:
- Premedikasi 0,07 – 0,15 (IM)
- Sedasi 0,01 – 0,1 (IV)
- Induksi 0,1 – 0,4 (IV)
Mula kerja: 30 – 60 detik
Waktu paruh eliminasi: 2-3 jam.
Efek samping: Hipotensi dan Depresi Pernapasan.
NSAID
Biasanya dipakai untuk mengatasi nyeri pascaoperasi.
Cara kerja golongan NSAID adalah dengan mencegah pembentukan
prostaglandin.
Parasetamol, ketorolac, dan natrium diklofenak.
40
Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan
dosis tinggi.
Tramadol adalah opioid sintetik yang kekuatannya sangat kecil, bahkan
tidak menimbulkan reaksi ketagihan.
Fentanyl merupakan analgesic yang sangat kuat, kurang menyebabkan
pelepasan histamin, dan onset serta durasi lebih singkat dibandingkan
morfin dan petidin.
Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan
untuk induksi pasien dengan kelainan jantung.
Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 2-50 mcg/kg,
dilanjutkan dengan dosis rumatan 0.5-1.5 mcg/kg/menit.
Muscle relaxan
Atracurium (notrixum)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru, sifatnya
tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, dan tidak
menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna dan
pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan, dosis 0,5 mg/kg BB,
durasi 15-30 menit. Saat ini banyak yang memakai atracurium karena onset
cepat dan durasinya panjang.
41
BAB IV
PEMBAHASAN
42
BAB V
KESIMPULAN
43
DAFTAR PUSTAKA
44