Anda di halaman 1dari 44

PRESENTASI KASUS

ETT NAPAS KENDALI

Disusun oleh:
Dinera Anjani Arsad
1102015062

Pembimbing:
dr. Slamet Agus Waluyo Jati, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ANESTESI DAN REAMINASI


RSPAD GATOT SOEBROTO
PROGRAM PROFESI KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 22 FEBRUARI – 14 MARET 2021
LEMBAR PENGESAHAN

KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI

PRESENTASI KASUS DENGAN JUDUL

ETT NAPAS KENDALI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di


Bagian

Departemen Anestesi Dan Reanimasi

Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto

Jakarta

Disusun oleh:

Dinera Anjani Arsad

1102015062

Telah disetujui oleh Pembimbing

dr. Slamet Agus Waluyo Jati, Sp. An

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan laporan kasus yang berjudul “ETT Napas Kendali”, dan merupakan
salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik di Instalasi Anestesi
dan Reanimasi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta.

Dalam menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini, penulis


mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, dr. Slamet Agus
Waluyo Jati, Sp.An selaku dokter pembimbing, yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan ilmunya. Serta, kepada teman-teman Co-Ass yang telah
membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini, masih


terdapat banyak kekerungan dan masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca

Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua
pihak yang berkepentingan, untuk pengembangan ilmu kedokteran pada
umumnya.

Jakarta, Maret 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….2

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………...4

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………5

BAB II STATUS PASIEN………………………………………………………..6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………18

BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………………..41

BAB V KESIMPULAN………………………………………………………….42

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………43

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Hasil USG Mammae…………………………………………….14

Gambar 3.1 klasifikasi mallampati……………………………………………24

Gambar 3.2. Sniffing position…………………………………………………..33

Gambar 3.3. Lokasi insersi TT……………………………...…………………34

5
BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit selama


ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anestesia disebut
sebagai anestetik, dan kelompok obat ini dibedakan dalam anestetik umum dan
anestetik lokal. Pemberian anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan
menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan pembedahan,
yang adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen
anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari: hipnotik, analgesia dan relaksasi
otot. Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasan,
pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya
mencakup induksi, maintenance, dan pemulihan.
Pada penatalaksanaan anestesi umum yag membuat pasien
tertidur/terhipnosis, ahli anestesi harus siap menjaga saluran napas agar selalu
mendapatkan ventilasi dan oksigenasi serta jika sewaktu-waktu memerlukan
manajemen saluran napas pasien. Manajemen saluran napas pada pasien
teranestesi dapat pula diterapkan pada pasien dengan penurunan kesadaran
menggunakan alat-alat tertentu.
Pada laporan kasus ini akan membahas penggunaan anestesi umum
dengan ETT (Endotrakeal Tube) napas kendali pada pasien, perempuan, usia 28
tahun, dengan diagnosis penyakit Tumor Mammae Dextra, diagnosis anestesi
ASA I tanpa penyulit airway, pembedahan yang dilakukan adalah eksisi biopsy.

6
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. WI
No. RM : 01036X
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 28 Tahun
Tanggal Lahir : 20 November 1992
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam

2.2. Anamnesis
Anamnesis dengan pasien pada tanggal 24 Februari 2021 pukul 17.00

A. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh timbul benjolan pada payudara kanan

B. Riwayat penyakit Sekarang :


Pasien mengeluh timbul benjolan pada payudara kanan sejak 1
bulan. Nyeri dirasakan pada benjolan dan berkurang bila menyusui.
Pasien tidak ada keluhan demam, mual, muntah, batuk, pilek, dan pusing.

C. Riwayat operasi :
Riwayat operasi Sectio Saecaria 2 kali

D. Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak memiliki riwayat asma, penyakit paru, diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit jantung ataupun alergi sebelumnya.

7
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.

F. Riwayat Pribadi Sosial :


Pasien tidak merokok dan minum alkohol

2.3. Pemeriksaan Fisik


A. Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
BB/TB : 66kg/ 157cm
Tekanan darah : 128/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36.5 oC

B. Status Generalis
Kepala

Bentuk normochepal, rambut bewarna hitam dengan distribusi merata

Kulit

Warna sawo matang

Mata

Konjungtiva anemis -/- skelera ikterik -/- reflex cahaya +/+

Telinga
Membran timpani intak (+/+), Otorhea (-/-), Hiperemis (-/-), Nyeri tekan
mastoid (-/-)

Tenggorokan
Faring hiperemis (-)

8
Mulut
T1-T1 tenang, Deviasi uvula (-), Mallampati 1, Gigi goyang (-), Gigi
ompong (-) Gigi palsu (-), Buka mulut maksimal 3 jari

Leher
Tampak simetris, Jarak thyroid-mental 3 jari, Jarak hyoid hyroid 2 jari,
Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-), Deviasi trakea (-),
Retraksi otot bantu napas (-), Ekstensi leher sempurna tanpa tahanan

Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Normochest, retraksi dinding dada -/-
Palpasi : Simetris, vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler normal. Rhonki -/- wheezing
-/-

Cor
Inspeksi : Simetris, iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba lemah
Perkusi : Batas jantung dalam normal
Auskultasi : Bunyi S1-S2 reguler, murmur (-) gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, sikatrik (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran hepar
dan lien
Perkusi : Timpani

Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, oedem (-/-)

9
Status Lokalis

Regio Mammae dextra

Kuadran atas bagian luar : benjolan sebesar telur bebek, teraba keras,
permukaan tidak rata, batas tidak tegas, berukuran 10x8x2

Kuadran kiri bagian dalam : teraba keras, permukaan tidak rata, batas
tegas, berukuran 4x6x3

Regio axilla dextra : benjolan teraba lunak, permukaan rata, batas tegas,
berukuran 8x6x3

2.4. Pemeriksaan Penunjang


A. Laboratorium
Waktu Pemeriksaan : 28 Januari 2021

Tabel 2.1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien

Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
Saat ini

HEMATOLOGI

Hemoglobin 14.5 13.2-17.3 g/dL

Hematokrit 43 40-52%

Eritrosit 4.9 4.4 – 5.9 juta/uL

Leukosit 6450 4,500 – 13,500/uL

Trombosit 219000 150,000 – 440,000 /uL

MCV 88 80– 100 fL

MCH 29 26 – 34 pg

MCHC 34 32 – 36 g/dL

KIMIA KLINIK

10
Gula darah sewaktu 112 60 - 140 mg/dL

SGOT 17 <35 u/I

SGPT 16 <40 u/I

Ureum 20 20 – 50 mg/dl

Kreatinin 0.65 0,5 – 1,5 mg/dl

KOAGULASI

Waktu perdarahan 2’00” 1-3 menit

Waktu pembekuan 5’00” 1-6 menit

B. Radiologi
1. FOTO THORAX
Waktu Pemeriksaan : 28 januari 2020
- Jantung tidak melebar, CTR < 50%
- Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
- Trachea ditengah, kedua hilus tidak menebal
- Corakan bronchovascular baik
- Tampak kesuraman opasiti dan infiltrate di paracardial kanan dan
kiri
- Sinus costofrenikus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
Kesan : atensi bronchopneumonia, bagaimana klinis dan lab?
Tidak tampak tanda-tanda metastasis

2. USG Mammae
Waktu Pemeriksaan : 25 Januari 2020
USG MAMMAE DAN AXILLA BILATERAL
- Tampak lesi hypoechoic tepi lobulated bentuk membulat
ukuran lk 3,2x3,5 cm di mammae dextra jam 3 sampai jam 6

11
sekitar areola, tampak lesi hypoechoic membulat ukuran lk 1x1
cm di mammae dextra jam 10.
- Jaringan fibroglanduler mammae sinsitra normoechoic, tak
tampak massa.
- Tampak pembesaran limfonodi axilla dextra, multiple.
- Tak tampak pembesaran limfonodi axilla sinistra
Kesan :
- Multiple massa solid di mammae dextra, susp. Malignancy
- Lymphadenopathy multiple axilla dextra
- Tak tampak kelainan maupun massa ada mammae sinistra
- Tak tampak lymphadenopati axilla sinistra

Gambar 1.1. Hasil USG Mammae

12
13
2.5. Diagnosis Kerja

Tumor Mammae Dextra

2.6. Jenis Pembedahan

Eksisi Biopsi

2.7. Penggolongan Asa

ASA I

2.8. Rencana Anestesi

Anestesi Umum dengan (Endotacheal Tube)

2.9. PELAKSANAAN ANESTESI

a. Persiapan Pasien

1. Sebelum operasi
- Pasien di konsultasikan ke spesialis bedah dan spesialis paru,
- Setelah mendapatkan persetujuan dari spesialis anestesi, dilakukan
kunjungan pre-operatif terhadap pasien.
2. Di ruang perawatan
- Pasien dipuasakan 6 – 8 jam sebelum operasi.
3. Di ruang persiapan
- Cek identitas pasien
- Mengganti pakaian dengan pakaian yang telah disediakan sebelum
masuk kamar operasi.
4. Di ruang operasi
- Pasien masuk ke kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi lalu
dilakukan pemasangan kanulasi vena, saturasi O2 (pulse oxymeter),
manset tensimeter dan pemasangan EKG.
b. Persiapan Alat
1. Laringoskop
2. Stetoskop

14
3. Tube (ETT No. 7 cuff +)
4. Guedel (Oropharyngeal airway)
5. Plester/Tape
6. Mandrain
7. Suction
8. Balon/pump
9. Spuit 20cc
10. Gel lubricating
11. Hand scoen
12. Face mask child
13. Mesin anestesi
- Komponen I : Sumber gas, flowmeter, dan vaporizer
- Komponen II : Sytem ventilasi yaitu open, semiopen,
semiclose
- Komponen III : Alat penghubung system ventilasi dengan
pasien
14. EKG monitor
15. Sfingmomanometer Digital
16. Oksimeter
17. Infuse set
- Cairan infus – asering
- Abocath no 20
- Plester/Tape
- Alcohol swab
- Tourniquet
Persiapan Obat-Obatan Anestesi
1. Premedikasi ringan : Midazolam 3 mg
2. Analgetik : Fentanyl 100 mcg
3. Induksi : Propofol 100 mg
4. Relaksan : Notrixum 30 mg
5. Maintenance : Isoflurance 1.5 vol %
6. Anti emetic : Ondancentron 8 mg

15
7. Obat reverse : Sulfas atropine 0,25 mg: Prostigmin 0.5 mg
8. Analgetik post op : Tramadol 100 mg/8jam
9. Obat emergency : Sulfas Atropin 0,5 – 1 mg IV
Epinepherine 1 mg atau 0,02 mg/kg
larutan 1:10.000
Ephedrine 5-20 mg
Dexamethasone 0.5-25 mg/hari IV
Aminophylline 5-6 mg/kg IV
Nalokson 1-2 mcg/kgBB IV
Lidokain

Pelaksanaan Operasi
Pukul 07.50
 Memasang infus Asering
 Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
 Mengukur tekanan darah 138/86 mmHg, nadi 78x/menit, suhu
36oC, RR 16 x/menit
Pukul 08.00
 Pasien dalam posisi terlentang. Pasien diberitahukan bahwa
akan dilakukan tindakan pembedahan
 Pemberian premedikasi Midazolam 2 mg IV, dilanjutkan
dengan Fentanyl 100 mcg IV
 Induksi dengan Propofol 150 mg
 Setelah kesadaran pasien menurun, segera pasang sungkup
muka dan dirapatkan, berikan O2 100% 2 liter/menit atau
preoksigenasi kalau perlu napas dibantu dengan menekan balon
napas secara periodic
 Setelah reflex bulu mata menghilang, diberikan Atracurium 30
mg IV, pemberian ini mengakibatkan apnoe karena itu napas
dikendalikan dengan menekan balon napas. Setelah relaksasi,
pasien diinsersi dengan ETT no 7 cuff (+), untuk memastikan

16
ETT terpasang dengan benar, dengarkan suara napas dengan
stetoskop dan pastikan bahwa paru kanan dan kiri sama, serta
dinding dada kanan dan kiri bergerak simetris pada setiap
inspirasi buatan.
 Tutup mata pasien dengan plester
 ETT dihubungkan dengan konektor ke sirkuit napas alat
anestesi, kemudian air dibuka 2 liter/menit dan O2 2 liter/menit (
air : O2 = 50% : 50%) kemudia sevoflurance dibuka 2 vol %
 Napas pasien dikendalikan dengan respirator. Inspirasi 480 ml
dengan frekuensi 14 kali per menit
 Tekanan darah 136/87 mmHg, nadi 90x/menit, SpO2 100%

Pukul 08.15
 Pembedahan dimulai
 Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 100x/menit, SpO2 100%

Pukul 09.00
 Pembedahan selesai
 Tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 93x/menit, SpO2 100%
 Pemberian Sulfas atropine 0,25 mg : Prostigmin 0.5 mg
 Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2
dipertahankan
 Bersihkan jalan napas dari secret, dengan suction
 Setelah pasien bangun, ETT dikeluarkan, secret dikeluarkan
dengan suction pastikan jalan napas sudah bersih dari secret,
lalu diberi oksigen murni 6 liter/menit
 Elektrokardiogram, manset sfigmomanometer dan saturasi O 2
dilepas
 Pasien dipindahkan ke brankar untuk dibawa keruang pemulihan
atau recovery room (RR)

Post Operasi

17
1. Di Ruang Pemulihan
Pasien masuk ke ruang pemulihan pada pukul 10.20 WIB. Lalu
diberikan oksgien dengan sungkup sebesar 4 liter/menit, kemudian
dilakukan penilaian terhadap tingkat kesadaran, Pada pasien
kesadarannya compos mentis. Dilakukan pemeriksaan tanda vital,
tekanan darah 140/85 mmHg, nadi 95x/menit, respirasi 16x/menit
dan saturasi O2 100%.
Penilaian pulih sadar menurut Alderete score :
Kesadaran : 2 (Sadar orientasi baik)
Warna kulit : 2 (Merah muda)
Aktivitas : 2 (4 ekstremitas bergerak)
Respirasi : 2 (Adekuat, dapat napas dalam batuk)
Kardiovaskuler : 2 (Tekanan darah stabil)
Total Alderete score : 10
Pasien diperbolehkan dipindahkan ke ruang perawatan

2. Instruksi Pasca Bedah


Pengelolaan nyeri : Ketorolac 30 mg IV/8 jam
Pengelolaan mual/muntah : Ondancentron 8 mg IV
Infus : Asering 10 gtt/menit
Pemantauan tekanan darah, nadi, napas setiap 15 menit selama 2 jam

18
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. ANESTESI UMUM


3.1.1 Definisi

Anestesia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “hilangnya rasa”.


Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari sensasi yang meliputi
sensasi sakit/nyeri, rabaan, suhu, posisi/proprioseptif, sedangkan analgesia
yaitu hilangnya sensasi sakit/nyeri, tetapi modalitas yang lain masih ada.
Nyeri adalah suatu sensasi dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang nyata atau berpotensi merusak
atau sensasi yang tergambarkan pada kerusakan jaringan seperti itu. Anestesia
didefinisikan sebagai tindakan dan usaha meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Anestesi
menyebabkan amnesia yang bersifat anterograd, yaitu hilangnya ingatan saat
dilakukan pembiusan dan operasi sehingga saat pasien sudah sadar, pasien
tidak dapat mengingat peristiwa pembedahan/pembiusan yang baru saja
dilakukan tanpa efek samping1. Dahulu dikenal Trias Anestesia yaitu hipnotis,
analgesia dan arefleksia. Sekarang anestesia umum memiliki komponen yang
lebih luas :
1. Hipnosis (hilangnya kesadaran)
2. Analgesia (hilangnya rasa sakit)
3. Arefleksia (hilangnya refleks-refleks motorik tubuh,
memungkinkan imobilisasi pasien)
4. Relaksasi otot  memudahkan prosedur pembedahan dan
memfasilitasi intubasi trakeal
5. Amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur) 2

19
3.1.2 Metode
Metode anestesia umum dibagi menjadi 3, antara lain1:
a. Parenteral (IM atau IV) biasanya diberikan untuk tindakan singkat.
Obat yang sering dipakai adalah tiopental.
b. Perektal (untuk anak- anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan
singkat). Metode pemberian rektal sudah jarang digunakan.
c. Inhalasi dengan menggunakan gas
Menggunakan respirasi menjadi salah satu jalan masuknya anestesi. Obat
inhalasi masuk melalui proses inspirasi dan mencapai alveoli paru. Dalam
alveoli, anestetik mencapai konsentrasi tertentu sehingga cukup kuat untuk
menyebabkan proses difusi ke dalam sirkulasi tubuh/jaringan. Apabila
anestetik tersebut masuk ke organ yang kaya pembuluh darah seperti otak,
akan muncul efek anestesi berupa hipnotik atau tidur lebih cepat.

3.1.3 Stadium Anestesi

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium1.

1) Stadium I (Analgesia/disorientasi)
Dimulai saat pemberian anestetik hipnotik sampai hilangnya kesadaran.
Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat
analgesia (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan. Seperti
pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dikerjakan di stadium ini. Stadium
berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflek bulu mata diketahui dengan
melakukan rabaan pada bulu mata.
2) Stadium II (Eksitasi/Delirium)
Dimulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernapasan yang tidak
teratur, lakrimasi (+), tonus otot yang meninggi, serta diakhiri dengan
hilangnya reflek menelan dan kelopak mata.
3) Stadium III
Mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya pernapasan spotan,
hilangnya reflek kelopak mata dan dapat digerakan kepala ke kiri dan ke
kanan. Stadium ini dibagi menjadi 4 plana :

20
Plana 1 : pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi
gerakan bola mata involunteer, pupil miosis, reflek cahaya ada, lakrimasi
meningkat, reflek faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai
relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).
Plana 2 : pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak (tetapi terfiksasi di tengah),
pupil midriasis, reflek cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan
reflek laring hilang sehingga proses intubasi dapat dilakukan.
Plana 3 : pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai
paralsis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis sentral, reflek laring dan
peritoneum tidak ada, serta relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus
otot semakin menurun).
4) Stadium IV
Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total,
pupil sangat midriasis, reflek cahaya hilang, reflek sfingter ani dan
kelenjar air mata tidak ada, serta relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot
sangat menurun).

3.2. MANAJEMEN OPERATIF


1) Preoperatif3

Tujuan utamanya adalah untuk mencari kemungkinan penyulit anestesia.


Salah satu yang dapat menyebabkan penyulit anestesia adalah kelainan
anatomi, terutama anatomi jalan napas. Kelainan fungsi tubuh dan penyakit
penyerta juga perlu diketahui karena akan berhubungan dengan pilihan teknik
dan obat anestetik. Penyakit kardiovaskular adalah diantara kelainan
perioperatif yang sering menimbulkan komplikasi perioperatif. Penyakit lain
yang sering menimbulkan morbiditas bahkan mortalitas perioperatif adalah
penyakit paru, ginjal dan diabetes.
Anamnesis
a. Identitas pasien penting untuk menghindari kesalahan pasien

21
b. Riwayat penyakit yang diderita, ter//masuk riwayat pengobatan, riwayat
alergi yang dimiliki dan pencetus serta obat yang biasa digunakan untuk
mengatasinya.
c. Gaya hidup dan kebiasaan, misalnya kebiasaan merokok, minum alcohol
atau penggunaan obat-obat rekreasional (misalnya metamfetamin,
heroin, kokain).
d. Riwayat kematian anggota keluarga diatas meja operasi.

Pemeriksaan Fisik
a. Kemungkinan kesulitan ventilasi dan intubasi  leher pendek dan kaku,
jarak tiro-mental, lidah besar, maksila yang protrusive, gigi geligi yang
goyang dan sebagainya.
Gambar 3.1 klasifikasi mallampati

b. Pasien sesak napas dapat dilihat dari posisi berbaring (setengah duduk
atau menggunakan bantal yang tinggi), frekuensi napas, jenis
pernapasan dan tingkat saturasi oksigen dengan menggunakan
oksimeter.
c. Auskultasi dada  dengarkan bunyi napas dasar, napas tambahan,
murmur dan gallop.

Pemeriksaan Tambahan
Dilakukan sesuai indikasi:
1. Pemeriksaan laboratorium darah
2. EKG

22
3. Foto rontgen thorax

Status Fisik ASA


Klasifikasi status fisik berdasarkan American Society of Anesthesiologists
Physical Status Classification (ASA) :
- ASA I : Pasien tidak memiliki kelainan organic maupun sistemik
selain penyakit yang akan dioperasi.
- ASA II : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai
sedang selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya DM yang
terkontrol atau hipertensi ringan.
- ASA III : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit
yangakan dioperasi, tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya DM
yang tak terkontrol, hipertensi tak terkontrol.
- ASA IV : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam
jiwa selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial
berat, gagal jantung kongestif.
- ASA V : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan
anestesi mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian
tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada pasien koma berat.
- ASA VI : Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang
mana organnya akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai
organ donor bagi yang membutuhkan.

Puasa
Lamanya puasa hendaknya disesuaikan dengan umur pasien, kondisi
fisik dan rencana operasinya. Pada umumnya pasien dewasa memerlukan
waktu 6 – 8 jam untuk mengosongkan lambung dari makanan padat. Anak
besar perlu 4 – 6 jam. Anak kecil dan bayi 4 jam. Clear fluid boleh
diminum hingga 2 jam praoperasi. Tujuan dari puasa adalah untuk
mencegah terjadinya pneumonia aspirasi yang dapat fatal. Jika pasien
rentan terhadap kondisi dehidrasi, perlu dipertimbangkan cairan intravena
selama periode puasa ini.

23
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1 – 2 jam sebelum induksi anestesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari
anestesia diantaranya:
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan
2. Memperlancar induksi anestesia
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
6. Menciptakan amnesia
7. Mengurangi isi cairan lambung
8. Mengurangi refleks yang membahayakan
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi
yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat
membangun kepercayaan dan menenangkan hati pasien

2) Intraoperatif3
Persiapan Anestesia
Hal pertama yang dilakukan ketika masuk ruang operasi adalah
pastikan sumber listrik terpasang pada peralatan elektronik. Dan pastikan
peralatan elektronik berfungsi dengan baik seperti lampu ruangan, mesin
anestesia, berbagai alat pantau, mesin penghangat tempat tidur / blanket
roll, infusion pumps, syringe pumps, defibrillator.
Sumber gas, terutama oksigen harus disambungkan dengan mesin
anestesia. Pengecekan dilakukan dengan cara melihat gerakan flowmeter.
Flowmeter adalah indikatorr fresh gas flow. Setelah semua gas diperiksa,
harus dipastikan tidak ada kebocoran pada sirkuit napas.
Berikutnya adalah menyiapkan STATICS.
S = Scope
Laringoskop harus diperiksa lampunya cukup terang atau tidak. Stetoskop
untuk konfirmasi bunyi napas paru kanan-kiri setelah di intubasi.

24
T = Tubes
ETT harus disiapkan dengan ukuran yang sesuai, disertai satu ukuran
dibawahnya dan satu ukuran diatasnya.
A = Airway
Guedel disiapkan untuk menahan agar lidah tidak jatuh.
T = Tapes
Plester digunakan untuk memfiksasi ETT.
I = Introducer
Stillet dan margil forcep untuk memudahkan tindakan intubasi.
C = Connector
Penghubung antara ETT dengan sirkuit napas.
S = Suction
Untuk membersihkan jalan napas.

Induksi Anestesia1
Induksi anestesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan
pembedahan. Induksi anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena,
inhalasi, intramuskuler atau rektal. Sebelum memulai induksi anestesi
selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga
seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan
lebih baik.
Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui cara/rute:
a. Induksi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari dan sudah
terpasang jalur vena. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan 30-
60 detik. Selama induksi anesthesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan
darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini
dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
b. Induksi Intramuskular
Induksi intramuskular biasanya menggunakan injeksi ketamin (ketalar)
yang dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis 3-5 mg/kgBB IM
dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

25
c. Induksi Inhalasi
Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau
sevofluran. Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum
terpasang jalur vena atau dewasa yang takut disuntik. Induksi halotan
memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi
dimulai dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N2O : O2 = 3 : 1
aliran > 4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol % sampai
konsentrasi yang dibutuhkan. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan
diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikkan lagi sampai
konsentrasi yang diperlukan.
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk.
Walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %.
Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau desfluran
jarang dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi
lama.
d. Induksi Mencuri
Induksi mencuri (steal induction) dilakukan pada anak atau bayi yang
sedang tidur. Untuk yang sudah ada jalur vena tidak ada masalah, tetapi
pada yang belum terpasang jalur vena, harus dikerjakan hati-hati supaya
pasien tidak terbangun. Induksi mencuri inhalasi seperti induksi inhalasi
biasa hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi
kita berikan jarak berapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup
muka kita tempelkan.

3) Pascaoperatif1
Setelah Operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room, lalu dilakukan
operasi dengan skor Aldrette.

3.2 MANAJEMEN SALURAN NAPAS

Dalam keadaan anestesia, kemampuan pasien mempertahankan patensi


jalan napasnya dapat terganggu. Sumbatan jalan napas tersering pada pasien

26
tidak sadar adalah jatuhnya pangkal lidah. Selain itu juga dapat disebaban secret
jalan napas yang tidak dapat keluar dengan mekanisme batuk. Sumbatan jalan
napas meskipun parsial dapat menyebabkan penumpukan CO2 (hiperkarbia) dan
gangguan oksigenasi (hipoksia).
Pada penatalaksanaan anestesi umum yang membuat pasien
tertidur/terhipnotis, ahli anestesi harus siap menjaga saluran napas agar selalu
mendapatkan ventilasi dan oksigenasi serta jika sewaktu-waktu memerlukan
manajemen saluran napas pasien. Manajemen saluran napas pada pasien
teranestesi dapat diterapkan pada pasien dengan penurunan kesadaran
menggunakan peralatan1 :

a. Sungkup muka (face mask)


Teknik ini banyak dipakai oleh ahli anestesi untuk tindakat yang singkat
(kira-kira ½-1 jam), keadaan umum baik (ASA I-II) dan lambung harus kosong.
Salah satu persiapan penggunaan sungkup muka adalah lambung harus kosong
atau pasien puasa selama 6-8 jam sebelumnya dengan harapan lambung sudah
kosong dalam rentang waktu tersebut. Pengupayaan keadaan lambung yang
kosong ini bertujuan agar risiko refluks/ regurgitasi atau muntah berkurang.
Cara memegang sungkup muka adalah dengan menggunakan tangan yang tidak
dominna, tangan satunya memegang bellow (balon pompa pernapasan). Ada
berbagai jenis sungkup muka, ada yang transparan, yang terbuat dari plasti keras
atau karet lunak. Keuntungan sungkup muka yang transparan salah satunya
mudah terlihat jika terjadi muntah pada pasiennya1 .
b. Laringeal Mask Airway
Merupakan metode memasukkan LMA ke hipofaring. Teknik dengan
menggunakan LMA akan mengurangi risiko aspirasi dan regurgitasi
dibandingkan jika menggunakan sungkup muka. LMA dapat juga dipergunakan
jika mengalami kesulitan melakukan intubasi. Cara pemasangan diawali dengan
oksigenasi menggunakan sungkup muka, kemudian baru memasukkan LMA
yang sudah diberi jelly pelican ke hipofaring. Setelah masuk ke hipofaring,
LMA selanjutnya digembungkan menggunakan spuit dan difiksasi
menggunakan plester. Model LMA juga bermacam-macam, tergantung dari

27
bahan bakunya. Ada yang bisa dipakai berulang kali, tetapi ada juga yang
terbuat dari plastic dengan harga cukup murah sehingga hanya sekali saja pakai.

c. Intubasi endotrakea
Prosedur yang memasukkan pipa (tube) endotrakea ke dalam trakea melalui
mulut atau nasal. Alat bantu yang digunakan adalah laringoskop. Indikasinya
adalah pasien sulit mempertahankan saluran napas dan kelancara
pernapasannya. Misal pada pasien dengan penurunan kesadaran, atau trauma
daerah muka dan leher. Intubasi juga diindikasikan untuk mencegah aspirasi
(masuknya cairan lambung ke saluran napas), membantu mengisap secret,
ventilasi mekanik jangka lama, mengatasi obstruksi laring, anestesi umum pada
operasi dengan napas terkontrol, operasi miring atau tengkurap, operasi yang
lama dan/atau sulit untuk mempertahankan saluran napas misalnya di bagian
leher dan kepala dan mempermudah anestesi umum.
Prosedur pemasangan ET diawali dengan oksigenasi seperti pada prosedur
sungkup muka, tetapi diperlukan obat pelumpuh otot. Untuk intubasi napas
spontan dibutuhkan obat pelumpuh otot berdurasi singkat, sedangkan pada
intubasi napas kendali menggunakan pelumpuh otot berdurasi menengah atau
panjang.
Untuk mengetahui kesulitan intubasi dapat dilakukan klasifikasi mallampati
dengan cara meminta pasien membuka mulut dan posisi duduk sebagai berikut :
Kelas I : Palatum mole, fauces, uvula, dan pilar terlihat jelas
Kelas II : Palatum mole, fauces, dan Sebagian uvula terlihat
Kelas III : Pallatum mole, dan dasar uvula saja yang terlihat
Kelas IV : Hanya terlihat langit-langit.
Kelas I dan II merupakan bentuk yang paling mudah untuk dilakukan
intubasi dibandingkan kelas III dan IV. Prediksi kesulitan juga dapat dilihat dari
:
- Pasien obese dengan leher pendek
- Keterbatasan gerak leher (kurang dari 15°)
- Pengurangan gerak tyromental joint
- Residing mandibula

28
- Jarak tyromental kurang dari 3 jari (<6,5 cm)
Cormack dan Lehane menambahkan kriteria intubasi sulit berdasarkan
penampakan masuk laringoskop ke mulut yang dibagi menjadi beberapa tingkatan
Tingkat I : Glottis terlihat penuh plica vocalis terlihat jelas
Tingkat II : glottis bagian depan tidak tampak, plica vocalis terlihat sedikit
Tingkat III : terlihat epiglottis, tetapi glottis tidak terlihat
Tingkat IV : Epiglottis tidak terlihat.

Indikasi ETT :
a. Pasien dengan tingkat kesadaran GCS < 8
b. Pasien sadar yang tidak mendapatkan oksigenasi yang adekuat

Kontraindikasi ETT
Menurut Morgan (2006) ada beberapa kondisi yang diperkirakan akan mengalami
kesulitan pada saat dilakukan intubasi, antara lain:
a. Tumor : Higroma kistik, hemangioma, hematom
b. Infeksi : Abces mandibula, peritonsiler abces, epiglottitis
c. Kelainan kongenital : Piere Robin Syndrome, Syndrom Collin teacher, atresi
laring, Syndrom Goldenhar, disostosis kraniofasial
d. Benda asing
e. Trauma : Fraktur laring, fraktur maxila/ mandibula, trauma tulang leher
f. Obesitas
g. Extensi leher yang tidask maksimal : Artritis rematik, spondylosis arkilosing,
halo traction
h. Variasi anatomi : Mikrognatia, prognatisme, lidah besar, leher pendek, gigi
moncong.

Teknik Intubasi

Sebelum melakukan intubasi, perlu dipersiapkan alat-alat yang diperlukan dan


diperiksa keadaannya, misalkan apakah kaf pada intubasi tidak bocor, nyala
lampu pada laringoskop, dan lain-lain.

29
Gambar 3.2 Sniffing Position

Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasien yang benar. Kepala


pasien harus sejajar atau lebih tinggi dengan pinggang dokter anestesi untuk
mencegah ketegangan bagian belakang yang tidak perlu selama laringoskopi.
Elevasi kepala sedang (sekitar 5-10 cm diatas meja operasi) dan ekstensi dari
atlantoocipito join membuat pasien berada pada posisi sniffing yang diinginkan.
Bagian bawah dari tulang leher dibuat fleksi dengan menempatkan kepala diatas
bantal. Persiapan untuk induksi dan intubasi juga meliputi preoksigenasi rutin.
Setelah induksi anestesi umum, mata rutin direkat dengan plester karena anestesi
umum menghilangkan refleks proteksi kornea.

Laringoskop dipegang oleh tangan kiri. Dengan mulut pasien terbuka


lebar, blade dimasukan pada sisi kanan dari orofaring dengan hati-hati untuk
menghindari gigi. Geserkan lidah ke kiri dan masuk menuju dasar dari faring
dengan pinggir blade. Puncak dari lengkung blade biasanya dimasukkan ke dalam
vallecula dan ujung blade lurus menutupi epiglotis. Handle diangkat dan jauh dari
pasien secara tegak lurus dari mandibula pasien untuk melihat pita suara.
Terperangkapnya lidah antara gigi dan blade serta pengungkitan dari gigi harus
dihindari. Orotracheal tube (OTT) diambil dengan tangan kanan dan ujungnya
dilewatkan melalui pita suara yang terbuka (abduksi). Balon OTT harus berada
dalam trakea bagian atas tapi diluar laring. Lanringoskop ditarik dengan hati-hati
untuk menghindari kerusakan gigi. Balon dikembungkan dengan minimal udara

30
yang dibutuhkan untuk meminimalkan tekanan yang ditransmisikan pada mukosa
trakea.

Gambar 3.3. Lokasi insersi TT

Setelah intubasi, dada dan epigastrium dengan segera diauskultasi dan


capnogragraf dimonitor untuk memastikan ETT ada di intratrakeal. Walaupun
deteksi kadar CO2 dengan capnograf yang merupakan konfirmasi terbaik dari
letak OTT di trakeal tetapi tidak dapat mengecualikan intubasi bronchial.
Manifestasi dini dari intubasi bronchial adalah peningkatan tekanan respirasi
puncak. Posisi pipa dapat dilihat dengan radiografi dada tetapi ini jarang
diperlukan kecuali dalam ICU. Setelah yakin OTT berada dalam posisi yang tepat
pipa diplester atau diikat untuk mengamankan posisi.

Komplikasi Intubasi5
Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi endotrakeal
dapat dibagi menjadi:
Faktor pasien
1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena memiliki
laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema pada jalan
napas.

31
2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
3. Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat
menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung mendapatkan
trauma fisik atau fisiologis selama intubasi.
4. Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.
Faktor yang berhubungan dengan anestesia
1. Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan menangani situasi
krisis yang dimiliki anestesiologis memiliki peranan penting terjadinya
komplikasi selama tatalaksana jalan napas.
2. Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan pasien
dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam intubasi.
Faktor yang berhubungan dengan peralatan
1. Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan yang
maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan yang terjadi
pada bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi pemakaian tube
tersebut.
2. Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya trauma.
3. Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.
4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan toksik
berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
Kesulitan menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup kesulitan
ventilasi dengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi, kesulitan
melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Situasi yang paling ditakuti adalah
tidak dapat dilakukannya ventilasi maupun intubasi pada pasien apnoe karena
proses anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat menyebabkan kematian atau
hipoksia otak.
Krikotirotomi merupakan metode yang dipilih ketika dalam keadaan
emergensi seperti pada kasus cannot-ventilation-cannot-intubation (CVCI).

Ekstubasi Perioperatif
Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu
pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas spontan.

32
Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100% disertai
penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah ada hambatan
nafas yang mungkin menjadi komplikasi. Bila dijumpai hambatan nafas,
tentukaan apakah hambatan pada central atau perifer. Teknik ekstubasi pasien
dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan lainnya pasien tidak sadar (tidur
dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah sadar ditakutkan adanya vagal
refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera hentikan obat-obat anastesi hipnotik
maka pasien berangsu-angsur akan sadar. Evaluasi tandatanda kesadaran pasien
mulai dari gerakan motorik otot-otot tangan, gerak dinding dada, bahkan sampai
kemampuan membuka mata spontan. Yakinkan pasien sudah bernafas spontan
dengan jalan nafas yang lapang dan saat inspirasi maksimal. Pada ekstubasi
pasien tidak sadar diperlukan dosis pelumpuh otot dalam jumlah yang cukup
banyak, dan setelahnya pasien menggunakan alat untuk memastikan jalan nafas
tetap lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring dan disertai pula dengan triple
airway manuver standar6.
Syarat-syarat ekstubasi7 :
1. Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB.
2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O.
3. PaO2 diatas 80 mm Hg.
4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil.
5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot.
6. Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh.

3.3 VENTILASI MEKANIK

Ventilator mekanik (VM) ialah alat yang menghasilkan tekanan positif


secara ritmik untuk mengembangkan paru selama ventilasi artifisial. Pada saat ini
sudah tersedia ventilator elektronik canggih yang dapat mengatur secara
tepat'tekanan dan aliran gas, sehingga dapat mengendalikan inspirasi dan ekspirasi
dengan sangat baik2.

Fungsi ventilator umumnya sebagai berikut 2:

a. Mengembangkan paru selama inspirasi.

33
b. Dapat mengatur waktu, dari inspirasi ke ekspirasi.

c. Mencegah paru untuk menguncup sewaktu ekspirasi.

d. Dapat mengatur waktu, fase ekspirasi ke fase inspirasi.

Semua ventilator mekanik canggih dilengkapi oleh monitor sebagai


berikut :

a. Pengukur tekanan (pressure gauge).


b. Pembatas tekanan untuk mencegah paru dari barotrauma (pressureIiniting
deuicc).
c. Pengaman (alarm) tekanan tinggi dan rendah.
d. Pengatur volum paru (spirometer).

Ventilator mekanik mempunyai beberapa mode, yakni :

a. Mode Control (pressure control, volume control, continuous mode)


Pasien mendapat bantuan pernafasan sepenuhnya, pada mode ini pasien dibuat
tidak sadar (tersedasi) sehingga pernafasan di kontrol sepenuhnya oleh ventilator.
Tidal volume yang didapat pasien juga sesuai yang di set pada ventilator. Pada
mode control klasik, pasien sepenuhnya tidak mampu bernafas dengan tekanan
atau tidak volume lebih dari yang telah di set di ventilator. Namun pada mode
control terbaru, ventilator juga bekerja dalam mode assist-control yang
memungkinkan pasien bernafas dengan tekanan atau volum tidal lebih dari yang
telah di set pada ventilator.
b. Mode Intermitten Mandatory Ventilation (IMV)
Pada mode ini pasien menerima volume dan frekuensi pernafasan sesuai dengan
yang di set di ventilator. Diantara pernafasan pemberian ventilator tersebut pasien
bebas bernafas. Misalkan respiratory rate (RR) di set 10, maka setiap 6 detik
ventilator akan memberikan bantuan nafas, diantara 6 detik tersebut pasien bebas
bernafas tetapi tanpa bantuan ventilator. Kadang ventilator memberikan bantuan
saat pasien sedang bernafas mandiri, sehingga terjadi benturan antara kerja
ventilator dan pernafasan mandiri pasien.
c. Mode synchromous intermitten mandatory ventilation (SIMV)

34
Sama dengan mode IMV hanya saja ventilator tidak memberikan bantuan ketika
pasien sedang bernafas mandiri. Sehingga benturan terhindarkan
d. Mode pressure support atau mode spontan (PS)
Ventilator tidak memberikan bantuan inisiasi nafas lagi. Nafas sepenuhnya oleh
pasien, ventilator hanya membantu pasien mencapai tekanan atau volume yang di
set di mesing dengan memberikan tekanan udara positif.

Istilah dalam ventilator mekanik :

a. FiO2 dan PaO2


FiO2 adalah fraksi atau konsentrasi oksigen dalam udara yang diberikan
kepada pasien. Sedangkan PaO2 adalah tekanan parsial oksigen yaitu
perbedaan konsentrasi antara oksigen di alveolus dan membran.
b. I : E Ratio
Perbandingan antara waktu inspirasi dan ekspirasi. Nilai normal 1:2.
c. Volume Tidal
jumlah udara yang keluar masuk paru dalam satu kali nafas, atau salah dengan
jumlah udara yang diberikan ventilator dalam satu kali nafas. Nilai normal 10-
15 ml/kgbb untuk dewasa dan 608 ml/kgbb untuk anak-anak.
d. Minute Volume
Jumlah udara yang keluar masuk dalam satu menit, atau jumlah udara yang
diberikan ventilator dalam satu menit. Nilainya = volume tidal x RR.
e. PEEP dan CPAP
Positive end expiratory pressure (PEEP) atau tekanan positif akhir ekspirasi
digunakan untuk mempertahankan tekanan paru positif pada akhir ekspirasi
untuk mencegah terjadinya kolaps paru dan meningkatkan pertukaran gas
dalam alvoli. Nilai antara 5 – 15 mmHg, maksimal 12 mmmHg untuk anak.
Continuous positive airway pressure (CPAP) identik dengan PEEP, yaitu
pemberian tekanan positif pada saluran nafas selama siklus pernafasan.
f. Pressure atau Volume Limit
Batas atas tekanan atau volume yang diberikan pada pasien. Volume limit
yang terlalu tinggi dapat berakibat trauma paru.

35
3.4 OBAT-OBAT ANESTESI UMUM1,2,3,8
1. Anestesi Inhalasi

Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane


merupakan cairan yang mudah menguap.

Halothane
 Bau dan rasa tidak menyengat.
 Khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya
relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam.
 Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu
relaksans otot, seperti galamin atau suksametonium.
 Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudah
digunakan, tidak merangsang mukosa saluran napas.
 Bersifat menekan refleks dari faring dan laring, melebarkan bronkioli dan
mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi.
 Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide, klorida
anorganik, dan trifluoacetik acid.
 Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika
penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
 Dosis: tracheal 0,5-3 v%.

Enfluran
 Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis pembedahan,
juga sebagai analgetikum pada persalinan.
 Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, melemaskan otot
uterus.
 Tidak begitu menekan SSP.
 Resorpsinya setelah inhalasi, cepat dengan waktu induksi 2-3 menit.
 Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan utuh, dan
sisanya diubah menjadi ion fluoride bebas.

36
 Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmia, dan merangsang
SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil), serta mual dan
muntah, dapat meningkatkan perdarahan pada saat persalinan, SC, dan
abortus.

Isofluran (Forane)
 Bau tidak enak.
 Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot
baik.
 Daya kerja dan penekanannya terhadap SSP = enfluran.
 Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,
meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah,
dan keadaan tegang.
 Sediaan: isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 = induksi; maintenance :
0,5%-3%.

Desfluran
 Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek
klinisnya mirip isofluran.
 Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestesi volatil lain,
sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6).
 Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C).
 Potensinya rendah.
 Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.
 Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran.
 Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi
anestesi

Sevofluran
 Merupakan halogenasi eter.
 Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan
isoflurane karena sifatnya mudah mencapai konsentrasi tinggi di alveolus

37
 Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas.
 Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.
 Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan
toksik terhadap hepar.
 Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.
Kelarutan dalam darah yang rendah menyebabkan pasien cepat bangun
dari kondisi tertidur.

2. Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital);
benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine,
fentanyl, sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin, suatu
senyawa arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi
disosiatif dan obat-obat lain (droperianol, etomidate, dexmedetomidine) .

Barbiturat
 Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis.
 Punya sifat hipnotik yang kuat dan anti kejang srta menyebabkan
pelepasan histamin.
 Hambat pernapasan di medula oblongata.
 Hambat kontraksi otot jantung, tidak menimbulkan sensitisasi jantung
terhadap ketekolamin.
 Dosis anestesi : rangsang SSP; dosis > = depresi SSP.
 Dosis : induksi = 3-6 mg/kgBB (i.v) dlm 60 dtk; maintenance = ½ dosis
induksi
 Pemberian yang cepat dapat menimbulkan apneu dan penurunan tekanan
darah.

Tiopental.
 Induksi : dosis tgt BB, keadaan fisik dan penyakit.
 Dewasa : 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten tiap 30-60 dtk ad
capaian.

38
Ketamin
 Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat.
 Analgesik kuat utk sistem somatik, lemah utk sistem visceral.
 relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi.
 tingkatkan TD, nadi, curah jantung.
 Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan
kabur, dan mimpi buruk.
 Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi mdasolam
(dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intravena
dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.
 Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk
intramuskular 3-5 mg.
 Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1%
(1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg) dan 10 % (1ml=100 mg).

Fentanil dan droperidol


 Analgesik & anestesi neuroleptic.
 Kombinasi tetap.
 Aman diberikan pada yang mengalami hiperpireksia dan anestesi umum
lain.
 Fentanil : masa kerja pendek, mula keja cepat.
 Droperidol : masa kerja lama & mula kerja lambat.

Propofol
 Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).
 Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.

39
 Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kgbb, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0.2 mg/kg.
 Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.
 Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita
hamil tidak dianjurkan.

Midazolam
 Midazolam merupakan anestesi intravena golongan benzodiazepin
dengan mula kerja yang pendek dan memiliki efek ansiolitik, sedasi,
amnesia, relaksasi otot, antikonvulsan dan digunakan sebagai adjuvant.
 Mekanisme kerja: menghambat subunit-subunit reseptor neurotransmiter
yang diaktivasi oleh GABA spesifik di sinaps neuron susunan saraf pusat
(SSP) dan menfasilitasi frekuensi pembukaan saluran ion klorida yang
diperantarai oleh GABA, sehingga meningkatkan hiperpolarisasi
membran
 Indikasi: Hipnotik-sedatif dan induksi anestesi.
 Bentuk sediaan: Larutan yang mengandung 5mg/mL atau 2mg/mL.
 Dosis:
- Premedikasi  0,07 – 0,15 (IM)
- Sedasi  0,01 – 0,1 (IV)
- Induksi  0,1 – 0,4 (IV)
 Mula kerja: 30 – 60 detik
 Waktu paruh eliminasi: 2-3 jam.
 Efek samping: Hipotensi dan Depresi Pernapasan.

NSAID
 Biasanya dipakai untuk mengatasi nyeri pascaoperasi.
 Cara kerja golongan NSAID adalah dengan mencegah pembentukan
prostaglandin.
 Parasetamol, ketorolac, dan natrium diklofenak.

40
Opioid
 Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan
dosis tinggi.
 Tramadol adalah opioid sintetik yang kekuatannya sangat kecil, bahkan
tidak menimbulkan reaksi ketagihan.
 Fentanyl merupakan analgesic yang sangat kuat, kurang menyebabkan
pelepasan histamin, dan onset serta durasi lebih singkat dibandingkan
morfin dan petidin.
 Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan
untuk induksi pasien dengan kelainan jantung.
 Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 2-50 mcg/kg,
dilanjutkan dengan dosis rumatan 0.5-1.5 mcg/kg/menit.

Muscle relaxan
Atracurium (notrixum)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru, sifatnya
tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, dan tidak
menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna dan
pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan, dosis 0,5 mg/kg BB,
durasi 15-30 menit. Saat ini banyak yang memakai atracurium karena onset
cepat dan durasinya panjang.

41
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini Perempuan, 28 tahun dengan dengan Tumor Mammae


Dextra dilakukan tindakan Eksisi Biopsi. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya pasien dapat digolongkan dalam ASA I.
Pada pemeriksan fisik, bagian saluran pernapasan atas di dapatkan score
mallampati I yaitu pallatum mole, fauces, uvula dan pilar terlihat jelas.

Sebelum tindakan operasi, dilakukan persiapan pra anestesi 1 hari


sebelum operasi dilaksanakan. Untuk menjaga saluran pernapasan pasien selama
tindakan anestesi dibutuhkan Teknik intubasi endotracheal. Pada pasien
pelaksanaan anestesi sudah dilakukan sesuai tinjauan Pustaka.

42
BAB V
KESIMPULAN

Pada operasi ini, digunakan anestesi umum pemasangan ETT


napas kendali agar memastikan bahwa tindakan pembedahan dapat dilakukan
dengan aman dan nyaman serta dengan waktu yang cukup. Jalan napas selalu
berada dalam kondisi terbuka dan mendapatkan ventilasi yang adekuat selama
operasi. Intubasi napas kendali sama tekniknya dengan intubasi napas spontan,
hanya saja menggunakan pelumpuh otot yang lebih lama lagi, dapat dipakai
pelumpuh otot yang diberikan secara berulang.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Pramono A, 2017, Buku Kuliah Anestesi, EGC, Jakarta


2. Latief, S., Kartini A, S., et al. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia.
3. Dradjat, M. T. 2012. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi 2. Jakarta :
Aksara Medisin
4. Margarita RN., Elizeus H., et al. 2019. Anestesiologi dan Terapi Intensif.
Jakarta : KATI PERDATIN
5. Friedland DR, et all. Bacterial Colonization of Endotracheal Tubes in
Intubated Neonatal in Arch Otolaringol Head and Neck Surg 2001;127:525-
528. Available at: http://www.archoto.com. Accessed on Februari 01 2021.
6. Gamawati, Dian Natalia dan Sri Herawati. 2002. Trauma Laring Akibat
Intubasi Endotrakeal. Available at http://ojs.lib.unair.ac.id. Accessed on
Februari 01 2021.
7. Joseph, A. 2017. The Other Side of The Difficult Airway: A Disciplined,
Evidence Based Approach to Emergence and Extubation. AANA Journal
Course.
8. John Butterworth, David C. Mackey, John Wasnick. 2013. Morgan and
Mikhail's Clinical Anesthesiology, 5th edition-McGraw-Hill Medical
9. David J. 2012. Fundamental critical care support. Society of Critical Care.
5th Edition.

44

Anda mungkin juga menyukai