DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
DEPARTEMEN ANESTESI
LAPORAN KASUS
DISUSUN OLEH:
Di Departemen Anestesi
Jakarta, …...............2021
Pembimbing
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini guna memenuhi persyaratan kepaniteraan Klinik
bagian Anestesi di RSPAD Gatot Soebroto dengan judul ”Pemasangan
Laryngeal Mask Airway (LMA) Pada Tindakan Debridement Eksplorasi”.
Laporan Kasus ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di bagian
Anestesi, kemudian mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada pasien.
Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada dr. Listyo Lindawati Julia,
Sp.An yang telah membimbing penulis dalam laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih memiliki
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca laporan kasus ini. Harapan penulis semoga laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
BAB I
PENDAHULUAN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. TM
No. RM : 0107XXXX
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 25 Tahun
Tanggal Lahir : 25 Juli 1996
Pekerjaan : TNI Angkatan Darat
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Komplek Kodam 013/005 Pesanggrahan Jakarta Selatan
Tanggal Masuk RS : 2 November 2021
Tanggal operasi : 3 November 2021
ANAMNESIS
Anamnesis dengan pasien pada tanggal 3 November 2021
Keluhan Utama
Luka robek pada tangan kanan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat operasi :
Pasien belum pernah melakukan operasi sebelumnya
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal adanya riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis (-), asma
(-), alergi obat dan makanan (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 60 kg
TB : 166 cm
Status Gizi : 21,77 (Normoweight)
Tanda Vital
a. Tekanan darah : 133/64 mmHg
b. Nadi : 71 x/menit
c. RR : 16 x/menit
d. Suhu : 36,5 oC
Status Generalis
a. Kepala: Bentuk normochepal, rambut bewarna hitam dengan distribusi
merata,
b. Mata :Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, mata cekung -/-.
c. Hidung :Normal, (-) deviasi septum, (-) secret.
d. Mulut :Tonsil T1-T1, Malampati 2 (tidak terlihat pilar faring, terlihat
uvula, terlihat palatum molle), (+) pembukaan mulut 3 Jari, tidak nyeri
saat membuka mulut, (-) gigi goyang, (-) gigi palsu.
e. Leher : Jarak Thyroid-Mental 3 jari, jarak os hyoid-tiroid 2 jari, tidak ada
pembesaran KGB, (-) benjolan dan massa, (-) kemerahan.
f. Thoraks:
Pulmo
Inspeksi :Normochest, simetris, retraksi dinding dada -/-.
Palpasi :Simetris, vocal fremitus kanan dan kiri, ekspansi paru
normal
Perkusi :Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi :Suara napas vesicular +/+. Rhonki -/-, wheezing -/-
Cor
Inspeksi :Normal, iktus cordis tidak tampak
Palpasi :Iktus cordis tidak teraba
Perkusi :Batas jantung normal
Auskultasi :Bunyi S1-S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
g. Abdomen
Inspeksi : normal, (-) benjolan dan massa
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Supel, (-) Nyeri tekan, (-) hepatosplenomegali
Perkusi : Timpani seluruh kuadran abdomen
h. Ekstremitas
Ekstremitas superior: terdapat luka laserasi diantara digiti II dan III manus
dekstra, nyeri ketika melakukan gerakan abduksi dan adduksi, (+) perdarahan,
(-)krepitasi.
Ekstremitas Inferior: Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
Waktu Pemeriksaan : 2 November 2021
Tabel Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 16.5 13.0 - 18.0 g/dL
Hematokrit 46 40 – 52 %
Eritrosit 5.3 4.3 – 6.0 juta/uL
Leukosit 5750 4800 – 10800/uL
Trombosit 268000 150000 – 400000 /uL
MCV 86 80– 96 fL
MCH 31 27 – 32 pg
MCHC 36 32 – 36 g/dL
KIMIA KLINIK
Gula darah sewaktu 81 70 - 140 mg/dL
SGOT (AST) 18 <35 U/L
SGPT (ALT) 12 <40 U/L
Ureum 19 20 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.87 0.5 – 1.5 mg/dL
KOAGULASI
Waktu Protombin (PT)
Kontrol 11.4 detik
Pasien 10.8 9.3 – 11.8 detik
APTT
Kontrol 25.1 detik
Pasien 25.7 23.4 – 31.5 detik
D-dimer 430 <550 ng/mL
RADIOLOGI
FOTO THORAX
Waktu Pemeriksaan : 2 November 2021
Kesan : Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru
FOTO MANUS
Waktu Pemeriksaan : 2 November 2021
Kesan : Tulang-tulang manus kanan intak, emfisema subkutis di jaringan lunak
sekitar digiti II dan III.
EKG
Normal Sinus Rhythm
DIAGNOSIS BEDAH
Lacerated Wound at Web Space digiti Index and middle finger right manus
RENCANA PEMBEDAHAN
Rencana Debridement dan Eksplorasi
KESIMPULAN
Pasien seorang Laki-Laki Usia 25 Tahun datang dengan keluhan luka robek di
tangan kanan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, diagnosis bedah Lacerated
Wound at Web Space digiti Index and middle finger right manus dan rencana
pembedahan Debridement dan Eksplorasi. Status fisik pasien adalah ASA I dan
rencana teknik anestesi pasien adalah anestesi umum dengan Laryngeal Mask
Airway (LMA).
BAB III
LAPORAN ANESTESI
f. Laporan Anestesi
Waktu Keterangan
Pasien masuk ke dalam kamar operasi dan
dibaringkan telentang di meja operasi.
Memasang monitor EKG, manset pengukur tekanan
darah, dan pulse oksimeter
16.25 WIB Menilai tanda vital sebelum induksi, yaitu tekanan
darah: 133/64 mmHg, nadi: 71x/menit, suhu: 36,5oC,
RR: 16 x/menit
Menanya kembali identitas, berat badan, riwayat
alergi, riwayat hipertensi, diabetes, dan gangguan
pernapasan pada pasien.
16.30 WIB Pemberian obat koinduksi yaitu, obat sedatif
midzolam 6 mg iv dilanjutkan dengan fentanyl 100
mcg iv
Induksi dengan propofol 120 mg iv
Dilakukan preoksigenasi dengan sungkup muka
menggunakan O2 5 liter / menit
Pemberian Notrixum 30 mg intravena
TD = 139/63 mmHg, FN= 70x/menit SaO2= 100%
Setelah refleks bulu mata sudah hilang, pasien
diintubasi dengan LMA no 4 cuff (+)
LMA dihubungkan dengan konektor ke sirkuit nafas
alat anestesi, kemudian Air dibuka 2 liter/menit dan
16.35-16.39 O2 2 liter/menit (Air : O2 = 50% : 50%) kemudian
WIB sevofluran dibuka 2 vol%
Diberikan ranitidine intavena 10 mg
Ondansetron 8 mg intravena
Ceftriaxone 1 gram drip
TD = 120/58 mmHg, FN= 65x/menit SaO2= 100%
Dexamethason 10 mg intravena
16.40WIB Tramal 100 mg intravena
TD = 120/60 mmHg, FN= 55x/menit SaO2= 100%
16.45 WIB TD = 120/63 mmHg, FN= 50x/menit SaO2= 100%
16.50 WIB TD = 120/65 mmHg, FN= 55x/menit SaO2= 100%
16.55 WIB TD = 120/70 mmHg, FN= 50x/menit SaO2= 100%
17.00 WIB TD = 118/70 mmHg, FN= 57x/menit SaO2= 100%
17.05 WIB TD = 120/70 mmHg, FN= 58x/menit SaO2= 100%
17.10 WIB TD = 130/78 mmHg, FN= 65x/menit SaO2= 100%
17.15 WIB TD = 124/75 mmHg, FN= 70x/menit SaO2= 100%
17.20 WIB TD = 118/70 mmHg, FN= 70x/menit SaO2= 100%
17.25 WIB TD = 115/75 mmHg, FN= 70x/menit SaO2= 100%
TD = 115/70 mmHg, FN= 65x/menit SaO2= 100%
Pembedahan selesai
Pemberian obat anestesi dihentikan
Diberikan O2 murni 6 liter/menit
Bersihkan jalan napas dari secret, dengan suction
Sekret dikeluarkan dengan suction pastikan jalan
napas sudah bersih dari sekret sembari
membangunkan pasien, LMA bisa dikeluarkan jika
17.30 WIB
pasien sudah napas spontan adekuat
Bantu napas pasien dengan sungkup muka hingga
pasien benar-benar bangun dan volume tidal
mencukupi
Elektrokardiogram, manset sfigmomanometer dan
saturasi O2 dilepas
Pasien dipindahkan ke brankar untuk dibawa ke
ruang pemulihan atau recovery room (RR)
4.1.3. Indikasi
LMA dapat digunakan sebagai alat manajemen jalan napas utama dalam
pemilihan operasi. LMA alternative yang sangat baik untuk mengurangi resiko
aspirasi daripada endotrakeal. LMA metode efektif dan harus digunakan kecuali
jika tidak efektif pada pasien yang membutuhkan ventilasi yang lama, LMA dapat
digunakan pada pasien anak, dewasa dan obesitas4.
Adapun beberapa indikasi dari LMA meliputi5:
1. Elektif ventilasi
LMA sebagai alternatif sungkup anestesi di ruang operasi. Biasanya
digunakan untuk operasi yang singkat ketika tidak dibutuhkannya intubasi
endotrakeal.
2. Saluran napas yang sulit
LMA bisa digunakan setelah gagal intubasi, karena LMA lebih mudah untuk
dilakukan dan dipertahankan.
3. Henti jantung
Dilakukan saat pre hospital, karena teknisi medis sarurat biasanya memiliki
sedikit pengalam intubasi dan tingkat keberhasilan lebih rendah.
4. Saluran intubasi
LMA bisa digunakan sebagai saluran intubasi ketika laringoskop gagal
digunakan, ETT bisa dilewati melalui LMA.
5. Manajemen saluran napas prehospital
LMA berguna dalam mengelola jalan napas yang sulit di prehospital, pasda
pasien dengan posisi atau ekstrikasi yang berkepanjangan tidak
memungkinkan dilakukan intubasi endotrakeal sehingga LMA dapat
digunakan untuk manajemen jalan napas.
4.1.4. Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut dilakukannya pemasangan LMA yaitu jika pasien
tidak dapat membuka mulut dan adanya obstruksi komplit saluran napas atas.
Sementara kontraindikasi relatif pemasangan LMA antara lain jika meningkatnya
resiko aspirasi: ventilasi bag-valve-mask yang memanjang, morbid obesitas,
kehamilan trimester 2 atau 3, pasien yang tidak puasa sebelum ventilasi,
perdarahan sistem pencernaan bagian atas, suspek atau diketahuinya abnormalitas
anatomi supraglotik, membutuhkann tekanan udara yang tinggi4.
LMA dapat merangsang refleks muntah sehingga tidak boleh digunakan
pada pasien yang sadar. Kontraindikasi LMA lainnya seperti adanya resistensi
jalan napas yang tinggi, patologi faring, resiko aspirasi, obstruksi jalan napad
dibawah laring, pengembangan paru yang buruk2.
4.1.5. Cara Penggunaan
Insersi LMA difasilitasi dengan pemberian sedasi. Pemberian propofol atau
midazolam dapat menjadi pilihan sedasi. Namun pada pasien emergensi biasanya
ditemukan tidak sadar sehingga tidak perlu dilakukan pemasangan LMA. Resiko
sedasi yang tidak adekuat memicu terjadinya laringospasme1.
Peralatan yang digunakan dalam pemasangan LMA adalah Laryngeal Mask
Airway (LMA) sesuai ukuran, gel, sumber Oksigen, suction. Posisi dalam
memasang LMA berupa posisi sniffing (posisi kepala fleksi dan ekstensi pada
sendi atlantooksipital). Teknik dilakukan pemasangan LMA yakni preoksigenasi
pasien dengan 100% oksigen melalui sungkup nonreabreathing, pilih ukuran LMA
yang sesuai, cek kebocoran cuff LMA, oleskan gel pada bagian belakang cuff,
berikan sedasi dan posisikan pasien. Dapat diberikan tekanan krikoid untuk
mengurangi resiko aspirasi1.
Pasang LMA dengan cara pegang LMA seperi pulpen, dengan jari telunjuk
tangan dominan di penghubung sungkup dan pipa LMA. Geser LMA disepanjang
palatum durum, dorong ke palatum saat maju menuju hipofaring yang bertujuan
mencegah ujung LMA terlipat dan mengurangi gangguan lidah. Maju dengan
tekanan yang gentle sampai resistensi terpenuhi. Jika perlu, lanjutkan tekanan pipa
LMA dengan tangan tidak dominan untuk memajukan LMA sepenuhnya ke posisi
yang tepat. Setelah terpasang, kembangkan cuff. Konfirmasikan posisi LMA
dengan auskultasi napas bilateral dan tidak ada suara napas di epigastrium,
observasi kenaikan dada dengan ventilasi. Untuk pemasangan LMA dengan posisi
yang tepat, pastikan masker kempes seluruhnya dan permukaan dilumasi dengan
gel, jika posisi pemasangan LMA tidak baik, maka pilih ukuran LMA yang lebih
besar5.
Tabel 4.1. Ukuran-Ukuran LMA4
Berat Badan (Kg) Ukuran LMA (No.) Ukuran Pasien Volume Cuff
(mL)
<6.5 1 Infant 2-4
6.5-20 2 Anak Hingga 10
20-30 2 1/2 Anak Hingga 15
30-50 3 Dewasa kecil Hingga 20
50-70 4 Dewasa normal Hingga 30
>70 5 Dewasa besar Hingga 30
Gambar 4.3. Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA)2
1. Pilih ukuran LMA yang sesuai dan cek kebocoran sebelum insersi
2. Bagian terdepan bagian yang kempes harus bebas kerutan dan menghadap
jauh dari lubang
3. Lubrikasi hanya dibagian belakang cuff
4. Pastikan anestesi yang adekuat sebelum insersi
5. Posisikan kepala pasien dengan posisi sniffing
6. Gunakan jari telunjuk untuk memandu cuff sepanjang palatum durum turun
hingga ke hipofaring sampai terasa peningkatan resistensi.
7. Inflasi dengan jumlah udara yang tepat
8. Pastikan kedalaman anestesi yang adekuat selama memposisikan pasien
9. Obstruksi setelah insersi biasanya karena epiglottis terlipat kebawah atau
adanya laringospasme transien
10. Hindari suction faringeal, pengempesan cuff, lepas sungkup laring
sampai pasien bangun
Tabel 4.2. Cara Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA)1
4.1.6. Komplikasi Tindakan
Komplikasi dari tindakan pemasangan LMA, antara lain aspirasi isi
lambung, lokal iritasi, trauma saluran napas bagian atas, obstruksi dan
laringospasme apabila posisi tidak tepat, edema paru dan bronkokontriksi jika
tekanan positif ventilasi tidak baik. LMA dapat merangsang refleks muntah,
sehingga dapat terjadi mual, muntah, LMA juga merangsan terjadinya batuk.
Komplikasi lain yang dapat terjadi seperti kelumpuhan saraf hipoglsus, kesulitan
menelan pasca operasi5.
Pada kasus ini, Tn. TM berusia 25 tahun datang dengan keluhan luka robek
pada tanga kanan diantara jari telunjuk dan jari tengah akibat terkena benda tajam
sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, terasa nyeri dan terdapat perdarahan,
tangan dan jari pasien dapat digerakan. Pasien di diagnosis Lacerated Wound at
Web Space digiti Index and middle finger right manus. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan keluhan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang menunjukkan tulang manus kanan intak dan adanya emfisema
subkutis pada digiti II dan III manus dekstra.
Pasien ini dilakukan pembedahan Debridement dan Eksplorasi dengan
Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway (LMA). Anestesi umum adalah
keadaan ketika pasien diberikan obat-obatan agar pasien tidur dan mengalami
amnesia sesaat yang bertujuan agar pasien nyaman saat menjalani operasi. Obat
yang diberikan dalam anestesi kasus ini adalah obat koinduksi seperti midazolam
yang berguna memberikan efek sedatif dan obat Fentanyl merupakan analgetik
opioid yang berguna sebagai anti nyeri3. Kemudian dilanjutkan pemberian obat
induksi yaitu propofol yang menyebabkan pasien dari sadar menjadi tidak sadar.
Ketika pasien sudah tidur dan tidak sadar dibawah pengaruh anestesi umum maka
jalan napas pasien harus dipertahankan seperti pasien masih sadar, oleh karena itu
pada kasus ini digunakan LMA untuk mempertahankan jalan napas pasien. LMA
ini dipilih karena berdasarkan indikasi lama waktu pembedahan pasien tersebut,
indikasi yang menunjukkan agar melakukan pemasangan LMA adalah
pembedahan durasi singkat < 3 jam, hal ini sesuai dengan kasus bahwa lama
pembedahan pada kasus ini selama 40 menit2.
Pada kasus ini juga dipilih LMA karena berdasarkan tidak ada
kontraindikasi absolut maupun kontraindikasi relatif yang terdapat pada kasus
pasien ini. Kondisi tidak adanya kontraindikasi absolut pada pasien ini yaitu pada
pemeriksaan sebelum di induksi pasien dapat membuka mulut dan tidak ada
obstruksi komplit saluran napas bagian atas. Pasien pada kasus ini juga tidak ada
kontraindikasi relatif seperti pasien tidak memiliki kelainan faring seperti abses
dan obstruksi, tidak ada resiko aspirasi seperi adanya hiatal hernia atau sedang
hamil, tidak ada masalah pernapasan saluran napas bagian atas, tidak ada
abnormalitas anatomi supraglosus, tidak obesitas karena pasien memiliki indeks
massa tubuh normal yaitu 21,77 (normoweight), pasien obesitas dijadikan
kontraindikasi relatif pemasangan LMA disebabkan pada pasien obesitas memiliki
jaringan berlebih seperti jaringan adiposa yang dapat mengganggu atau
menghalangi pemasangan LMA. Pasien juga sedang dibawah pengaruh obat-obat
induksi anestesi umum sehingga pasien tidak sadar dan pemasangan LMA
dilakukan pada pasien tidak sadar, jika LMA dipasang pada pasien sadar maka
dapat merangsang mual dan muntah. Berdasarkan hal tersebut bahwa adanya
indikasi dan tidak ada kontraindikasi pemasangan LMA, maka pasien dilakukan
pemasangan LMA untuk mempertahankan (maintenance) saluran napas yang
sedang dalam pengaruh anestesi umum5.
LMA yang dipasang pada pasien ini LMA berukuran nomor 4 karena sesuai
dengan berat badan pasien 60 kg, hal ini sesuai dengan teori bahwa LMA nomor 4
digunakan untuk pasien yang memiliki berat badan 50-70 kg. Jenis LMA yang
digunakan pada pasien ini LMA klasik yang dapat digunakan kembali.
Pemasangan LMA dilakukan dengan memilih ukuran LMA yang sesuai yaitu
LMA nomor 4 kemudian cuff dikempeskan, pastikan kepala pasien dalam posisi
sniffing yaitu posisi kepala fleksi dan ekstensi pada sendi atlantooksipital, lalu jari
telunjuk memandu cuff mauk ke palatum durum hingga cuff ke hipofaring dan
terasa adanya resistensi, diinflasi volume cuff yang sesuai dengan ukuran LMA
seperti pada kasus pasien ini diinflasi volume cuff sebesar 30 mL, karena jika
terjadi inflasi berlebih (overinflation) bisa menyebabkan kerusakan mukosa dan
nyeri tenggorokan post operasi, kemudian dipastikan posisi sudah tepat dengan
asukultasi suara napas pada pasien, dan pastikan pasien tidak sadar dibawah
pengaruh anestesi yang adekuat1.
BAB VI
KESIMPULAN
1. Butterworth J., Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill Education; 2018. 2462 p.
2. Bosson N, Gordon P. Laryngeal Mask Airway [Internet]. Medscape. 2021
[cited 2021 Nov 7]. p. 9. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/82527-overview#a1
3. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Farmakologi Dasar dan Klinik. 12th
ed. New York: Mc Graw Hill Medical; 2012. 1245 p.
4. LV S, Torp K. Laryngeal Mask Airway. [Updated 2021 Jul 31]. StatPearls
Publ [Internet]. 2021;1(1):2. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482184/
5. Pardo MC, Miller R. Basic of Anesthesia. 7th ed. Philadelphia: Elsevier;
2018. 870 p.