Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

PEMASANGAN LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA)


PADA TINDAKAN DEBRIDEMENT EKSPLORASI

DISUSUN OLEH:

TOBI ARNA DALIMUNTHE 2110221089

PEMBIMBING:

dr. LISTYO LINDAWATI JULIA Sp.An

DEPARTEMEN ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN


NASIONAL VETERAN JAKARTA

RSPAD GATOT SOEBROTO

PERIODE 25 OKTOBER – 26 NOVEMBER 2021


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

PEMASANGAN LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA)


PADA TINDAKAN DEBRIDEMENT EKSPLORASI

DISUSUN OLEH:

TOBI ARNA DALIMUNTHE 2110221089

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik

Di Departemen Anestesi

RSPAD Gatot Soebroto

Telah disetujui dan dipresentasikan pada

Tanggal, …………………. 2021

Jakarta, …...............2021

Pembimbing

dr. Listyo Lindawati Julia, Sp.An


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini guna memenuhi persyaratan kepaniteraan Klinik
bagian Anestesi di RSPAD Gatot Soebroto dengan judul ”Pemasangan
Laryngeal Mask Airway (LMA) Pada Tindakan Debridement Eksplorasi”.
Laporan Kasus ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di bagian
Anestesi, kemudian mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada pasien.
Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada dr. Listyo Lindawati Julia,
Sp.An yang telah membimbing penulis dalam laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih memiliki
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca laporan kasus ini. Harapan penulis semoga laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
BAB I

PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang berprofesi dalam


menghilangkan rasa nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama dan sesudah
pembedahan. Anestesi menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara. Anestesi adalah suatu tindakan untuk menhilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur yang menimbulkan rasa sakit. Salah
satu jenis anestesi adalah anestesi umum, pada anestesi umum pasien tidak sadar
namun pasien harus tetap bernapas dengan baik yakni dengan melakukan
manajemen saluran napas1.

Manajemen saluran napas adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk


mempertahankan jalan napas agar pasien dapat bernapas dengan baik, baik pasien
sedang dalam pengaruh anestesi ataupun tidak dalam pengaruh anestesi. Salah
satu alat untuk manajemen jalan napas adalah Laryngeal Mas Airway (LMA).
Laryngeal Mas Airway (LMA) adalah alat jalan napas supraglotik yang berfungsi
yang berbentuk tabung dengan bagian distal berbentuk sungkup elips. LMA akan
menempati hipofaring dan menutupi struktur supraglosus sehingga mengisolasi
trakea, LMA sering digunakan di ruang operasi, ruang emergensi karena mudah
dan cepat digunakan. LMA mempunyai beberapa keuntungan seperti tidak
invasive, menyebabkan perubahan hemodinamik secara signifikan lebih sedikit
dan ketidaknyamanan pasca operasi lebih sedikit dirasakan2.
BAB II
STATUS PASIEN
Laporan kasus ini membahas pasien Tn. TM, Laki-Laki berusia 25 Tahun
dengan diagnosis Lacerated Wound at Web Space digiti Index and middle finger
right manus, yang akan dilakukan tindakan debridement dan eksplorasi dengan
rencana anestesi umum dan Laryngeal Mask Airway (LMA).

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. TM
No. RM : 0107XXXX
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 25 Tahun
Tanggal Lahir : 25 Juli 1996
Pekerjaan : TNI Angkatan Darat
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Komplek Kodam 013/005 Pesanggrahan Jakarta Selatan
Tanggal Masuk RS : 2 November 2021
Tanggal operasi : 3 November 2021

ANAMNESIS
Anamnesis dengan pasien pada tanggal 3 November 2021
Keluhan Utama
Luka robek pada tangan kanan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit Sekarang :


Pasien mengeluhkan luka robek tangan kanan diantara jari telunjuk dan jari tengah
sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, luka robek akibat terkena benda tajam,
terasa nyeri, tangan dapat digerakkan.

Riwayat operasi :
Pasien belum pernah melakukan operasi sebelumnya
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal adanya riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis (-), asma
(-), alergi obat dan makanan (-)

Riwayat Pribadi Sosial :


Pasien tidak merokok dan tidak minum alcohol, pasien sering berolahraga tiap
hari selama 45 menit.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 60 kg
TB : 166 cm
Status Gizi : 21,77 (Normoweight)
Tanda Vital
a. Tekanan darah : 133/64 mmHg
b. Nadi : 71 x/menit
c. RR : 16 x/menit
d. Suhu : 36,5 oC
Status Generalis
a. Kepala: Bentuk normochepal, rambut bewarna hitam dengan distribusi
merata,
b. Mata :Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, mata cekung -/-.
c. Hidung :Normal, (-) deviasi septum, (-) secret.
d. Mulut :Tonsil T1-T1, Malampati 2 (tidak terlihat pilar faring, terlihat
uvula, terlihat palatum molle), (+) pembukaan mulut 3 Jari, tidak nyeri
saat membuka mulut, (-) gigi goyang, (-) gigi palsu.
e. Leher : Jarak Thyroid-Mental 3 jari, jarak os hyoid-tiroid 2 jari, tidak ada
pembesaran KGB, (-) benjolan dan massa, (-) kemerahan.
f. Thoraks:
Pulmo
Inspeksi :Normochest, simetris, retraksi dinding dada -/-.
Palpasi :Simetris, vocal fremitus kanan dam kiri, ekspansi paru
normal
Perkusi :Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi :Suara napas vesicular +/+. Rhonki -/-, wheezing -/-
Cor
Inspeksi :Normal, iktus cordis tidak tampak
Palpasi :Iktus cordis tidak teraba
Perkusi :Batas jantung normal
Auskultasi :Bunyi S1-S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
g. Abdomen
Inspeksi : normal, (-) benjolan dan massa
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Supel, (-) Nyeri tekan, (-) hepatosplenomegali
Perkusi : Timpani seluruh kuadran abdomen
h. Ekstremitas
Ekstremitas superior: terdapat luka laserasi diantara digiti II dan III manus
dekstra, nyeri ketika melakukan gerakan abduksi dan adduksi, (+) perdarahan,
(-)krepitasi.
Ekstremitas Inferior: Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)

Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
Waktu Pemeriksaan : 2 November 2021
Tabel Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 16.5 13.0 - 18.0 g/dL
Hematokrit 46 40 – 52 %
Eritrosit 5.3 4.3 – 6.0 juta/uL
Leukosit 5750 4800 – 10800/uL
Trombosit 268000 150000 – 400000 /uL
MCV 86 80– 96 fL
MCH 31 27 – 32 pg
MCHC 36 32 – 36 g/dL
KIMIA KLINIK
Gula darah sewaktu 81 70 - 140 mg/dL
SGOT (AST) 18 <35 U/L
SGPT (ALT) 12 <40 U/L
Ureum 19 20 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.87 0.5 – 1.5 mg/dL
KOAGULASI
Waktu Protombin (PT)
 Kontrol 11.4 detik
 Pasien 10.8 9.3 – 11.8 detik
APTT
 Kontrol 25.1 detik
 Pasien 25.7 23.4 – 31.5 detik
D-dimer 430 <550 ng/mL

RADIOLOGI
FOTO THORAX
Waktu Pemeriksaan : 2 November 2021
Kesan : Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru

FOTO MANUS
Waktu Pemeriksaan : 2 November 2021
Kesan : Tulang-tulang manus kanan intak, emfisema subkutis di jaringan lunak
sekitar digiti II dan III.

EKG
Normal Sinus Rhythm

DIAGNOSIS BEDAH
Lacerated Wound at Web Space digiti Index and middle finger right manus

STUDI FISIK ASA


ASA II

RENCANA PEMBEDAHAN
Rencana Debridement dan Eksplorasi
RENCANA TEKNIK ANESTESI
Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway (LMA)

KESIMPULAN
Pasien seorang Laki-Laki Usia 25 Tahun datang dengan keluhan luka robek di
tangan kanan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, diagnosis bedah Lacerated
Wound at Web Space digiti Index and middle finger right manus dan rencana
pembedahan Debridement dan Eksplorasi. Status fisik pasien adalah ASA II dan
rencana teknik anestesi pasien adalah anestesi umum dengan Laryngeal Mask
Airway (LMA).
BAB III
LAPORAN ANESTESI

3.1. Persiapan Pre-Anestesi


a. Sebelum operasi di ruang perawatan
1. Informed Consent
2. Surat Persetujuan Operasi
3. Konsulasi Departemen
a) Konsultasi paru: toleransi operasi resiko ringan
b) Konsultasi Jantung: toleransi operasi resiko ringan
c) Konsultasi Anestesi: Accepted operasi dengan anestesi umum
4. Transfusi Darah : Tidak diperlukan
b. Kunjungan Pre-Anestesi
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Edukasi
a. Puasa 6 jam yang lalu, dan terakhir makan saat jam 05.00 WIB
b. Manajemen nyeri
3.2. Persiapan Pre-Operasi
a. Ruang Persiapan Operasi
1. Identifikasi Pasien
2. Memakai pakaian operasi yang disediakan
3. Anamnesis
4. Pemeriksaan Tanda Vital
a. Tekanan darah : 133/64 mmHg
b. Nadi : 71 x/menit
c. RR : 16 x/menit
d. Suhu : 36,5 oC
b. Ruang Operasi
1. Posisi pasien  dibaringkan posisis Supine di atas meja operasi
2. Pemasangan manset, EKG (RA,LA,LL,RL), oksimeter
3. Pemeriksaan tanda vital pre-operatif
3.3. Persiapan Alat
Dilakukan persiapan alat yang digunakan dalam tindakan anestesi selama
perioperatif, berikut alat yang digunakan
1. Mesin anestesi
2. Monitor EKG
3. Sfigmanometer digital
4. Oksimeter
5. Nasal kanul
6. Infus set
7. Abocath no.18G
8. Cairan infus Ringer Laktat (RL)
9. Plester, Alcohol Swab, Kassa Steril
10. Alat anestesi umum  sungkup, stetoscope, tape/plester, connector,
suction, syringe pump untuk mengembangkan cuff, gel jika diperlukan
11. Laryngeal Mask Airway (LMA)

3.4. Persiapan Obat


Pasien diberikan beberapa obat untuk tindakan anestesik perioperatif yaitu
sebagai berikut:
1. Midazolam 6 mg intravena, digunakan sebagai ko-induksi, memiliki
efek sedatif, dosis 0,1-0,2 mg/kgBB3
2. Fentanyl 100 mcg intravena, sebagai obat ko-induksi, merupakan
analgetik opioid sebagai analgetik, berkerja di sistem saraf pusat, dosis
1-2 mcg/kgBB3
3. Propofol 120 mg intravena, sebagai obat induksi, membuat pasien
menjadi tidak sadar, dosis 2-2,5 mg/kgBB3
4. Atracrurium 30 mg intravena, merupakan obat pelumpuh otot, dosis
0,5-0,6 mg/kgBB, durasi 20-45 menit3
5. Ranitidin 10 mg intravena
6. Ondansetron 8 mg intravena, sebagai anti-emetik, antagonis 5HT3
reseptor pada sentral cemoreseptor trigger zone dan vagus perifer yang
efektif digunakan untuk mengatasi kejadian mual dan muntah pasca
operasi, dosis 4-8 mg3
7. Dexamethason 10 mg intravena
8. Tramal 100 mg intravena, sebagai obat analgetik3
9. Ceftriaxone 1 gram drip, antibiotik golongan sefalosporin generasi
ketiga, sebagai antibiotik profilaksis pada pembedahan3
10. Sevoflurane inhalasi 2 vol%, obat anestesi inhalasi, untuk maintenance
anestesi selama pembedahan berlangsung3
11. Neostigmine 30 mg, antagonis obat pelumpuh otot, sebagai pemulih
tonus otot, dosis 0,5 mg intravena3
12. Sulfas atropine 1 mg, obat antikolinergik untuk mengurangi sekresi
kelenjar saliva, saluran napas dan saluran cerna, mencegah spasme
laring dan bronkus, melawan efek depresi pusat napas oleh narkotik,
dosis 1 mg3

3.5. Persiapan Cairan


Diketahui:
1. Berat Badan : 60 Kg
2. Perdarahan : 10 cc
3. Lama Puasa : 6 jam
4. Lama Anestesi : 1 Jam
Cairan Pemeliharaan Selama Operasi
M = BB x Kebutuhan Cairan Perberat badan/jam
= (4 ml x 10) + (2 ml x 10) + (1 ml x 40)
= 40ml +20ml +40 ml
= 100 ml
Cairan Pengganti Selama Puasa
P = M x Jam Puasa
= 100 ml/jam x 6
= 600 ml
Cairan Pengganti Akibat Stress Operasi
Jumlah cairan pengganti akibat stress operasi singan pada dewasa = 4
ml/KgBB
O = Jenis Operasi x BB
= 4 ml/KgBB x 60 Kg
= 240 ml
Rencana Pemberian Cairan Intraoperatif
Pada 1 Jam Pertama = M + 1/2 (P) + O
= 100 ml + 1/2 (600 ml) + 240 ml
= 100 ml + 300 ml + 240 ml
= 640 ml
Cairan Pengganti Darah
Estimated Blood Volume (EBV) untuk dewasa pria = 70 ml/kgBB
EBV = 70 ml/kgBB x 60 kg
= 4200 ml
Perdarahan 10%  10% EBV = 10% x 4200 = 420 ml
Ganti cairan kristaloid (RL) = 840 ml – 1680 ml
3.6. Pelaksanaan Anestesi
a. Persiapan
- Pasien dibaringkan dengan posisi supine diatas meja operasi
- Intravena catheter no. 18 G terpasang di tangan kiri
- Pemasangan alat pemantauan minimal seperti manset untuk mengukur
tekanan darah, EKG, pulse oksimetri
b. Posisi dan proyeksi
- Pasien diposisikan untuk terbaring supine bertujuan agar pre-oksigenisasi
dilakukan dengan baik
c. Anestesi umum dan pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA)
- Obat koinduksi diberikan terlebih dahulu, kemudian obat induksi
dimasukkan lalu melakukan pemberian oksigen menggunakan sungkup
- Beri obat pelumpuh otot berupa Notrixum lalu dilakukan pemasangan
LMA berukuran No 4 cuff (+) melalui orofaring sampai ke faring.
- Cuff pada LMA diisi dengan udara, ketika sudah terfiksasi disambungkan
ke selang oksigen dari ventilator, dan dilakukan pengaturan ventilator
sesuai dengan kebutuhan pasien.
d. Durasi Operasi
- Mulai anestesi :16.30 WIB
- Pemasangan LMA :16.35-16.39 WIB
- Mulai pembedahan :17.05 WIB
- Selesai anestesi :17.30 WIB
- Selesai pembedahan :17.30 WIB
- Durasi anestesi :1 Jam
- Durasi pembedahan :40 Menit
e. Monitoring
Tekanan
Nadi Saturasi
Waktu Darah Obat-Obatan IV Cairan
(x/men) O2 (%)
(mmHg)
16.30 139/63 70  Midazolam 6mg iv 100
(mulai  Fentanyl 100 mcg
anestesi) iv
 Propofol 120 mg iv
 Notrixum 30 mg iv
16.35 120/58 65  Ranitidin 10 mg iv 100
 Ondansentron 8mg
 Ceftriaxone 1 gr
16.40 120/60 55  Dexamethason 10 100
mg iv
 Tramal 30 mg
16.45 120/63 50 100
16.50 120/65 55 100
16.55 120/70 50 100
17.00 118/70 57 100
17.05 120/70 58 100
17.10 130/78 65 100
17.15 124/75 70 100
17.20 118/70 70 100
17.25 115/75 70 100
17.30 115/70 65  Neostigmin 30 mg RL 500 100
iv cc
 Sulfas atropin 1
mg

f. Laporan Anestesi
Waktu Keterangan
 Pasien masuk ke dalam kamar operasi dan
dibaringkan telentang di meja operasi.
 Memasang monitor EKG, manset pengukur tekanan
darah, dan pulse oksimeter
16.25 WIB  Menilai tanda vital sebelum induksi, yaitu tekanan
darah: 133/64 mmHg, nadi: 71x/menit, suhu: 36,5oC,
RR: 16 x/menit
 Menanya kembali identitas, berat badan, riwayat
alergi, riwayat hipertensi, diabetes, dan gangguan
pernapasan pada pasien.
 Pemberian obat koinduksi yaitu, obat sedatif
midzolam 6 mg iv dilanjutkan dengan fentanyl 100
mcg iv
16.30 WIB  Induksi dengan propofol 120 mg iv
 Dilakukan preoksigenasi dengan sungkup muka
menggunakan O2 5 liter / menit
 Pemberian Notrixum 30 mg intravena
 TD = 139/63 mmHg, FN= 70x/menit SaO2= 100%
16.35-16.39  Setelah refleks bulu mata sudah hilang, pasien
WIB diintubasi dengan LMA no 4 cuff (+)
 LMA dihubungkan dengan konektor ke sirkuit nafas
alat anestesi, kemudian Air dibuka 2 liter/menit dan
O2 2 liter/menit (Air : O2 = 50% : 50%) kemudian
sevofluran dibuka 2 vol%
 Diberikan ranitidine intavena 10 mg
 Ondansetron 8 mg intravena
 Ceftriaxone 1 gram drip
 TD = 120/58 mmHg, FN= 65x/menit SaO2= 100%
 Dexamethason 10 mg intravena
16.40WIB  Tramal 100 mg intravena
 TD = 120/60 mmHg, FN= 55x/menit SaO2= 100%
16.45 WIB  TD = 120/63 mmHg, FN= 50x/menit SaO2= 100%
16.50 WIB  TD = 120/65 mmHg, FN= 55x/menit SaO2= 100%
16.55 WIB  TD = 120/70 mmHg, FN= 50x/menit SaO2= 100%
17.00 WIB  TD = 118/70 mmHg, FN= 57x/menit SaO2= 100%
17.05 WIB  TD = 120/70 mmHg, FN= 58x/menit SaO2= 100%
17.10 WIB  TD = 130/78 mmHg, FN= 65x/menit SaO2= 100%
17.15 WIB  TD = 124/75 mmHg, FN= 70x/menit SaO2= 100%
17.20 WIB  TD = 118/70 mmHg, FN= 70x/menit SaO2= 100%
17.25 WIB  TD = 115/75 mmHg, FN= 70x/menit SaO2= 100%
 TD = 115/70 mmHg, FN= 65x/menit SaO2= 100%
 Pembedahan selesai
 Pemberian obat anestesi dihentikan
 Diberikan O2 murni 6 liter/menit
 Bersihkan jalan napas dari secret, dengan suction
 Sekret dikeluarkan dengan suction pastikan jalan
napas sudah bersih dari sekret sembari
membangunkan pasien, LMA bisa dikeluarkan jika
17.30 WIB
pasien sudah napas spontan adekuat
 Bantu napas pasien dengan sungkup muka hingga
pasien benar-benar bangun dan volume tidal
mencukupi
 Elektrokardiogram, manset sfigmomanometer dan
saturasi O2 dilepas
 Pasien dipindahkan ke brankar untuk dibawa ke
ruang pemulihan atau recovery room (RR)

3.7. Post Operasi


Pasien masuk kamar pulih atau Recovery Room (RR) pada jam 18.00,
pernapasan pasien spontan, adekuat bersuara dan sadar betul, skor Alderette
10 (aktivitas 2, sirkulasi 2, pernapasan 2, kesadaran 2, warna kulit 2), lalu
dilakukan monitoring di ruang pemulihan:
Waktu Tekanan Darah (mmHg) Saturasi O2 Nadi (x/menit)
18.00 120/81 98% 63
18.05 122/82 98% 58
18.10 120/82 97% 57
18.15 120/81 97% 57
18.20 122/82 98% 60
18.25 122/82 98% 60
18.30 122/82 98% 60
18.35 123/82 98% 60
18.40 118/81 98% 64
18.45 120/82 98% 64
18.50 120/81 98% 64
Pasien di ruang pemulihan dengan intruksi pasca-anestesi, jika pasien
kesakitan maka diberikan Tramal 100 mg diencerkan dengan NaCl 0,9% 10
cc intravena bolus perlahan, dan jika pasien mual atau muntah maka berikan
Ondansetron 4 mg intravena bolus, cairan infus Ringer Laktat 15 tetes per
menit, dipantau tensi, nadi, napas setiap 30 menit selama 2 jam, pasien boleh
minum bertahap setelah sadar penuh dan tidak ada mual dan muntah.
Pasien keluar dari kamar pulih jam 18.50 WIB dan menuju ruang rawat,
dengan skor Aldrette 10 (aktivitas 2, sirkulasi 2, pernapasan 2, kesadaran 2,
warna kulit 2).
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Laryngeal Mask Airway (LMA)


Alat supraglotis seperti LMA dibuat untuk dimasukkan melalui mulut secara
tidak terlihat hingga ke hipofaring untuk menutup sekitar pembukaan glotis yang
bertujuan untuk ventilasi4.
Dalam memasang LMA dapat dinilai RODS (Restriction,
Obstruction/Obesity, Disrupted or Distorted Anatomy and Short Thyromental
distance), RODS adalah mnemonik yang dapat digunakan untuk memprediksi
kesulitan dalam memasang alat ekstraglotis yang bertujuan untuk menyediakan
pertukaran gas yang adekuat4..
Restriksi artinya peningkatan resistensi saluran napas, pembukaan mulut
yang terbatas menyebabkan sulit masuknya alat LMA. Obstruksi jalan napas
bagian atas akibat tumor atau benda asing dapat membuat jalan napas atau
ventilasi menjadi sulit. Pasien obesitas memiliki jaringan yang berlebih sehingga
sulit untuk menempatkan LMA yang tepat dan pasien obesitas mempunyai
peningkatan tekanan ventilasi yang dapat menyebabkan kebocoran. Pasien distorsi
atau gangguan alur jalan napas membuat alat cenderung tidak dapat diposisikan
dengan benar. Mandibula yang sempit atau kecil dinilai dengan mengukur jarak
tiromental, jika mandibular sempit maka penggunaan LMA juga lebih sulit4.
4.1.1. Definisi
Laryngeal Mask Airway (LMA) adalah Alat saluran napas supraglotis,
digunakan sebagai metode sementara dalam membuka dan mempertahankan jalan
napas selama pemberian anestesi atau sebagai penyelamatan hidup pada pasien
gagal atau sulit napas. LMA dapat dipakai sekali saja dan dapat digunakan
kembali, LMA lebih mudah digunakan dan lebih efektif daripada bag-valve mask
untuk bantuan hidup dasar, LMA juga dapat digunakan sebagai alternatif
intubasi4.
LMA digunakan di ruang operasi sebagai metode elektif ventilasi, LMA
merupakan alternatif bag-valve mask yang baik. LMA digunakan sebagai alat
manajemen saluran napas yang sulit. Bentuk LMA seperti tabung endotrakeal
besar di ujung proksimalnya dan terhubung dengan bentuk sungkup berbentuk
elips di ujung distal, yang dirancang agar menempati hipofaring fan menutupi
struktur supraglotis. Tingkat keberhasilan LMA hampir 100% berhasil di kamar
operasi, LMA sedikit menyebabkan distensi gaster sehingga mengurangi resiko
aspirasi, jadi baik utuk pasien yang tidak puasa sebelum diberikan ventilasi2.
4.1.2. Jenis-Jenis
LMA terdiri dari beberapa jenis, yaitu2:
1. LMA Klasik : LMA yang dapat digunakan berulang kali
2. LMA Unique: LMA yang hanya sekali pakai, baik digunakan dalam
keadaan emergensi
3. LMA Fastrach: Intubating LMA (ILMA) yang digunakan sebagai
penyalur intubasi.
4. LMA Flexible : memiliki bagian tabung yang fleksibel, tidak digunakan
dalam keadaan emergensi
5. LMA Proseal : memiliki saluran tambahan untuk menghisap isi dari
gaster, tidak digunakan dalam keadaan emergensi
6. LMA Supreme: LMA yang memiliki built-in bite block
4.1.3. Indikasi
LMA dapat digunakan sebagai alat manajemen jalan napas utama dalam
pemilihan operasi. LMA alternative yang sangat baik untuk mengurangi resiko
aspirasi daripada endotrakeal. LMA metode efektif dan harus digunakan kecuali
jika tidak efektif pada pasien yang membutuhkan ventilasi yang lama, LMA dapat
digunakan pada pasien anak, dewasa dan obesitas4.
Adapun beberapa indikasi dari LMA meliputi5:
1. Elektif ventilasi
LMA sebagai alternatif sungkup anestesi di ruang operasi. Biasanya
digunakan untuk operasi yang singkat ketika tidak dibutuhkannya intubasi
endotrakeal.
2. Saluran napas yang sulit
LMA bisa digunakan setelah gagal intubasi, karena LMA lebih mudah untuk
dilakukan dan dipertahankan.
3. Henti jantung
Dilakukan saat pre hospital, karena teknisi medis sarurat biasanya memiliki
sedikit pengalam intubasi dan tingkat keberhasilan lebih rendah.
4. Saluran intubasi
Lma bisa digunakan sebagai saluran intubasi ketika laringoskop gagal
digunakan, ETT bisa dilewati melalui LMA.
5. Manajemen saluran napas prehospital
LMA berguna dalam mengelola jalan napas yang sulit di prehospital, pasda
pasien dengan posisi atau ekstrikasi yang berkepanjangan tidak
memungkinkan dilakukan intubasi endotrakeal sehingga LMA dapat
digunakan untuk manajemen jalan napas.
4.1.4. Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut dilakukannya pemasangan LMA yaitu jika pasien
tidak dapat membuka mulut dan adanya obstruksi komplit saluran napas atas.
Sementara kontraindikasi relatif pemasangan LMA antara lain jika meningkatnya
resiko aspirasi: ventilasi bag-valve-mask yang memanjang, morbid obesitas,
kehamilan trimester 2 atau 3, pasien yang tidak puasa sebelum ventilasi,
perdarahan sistem pencernaan bagian atas, suspek atau diketahuinya abnormalitas
anatomi supraglotik, membutuhkann tekanan udara yang tinggi4.
LMA dapat merangsang refleks muntah sehingga tidak boleh digunakan
pada pasien yang sadar. Kontraindikasi LMA lainnya seperti adanya resistensi
jalan napas yang tinggi, patologi faring, resiko aspirasi, obstruksi jalan napad
dibawah laring, pengembangan paru yang buruk2.
4.1.5. Cara Penggunaan
Insersi LMA difasilitasi dengan pemberian sedasi. Pemberian propofol atau
midazolam dapat menjadi pilihan sedasi. Namun pada pasien emergensi biasanya
ditemukan tidak sadar sehingga tidak perlu dilakukan pemasangan LMA. Resiko
sedasi yang tidak adekuat memicu terjadinya laringospasme1.
Peralatan yang digunakan dalam pemasangan LMA adalah Laryngeal Mask
Airway (LMA) sesuai ukuran, gel, sumber Oksigen, suction. Posisi dalam
memasang LMA berupa posisi sniffing (posisi kepala fleksi dan ekstensi pada
sendi atlantooksipital). Teknik dilakukan pemasangan LMA yakni preoksigenasi
pasien dengan 100% oksigen melalui sungkup nonreabreathing, pilih ukuran LMA
yang sesuai, cek kebocoran cuff LMA, oleskan gel pada bagian belakang cuff,
berikan sedasi dan posisikan pasien. Dapat diberikan tekanan krikoid untuk
mengurangi resiko aspirasi1.

Gambar 4.1. Bagian-Bagian Laryngeal Mask Airway (LMA)2

Pasang LMA dengan cara pegang LMA seperi pulpen, dengan jari telunjuk
tangan dominan di penghubung sungkup dan pipa LMA. Geser LMA disepanjang
palatum durum, dorong ke palatum saat maju menuju hipofaring yang bertujuan
mencegah ujung LMA terlipat dan mengurangi gangguan lidah. Maju dengan
tekanan yang gentle sampai resistensi terpenuhi. Jika perlu, lanjutkan tekanan pipa
LMA dengan tangan tidak dominan untuk memajukan LMA sepenuhnya ke posisi
yang tepat. Setelah terpasang, kemangkan cuff. Konfirmasikan posisi LMA
dengan auskultasi napas bilateral dan tidak ada suara napas di epigastrium,
observasi kenaikan dada dengan ventilasi. Untuk pemasangan LMA dengan posisi
yang tepat, pastikan masker kempes seluruhnya dan permukaan dilumasi dengan
gel, jika posisi pemasangan LMA tidak baik, maka pilih ukuran LMA yang lebih
besar5.
Tabel 4.1. Ukuran-Ukuran LMA4
Berat Badan (Kg) Ukuran LMA (No.) Ukuran Pasien Volume Cuff
(mL)
<6.5 1 Infant 2-4
6.5-20 2 Anak Hingga 10
20-30 2 1/2 Anak Hingga 15
30-50 3 Dewasa kecil Hingga 20
50-70 4 Dewasa normal Hingga 30
>70 5 Dewasa besar Hingga 30
Gambar 4.2. Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA)2

1. Pilih ukuran LMA yang sesuai dan cek kebocoran sebelum insersi
2. Bagian terdepan bagian yang kempes harus bebas kerutan dan menghadap
jauh dari lubang
3. Lubrikasi hanya dibagian belakang cuff
4. Pastikan anestesi yang adekuat sebelum insersi
5. Posisikan kepala pasien dengan posisi sniffing
6. Gunakan jari telunjuk untuk memandu cuff sepanjang palatum durum turun
hingga ke hipofaring sampai terasa peningkatan resistensi.
7. Inflasi dengan jumlah udara yang tepat
8. Pastikan kedalaman anestesi yang adekuat selama memposisikan pasien
9. Obstruksi setelah insersi biasanya karena epiglottis terlipat kebawah atau
adanya laringospasme transien
10. Hindari suction faringeal, pengempesan cuff, lepas sungkup laring
sampai pasien bangun
Tabel 4.2. Cara Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA)1

4.1.6. Komplikasi Tindakan


Komplikasi dari tindakan pemasangan LMA, antara lain aspirasi isi
lambung, lokal iritasi, trauma saluran napas bagian atas, obstruksi dan
laringospasme apabila posisi tidak tepat, edema paru dan bronkokontriksi jika
tekanan positif ventilasi tidak baik. LMA dapat merangsang refleks muntah,
sehingga dapat terjadi mual, muntah, LMA juga merangsan terjadinya batuk.
Komplikasi lain yang dapat terjadi seperti kelumpuhan saraf hipoglsus, kesulitan
menelan pasca operasi5.

4.1.7. Keuntungan dan Kelemahan Laryngeal Mask Airway (LMA)


Adapun keuntungan dan kelemahan menggunakan LMA dibandingkan
penggunaan sungkup dan intubasi trakea dalam mempertahankan jalan napas
yaitu4:

Tabel 4.3. Keuntungan dan Kelemahan Menggunakan LMA2


Keuntungan menggunakan Kelemahan menggunakan
LMA LMA
Dibandingka Tertutup lebih baik pada pasien Lebih invasive
n dengan berjanggut Lebih resiko trauma jalan
sungkup Tidak rumit pada pembedahan napas
wajah mata, hidung, tenggorokan Membutuhkan kemampuan
Lebih mudah untuk baru
mempertahankan jalan napas Dibutuhkan anesthesia yang
Melindungi dari sekresi jalan adekuat
napas Membutuhkan mobilitas
Lebih kecil menyebabkan temporomandibulajoint
trauma saraf dan mata (TMJ)
Banyak kontraindikasi
Dibandingka Kurang invasive Meningkatkan resiko
n dengan Sangat berguna dalam intubasi aspirasi gastrointestinal
intubasi yang suliy Lebih aman pada posisi
trakea Kecil kemungkinan terjadi pronasi atau jackknife
trauma gigi dan laringeal Tekanan positif ventilasi
Kecil kemungkinan terjadi terbatas
lariongospasme dan Jalan napas kurang aman
bronkospasme Resiko gas bocor lebih besar
Tidak membutuhkan relaksan Bisa menyebabkan distensi
otot lambung
Tidak membutuhkan mobilitas
leher
Tidak ada resiko intuvasi
esophagus atau endobronkial
BAB V
ANALISA KASUS DAN PEMBAHASAN

Pada kasus ini, Tn. TM berusia 25 tahun datang dengan keluhan luka robek
pada tanga kanan diantara jari telunjuk dan jari tengah akibat terkena benda tajam
sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, terasa nyeri dan terdapat perdarahan,
tangan dan jari pasien dapat digerakan. Pasien di diagnosis Lacerated Wound at
Web Space digiti Index and middle finger right manus. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan keluhan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang menunjukkan tulang manus kanan intak dan adanya emfisema
subkutis pada digiti II dan III manus dekstra.
Pasien ini dilakukan pembedahan Debridement dan Eksplorasi dengan
Anestesi Umum dengan Laryngeal Mask Airway (LMA). Anestesi umum adalah
keadaan ketika pasien diberikan obat-obatan agar pasien tidur dan mengalami
amnesia sesaat yang bertujuan agar pasien nyaman saat menjalani operasi. Obat
yang diberikan dalam anestesi kasus ini adalah obat koinduksi seperti midazolam
yang berguna memberikan efek sedatif dan obat Fentanyl merupakan analgetik
opioid yang berguna sebagai anti nyeri3. Kemudian dilanjutkan pemberian obat
induksi yaitu propofol yang menyebabkan pasien dari sadar menjadi tidak sadar.
Ketika pasien sudah tidur dan tidak sadar dibawah pengaruh anestesi umum maka
jalan napas pasien harus dipertahankan seperti pasien masih sadar, oleh karena itu
pada kasus ini digunakan LMA untuk mempertahankan jalan napas pasien. LMA
ini dipilih karena berdasarkan indikasi lama waktu pembedahan pasien tersebut,
indikasi yang menunjukkan agar melakukan pemasangan LMA adalah
pembedahan durasi singkat < 3 jam, hal ini sesuai dengan kasus bahwa lama
pembedahan pada kasus ini selama 40 menit2.
Pada kasus ini juga dipilih LMA karena berdasarkan tidak ada
kontraindikasi absolut maupun kontraindikasi relatif yang terdapat pada kasus
pasien ini. Kondisi tidak adanya kontraindikasi absolut pada pasien ini yaitu pada
pemeriksaan sebelum di induksi pasien dapat membuka mulut dan tidak ada
obstruksi komplit saluran napas bagian atas. Pasien pada kasus ini juga tidak ada
kontraindikasi relatif seperti pasien tidak memiliki kelainan faring seperti abses
dan obstruksi, tidak ada resiko aspirasi seperi adanya hiatal hernia atau sedang
hamil, tidak ada masalah pernapasan saluran napas bagian atas, tidak ada
abnormalitas anatomi supraglosus, tidak obesitas karena pasien memiliki indeks
massa tubuh normal yaitu 21,77 (normoweight), pasien obesitas dijadikan
kontraindikasi relatif pemasangan LMA disebabkan pada pasien obesitas memiliki
jaringan berlebih seperti jaringan adiposa yang dapat mengganggu atau
menghalangi pemasangan LMA. Pasien juga sedang dibawah pengaruh obat-obat
induksi anestesi umum sehingga pasien tidak sadar dan pemasangan LMA
dilakukan pada pasien tidak sadar, jika LMA dipasang pada pasien sadar maka
dapat merangsang mual dan muntah. Berdasarkan hal tersebut bahwa adanya
indikasi dan tidak ada kontraindikasi pemasangan LMA, maka pasien dilakukan
pemasangan LMA untuk mempertahankan (maintenance) saluran napas yang
sedang dalam pengaruh anestesi umum5.
LMA yang dipasang pada pasien ini LMA berukuran nomor 4 karena sesuai
dengan berat badan pasien 60 kg, hal ini sesuai dengan teori bahwa LMA nomor 4
digunakan untuk pasien yang memiliki berat badan 50-70 kg. Pemasangan LMA
dilakukan dengan memilih ukuran LMA yang sesuai yaitu LMA nomor 4
kemudian cuff dikempeskan, pastikan kepala pasien dalam posisi sniffing yaitu
posisi kepala fleksi dan ekstensi pada sendi atlantooksipital, lalu jari telunjuk
memandu cuff mauk ke palatum durum hingga cuff ke hipofaring dan terasa
adanya resistensi, diinflasi volume cuff yang sesuai dengan ukuran LMA seperti
pada kasus pasien ini diinflasi volume cuff sebesar 30 mL, karena jika terjadi
inflasi berlebih (overinflation) bisa menyebabkan kerusakan mukosa dan nyeri
tenggorokan post operasi, kemudian dipastikan posisi sudah tepat dengan
asukultasi suara napas pada pasien, dan pastikan pasien tidak sadar dibawah
pengaruh anestesi yang adekuat1.
BAB VI
KESIMPULAN

Laryngeal Mask Airway (LMA) merupakan salah satu alat untuk


mempertahankan jalan napas pada pasien yang sedang tidak sadar dibawah
pengaruh obat-obatan anestesi. LMA digunakan jika adanya indikasi seperti
waktu pembedahan yang singkat dan LMA dilakukan pada pasien yang sedang
tidak sadarkan diri baik dalam pengaruh anestesi maupun tidak. Dalam
pemasangan LMA harus dipilih nomor LMA yang sesuai dengan berat badan
pasien terlebih dahulu, kepala pasien dalam posisi sniffing, kemudian LMA
dimasukkan ke mulut yang dipandu dengan jari telunjuk hingga LMA masuk ke
hipofaring, kemudian LMA di inflasi sebesar volume cuff yang sesuai dengan
nomor LMA pasien, kemudian dipastikan bahwa letak LMA sudah tepat dengan
auskultasi suara napas pada bagian toraks pasien dan pastikan LMA tidak masuk
ke esophagus dengan auskultasi abdomen bagian epigastrium pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Butterworth J., Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill Education; 2018. 2462 p.

2. Bosson N, Gordon P. Laryngeal Mask Airway [Internet]. Medscape. 2021


[cited 2021 Nov 7]. p. 9. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/82527-overview#a1
3. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Farmakologi Dasar dan Klinik. 12th
ed. New York: Mc Graw Hill Medical; 2012. 1245 p.
4. LV S, Torp K. Laryngeal Mask Airway. [Updated 2021 Jul 31]. StatPearls
Publ [Internet]. 2021;1(1):2. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482184/
5. Pardo MC, Miller R. Basic of Anesthesia. 7th ed. Philadelphia: Elsevier;
2018. 870 p.

Anda mungkin juga menyukai