Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

FRAKTUR HUMERUS

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Ilmu Penyakit bedah Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda Aceh
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama

Oleh:
Maidina Aulia
21174044

Pembimbing:

dr. Muhammad Rizal, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA BANDA ACEH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus berjudul “Fraktur Humerus”. Adapun laporan kasus ini dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum
Meuraxa Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada dokter pembimbing yaitu
dr. Muhammad Rizal, Sp.OT yang telah bersedia memberikan bimbingan dalam
penyusunan laporan kasus ini, juga kepada semua pihak yang telah turut serta dalam
membantu penyusunan referat ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunannya laporan kasus ini masih memiliki
banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan laporan kasus ini. Akhirnya semoga
laporan kasus ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS......................................................................................................2

2.1 Identifikasi......................................................................................................................2

BAB III TIJAUAN PUSTAKA.................................................................................................7

3.1 Anatomi...........................................................................................................................7

3.2 Fraktur Humerus..............................................................................................................8

BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi
kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis fraktur (transversal, spiral,
oblik, segmental, komunitif), lokasi (diafise, metafise, epifise) dan integritas dari kulit serta
jaringan lunak yang mengelilingi (terbuka atau compound dan tertutup). 1
Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi. Insiden terjadinya
fraktur shaft humerus adalah 1-4% dari semua kejadian fraktur. 2 Fraktur shaft humerus dapat
terjadi pada sepertiga proksimal, tengah dan distal humerus.1,2
Fraktur korpus humeri dapat terjadi semua usia. Pada bayi, humerus sering mengalami f
raktur pada waktu persalinan sulit, atau cedera non-accidental. Fraktur ini dapat menyembuh
dengan cepat dengan pembentukan kalus massif dan tidak perlu perawatan. Pada orang dewas
a, fraktur pada humerus tidak umum terjadi. Terdapat beberapa jenis fraktur, tetapi dapat dira
wat dengan cara yang sama. Jika perawatan dilakukan dengan baik, maka tidak akan menimb
ulkan masalah.2
Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur korpus humerus adalah cedera nervus
radialis.1-10 Biasanya hanya memar (neuropraksia) yang sembuh sempurna secara spontan
dalam waktu dua sampai empat minggu. Tetapi kadang-kadang terjadi kerusakan yang
permanen.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi
Nama : TS
Umur : 63 tahun
Alamat : Banda Aceh
Suku : Aceh

1
Agama : Islam
No. RM : 14 71 76
MRS : senin, 27 februari 2023

I. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Tangan kanan sulit digerakkan

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Meuraxa dengan keluhan pasien post
terjatuh dirumah, pasien mengatakan pada saat terjatuh tubuh menumpu pada
tangan kanan. Pasien mengatakan tidak pingsan dan tetap sadarkan diri. Pasien
sulit menggerakkan tangan kanannya setelah kejadian karena rasa sangat nyeri
Pasien sadar penuh saat tiba di Rumah Sakit, tidak merasakan sakit
kepala, tidak ada rasa sakit pada leher, penglihatan yang jelas, tidak sesak, tidak
merasakan mual, dan tidak muntah. Pasien mengaku BAK dan BAB dalam batas
normal, selain itu juga tidak ada cairan maupun darah yang keluar.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Diabetes (+)
Hipertensi (+)

D. Riwayat penggunaan obat


Tidak ada

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada
II. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalisata
Kesadaran : Kompos mentis
Kesadaran umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Pernapasan : 21 x/menit

2
Sat.O2 : 99%

B. Status Internus
Kepala dan Leher
 Mata : pupil isokor (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebral (+/+), eksoftalmus tidak ada
 Hidung : deviasi septum (-), secret (-), pernapasan cuping hidung (-)
 Mulut/faring : mukosa tidak kering, tidak pucat, sianosis tidak ada, T1/T1,
uvula di tengah
 Leher : trakea medial, tidak ada pembesara KGB, tidak ada peningkatan JVP
Pemeriksaan Thorax
1. Paru
Inspeksi : bentuk dan gerak simetris kanan dan kiri, barrel chest (-)
Palpasi : fremitus taktil sama kanan dan kiri
Perkusi : sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
2. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : batas atas : linea midclavicuralis sinistra ICS 3
Batas kanan : linea parasternalis dextra ICS 4
Batas kiri : linea midclavicular sinistra ICS 5
Auskulasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : perut tampak cembung
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba shifting dulnes
(-)
Perkusi : tympani

Pemeriksaan Eksremitas

3
Superior : akral hangat, CRT <2 detik, pitting edema (-/-), kukuatan otot
melemah(+/-)
Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, pitting edema (-/-), kekuatan otot
melemah (-/-)
C. Pemeriksaan status lokalis
“Status Lokalis Regio Humerus Dextra”
Look :
o Ekskoriasi (-)
o Deformitas (+)
o Oedem (+)
o Jejas (-)
o Tanda radang akut (+)
o Raut muka pasien tampak kesakitan
Feel :
o Nyeri tekan setempat (+)
o Sensibilitas (+)
o Suhu rabaan hangat
o Krepitasi tidak dilakukan
o Capillary Refill Time < 2 detik (normal)
Move :
o Gerakan aktif dan pasif terhambat.
o Gerakan Abduksi pada pasien terhambat
o Gerakan Adduksi pada pasien terhambat
o ROM terbatas baik aktif maupun pasif.

III. Diagnosa Sementara


Closed fracture humerus dekstra + Diabetes Melitus + Hipertensi

IV. Diagnosis Banding


1. Closed fracture neck humerus dekstra
2. Dislocation of shoulder dekstra

V. Pemeriksaan Penunjang

4
a. Laboratorium: Tanggal 27 Februari 2023
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi Lengkap
Hemoglobin 14.0 12.8 - 16.8 g/dl
Hematokrit 40,3 42 - 52 %
Eritrosit 4.81 4.4 – 5.9 juta/µL
Leukosit 11.1 4000-10.000/µL
Trombosit 286 150.000-450.000/µL
MCV 83.8 80-100 fL
MCH 29.1 26-34 pg
MCHC 34.7 32-36 g/dl
RDW 12.5 < 14 %
Kimia Klinik
GDS 269 70-110

b. Foto Rontgen shoulder joint AP (pre op)

Kesan: Tampak fraktur pada daerah proksimal os humerus dextra. Tampak soft tissue
swelling

VI. Diagnosis Akhir


Closed fracture neck humerus dekstra + Diabetes Melitus + Hipertensi

VII. Tatalaksana
1. Bed rest

5
2. Immobilisasi
3. IVFD RL 20 gtt/menit
4. Inj ketorolac 3% 1 amp/8 jam
5. Inj ranitidine 1 amp/12 jam
6. Konsul Sp. OT
 Rencana ORIF

VIII. Hasil Tindakan


Foto Rontgen shoulder joint AP (post op)

Kesan: Tampak terpasang internal fiksasi di 1/3 proksimal os humerus dextra.


Tampak soft tissue swelling

6
BAB III
TIJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas
superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian
distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna dan radius.3
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang bersendi
dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio gleno-humeri. Pada
bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum yang terlihat sebagai sebuah
lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian distal dari
collum anatomicum. Tuberculum majus merupakan penanda tulang bagian paling lateral
yang teraba pada regio bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat
sebuah lekukan yang disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum
merupakan suatu penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana
caput humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan collum
chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.3
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder pada ujung
proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk segitiga hingga akhirnya
menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni di pertengahan
corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas
deltoidea. Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus deltoideus.3
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang pada bagian distal dari
humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar pada sisi lateral
humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis merupakan suatu depresi anterior
di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan caput radii ketika lengan difleksikan.
Trochlea humeri, yang berada pada sisi medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna.
Fossa coronoidea merupakan suatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus
ulna ketika lengan difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar
yang menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral dari ujung
distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel. Nervus ulnaris, suatu
saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri ketika siku lengannya terbentur,

7
dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada permukaan kulit di atas area posterior dari
epicondylus medialis.3

Tampilan Anterior Humerus

3.2 Fraktur Humerus


a. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ata
u tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa, trauma yang menyebabkan t
ulang patah, dapat berupa trauma langsung dan dapat berupa trauma tidak langsung
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
humerus yang terbagi atas :1
1. Fraktur Collum Humerus
2. Fraktur Batang Humerus
3. Fraktur Suprakondiler Humerus
4. Fraktur Interkondiler Humerus

b. Etiologi
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus menaha
n tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.1
Trauma dapat bersifat1:

8
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pad
a daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak
ikut mengalami kerusakan.
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur.
Tekanan pada tulang dapat berupa1:
1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi,
atau fraktur dislokasi
4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah
5. Trauma oleh karena remuk
6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian tulang

c. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus dari s
eluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7% kasus dar
i seluruh fraktur.7 Sedangkan kejadian fraktur distal humerus terjadi sebanyak 0,0057%
kasus dari seluruh fraktur.8 Walaupun berdasarkan data tersebut fraktur distal humerus
merupakan yang paling jarang terjadi, tetapi telah terjadi peningkatan jumlah kasus, ter
utama pada wanitu tua dengan osteoporosis.8
Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan umur rat
a-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan fraktur ketiga yang
paling sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal radius. Fraktur diafisis hum
erus lebih sering pada usia yang sedikit lebih muda yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.
7

d. Klasifikasi
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Fraktur Proximal Humerus
2. Fraktur Shaft Humerus
3. Fraktur Distal Humerus

9
Fraktur Proksimal Humerus(9,10)
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang terkai
t dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan kerapuha
n tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena high-
energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Mekanisme yang jarang
terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis:
malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat
digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada dan pingga
ng setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks.

Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:


1. Caput/kepala humerus
2. Tuberkulum mayor
3. Tuberkulum minor
4. Diafisis atau shaft

Klasifikasi menurut Neer, antara lain:


1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktu
2. Two-part fracture :
 anatomic neck
 surgical neck
 Tuberculum mayor
 Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
 Surgical neck dengan tuberkulum mayor
 Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture
e. Diagnosis

10
Anamnesis
Anamnesis terdiri dari:
1. Auto anamnesis:
Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa. Ditanyakan
persoalan: mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita bercerita
tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan; bagian
apa dari anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian yang berbeda
misalnya “… sakit di tangan ….”, yang dimaksud tangan oleh orang awam adalah
anggota gerak atas dan karenanya tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin
saja lengan bawahnya.
Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau beberapa
penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan anamnesis
demikian perlu pengetahuan tentang penyakit.
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan:
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
- Lokasi setempat/meluas/menjalar
- Ada trauma riwayat trauma tau tidak
- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-tarik,
terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya
- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan
3) Kekakuan/kelemahan
4) Kekakuan:
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai nyeri,
sehingga pergerakan terganggu?

Kelemahan:

11
Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot
menurun/melemah/kelumpuhan
Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya oleh
pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala penyakit) dipikirkan
kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat pada anamnesis
dapat dicocokkan pada pemeriksaan fisik kemudian.
1. Allo anamnesis:
Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan adalah
orang lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi atau orang
tua yang sudah mulai dementia atau penderita yang tidak sadar/sakit jiwa; oleh
karena itu perlu dicatat siapa yang memberikan allo anamnesis, misalnya:
- allo anamnesis mengenai bayi tentunya dari ibu lebih cocok daripada ayahnya
- atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orangtua, maka pembantu rumah
tangga dapat memberikan keterangan yang lebih baik
- juga pada kecelakaan mungkin saksi dengan pengantar dapat memberikan
keterangan yang lebih baik, terutama bila yang diantar tidak sadarkan diri.

f. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status lokalis).
1. Gambaran umum:
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital yaitu:
- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah
- Kesakitan
- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks), perut
(abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin
c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)
2. Pemeriksaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota terutama
mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan orthopaedi/muskuloskeletal yang
penting adalah:
a. Look (inspeksi)

12
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai
dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan
yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien,
karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan
si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak
yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian
distal daerah trauma, temperatur kulit.
- Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai
c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)
Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota
gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk mendapatkan
kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk mengetahui gerakan
normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar kita dapat
berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal
di daerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah pergerakan
mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini

13
penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak. Kekakuan sendi disebut
ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor intra artikuler atau ekstra
artickuler.
- Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan
kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena kelainan ligament
dan kapsul (simpai) sendi
- Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri disuruh
menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa).
Selain pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga
penting untuk melihat kemajuan/kemunduran pengobatan. Selain diperiksa pada
posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri dan jalan. Jalan
perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena instability,
nyeri, discrepancy, fixed deformity.
Anggota gerak atas:
- Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint); ada
beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak tulang
belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi akromioklavikula, gerak
sendi gleno humeral, gerak sendi scapula torakal (floating joint).
- Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya
gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di belakang
pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka
pemeriksa ada di samping pasien.
- Sendi siku:
Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap
humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dan
memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk
menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
- Sendi pergelangan tangan:
Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral adalah
pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari antebrachii.
Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar deviasi.
- Jari tangan:

14
Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan aposisi
terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi, dan fleksi.
Jari-jari lainnya hamper sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)
merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri,
sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx)
hanya diukur fleksi dan ekstensi.
g. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam
darah.13
 Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur
(transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas).
Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan. Sendi bahu dan siku harus
terlihat dalam foto. Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada
perencanaan preoperative. Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CT-scan,
bone-scan dan MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan kemungkinan
fraktur patologis. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT
scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih kompleks.15
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Awal
Fraktur seringkali merupakan cedera high-energy dan karenanya pendekatan
Advanced Trauma Life Support (ATLS) untuk evaluasi awal harus dilakukan. Setelah
cedera yang mengancam jiwa telah disingkirkan dengan ATLS, barulah perhatian
dapat diberikan pada cedera ekstremitas.
Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat ditangani secara
tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan serta rotasi
fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai 300 masih dapat ditoleransi, ditinjau
dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya pada patah tulang terbuka dan non-union perlu
reposisi terbuka diikuti dengan fiksasi interna.6,7,9
Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada lengan
dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah. Hanging cast

15
dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku fleksi 90° dan bagian
lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher pasien. Cast (pembalut) dapat
diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut pendek (short cast) dari bahu hingga
siku atau functional polypropylene brace selama ± 6 minggu.13,14,15

Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan konservatif.

Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan pendulum
pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif ditunda hingga
fraktur mengalami union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6 minggu, variasi
lainnya sekitar 4-6 minggu. Sekali mengalami union, hanya sling (gendongan) yang
dibutuhkan hingga fraktur mengalami konsolidasi.13,14
Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus
dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan operasi
dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh. 13,15
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:
 Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus dengan
pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada fraktur
transversa dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif karena
berpotensial terjadinya gangguan dan komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien
harus mengangkat tangan atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi

16
cast tetap untuk efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu
pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami union.15
 Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki
stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada hanging
arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff. Coaptation splint
diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan pemendekan
minimal dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser
dengan penggunaan hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi
aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan
fuctional brace pada 1-2 minggu pasca trauma. 15
 Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat
ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik ini
diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang tidak
bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat
dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma. 15
 Shoulder spica cast
Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi dan
eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi cast,
berat cast dan bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan
memposisikan ektremitas atas. 15
 Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan
aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan. Brace
biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien diberikan
hanging arm cast atau coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi
metode ini meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat
dipercaya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas reduksi.
Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang lengan bawah; aplikasi sling
dapat menghasilkan angulasi varus (kearah midline). 15

Tindakan operatif

17
Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman, membosankan
dan frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini kadang-kadang
cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat bahwa tingkat
komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus tinggi dan sebagian besar fraktur
humerus mengalami union tanpa tindakan operatif.13,15
Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan,
diantaranya:
 Cedera multiple berat
 Fraktur terbuka
 Fraktur segmental
 Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
 Fraktur patologis
 Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah (antebrachii) dan
humerus tidak stabil bersamaan
 Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
 Non-union13,15

Fiksasi dapat berhasil dengan;


1. Kompresi plate and screws
2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel
3. External Fixation
Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki keuntungan tambahan
bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku. Biar bagaimanapun, ini
membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada saraf radialis. Plating umumnya
diindikasikan pada fraktur humerus dengan kanal medulla yang kecil, fraktur proksimal
dan distal shaft humerus, fraktur humerus dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang
memerlukan eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan yang berhubungan dengan lesi
neurovaskuler, serta humerus non-union.13,15
Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental dimana penempatan
plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur humerus pada tulang osteopenic,
serta pada fraktur humrus patologis. Antegrade nailing terbentuk dari paku pengunci
yang kaku (rigid interlocking nail) yang dimasukkan kedalam rotator cuff dibawah
kontrol (petunjuk) fluoroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun
memiliki kerugian, yaitu menyebabkan masalah pada rotator cuff pada beberapa kasus

18
yang berarti. Jika hal ini terjadi, atau apabila nail keluar dan fraktur belum mengalami
union, penggantian nailing dan bone grafting mungkin diperlukan; atau dapat diganti
dengan external fixator. 13,15
Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari masalah tersebut,
tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif dan kurang aman dalam
mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur. 13,15
External fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka dan fraktur
segmental energy tinggi. External fixation ini juga prosedur penyelamatan yang paling
berguna setelah intermedullary nailing gagal. 6
Indikasi umumnya pada fraktur
humerus dengan non-union infeksi, defek atau kehilangan tulang, dengan luka bakar,
serta pada luka terbuka dengan cedera jaringan lunak yang luas. 13,15
i. Komplikasi
 Komplikasi Awal
 Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan arteri
brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan tingkat cedera. Hal
ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan
langsung ataupun cangkok (grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation
dianjurkan.13,15
 Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama fraktur
oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera yang tertutup,
saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak diperlukan operasi segera.3,15
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur digerakkan dari
pergerakan pasif putaran penuh hingga mempertahankan (preserve) pergerakan
sendi sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu,
saraf harus dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan,
tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan pemindahan tendon.3,15
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat setelah
dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa saraf sudah mengalami
robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.3,15

 Infeksi

19
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik. Osteitis tidak
mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan lambat dan
kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan lunak
disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik harus disesuaikan
dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika intramedullary
nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail tidak perlu dilepas
 Komplikasi Lanjut
 Delayed Union and Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk
menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan (penggunaan
hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik yang sederhana mungkin
dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-tanda pembentukkan kalus (callus)
cukup baik dengan penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan
bahu tetap bergerak. Tingkat non-union dengan pengobatan konservatif pada
fraktur energi rendah kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur
terbuka lebih cenderung mengalami baik delayed union dan non-union.3,15
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika fiksasi rigid
dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah 10%.15
 Joint stiffness
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan aktivitas lebih
awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu nyeri disarankan) dapat
membatasi pergerakan bahu untuk beberapa minggu.13
Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada anak-anak
di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu difikirkan. Fraktur
dirawat dengan bandage sederhana pada lengan hingga ke badan untuk 2-3
minggu. Pada anak yang lebih tua memerlukan plaster splint pendek.13

BAB IV
PEMBAHASAN

Close Fractur Proksimal Humerus Dextra

20
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, dimana fraktur tersebut dibagi menjadi
fraktur tertutup dan terbuka. Diagnosis fraktur ditegakkan dengan melakukan anamnesis seca
ra menyeluruh, disertai dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Anamnesis
An TS, datang dengan keluhan lengan atas bagian kanan terasa nyeri dan sulit
digerakkan .Pasien sebelumnya terjatuh dan bertumpu pada lengan atas bagian kanan .

Pemerisaan Fisik
 Pada pemeriksaan fisik status generalis tidak didapatkan gangguan
 Look : Deformitas (+)Oedem (+) Jejas (+) Tanda radang akut (+) Raut muka pasien
tampak kesakitan
 Feel : Nyeri tekan setempat (+) Sensibilitas (+) Suhu rabaan hangat, Krepitasi tida
k dilakukan Capillary Refill Time < 2 detik (normal)
 Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat. ROM terbatas baik aktif maupun pasif.

Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dicurigai adanya fraktur diregio proksimal
humerus dextra serta trauma musculoskeletal di regio tersebut. Dari mekanisme trauma yang
terjadi kemungkinan adalah direct blow impact (trauma langsung) yang menyebabkan terjadi
nya fraktur, karena terjadi saat pasien terjatuh sedang bertumpu pada tungkai atas sebelah
kanan. Untuk memastikan apakah pada pasien ini mengalami fraktur atau tidak, diperlukan pe
meriksaan penunjang yaitu foto rontgen AP regio humerus dextra .
Didapatkan dari hasil pemeriksaan X-ray Humerus : Fraktur proksimal Os Humerus
Dextra serta disertai Soft Tissue Swelling.

Penatalaksanaan
Tatalaksana Medikamentosa :
o Analgetik  Ketorolac 1 ampul. Diberikan dengan tujuan mengurangi nyeri dan membu
at pasien nyaman.
o Pemasangan IV line  Ringer laktat. Diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi pa
da pasien
o Pro-ORIF

21
1. Pada pasien ini pertama-tama dilakukan Recognition (Diagnosis dan Penilaian Fraktu
r). Pada pasien ini diketahui bahwa terdapat Closed Fracture proksimal os Humerus
Dextra
2. Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Pada pasien dilakuka
n open reduction yaitu ORIF. Open reduction interna fixation (ORIF) yaitu suatu cara
dengan pembedahan terbuka untuk mengimobilisasi fraktur dengan memasang memas
ukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tula
ng yang fraktur secara bersamaan.
3. Retention
Setelah dilakukan Open Reduction dilakukan imobilisasi fraktur. Tindakan imobilisasi
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar samp
ai terjadi penyatuan tulang.
4. Rehabilitation
Tujuan dari rehabilitasi adalah mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mung
kin. Pasien dengan isolated injury biasanya dirawat inap 2-5 hari untuk untuk manaje
men nyerinya, Dalam proses penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriks
aan rontgen. Program penyembuhan pada pasien dengan membatasi pergerakan
tungkai atas bagian kanan (partial weight bearing), rehabilitasi untuk memperkuat otot
yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal
380-395.
2. King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery Volu
me Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235
3. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. Ne
w Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal System: The Appendicul
ar Skeleton.
4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. Ne
w Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular System.
5. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48; General
Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
6. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia: Elsevier, 2
006, Chapter 15; Elbow and Forearm.
7. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd January 2020. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
8. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults. Accessed:
2nd January 2020. Available from: http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415
9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures. Philadelphia:Lippi
ncott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614
10. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia: Elsevier
Inc. 2010:p. 109-116.
11. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at www.emedicine.c
om. Accessed on 4thJanuary 2020
12. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher, 2
009, Bab 9; Orthopaedi.
13. Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Me
dika: Jakarta.
14. Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius FKUI :
Jakarta
15. Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43:
Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company :
New York

23

Anda mungkin juga menyukai