Anda di halaman 1dari 28

Case Report

GENERAL ANESTESI LAKI-LAKI 23 TAHUN PADA TINDAKAN


REPAIR AURICULA DENGAN AVULSI AURICULA DEXTRA

Disusun Oleh :

Cintya Nabilla Putri


H1AP20036

Pembimbing :

AKBP Dr. dr. Yalta Hasanudin Nuh, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK
ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU DAN RS BHAYANGKARA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Cintya Nabilla Putri


NPM : H1AP20036
Fakultas : Kedokteran
Judul : General Anestesi Laki-Laki 23 Tahun dengan Avulsi Auricula Dextra
Bagian : Anestesi
Pembimbing : AKBP Dr. dr. Yalta Hasanudin Nuh, Sp. An

Bengkulu, Februari 2022


Pembimbing

AKBP Dr. dr. Yalta Hasanudin Nuh, Sp. An


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-
Nya Penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan disusun untuk memenuhi
salah satu komponen penilaian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anestesi RSUD Dr. M,
Yunus dan RS Bhayangkara, Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu. Pada
kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. AKBP Dr. dr, Yalta Hasanudin Nuh, Sp.An sebagai pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bantuan berupa masukan, arahan
dan petunjuk dalam penyusunan tugas laporan kasus ini
2. Teman-teman yang turut memberi bantuan material maupun spiritual kepada
penulis selama menyusun laporan kasus ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan kasus
ini, maka diharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan laporan ini
menjadi lebih baik. Penulis mengharapkan agar tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat bagi
semua.

Bengkulu, Februari 2022

Cintya Nabilla Putri


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang
Amputasi traumatik pada telinga merupakan cedera serius dan dapat
mengakibatkan berbagai macam kelainan bentuk. Sebagian besar kasus amputasi telinga
disebabkan oleh avulsi daun telinga, pemisahan traumatis dari semua atau sebagian telinga
yang merusak pembuluh-pembuluh kecil telinga dan membuat replantasi sangat sulit.
Cedera avulsi auricular paling sering akibat kecelakaan kendaraan bermotor, gigitan, jatuh,
dan insiden penyerangan. Meskipun cedera ini relatif jarang, pembuluh darah yang rumit,
kulit halus, dan kontur tulang rawan yang rumit dari telinga luar mempersulit pengelolaan
cedera ini. Posisi unik daun telinga di sisi kepala, dikombinasikan dengan proyeksi
luarnya, meningkatkan kerentanannya terhadap cedera. Posisi ini juga membuat deformitas
pasca-trauma sangat terlihat, yang dapat menyebabkan tekanan psikologis yang signifikan
pada pasien.
Anestesi umum adalah suatu keadaan reversibel yang mengubah status fisiologis
tubuh, ditandai dengan hilangnya kesadaran (sedasi), hilangnya persepsi nyeri (analgesia),
hilangnya memori (amnesia) dan relaksasi. Beberapa substansi yang dapat menghasilkan
keadaan anestesi umum antara lain bersifat inert (xenon), anorganik (nitrous oxide),
inhalasi hidrokarbon (halothan), dan struktur organik komplek (barbiturat). Pada pasien
dievaluasi saat preoperasi, monitoring tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dan fungsi
neuromuskular dapat dilakukan saat intraoperasi, serta manajemen post operasi.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas
Nama : Tn. YM
Umur : 23 Tahun
Pekerjaan : Polisi
Alamat : Bengkulu
Agama : Islam
Suku Bangsa : Bengkulu
Status : Belum Menikah
MRS : 31 Januari 2022
No. MR : 052221
Diagnosis : Avulsi Auricula Dextra

2.2. Anamnesis
2.2.1. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran.

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien terseret di
jalan dan terdapat luka robek di kepala sebelah kanan disertai avulsi telinga
kanan, luka lecet di lutut kanan dan kiri. Perdarahan aktif (-). Pasien
mengalami penurunan kesadaran. Muntah (+) 1x. Pingsan (-).

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak memiliki riwayat operasi .
- Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi.
- Pasien tidak memiliki riwayat diabetes.
- Pasein tidak memiliki riwayat penyakit jantung, paru dan hepatitis.
- Pasien tidak memiliki alergi makanan atau obat-obatan
- Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan gigi palsu
- Pasien tidak memiliki riwayat hilangnya gigi
2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi :-
- Riwayat Diabetes Melitus :-

2.2.5. Riwayat Sosial/Ekonomi


Pasien memiliki BB 65 kg, TB 170 cm dengan BMI 22,4 kg/m².

2.3. Pemeriksaan Fisik


2.3.1. Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
GCS : 14 (E4V4M6)
BB/TB : 65 kg/170 cm
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,8oC

2.3.2. Status Generalisata

Kepala : Normocephali, jejas (-), luka robek (+) regio temporal 6x3
cm dan regio occipital 2x1cm, rambut tidak rontok dan
bersih
Mata : Konjungtiva palpebral anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
isokor (+/+), reflek cahaya (+/+)
Telinga : Avulsi auricula dextra, Nyeri (+/-)
Hidung : Deformitas septum nasi (-/-), napas cuping hidung (-/-),
mukosa hiperemis (-/-),sekret (-/-), darah (-/-), nyeri
tekan (-)
Mulut : Plak bibir (-), pucat (-), hiperemik (-), gigi palsu (-)
Leher :benjolan (-), kaku kuduk (-/-)
Paru-paru
Inspeksi : Dinding dada simetris, pernapasan statis-dinamis kiri =
kanan, retraksi dinding dada (-), deformitas (-), sela iga
melebar (-),pemakaian otot bantu napas (-)
Palpasi :Stem fremitus lapang dada kanan = kiri, ekspansi dinding
dada simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Pekusi :Batas kanan jantung intercostalis IV garis parasternalis
dextra
Batas kiri jantung intercostalis V garis midclavicula
sinistra
Batas atas jantung intercostalis II parasternalis sinistra
Auskutasi: : S1 (+)dan S2 (+), reguler, murmur (-)
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani (+)


Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), ruam makulopapular (-/-) pitting
superior edema (-/-), CRT < 2 detik, clubbing finger (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), ruam makulopapular (-/-), pitting
inferior edema (-/-),CRT < 2 detik, clubbing finger (-)

2.3.3. Status Lokalis


Regio Auricula Dextra
Inspeksi : Avulsi auricula dextra, Perdarahan aktif (-)
Palpasi :-
Perkusi :-
Auskultasi :-
2.4. Pemeriksaan Penunjang

2.4.1. Pemeriksaan laboratorium


Hasil laboratorium tanggal 31 Januari 2022
Jenis Pemeriksaan   Hasil Nilai Rujukan
Hematokrit : 36% 37-47 vol%
Hemoglobin : 13.5 13.0-18.0 g/dl
Leukosit : 26.000 4000-10000 /ul
Trombosit : 202.000 150000-450000 /ul
Masa Perdarahan : 1.30 1.0 – 6.0 menit
Masa Pembekuan : 3.00 2.0 – 6.0 menit
BSS 148 60-140 mg/dl

2.4.2 Pemeriksaan Radiologi


Rontgen thorax AP, posisi supine(31 Januari 2022) :

Kesan :
- Tidak tampak adanya kardiomegali
- Pulmo tidak ada kelainan
CT Scan (31 Januari 2022)

Kesan :

- Tidak tampak adanya fraktur


- Cephalhematom parietal dextra

2.5. Kesan Anestesi


Laki-laki 23 tahun dengan Avulsi Aurikula Dextra memiliki status fisik ASA 1E

2.6. Penatalaksanaan
 Puasa 8 jam pre op
 Cairan pre op Ringer Laktat 20 tpm
 Konsul ke bagian bedah umum
 Konsul ke bagian Anastesi
 Informed consent rencana pembedahan dan pembiusan denganstatus ASA 1E

2.7. Follow Up

2.7.1. Pre-Operatif
Pasien tiba di ruang OK, dengan kondisi pasien:
 GCS : 14 (E4V4M6)
 KU : Tampak sakit berat
 TD : 120/70 mmHg
 Nadi : 90 x/menit
 RR : 18 x/menit
 SpO2 : 98 % dengan nasal kanul 2 LPM
 Hb : 13,5
5 Aman:
 Amankan diri
 Amankan pasien
 Amankan alat anestesi
 Amankan obat-obatan anestesi
 Amankan Lingkungan
1. Amankan diri
Persiapan diri pre-anestesi pada dapat berupa sehat mental, fisik, jasmani dan
rohani. Selain itu juga dapat berupa memahami pasien sebelum melakukan
tindakan anastesi, memahami perubahan fisiologis pada pasien hipertensi, dan jenis
anestesi yang biasa digunakan untuk operasi eksisi luas labia. Setelah itu harus
mempersiapkan alat pelindung diri.
2. Amankan pasien
Anamnesis pasien dengan menanyakan keluhan pasien, riwayat operasi, riwayat
alergi, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol.
Melakukan pemeriksaan fisik pada pasien. Informed Consent Pembedahan dan
Pembiusan dengan status ASA 1E. Puasa 8 jam pre operasi. Cairan infus yang
diberikan Ringer Laktat dengan cairan pengganti puasa: 8 jam x 2 ml/kg/jam x 65
kg = 1.040 cc.
Lakukan pemeriksaan 6B pada pasien yang akan dioperasi. Pemeriksaan
6B pada kasus ini sebagai berikut.
B1 (Breath)
- Airway Tidak ada sumbatan jalan napas
- Frekuensi pernapasan 18 x/menit, regular
- Suara Pernapasan Vesikuler (+/+)
- Suara tambahan Wheezing (-/-), rhonki (-/-)
- Riwayat asma Tidak ada
- Riwayat batuk Tidak ada
- Riwayat alergi Tidak ada
B2(Blood)
- Tekanan darah 120/70 mmHg
- Frekuensi nadi 90 x/menit, regular, isi dantegangan cukup

- Temperatur 36,5⁰ C
- Akral Hangat dan CRT < 2 detik
- Konjungtiva palpebral Tidak anemis dan tidak ikterik
B3(Brain)
- Sensorium Kompos mentis (GCS 14)
- Refleks Cahaya (+/+)
- Pupil Isokor (3 mm / 3 mm)
- Refleks fisiologis Reflex patella (+/+)
- Refleks patologis -
- Riwayat kejang -
- Nyeri kepala -
- Pandangan kabur -
- Muntah proyetil -
B4(Bladder)
- Urin +
- Volume Cukup
- Warna Kuning
- Kateter +
B5 (Bowel)
- Abdomen Datar, simetris, nyeri tekan (-)

- Bising usus
+ normal
- Mual dan muntah -
- Flatus dan BAB -
- NGT -

B6(Bone)
- Edema -
- Fraktur -
- Luka Avulsi auricula dextra, luka robek (+)
regio temporal 6x3 cm dan regio
occipital 2x1cm
3. Amankan alat anestesi
Persiapan di ruang operasi:
- Meja operasi dan instrumen yang diperlukan
- Mesin anestesi dan sistem aliran gasnya
- Alat-alat resusitasi (STATICS)
S = Scope, untuk mendengarkan suara paru dan jantung
T = Tubes, Pipa trakea. Pilih sesuai usia
A = Airway, Pipa mulut laring (Guedel) atau pipa nasofaring
T = Tape, plester untuk fiksasi pipa
I = Inducer, mandrin atau stilet dari kawat yang terbungkus plastik
C = Connector, Penyambung antara pipa dan alat anestesi.
S = Suction, penyedot lendir, ludah, dan lain lain.
4. Amankan obat anestesi
- Siapkan obat-obatan resusitasi (adrenalin dan atropin)
- Siapkan obat-obatan general anestesi
- Memastikan caira infus berjalan lancer
5. Amankan lingkungan
Memastikan lingkungan tempat operasi sudah siap dan lengkap untuk
digunakan.

2.3.1 Intra-operatif
Induksi Anestesi
- Fentanyl IV
- Propofol IV
- TRAMUS (Atracurium Besylate) IV
- Inhalasi dengan Sevoflurance 2-3 %
- Intubasi
- Terpasang ETT no. 7.5 dan guedel size 3 : 90 mm (kuning)
Durante Operasi
 Lama operasi 120 menit
 HR: berkisar 75-95 x/menit
 Saturasi oksigen berkisar antara 98%-100%
 Cairan yang keluar: Perdarahan (50cc) Urin (100cc)
Monitoring Selama Anestesi
Jam TD Nadi SaO2 Keterangan

08.00 120/70 90 98% Pasien masuk ke ruang operasi, dilakukan


injeksi Fentanyl 10 cc (100 mcg), Propofol
10 cc (100 mg), Atracurium Besylate 3 cc
(30 mg), dan anestesi inhalasi menggunakan
Sevoflurance 2% serta dilakukan intubasi
dengan pemasangan ETT no. 7,5.
08.10 126/82 100 99% Mulai operasi

08.30 115/78 85 100% -

08.45 118/85 78 100% -

09.00 110/74 80 100% -

09.15 116/76 73 99% -

09.30 115/85 70 98% -

09.45 122/79 82 99% Injeksi Dexametasone 2 cc (10 mg)

10.00 115/78 76 99% Operasi selesai

10.15 112/78 78 100% Ekstubasi

Perhitungan terapi cairan


 Cairan pengganti puasa: 8 jam x 2 ml/kg/ jam x 65 kg = 1.040 cc
 Maintenance: 2 ml x 65 kg = 130 cc
 Stress operasi: 6 cc x 65 kg x 2 = 780 cc
 EBV: 75 x 65 kg = 4.875 cc
Perdarahan
 Tabung suction: -
 Kassa kecil: 1 x 50 cc = 50 cc
 Kassa besar: -
 Perkiraan total perdarahan: 50 cc
 Volume urin: 100cc
 IWL: 15 X 65 kg/24 jam = 975/24 jam = 40 cc/jam
Cara pemberian
 Jam I : (50% x pengganti puasa) + stress operasi
(50% x 1.040 cc) + 780 cc = 1.300 cc kristaloid
 Jam II : (50% x pengganti puasa) + maintanence
(50% x 1.040 cc) + 130 cc = 650 cc kristaloid
Perhitungan balance cairan
 Input: 1.950 cc
 Output: urin + IWL + Perdarahan + Maintenance + Stress Operasi
Output: 100 cc + 40 cc + 50 cc + 130 cc + 130 + 780 cc + = 1.230 cc
 Balance cairan: Input- Output = 1.950 – 1.230 cc = +720 cc
2.3.2 Penanganan post operatif
 Monitoring TTV dan penilaian berdasarkan aldreteScore.
 Aldrete score : 9 (layak ditransport ke ruang perawatan)
Motorik : gerak 4 anggota tubuh (2)
Pernapasan : nafas adekuat, dapat batuk (2)
Tekanan darah : ± 20% turun dari pre op (2)
Kesadaran : sadar setelah dipanggil (1)
Warna kulit : merah (2)
Tekanan darah : 112/70 mmHg, Nadi : 78 kali per menit, Suhu : 36,7 derajat celsius,
pupil : isokor3mm / 3 mm.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Avulsi Auricula


Laserasi aurikula merupakan suatu kondisi trauma. Laserasi aurikula bisa
disebabkan oleh beberapa hal seperti hantaman keras benda tumpul atau sayatan
benda tajam. Laserasi aurikula dapat diklasifikasikan menjadi 4 derajat. Derajat satu
luka abrasi dengan keterlibatan minimal tulang rawan, derajat dua robekan dengan
masih adanya flap pedikel jaringan, derajat tiga avulsi dengan bagian aurikula yang
masih ada, dan derajat empat avulsi dengan bagian aurikula hilang.1

Posisi aurikula yang berada menonjol pada kepala dan tidak terlindungi oleh
struktur lain membuat aurikula sering mengalami perlukaan. Para praktisi kesehatan
harus sangat berhati-hati dalam menangani trauma aurikula; anatomi yang kompleks
dan unik dengan adanya tulang rawan yang memberi bentuk aurikula membuat teknik
penjahitan dan penutupan luka harus sangat diperhatikan agar bentuk telinga tetap
terjaga dan tidak terjadi komplikasi.1

Untuk menentukan tindakan pada laserasi aurikula, praktisi kesehatan perlu


mengevaluasi antara lain: identifikasi struktur anatomi aurikula yang rusak, mampu
mengenali kontraindikasi penutupan luka laserasi, dan perlu mengetahui komplikasi
apa saja yang mungkin terjadi.2

Inti penanganan kasus laserasi aurikula adalah penutupan luka dan


mempertahankan bentuk aurikula. Beberapa literatur menganjurkan teknik penjahitan
luka laserasi aurikula yang berbeda; sebagian menyebutkan penjahitan tulang rawan
perlu dilakukan pada jenis laserasi dengan tulang rawan juga terpotong untuk
mendapatkan hasil aurikula mendekati normal, literatur lain menyebutkan bahwa
penjahitan tulang rawan tidak perlu karena dapat meningkatkan risiko infeksi.
Beberapa hal yang bisa dipertimbangkan untuk menentukan teknik penjahitan antara
lain evaluasi menyeluruh setiap kasus laserasi aurikula mulai dari karakteristik luka
hingga instrumen yang tersedia. Jika memutuskan tidak menjahit tulang rawan,
pastikan bentuk aurikula tetap terjaga, dan jika memutuskan untuk menjahit tulang
rawan pastikan memiliki instrumen yang tepat; benang absorbable 5-0 adalah yang
direkomendasikan untuk mencegah robekan tulang rawan dan mampu mencegah atau
mengatasi infeksi yang mungkin terjadi. Pada prinsipnya tulang rawan adalah suatu
struktur avaskular, sehingga membutuhkan kulit yang menutupinya untuk
mendapatkan aliran darah.1,2

Penutupan luka dengan metode pressure bandage sangat perlu untuk


mencegah komplikasi seperti kondritis, hematoma, atau wound dehiscence karena
infeksi. Beberapa komplikasi pasca-penutupan luka laserasi aurikula antara lain
kondritis dan hematoma. Hematoma di antara kulit dan tulang rawan adalah
komplikasi yang paling sering terjadi, hal ini bisa dicegah dengan pressure bandage
pasca-tindakan. Jika perdarahan tidak dikontrol atau tidak dicegah, dapat berkembang
menjadi radang tulang rawan (kondritis) dengan penyebab paling sering
Pseudomonas aeruginosa. Kondritis dapat menyebabkan nekrosis struktur aurikula,
menjadi kondisi cauliflower ear yang tidak baik secara estetika, oleh karena itu
evaluasi perlu dilakukan selama 24-48 jam pasca tindakan.3,4

3.2 General Anestesi

3.2.1 Definisi
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible). Padageneral anestesi terdapat beberapa
teknik yang dapat dilakukan, seperti adalah general anestesi dengan teknik intravena
anestesi dan general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka)
dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan
keduanya inhalasi dan intravena.

3.2.2 Teknik General Anestesi


General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat dilakukan
dengan 3 teknik, yaitu:
a) General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi
parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
b) General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat
anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui
alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
c) Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik
obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik
general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara
optimal dan berimbang, yaitu:
(1)Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau obat
anestesi umum yang lain.
(2)Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau
obat general anestesi atau dengan cara analgesia regional.
(3)Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau
general anestesi, atau dengan cara analgesia regional.

3.2.3 Obat-obat General Anestesi


Pada tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan
adalah general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan
inhalasi, berikut obat-obat yang dapat digunakan pada kedua teknik tersebut.
Obat-obat Anestesi Intravena :
1. Atropine Sulfat
2. Pethidin
3. Atrakurium
4. Ketamine HCL
5. Midazolam
6. Fentanyl
7. Rokuronium bromide
8. Prostigmin
Obat-obat Anestesi Inhalasi :
1. Nitrous Oxide
2. Halotan
3. Enfluren
4. Isofluran
5. Sevoflurance
3.2.4 Monitoring Anestesi
Mempertahankan kestabilan hemodinamik selama periode intraoperatif adalah
sama pentingnya dengan pengontrolan hipertensi pada periode preoperatif. Pada
hipertensi kronis akan menyebabkan pergeseran kekanan autoregulasi dari serebral
dan ginjal. Sehingga pada penderita hipertensi ini akan mudah terjadi penurunan
aliran darah serebral dan iskemia serebral jika TD diturunkan secara tiba-tiba. Terapi
jangka panjang dengan obat antihipertensi akan menggeser kembali kurva autregulasi
kekiri kembali ke normal. Dikarenakan kita tidak bisamengukur autoregulasi serebral
sehingga ada beberapa acuan yang sebaiknya diperhatikan, yaitu:
- Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi.
- Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala
hipoperfusi otak.
- Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka kejadian
stroke. Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal, kurang lebih
sama dengan yang terjadi pada serebral. Anestesia aman jika dipertahankan
dengan berbagai teknik tapi dengan memperhatikan kestabilan hemodinamik
yang kita inginkan.
Anestesia dengan volatile (tunggal atau dikombinasikan dengan N2O),
anestesia imbang (balance anesthesia) dengan analgetik + N2O + pelumpuh otot,
atau anestesia total intravena bias digunakan untuk pemeliharaan anestesia.EKG
diperlukan untuk mendeteksi terjadinya iskemia jantung. Produksi urine diperlukan
terutama untuk penderita yang mengalami masalah dengan ginjal, dengan
pemasangan kateter urine, untuk operasi-operasi yang lebih dari 2 jam. Salah satu
tugas utama dokter anestesi adalah menjaga pasien yang dianestesi selama operasi.
Parameter yang biasanya digunakan untuk monitor pasien selama anestesi adalah:
1. Frekuensi nafas, kedalaman dan karakter
2. Heart rate, nadi, dan tekanan darah
3. Warna membran mukosa, dan capillary refill time
4. Kedalaman / stadium anestesi (tonus rahang, posisi mata, aktivitas reflek
palpebra)
5. Kadar aliran oksigen dan obat anestesi inhalasi
6. Pulse oximetry: saturasi oksigen, suhu.
Pada kasus ini selama proses anestesi, saturasi oksigen pasien tidak pernah < 95%.
 Aldrete Scoring System
No. Kriteria Skor

1 Aktivitas  Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas atas perintah 2


motorik atau secara sadar.
 Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas perintah
atau secara sadar. 1
 Tidak mampu menggerakkan ekstremitas atas
0
perintah atau secara sadar.
2 Respirasi  Nafas adekuat dan dapat batuk 2
 Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi 1
 Apneu/tidak bernafas 0
3 Sirkulasi  TD berbeda ± 20% dari semula 2
 TD berbeda ± 20-50% dari semula 1
 TD berbeda >50% dari semula 0
4 Kesadaran  Sadar penuh 2
 Bangun jika dipanggil 1
 Tidak ada respon atau belum sadar 0
5 Warna kulit  Kemerahan atau seperti semula 2
 Pucat 1
 Sianosis 0
Aldrete score ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.
 Steward Scoring System
No Kriteria Skor
.

1 Kesadaran  Bangun 2
 Respon terhadap stimuli 1
 Tak ada respon 0
2 Jalan napas  Batuk atas perintah atau menangis 2
 Mempertahankan jalan nafas dengan baik 1
 Perlu bantuan mempertahankan jalan nafas 0
3 Gerakan  Menggerakkan anggota badan dengan tujuan 2
 Gerakan tanpa maksud 1
 Tidak bergerak 0
Steward score ≥5 boleh dipindah ruangan.

3.2.5 General Anastesi, Hipertensi, dan Geriatri


Tekanan darah dapat berubah setiap hari, tetapi hipertensi dapat menyebabkan
beban pada jantung dan vaskular serta organ lain yang memicu terjadinya berbagai
masalah kesehatan.

Gambar 3.3 Klasifikasi hipertensi


Gambar 3.4 Mekanisme hipertensi dan mekanisme obat mencegah hipertensi (Sistem
Renin Angiotensin Aldosteron).
Pemeriksaan sebelum operasi, seperti kualitas kontrol tekanan darah,
antihipertensi yang digunakan, serta kerusakan organ yang terjadi akibat hipertensi
selama ini harus diketahui.
Hipertensi berat post operasi pada pasien dengan riwayat hipertensi harus
diwaspadai. Penyebab umum hipertensi yang perlu dikecualikan adalah nyeri,
kandung kemih penuh, kesulitan ventilasi, hipotermia, gangguan serebral, gangguan
endokrin, atau akibat dari penghentian obat antihipertensi jangka panjang yang
mendadak. Tekanan darah harus diturunkan secara perlahan lebih dari 30-60 menit
dan tidak lebih dari 25% atau ke target nilai kurang dari 180/110 mmHg.
Untuk melakukan anastesi pada geriatri dilakukan manajemen preoperasi,
intraoperasi, post operasi untuk mencegah kejadian morbiditas post operasi.
Penilaian geriatri komprehensif diperlukan dalam manajemen pra operasi
seperti penilaian komorbiditas, status fungsional, fungsi neurokognitif, gangguan
sensorik, substansipenyalahgunaan, kelemahan, nutrisi, dan obat-obatan. Penilaian
pra operasi komprehensif pada geriatri memilikidampak positif pada hasil pasca
operasi pada pasien yang lebih tua yang menjalani operasi elektif. Namun,
berdasarkan hasil penelitian pada operasi mayor, penilaian komprehensif preoperasi
memiliki efek minimal bahkan tidak ada terhadap komplikasi maupun delirium post
operasi.
Keputusan pemilihan mode anastesi pada geriatri dilakukan berdasarkan
pemeriksaan komprehensif preoperasi. Dosis anestesi standar dapat menyebabkan
efek klinis yang lebih mendalam pada orang tua, karena perbedaan
farmakokinetikdan farmakodinamik dengan populasi umum. Dosis yang lebih
rendahdiperlukan untuk propofol, remifentanil, ropivacaine, dan desflurane. Perhatian
khusus juga harus diberikan dengan agen hipnotis, seperti dosis yang diperlukan
untuk menginduksi anestesi lebih rendah tetapi waktu onsetnyadiperpanjang.
Kedalaman pemantauan anestesi direkomendasikan.
Dosis agen penghambat neuromuskular (NMBA) hampir tidak dikurangi
untuk intubasi, tetapi sulit memprediksi durasibersamaan denganperubahan
farmakokinetik yang disebabkan oleh peningkatan usia dan penurunan fungsi
organ.Penggunaan benzylisoquinoliniums termasuk atracurium dan cisatracurium
memiliki durasi kerja yang lebih andal karena kurang bergantung pada fungsi ginjal
dan hati untuk eliminasi, sehingga baik dipertimbangkan untuk digunakan pada orang
tua. Neostigmin dan piridostigmin dosis standar lebih disukai daripada edrophonium
karenadurasi aksinya yang berkepanjangandapat mengimbangi NMBA.
Monitoring intraoperatif perlu diwaspadai pada geriatri, seperti tekanan darah,
nadi, saturasi oksigen, dan fungsi neuromuskular. Selain itu, pencegahan hipotermi,
menjaga ventilasi paru, serta kebutuhan cairan dan transfusi darah penting
diperhatikan selama operasi berlangsung.
Tindakan post operasi dilakukan dengan pemberian analgesik, kebutuhan transfusi
darah, mencegah komplikasi paru post operasi, serta memantau fungsi kognitif dan
delirium yang sering terjadi pada geriatri post operasi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis pasien pada kasus ini adalah Avulsi Auricula Dextra dengan status
fisik ASA 1E. Status ASA 1E digunakan pada pasien tanpa disertai penyakit sistemik
namun harus dilakukan pembedahan yang bersifat emergensi.
Tindakan pembedahan repair auricula memerlukan jenis anastesi general. Hal
ini dikarenakan terdapat beberapa indikasi dari general anestesi yang diperlu
diwaspadai pada kondisi pasien saat ini. Beberapa indikasi dari general anestesia
tersebut adalah, pasien yang menjalani prosedur pembedahan yang membutuhkan
relaksasi yang dalam jangka waktu yang lama, pembedahan yang tidak dapat dibius
secara memadai dengan anestesi lokal atau regional memerlukan anestesi umum,
operasi yang mungkin mengakibatkan kehilangan darah yang signifikan atau
kemungkinan adanya gangguan pernapasan pada saat pembedahan, dan pasien yang
tidak kooperatif.
Sebelum dilakukannya pembiusan, terdapat tahapan pre operasi untuk
melakukan pemeriksaan komprehensif geriatri untuk mengetahui riwayat darah
tinggi, riwayat pengobatan, dan operasi sebelumnya. Premedikasi diberikan dengan
tujuan untuk mengurangi dosis obat induksi yang diberikan, mengurangi sekresi, dan
menekan refleks yang tidakdiharapkan, dan memberikan rasa nyaman pada pasien.
Tindakan anestesi umum harus memenuhi trias anestesi yakni sedasi,
analgetik, dan muscle relaksasi. Pada pasien ini diberikan Fentanyl, Propofol,
Atracurium bromide. Fentanyl memiliki efek menurunkan respon refleks presor
terhadap intubasi. Propofol diberikan untuk mengurangi kecemasan dan sebagai
sedasi agar pasien rileks. Atracurium bromide adalah salah satu muscle relaxan yang
dapat menurunkan refleks semua otot didalam dalam tubuh termasuk otot didaerah
laring yang nantinya akan memudahkan pemasangan intubasi.
Pasien diberikan ventilasi positif dan oksigenasi untuk menjaga saturasi
oksigen yang optimal saat pasien berada pada stadium anestesi. Maintenance
menggunakan O2 100% yang dikombinasi dengan sevoflurane sebanyak 2 vol%.
Sevoflurane merupakan anestesi inhalasi yang selain memiliki efek hipnotik, juga
sebagai analgetik ringan. Sevoflurane memiliki keuntungan antara lain induksi cepat,
lancar, dan pemulihan yang cepat.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan kasus yang diangkat dengan diagnosa pasien Avulsi Auricula Dextra
dengan jenis anestesi berupa general anestesi yang menggunakan teknik intubasi
dapat diperoleh beberapa kesimpulan berupa:
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien
memiliki status fisik dengan score ASA 1E
2. Pada pasien dilakukan tindakan pembedahan dengan jenis pembiusan berupa
general anestesi dengan teknik intubasi
3. Perhitungan balance cairan dengan input +/- 1.950 cc dan output: +/- 1.230 cc.
Maka, balance cairannya input- output = 1.950 – 1.230 cc = +720 cc
4. Pada penilaian post operatif, Aldrete score pasien 9, yang mengidentifikasikan
bahwa pasien layak dipindahkan ke ruang perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Williams CH, Sternard BT. Complex ear lacerations. Treasure Island (FL): Stat
Pearls Publishing; 2021.
2. Weerda H. Surgery of the auricle: Tumors, trauma, defects, abnormalities.
Thieme; 2007.
3. Yuen SM, Jennings N. To stitch or not to stitch: A case review: Auricular
lacerations involving cartilage management in the emergency department.
Australas Emergency Care 2018;21(2):75-9.
4. Sharma R, Sharma P, Sindhi M. Resuturing of avulsed pinna: A case report. Int J
Dent Med Res. 2014;1(3):63
5. John. F Butterworth, et al. 2014. Morgan and Mikhail’s Clinical Anesthesiology.
New York : Mc Graw- Hill Education

Anda mungkin juga menyukai