Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

RSUD DR. AGOESDJAM KETAPANG

Dokter Internsip : dr. Gregorius RBP Purba


Dokter Pembimbing : dr. Theresia, dr. Feria Kowira

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Hendrikus Sito
Tanggal Lahir : 26 Juli 1983
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Khatolik
Alamat : Desa Menyumbung Kec.Hulu Sungai
Tanggal MRS : 22 Agustus 2018
Tanggal Pemeriksaan : 22 Agustus 2018 pkl 12.50
No.RM : 25-99-84

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Kedua kaki tidak bisa digerakkan

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dibawa ke IGD RSUD Agoesdjam menggunakan ambulance, dirujuk
dari Puskesmas Hulu Sungai setelah kedua kaki tidak bisa digerakkan sejak 2 hari
yang lalu. Pasien juga mengeluh tidak dapat merasakan kedua kakinya saat
disentuh atau diberikan rangsangan nyeri. Pasien mengatakan hal ini dialami
setelah 3 hari yang lalu pasien ditimpa pohon dari belakang pada saat bekerja di
kebun. Pasien juga mengeluh tidak bisa buang air kecil sudah 2 hari ini dan buang
air besar keluar dengan sendirinya. Mual (-), Muntah (-), Demam (-).

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 1


C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi disangkal. Riwayat batuk lama disangkal. Riwayat
hipertensi disangkal. Riwayat diabetes disangkal. Riwayat merokok (+)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Menurut pasien, ibu pasien menderita diabetes melitus
E. Riwayat Pengobatan
Pasien diberikan obat ciprofloxacin dan dipasang kateter di puskesmas
hulu sungai.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanda Vital
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Laju Nafas : 18x/ menit, reguler
Suhu : 36,2o C
Laju Nadi : 92x / menit, reguler
Saturasi : 98%

1. Status Generalisata
1. Kepala : Simetris, normochepal
Wajah : Tak ada kelainan
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Edema Palpebra (-/-), Sklera
ikterik (-/-) Injeksi konjungtiva (-/-), Sekret (-/-), Kornea jernih (+/+)
Hidung : Rhinorrhae (-/-)
Telinga : Otorrhae (-/-)
Tenggorokan :
Tonsil : tak ada kelainan
Faring : tak ada kelainan
Bibir : Sianosis (-)
Mulut : Tak ada kelainan

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 2


Leher :
Kaku Kuduk : (-)
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar

2. Thorax
a. Dinding Dada/Paru
1. Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris, retraksi interkostal (-/-)
2. Palpasi : Bentuk dan gerak simetris
3. Perkusi : Sonor kedua lapang paru
4. Auskultasi : Vesikuler kanan=kiri, wheezing -/-, ronkhi-/-

b. Jantung
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3. Perkusi : Batas Jantung normal
4. Auskultasi: Bunyi Jantung I dan II regular, desah sistolik(-), desah
diastolik(-), suara tambahan(-)

3. Abdomen
1. Inspeksi : retraksi epigastrium (-)
2. Palpasi : nyeri tekan suprapubis, vesica urinaria tampak fullblast
3. Perkusi : timpani
4. Auskultasi: Bising usus (+) normal

4. Genitalia
Colok dubur : sfingter ani eksterna tidak adekuat, Handscoon {feses(+),
darah(-)}

5. Ekstremitas
a. Atas : Motorik : (+5/+5) Normal
Sensorik : (+/+) Normal

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 3


b. Bawah : Motorik : (0/0)
Sensorik : Raba  Anasthesia
Nyeri  Analgesia
Suhu  Thermoanasthesia
Tonus otot : (-/-)
6. Pemeriksaan Lain
Kaku kuduk : (-)
Refleks Patella : (-)
Refleks Schaffner : (-)
Babinski : (-)
Chaddock : (-)

H. Laboratorium
Hb : 13,5 gr/dl
Eritrosit : 4,2 juta/ul
Hematokrit : 42,2%
Leukosit : 12.700/ul
Trombosit : 252.000/ul
GDS : 92 mg/dl

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 4


I. Rontgen

IV. RESUME
Seorang pria dibawa ke IGD RSUD Agoesdjam dirujuk dari Puskesmas
Hulu Sungai dengan keluhan tidak bisa menggerakkan kedua kakinya, tidak bisa
buang air kecil, dan buang air besar keluar dengan sendirinya sejak 3 hari yang
lalu, dengan riwayat ditimpa pohon dari arah belakang. Dari pemeriksaan didapati
motorik dan sensorik ekstremitas bawah (-/-) serta nyeri tekan suprapubis dengan
vesica urinaria full blast.

V. DIAGNOSIS KERJA
Paraparese ec. Burst Fraktur Vertebra Th12 + Inkontinensia Urin +
Inkontinensia Alvi

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 5


VI. PENATALAKSANAAN
- Pasang kateter urin  urin output 1100cc
- IVFD RL 20 tpm makro
- inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
- inj. Ranitidin 50 mg/12jam
- inj. Ketorolac 30 mg/12jam
- inj. Metylprednisolon 125mg/12jam
- saran : MRI
- rujuk ke Spesialis Bedah Saraf di Pontianak

VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanasionam : Dubia ad malam

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 6


TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 7


TRAUMA MEDULLA SPINALIS

A. DEFINISI
Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung
ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk
oleh tulang vertebra.
Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris, gerakan
dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat
terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun
permanen terjadi akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini
disebut sebagai cedera medula spinalis.
Trauma medulla spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik secara
langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medulla spinalis,

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 8


sehingga menimbulkan gangguan neurologis yang dapat menyebabkan
kecacatan menetap atau kematian.

B. EPIDEMIOLOGI
Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan
fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia
muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini
seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur
atau duduk di kursi roda karena paraplegia. Cedera medula spinalis
dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi, ketidak berdayaan, rehabilitasi
dan perawatan yang berkepanjangan, serta beban ekonomi yang tinggi.
Tingkat insiden cedera medulla spinalis di Indonesia pada tahun 2004
diperkirakan mencapai lebih kurang 30 hingga 32 kasus setiap satu juta
penduduk atau 3000 hingga 9000 kasus baru tiap tahunnya. Ini tidak
termasuk orang yang meninggal dalam 24 jam setelah cedera. Dengan
rincian 60% yang cedera berusia antara 16 sampai 30 tahun dan 80%
berusia antara 16 sampai 45 tahun. Laki-laki mengalami cedera empat
kali lebih banyak dari pada perempuan.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera medula spinalis adalah
pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7, torakal ke-12 dan lumbal pertama.
Vertebra ini adalah paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih
besar dalam kolumna vertebral pada area ini.

C. FAKTOR RESIKO DAN ETIOLOGI


Cedera medulla spinalis terutama disebabkan oleh trauma. Trauma
medulla spinalis ini merupakan 75% dari penyebab paraplegi, yang kita
jumpai dibagian neurologi atau bedah saraf. Selain itu, CMS dapat pula
disebabkan oleh kelainan lain pada vertebra, misalnya arthropathi spinal,
keganasan yang mengakibatkan fraktur patologik, infeksi, kelainan
kongenital, dan gangguan vaskular. Cedera medulla spinalis traumatik lebih
sering terjadi di daerah cervikal. Diantara berbagai penyebab trauma spinal,

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 9


yang tersering dikemukakan adalah kecelakaan lalu lintas, olahraga,
tembakan senapan, serta bencana alam, misalnya gempa bumi.
Bila dibandingkan dengan negara maju, insiden cedera medula spinalis
lebih tinggi di negara yang sedang berkembang. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap hal ini antara lain:
a. Kondisi jalan yang buruk
b. Berkendara melewati batas kecepatan
c. Kurangnya penggunaan sabuk pengaman dan sandaran kepala di dalam
mobil
d. Perlengkapan keamanan yang tidak adekuat saat menyelam dan bekerja
e. Kondisi-kondisi yang tidak lazim seperti jatuh dari pohon dan jembatan

Penyebab cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi dua jenis:


a. Cedera medula spinalis traumatik, terjadi ketika benturan fisik eksternal
seperti yang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh
atau kekerasan, merusak medula spinalis. Sesuai dengan American
Board of Physical Medicine and Rehabilitation Examination Outline
for Spinal Cord Injury Medicine, cedera medula spinalis traumatik
mencakup fraktur, dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra.
b. Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi
kesehatan seperti penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan
pada medula spinalis, atau kerusakan yang terjadi pada medula
spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal. Faktor
penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor
neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori,
penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan
gangguan kongenital dan perkembangan.

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 10


D. KLASIFIKASI
Menurut Frankel:
Grade A : motorik (-), sensoris (-)
Grade B : motorik (-), sensoris (+)
Grade C : motorik (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+)
Grade D : motorik (+) dengan ROM 4, sensoris (+)
Grade E : motorik (+) normal, sensoris (+)

Menurut ASIA (American Spinal Injury Association):


Grade A (Komplit) : tidak ada fungsi motorik dan sensorik
Grade B (Inkomplit) : hanya sensoris (+)
Grade C (Inkomplit) : motoris (+) dengan kekuatan otot < 3, sensoris (+)
Grade D (Inkomplit) : motoris (+) dengan kekuatan otot > 3, sensoris (+)
Grade E (Normal) : fungsi motorik dan sensoris normal

E. MEKANISME CEDERA MEDULLA SPINALIS


1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada
vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila
terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan
dapat terjadi subluksasi.
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama dengan
rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset.
Pada keadaan ini terjadi pergerakan kedepan/dislokasi vertebra di atasnya.
Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
3. Kompresi Vertikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan
permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 11


dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada
trauma ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat
stabil.
4. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan
ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang
pada vertebra torako-lumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami
kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya
bersifat stabil.
5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra,
dan sendi faset.
6. Fraktur dislokasi
Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan
terjadi dislokasi pada ruas tulang belakang.

F. PATOFISIOLOGI
Defisit neurologis yang berkaitan dengan cedera medula spinalis
terjadi akibat dari proses cedera primer dan sekunder. Sejalan dengan
kaskade cedera berlanjut, kemungkinan penyembuhan fungsional semakin
menurun. Karena itu, intervensi terapeutik sebaiknya tidak ditunda, pada
kebanyakan kasus, window period untuk intervensi terapeutik dipercaya
berkisar antara 6 sampai 24 jam setelah cedera.
Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan patah tulang
belakang. Paling banyak servikalis, lumbalis. Fraktur dapat berupa patah
tulang sederhana kompresi dislokasia, sedangkan pada sumsum tulang
belakang dapat berupa memar / kontusio laserasi dengan / tanpa perdarahan.
Blok syaraf simpatis pelepasan mediator kimia iskemia, dan hipoksemia,
syok spinal, gangguan fungsi kandung kemih. Lokasi cedera medula spinalis
umumnya mengenai C1 dan C2,C4,C6, dan T12 atau L2.

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 12


Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock)
yaitu terjadi jika kerusakan secara tranversal sehingga mengakibatkan
pemotongan komplit rangsangan. Pemotongan komplit rangsangan
menimbulkan semua fungsi reflektorik pada semua segmen di bawah garis
kerusakan akan hilang.
Tabel Kondisi Patologis Medulla Spinalis
Batas Cedera Fungsi Yang Hilang
C1-C4 Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke bawah.
Paralisis pernafasan, tidak terkontrolnya bowel dan blader.
C5 Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke bawah.
Hilangnya sensasi di bawah klavikula. Tidak terkontrolnya bowel
dan blader
C6 Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu dan lengan. Sensasi
lebih banyak pada lengan dan jempol.
C7 Fungsi motorik yang kurang sempurna pada bahu, siku,
pergelangan dan bagian dari lengan. Sensasi lebih banyak pada lengan
dan tangan dibandingkan pada C6. Yang lain mengalami
fungsi yang sama dengan C5.
C8 Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa hari lengan
mengalami kelemahan. Hilangnya sensai di bawah dada.
T1-T6 Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di bawah dada tengah.
Kemungkinan beberapa otot interkosta mengalami kerusakan.
Hilangnya kontrol bowel dan blader.
T7-T12 Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi di bawah pinggang.
Fungsi pernafasan sempurna tetapi hilangnya fngsi bowel dan
blader
L1-L3 Hilangnya fungsi motorik dari plevis dan tungkai. Hilangnya
sensasi dari abdomen bagian bawah dan tungkai. Tidak
terkontrolnya bowel dan blader.
L4-S1 Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkal paha, lutut dan

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 13


kaki. Tidak terkontrolnya bowel dan blader

S2-S5 Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor. Hilangnya


sensai pada tungkai dan perineum. Pada keadaan awal terjadi
gangguan bowel dan blader.

Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh trauma langsung pada


torakal atau bersifat patologis seperti pada kondisi osteoporosis yang akan
mengalami fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur
kompresi dan fraktur dislokasi biasanya stabil. Tetapi, kanalis spinalis pada
segmen torakalis relatif sempit, sehingga kerusakan korda sering ditemukan
dengan adanya manifestasi defisit neurologis.
Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang secara langsung
mengenai vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus
pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertikal.
Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra
menjadi pecah (burst). Pada kondisi ini terjadi Burst Fracture, kerusakan pada
badan tulang belakang dan medula spinalis secara klinis akan lebih parah di
mana apabila ligamen posterior sobek maka akan terjadi fraktur spinal tidak
stabil.

G. MANIFESTASI KLINIS
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian
menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla spinalis yang dapat
menyebabkan gangguan pada beberapa system, diantaranya :
1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan terputusnya
jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf ini terputus maka akan
menimbulkan paralisis dan paraplegi pada ekstremitas.
2) Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopis yang
akan menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan
melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan timbulnya nyeri hebat dan

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 14


akut, nyeri yang timbul berkepanjangan mengakibatkan syok spinal yang
apabila berkepanjangan dapat menurunkan tingkat kesadaran. Reaksi
peradangan tersebut juga menimbulkan juga menyebabkan edema yang dapat
menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah dan oksigen ke jaringan
tersebut menjadi terhambat dan mengalami hipoksia jaringan. Reaksi
anastetik yang ditimbulkan dari reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan
kerusakan pada system eliminasi urine.
3) Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulang
belakang yang menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan sehinggan
pemasukan oksigen ke dalam tubuh akan menurun, dengan menurunnya
kadar oksigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan tubuh berkompensasi
dengan meningkatkan frekuensi pernapasan sehingga timbul sesak.

H. PENEGAKAN DIAGNOSA

1. Foto Polos Vertebra

Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang melibatkan


medula spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di sekitarnya. Pada trauma
servikal digunakan foto AP, lateral, dan odontoid. Pada cedera torakal dan lumbal
digunakan foto AP dan lateral.

2. CT-scan Vertebra

Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur tulang, dan kanalis
spinalis dalam potongan aksial. CT-Scan merupakan pilihan utama untuk
mendeteksi cedera fraktur pada tulang belakang.

3. MRI Vertebra

MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medula spinalis dan menjadi
gold standar dalam fraktur kompresi medula spinalis.

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 15


I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan awal berlangsung seperti pasien trauma pada


umumnya yang meliputi survei primer, resusitasi dan survei sekunder.
Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional atau pusat trauma
karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk
menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah
Trauma. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan
dan radiologi, pasien dipertahankan diatas papan pemindahan. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir
atau tertekuk, juga pasien tidak boleh dibiarkan mengambil posisi duduk.
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis
lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis.
Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan
kestabilan kardiovaskuler.
Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat
kejadian/kecelakaan sampai ke unit gawat darurat.. Yang pertama ialah
immobilisasi dan stabilkan leher dalam posisi normal; dengan menggunakan
‘collar cervical’. Cegah agar leher tidak terputar (rotation). Baringkan
penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat/alas yang keras.
Terapi farmakologis yang dapat diberikan yaitu steroid. Steroid berfungsi
menstabilkan membran, menghambat oksidasi lipid, mensupresi edema
vasogenik dengan memperbaiki sawar darah medulla spinalis, menghambat
pelepasan endorfin dari hipofisis, dan menghambat respon radang.
Penggunaannya adalah sebagai antiinflamasi dan antiedema.
Metilprednisolon menjadi pilihan dibanding steroid lain karena kadar
antioksidannya, dapat menembus membran sel saraf lebih cepat, lebih efektif
menetralkan faktor komplemen yang berdar, inhibisi peroksidasi lipid,
prevensi iskemia pascatrauma, inhibisi degradasi neurofilamen, menetralkan
penumpukan ion kalsium, serta inhibisi prostaglandin dan tromboksan.

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 16


Studi NASCIS (The National Acute Spinal Cord Injury Study)
NASCIS I Metylprednisolon disarankan dosis
tinggi sebesar 30 mg/kgBB untuk
pencegahan peroksidasi lipid,
diberikan sesegera mungkin setelah
trauma karena distribusi
metilprednisolon akan terhalang
oleh kerusakan pembuluh darah
medulla spinalis pada mekanisme
kerusakan sekunder.
NASCIS II Metilprednisolon dosis 30 mg/kgBB
bolus IV selama 15 menit dilanjutkan
dengan 5,4 mg/kgBB/jam secara infus
selama 23 jam. Hasilnya,
perkembangan lebih baik dan dapat
digunakan sampai jeda 8 jam
pascatrauma.
NASCIS III Metilprednisolon dosis yang sama
diberikan secara infus sampai 48 jam
akan memberikan keluaran lebih baik
dibandingkan pemberian 24 jam.

Kerusakan sekunder diperparah oleh opioid endogen. Opioid endoegen


menginhibisi sistem dopaminergik dan depresi sistem kardiovaskuler.
Pemberian antagonis opioid dapat mencegah hipotensi sehingga
mikrosirkulasi medulla spinalis membaik. Pemberian nalokson 5,4 mg/kgBB
bolus IV, dilanjutkan dengan 4 mg/kgBB/jam secara infus selama 23 jam
sebagai antagonis opioid menunjukkan hasil tidak lebih baik dibanding
metilprednisolon.
Asam arakidonat yang berubah menjadi tromboksan, prostaglandin, dan
leukotrien akan menurunkan aliran darah, agregasi trombosit sehingga

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 17


menimbulkan iskemia. Obat yang dapat memblokade enzim COX dianggap
dapat bermanfaat. Pemberian analgesik dan obat-obatan anti peradangan
misalnnya asetaminofen, ibuprofen, NSAID, dan inhibitor COX-2
menunjukkan manfaat terhadap aliran darah.
Tindakan operasi dapat dilakukan dalam 24 jam sampai dengan 3 minggu
pasca trauma. Tindakan operatif awal (kurang dari 24 jam) lebih bermakna
menurunkan perburukan neurologis, komplikasi, dan keluaran skor motorik
satu tahun pasca trauma. Terapi bedah bertujuan untuk mengeluarkan
fragmen tulang, benda asing, reparasi hernia diskus, dan menstabilisasi
vertebra guna mencegah nyeri kronis.
Indikasi untuk operasi adalah adanya fraktur, pecahan tulang yang
menekan medulla spinalis, gambaran neurologis yang progresif memburuk,
fraktur atau dislokasi yang labil, terjadinya herniasi diskus intervertebralis
yang menekan medulla spinalis.
1. Braces & Orthotics ada tiga hal yang dilakukan yakni, mempertahankan
kesegarisan vertebra (aligment), imobilisasi vertebra dalam masa
penyembuhan, mengatasi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi
pergerakan. Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai
contoh; brace rigid collar untuk fraktur cervical, cervical-thoracic brace untuk
fraktur pada punggung bagian atas, thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO)
untuk fraktur punggung bagian bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu
brace akan terputus, umumnya fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil
ataupun mengalami dislokasi memerlukan traksi, halo ring dan vest brace
untuk mengembalikan kesegarisan.
2. Pemasanagan alat dan prosoes penyatuan (fusion). Teknik ini adalah
teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion adalah
proses penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu dengan
alat-alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone graft
adalah penyatuan vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang
disambung. Penyatuan ini memerlukan waktu beberapa bulan atau lebih lama
lagi untuk menghasilkan penyatuan yang solid.

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 18


3. Vertebroplasty & Kyphoplasty, tindakan ini adalah prosedur invasi yang
minimal. Pada prinsipnya teknik ini digunakan pada fraktur kompresi yag
disebabkan osteoporosis dan tumor vertebra. Pada vertebroplasti bone cement
diinjeksikan melalui lubang jarung menuju corpus vertebra sedangkan pada
kypoplasti, sebuah balon dimasukkanan dikembungkan untuk melebarkan
vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi dengan bone cement .
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan penanganan
secara manual maupun dengan menggunakan peralatan. Seorang terapi fisik
dapat mengajarkan latihan stretching / exercises yang memperkuat dan
meregangkan otot-otot di daerah yang terkena untuk mengurangi tekanan
pada saraf.
Stimulasi Listrik. Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang
digunakan dalam manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS /
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) perangkat di gunakan untuk
merangsang saraf melalui permukaan kulit. TENS adalah salah satu dari
sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan untuk mengurangi
nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara kerjanya dengan merangsang
saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa efek samping yang berarti.

J. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

Gangguan fungsi medulla spinalis yang akut mempunyai harapan


penyembuhan <10%, tanpa mempertimbangkan apa penyebabnya. Paraparesis
atau kuadraparesis yang terjadi selama >24jam sebenarnya tidak mempunyai
harapan pennyembuhan tanpa mempertimbangkan apa terapinya. Gangguan
fungsi neurologik yang progresif biasanya berhenti tetapi jarang dapat
disembuhkan.
Beberapa komplikasi yang muncul akibat SCI, antara lain:
-Perubahan tekanan darah (autonomic hyperreflexia).
-Deep vein thrombosis

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 19


-Infeksi pulmonal : atelektasis, pneumonia
-Kerusakan integritas kulit : dekubitus
-Kontraktur
-Meningkatkan resiko infeksi saluran kemih
-Hilangnya kontrol pada bladder
-Hilangnya kontrol pada bowel
-Disfungsi seksual (impoten pada pria)
-Spasme otot
-Paralysis otot pernapasan
-Paralysis (paraplegia, quadriplegia)

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 20


DAFTAR PUSTAKA

Saputra, Lyndon, 2014, Trauma Medulla Spinalis, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah,
Jilid 2 Tanggerang: KARISMA.

Raves, John J, 2011, Kompresi Medulla Spinalis , dalam Master Plan Ilmu Bedah,
Tanggerang: BINARUPA AKSARA

Saputra, Lyndon, 2012, Lesi Medulla Spinalis, dalam Neurologi, Tanggerang:


KARISMA

https://www.academia.edu/8493928/MAKALAH_trauma_medula_spinalis_baruu

http://www.jasajurnal.com/diagnosis-dan-tatalaksana-trauma-medulla-spinalis/

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/kuntarti/material/anatomisaraf.pdf

http://bedahumum-fkunram./2009/02/fraktur-vertebra.html

RSUD AGOESDJAM KETAPANG Page 21

Anda mungkin juga menyukai