Oleh :
Radianti Frederika, S.Ked
FAB 118 094
Pembimbing :
dr. Tagor Sibarani
dr. C. Yuniardi Alriyanto
BAB II
4
LAPORAN KASUS
5
Tatalaksana awal : Tata laksana awal pada pasien ini adalah
memposisikan pasien, elevasi kepala 15o, diberikan O2 4 NRM 10
Lpm
2.3 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap istri dan
anak pasien pada tanggal 06 Januari 2020 di ruang IGD
RSUD dr. Doris Sylvanus.
1. Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari RS Awal Bros
Pasien dengan penurunan kesadaran post KLL
motor vs motor kurang lebih 30 Menit SMRS.
Pasien lalu dibawa ke rumah sakit Awal Bros dan
mendapat perawatan selama 9 jam dan akhirnya
dirujuk ke RSUD dr. Doris Sylvanus.
6
Mekanisme Kejadian KLL tidak diketahui karena
pasien dan lawan masih sama-sama tidak sadarkan
diri, muntah (+) 2 kali setelah kejadian isi air dan
makanan, lendir (+), darah (-). Kejang (-)
Menurut istri, pasien menggunakan helm standar
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut istri, pasien mempunyai riwayat tekanan
darah tinggi, tetapi pasien tidak pernah kontrol
dan minum obat.
Riwayat DM dan Jantung tidak diketahui. Riwayat
stroke (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi pada keluarga dan riwayat diabetes
mellitus dan jantung disangkal.
B. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 160/90 mmHg
b. Nadi : 65 x/menit, cepat dan lemah
c. Suhu : 36,5 0C (suhu aksila)
7
d. Pernapasan : 28 x/menit, pernapasan
thorakal-abdominal
e. SpO2 : 98%
C. Kepala : hematom di ocipital dextra sebesar 5-6 cm,
luka robek (-)
D. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
pupil anisokor 3mm/2mm, refleks cahaya (+),
E. Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-),
nafas cuping hidung (-).
F. Mulut : sputum (+)
G. Leher : terpasang colar neck, jejas (-)
H. Thorax
a. Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea
midclavicula sinistra
Auskultasi: SI-SII tunggal reguler, Murmur (-),
Gallop (-).
b. Pulmo :
Inspeksi : Simetris +/+, Massa (-), Retraksi (-),
jejas (-)
Palpasi : Massa (-), Krepitasi (-)
Perkusi : Sonor (+/+) dikedua lapang paru
8
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki (+/+),
Wheezing (-/-)
I. Abdomen
Inspeksi : datar, Massa (-), Jejas (-),
Auskultasi : Bising Usus (+)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba membesar
J. Ekstermitas : Akral dingin, CRT >2 detik
Pitting Oedem (-/-)
9
CT 400 4-10 menit Normal
BT 200 1-3 menit Normal
Elektrolit
-Natrium 134 135-148 Normal
-Kalium 4,3 mmol/L Normal
-Calcium 1,01 3,5-5,3 Normal
mmol/L
0,98-1,2
mmol/L
B. Radiologi
C. CT Scan :
10
pada pasien telah dilakukan CT Scan Kepala dengan hasil
SDH bilateral+SAH+ICH+Edema cerebri+fr. Linear os
ocipitale.
2.6 DIAGNOSIS
11
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran
Diagnosis Anatomi : SDH bilateral+SAH+ICH+Edema
cerebri+fr. Linear os ocipitale
Diagnosis Etiologi: cedera otak traumatik
Diagnosis Kerja : Penurunan kesadaran ec cedera otak
traumatik
12
GCS jika GCS
menurun segera
laporkan
Tanda vital : Tekanan
darah, nadi, suhu dan respirasi
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
13
BAB III
PEMBAHASAN
Dilaporkan pria dengan umur 58 tahun Rujukan RS Awal Bros
datang ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus. Dilakukan pemeriksaan
dan didiagnosa Penurunan kesadaran e.c Cedera Otak Traumatik.
Pada kesempatan kali ini, akan dibahas mengenai penegakan
diagnosis dan tatalaksana.
Kesadaran adalah suatu keadaan di mana seorang individu
sepenuhnya sadar akan diri dan hubungannya dengan lingkungan
sekitar. Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang
berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending reticular activating
system (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik
melibatkan sistem anatomi maupun fungsional, maka akan
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai
tingkatan. Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita
tidak sadar, tidak terjaga, tidak terbangun secara utuh sehingga tidak
mampu memberikan respon yang normal terhadap stimulus. Hal ini
dapat diakibatkan oleh berbagai faktor di dalam tubuh.1
Prevalensi penurunan kesadaran berdasarkan laporan rawat
inap di Inggris tahun 2002-2003 melaporkan bahwa 0,2% dari
14
seluruh rumah sakit di Inggris memiliki pasien yang masuk ruang
gawat darurat dengan penurunan kesadaran. Hasil lain dilaporkan
oleh dua rumah sakit daerah Boston, Amerika Serikat, dimana
penurunan kesadaran diperkirakan menyebabkan hampir 3% dari
seluruh diagnosis masuk rumah sakit. Penyebab yang paling banyak
dari laporan tersebut adalah alkoholisme, trauma serebri dan stroke. 1
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit pendidikan
dr. Pirngadi, Medan, memperkirakan bahwa terdapat 3% kasus
dengan penurunan kesadaran yang masuk ke ruang gawat darurat.
Etiologi penurunan kesadaran dapat bermacam-macam seperti:
a. Sirkulasi : Stroke perdarahan, stroke iskemik
b. Infeksi : Ensefalitis
c. Metabolic : Hiperglikemia, hipoglikemia, sindrom
uremia
d. Gangguan elektrolit : Muntah, Diare
e. Neoplasma atau tumor
f. Intoksikasi : alkohol, obat-obatan
g. Trauma : perdarahan epidural, subdural, fraktur basis
crani
15
Terhadap Membuka mata bila 3
perintah dipanggil
Terhadap Membuka mata bila 2
rangsang nyeri dirangsang nyeri
Tidak ada Tidak membuka mata 1
dengan rangsang apapun
Verbal Orientasi Keadaan sadar dengan 5
penuh orientasi orang, waktu dan
tempat yang utuh
Bicara kacau Dapat diajak berbicara, 4
tetapi jawabannya kacau
Kata tanpa arti Mengeluarkan kata-kata 3
yang tidak mengandung
arti
Suara tanpa Mengeluarkan suara 2
arti seperti mengerang atau
merintih
Tidak ada Tidak ada suara sama 1
respon sekali
Motorik Menurut Dapat melakukan gerakan 6
perintah sesuai perintah
Lokalisasi Dapat melokalisasi rasa 5
nyeri nyeri
Menghindari Dapat menghindari 4
nyeri rangsang nyeri yang
diberikan
Fleksi Fleksi lengan disertai 3
abnormal abduksi bahu
(dekortikasi)
Ekstensi Ekstensi lengan disertai 2
abnormal abduksi bahu dan pronasi
lengan bawah
Tidak ada Tidak ada gerakan dengan 1
respon / rangsangan cukup kuat
16
flaksid
18
menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik dan psikososial yang
sifatnya menetap atau sementara dan disertai hilangnya atau
berubahnya tingkat kesadaran. Penyebab cedera otak traumatik yaitu
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, cedera olah raga, cedera
pada rekreasi (misalnya parachute jumping), luka tembak,
kriminalitas, penyalahgunaan anak (child abuse). Cedera otak primer
akibat langsung dari kekuatan mekanik yang merusak jaringan otak
saat terjadinya cedera kepala (hancur, robekan, memar dan
perdarahan). Cedera otak primer menyebabkan kerusakan jaringan
otak lokal, multi fokal dan difus pada sel neuron, axon, glia dan
pembuluh darah. Temuan radiologis pada CT Scan otak yaitu
perdarahan epidural, perdarahan sub dural, perdarahan intra serebral,
bercak perdarahan kontusio, cedera difus dan sebagainya.
Cedera otak sekunder adalah akibat lanjutan dari cedera otak primer
terdiri dari faktor-faktor lokal (intra kranial) dan sistemik (ekstra
kranial). Suatu hal penting dalam memahami cedera kepala murni
(isolated) dengan atau tanpa disertai cedera struktur anatomi dibawah
leher (polytrauma). Cedera ganda (polytrauma, multitrauma)
memiliki kontribusi besar pada kejadian insult cedera otak sekunder.2
Mekanisme Cedera Kepala Gennarelli dan Thibault membedakan 2
mekanisme, yaitu Mekanisme Kontak, yaitu kepala mendapatkan
pukulan tanpa melihat apakah kepala bergerak atau tidak. Lesi
kontak terjadi bersama dengan lesi akselerasi. Lesi kontak murni
adalah lesi yang terjadi daerah dekat impak ataupun jauh dari tempat
19
impak. Mekanisme Akselerasi tranlasi bila pusat gravitasi otak
bergerak sesuai garis lurus, Akselerasi rotasi yaitu gerakan disekitar
pusat tanpa menggerakkan pusat gravitasinya. Akselerasi angulasi
merupakan kombinasi diatas. Trauma akselerasi mengakibatkan.
a. Cedera kepala pada permukaan seperti SDH, Memar kontra
bentur.
b. Cedera pada bagian dalam seperti Concussion DAI. Konkusio
serebri hanya terjadi pada akselerasi angulasi dan rotasi.
Memar kortikal, PIS & SDH karena translasi.
Kerusakan otak primer, akibat benturan atau proses mekanik yang
mengakibatkan fraktur tengkorak atau otak, robekan atau regangan
serabut saraf, cedera otak fokal atau difus serta kematian langsung
neuron daerah yang terkena.
- Laserasi kulit kepala.
- Fraktur tulang tengkorak.
- Cedera otak fokal. EDH atau SDH
- Memar dan Laserasi. Terutama pada kutub frontal dan temporal
serta permukaan inferior lobus frontalis dan lobus temporalis,
karena kontak dengan protuberansia pada basis tulang tengkorak.
- Beberapa tipe kerusakan primer lainnya. Nervi kraniales,
terutama n.olfactorius, n.optikus dan n.vestibularis dapat
mengalami kontusi atau robek pada saat terjadinya cedera.
- Cedera otak difus.
20
Kerusakan otak sekunder yaitu proses komplikasi, kelanjutan dari
kerusakan otak primer misalnya meluasnya perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron berlanjut dan iskemik fokal atau global. Proses ini
terjadi oleh karena kerusakan sawar darah otak, gangguan
metabolisme otak, pengeluaran neurotransmitter dan radikal bebas.
1. Hematom Intrakranial Ekstra aksial : EDH, SDH, PSA dan
Intra aksial : PIS, PIV
2. Edema serebri
3. Herniasi tentorial / tonsiler
4. Iskhemia serebral fokal / global
5. Infeksi
6. Hydrocephalus
Derajat cedera kepala
• Cedera Kepala Minimal (GCS 15)
• Cedera Kepala Ringan (GCS 13 – 15)
• Cedera Kepala Sedang (GCS 9 – 12)
• Cedera Kepala Berat (GCS 3 – 8)4
Tatalaksana awal
- Primary Survey yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposure
- Secondary survey yaitu Dilakukan pemeriksaan menyeluruh
mulai dari kepala sampai akral
Penanganan
Perdarahan Subdural
21
SDH dengan tebal perdarahan lebih dari 10 mm/ midline shift lebih
dari 5 mm harus dilakukan tindakan operatif , Pasien dengan Akut
SDH dan GCS kurang dari 9 harus dilakukan pemantauan tekanan
ICP
SDH dengan tebal perdarahan kurang dari 10 mm atau midline shift
kurang dari 5 mm dapat dilakukan tindakan operatif bila GCS
berkurang 2 poin atau lebih dibandingkan saat pasien masuk,
terdapat reflex pupil yang abnormal atau ICP lebih dari 20 mmHg
Perdarahan Intracerebri
Lesi parenkim dengan gangguan neurologik yang reversibel,
hipertensi intracranial yang refrakter terhadap pengobatan
medikamentosa dan adanya efek massa pada CT scan perlu
dilakukan tindakan operatif. Pasien dengan GCS 6-8 dengan lesi
frontal atau temporal lebih dari 20 cc dengan midline shift lebih dari
5 mm atau kompresi cisternal, atau lesi dimanapun dengan volume
lebih dari 50 cc perlu dilakukan tindakan operatif. Lesi parenkim
tanpa gangguan neurologik, tidak ada tandatanda penekanan yag
disebabkan oleh efek massa dengan ICP yang terkontrol dapat
ditangani dengan tindakan non operatif.5
Pada pasien ini, diketahui dari anamesis Pasien dengan penurunan
kesadaran post KLL motor vs motor kurang lebih 30 Menit SMRS.
Pasien lalu dibawa ke rumah sakit Awal Bros dan mendapat
perawatan selama 9 jam dan akhirnya dirujuk ke RSUD dr. Doris
Sylvanus, muntah (+) 2 kali setelah kejadian isi air dan makanan,
22
lendir (+), darah (-). Kejang (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan
GCS 9, terdapat hematom pada occipital dan adanya produksi
sputum. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan SDH bilateral, SAH,
ICH, edema serebri dan fraktur linier os ocipitale. Dari anamesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui pasien mengalami
penurunan kesadaran akibat trauma, derajat cedera kepala sedang
dengan kerusakan otak primer dan sekunder.
23
BAB IV
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25