Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

ILEUS OBSTRUKTIF

Disusun oleh :
dr. Fifi Ramadani

Pendamping :
dr. Andry Hamdani, Sp.B
dr. Astri Rahmawati

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA PALU
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi, dan industri telah
banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi
lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makan, berkurangnya aktivitas fisik,
dan meningkatnya pencemaran atau polusi lingkungan. Perubahan tersebut telah memberi
pengaruh pada transisi epidemiologi yaitu beban ganda penyakit dengan meningkatnya
beberapa penyakit menular dan penyakit tidak menular atau degeneratif. Salah satu jenis
penyakit tidak menular adalah penyakit pada saluran pencernaan. Ileus adalah
gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut
yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus ada dua macam yaitu ileus
obstruktif dan ileus paralitik.1
Ileus obstruktif adalah hilangnya pasase isi usus yang menandakan adanya obstruksi.
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal.2
Pada tulisan ini akan disajikan kasus seorang laki-laki dengan Suspek Ileus Obstruktif
yang mendapatkan perawatan rawat inap di RS Bhayangkara Palu.

B. Tujuan
Pada laporan kasus ini disajikan kasus ”Seorang Laki-laki 59 tahun dengan ”Ileus
Obstruktif” Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari lebih dalam tentang cara
mendiagnosis dan mengelola penderita dengan penyakit tersebut diatas.

C. Manfaat
Penulisan portofolio ini diharapkan dapat membantu para dokter untuk dalam
menegakkan diagnosis dan melakukan pengelolaan kasus ”Ileus Obstruktif”.
BAB 2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Tn. M
Umur : 59Tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Alamat : Jln. Lrg. Bakso
No. RM : 078008
Tanggal Periksa: 13 januari 2022

B. SUBYEKTIF – ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 13 Januari 2022 pk 12.00 WITA di IGD RS
Bhayangkara

Keluhan Utama: Tidak bisa BAB sejak 5 hari


Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk RS Bhayangkara dengan keluhan tidak bisa BAB sejak 5 hari
sebelum masuk RS. Keluhan disertai dengan mual (+), muntah (-) demam (-) pasien
juga mengatakan perutnya kadang-kadang terasa sakit, dan tidak bisa buang angin.
BAK (+) seperti biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Sakit Jantung : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat operasi hernia tahun 2014
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat Sakit Jantung : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien seorang
C. OBJEKTIF
1. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sedang, kompos mentis


Vital Sign : Tensi : 120/80mmHg Respiratory Rate : 22x/menit
Nadi : 86x/menit Suhu : 36,5 C
VAS : -
Kepala : bentuk normocephal
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), mata cekung (-/-),sklera ikterik (-/-)
Telinga : discharge -/-
Hidung : discharge -/-
Mulut : bibir kering (-),bibir sianosis (-)
Leher : Pembesaran nnll -/-,trachea di tengah
Thorak : retraksi (-)
Cor : I : iktus cordis tidak tampak
P : iktus cordis teraba di SIC 5 2cm dari linea medioclavicularis sinistra
P : Batas jantung kanan SIC 5 linea sternalis dextra
Batas jantung kiri SIC 5 linea medioclavicularis sin dan SIC 5 linea
parasternalis sinistra
Batas jantung atas SIC 2 Linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung SIC 3 Linea Parasternalis sinistra
A : bunyi jantung I-II reguler, bising (-), gallop (-)

Pulmo : I : simetris saat statis dan dinamis


P : stem fremitus kanan = kiri
P : sonor seluruh lapangan paru
A : Suara Dasar Vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)

Abdomen: I : Tampak Datar


A : Peristaltik (+) Metalic Sound (+)
Pe : Timpani (+) di seluruh lapangan abdomen
Pa : Nyeri tekan (-) epigastrium, defans (-). Distensi (-)
Extremitas : superior inferior
Oedema : -/- -/-
Sianosis : -/- -/-
Akral dingin : -/- -/-

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb : 12.4 gr/dL
Hematokrit : 36.4 %
Trombosit : 177/mm3
Leukosit : 6.6 x 103/mm3
Eritrosit : 3.88juta/mm3
RT-Ag Sars-COV-2 : Negatif
GDS : 102mg/dL

D. ASSESSMENT
Konstipasi et causa Susp Ileus Obstruktif et causa adhesi.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien masuk RS Bhayangkara dengan keluhan tidak bisa BAB sejak 5 hari
sebelum masuk RS. Keluhan disertai dengan mual (+), muntah (-) demam (-) pasien
juga mengatakan perutnya kadang-kadang terasa sakit dan tidak bisa buang angin. BAK
(+) seperti biasa.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 13 Januari 2022 didapatkan keadaan umum pasien
tampak sakit sedang dengan tanda vital: tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 86 kali/menit
reguler, frekuensi pernafasan 22x/ menit dan suhu 36,50C (axiller). Pada pemeriksaan
fisik didapatkan peristaltik usus (+) meningkat Metalic Sound (+).
Berdasarkan, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis Konstipasi et causa Susp Ileus Obstruktif et causa adhesi.

E. PLAN

Pengobatan : - Infus RL 20 tpm


- Inj. Ketorolac 30mg/12 jam/iv
- Injeksi Omeprazole 40 mg/12 jam/iv
- Konsul Bedah : Advice = pemasangan NGT

Edukasi : memberi tahukan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang
diderita pasien, pengobatan dan perlunya dilakukan konsultasi lebih lanjut pada dokter
bedah.
Konsultasi : dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis Bedah
untuk pemeriksaan lebih lanjut dan tindakan yang akan dilakukan.
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Ileus obstruktif adalah suatu keadaan dimana isi lumen saluran cerna
tidak dapat disalurkan ke distal karena adanya sumbatan atau hambatan
mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus
yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang
menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.(1)

B. Anatomi

Usus Halus
Usus halus merupakan bagian yang terpanjang dari saluran pencernaan yang
berbentuk seperti tabung memiliki panjang kurang lebih 6-7 meter, terbentang pilorus
pada gaster sampai junctra ileocaecalis. Sebagian besar proses digesti kimia dan
absorpsi terjadi di dalam usus halus. Usus halus dibagi menjadi tiga bagian:
duodenum, jejunum, dan ileum. Mayoritas duodenum terletak di retroperitoneum,
sedangkan jejunum dan ileum adalah struktur intraperitoneal. Lumen usus kecil
adalah susunan struktur kompleks yang membantu penyerapan nutrisi. Setiap struktur
bertanggung jawab untuk meningkatkan luas permukaan usus untuk meningkatkan
pencernaan dan penyerapan nutrisi.10
Dinding usus kecil terdiri dari empat lapisan utama: mukosa, submukosa,
muscularis propria, dan serosa. Mukosa adalah tempat penyerapan nutrisi dan air dari
lumen usus. Submukosa adalah lapisan kekuatan dinding usus dan terdiri dari jaringan
ikat padat. Pembuluh darah dan limfatik, termasuk Peyer patch dan kelenjar Brunner,
ditemukan di lapisan dinding usus ini. Ini bertanggung jawab untuk mengatur
motilitas usus dan sekresi di mukosa. Serosa adalah lapisan terluar dari dinding usus
dan merupakan satu lapisan sel mesothelial. Vili hadir di sepanjang usus halus. Vili
terpanjang di duodenum, di mana sebagian besar pencernaan dan penyerapan terjadi,
dan terpendek di ileum distal.10
Duodenum adalah bagian pertama dari usus kecil. Ini dimulai pada pilorus dan
berakhir di ligamen Treitz dan panjangnya sekitar 25 cm. Duodenum sebagian besar
retroperitoneal dan memiliki hubungan anatomi yang dekat dengan pankreas. Ini
dibagi menjadi empat bagian: pertama (bulb), kedua (descending), ketiga (transverse),
dan keempat (ascending).10
Jejunum dan ileum terletak di dalam rongga peritoneum dan berahkir ke
retroperitoneum oleh mesenterium berbasis luas. Panjang rata-rata jejunum dan ileum
adalah 5 meter: 40% jejunum, 60% ileum. Jejunum dimulai pada ligamentum Treitz
dan ileum berakhir di ICV. Jejunum terletak terpusat di perut, sedangkan ileum
sebagian besar terletak di daerah hipogastrik dan rongga panggul.10
Duodenum divaskularisasi oleh dua suplai darah yaitu arteri celiac yang memasok
foregut dan arteri mesenterika superior (SMA) memasok midgut. Jejunum dan ileum
adalah struktur midgut dan menerima darah arteri dari SMA saja.10

Usus Besar

Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum yang
keseluruhannya memiliki panjang kurang-lebih 5 kaki. Kolon terdiri dari tiga segmen,
yaitu kolon asenden, transversum, serta desenden.

Usus besar terhubung dengan usus halus melalui katup ileosekal yang
berfungsi untuk mengendalikan kecepatan masuknya makanan dari usus halus ke usus
besar dan mencegah refluks sisa makanan dari usus besar ke usus halus. Katup
ileosekal membuka ke bagian usus besar yang disebut sekum (caecum), yaitu segmen
yang berfungsi menerima sisa makanan. Bagian sekum yang menonjol disebut
apendiks. Posisi apendiks yang eksentrik mengakibatkan sisa makanan mudah
berakumulasi di rongga tersebut dan dapat mengakibatkan peradangan atau
apendisitis.
Fungsi utama usus besar adalah untuk menampung zat-zat yang tidak terdigesti dan
tidak diabsorpsi (feses). Sebagian kecil garam dan air sisa pencernaan juga diserap di
dalam usus besar. Apabila sisa makanan bergerak terlalu lambat atau berada di kolon
terlalu lama, akan terjadi absorpsi air yang berlebihan sehingga feses menjadi keras
dan mengakibatkan konstipasi. Kurang-lebih 30% berat kering feses mengandung
bakteri E. coli. Bakteri ini hidup di dalam usus besar dan memproduksi vitamin K.10
Gambar-1 Anatomi sistem saluran pencernaan

C. Klasifikasi3
Terdapat klasifikasi berdasarkan letak obstruksinya, yaitu :
1. Letak tinggi sumbatannya mengenai usus halus (gaster sampai ileum terminal)
2. Letak rendah sumbatan mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai rectum)
Terdapat Klasifikasi berdasarkan letak sumbatannya yaitu :
1. Obstruksi sebagian obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan masih bisa
sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
2. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah
3. Ileus obstrutif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan ganggren.

D. Epidemiologi
Berdasarkan data statistik dibeberapa negara, salah satunya di Amerika
Serikat, kasus ileus obstruktif diperkirakan memiliki insidensi sebesar 0,13%. Selain
itu, laporan data dari Nepal tahun 2007 didapatkan jumlah penderita ileus obstruktif
dan aralitik dari tahun 2005 -2006 adalah 1.053 kasus (5,32%), sedangkan data di
Indonesia tahun 2004 tercatat sekitar 7.024 kasus ileus obstruktif yang dirawat inap.
Obstruksi usus sering ditemukan pada neonatus yakni sekitar 1 dari 1500 kelahiran
hidup. Data dari Amerika Serikat diperkirakan 3000 dalam setahun bayi dilahirkan
dengan disertai obstruksi usus. Di Indonesia jumlahnya tidak jauh berbeda
dibandingkan dengan negara lain dan untuk seluruh dunia jumlahnya jauh melebihi
50.000 dalam setahun.4

E. Etiologi
Secara keseluruhan, penyebab paling umum dari obstruksi mekanis adalah
adhesi, hernia, dan tumor. Penyebab umum lainnya adalah divertikulitis, benda asing
(termasuk batu empedu), volvulus (usus bengkok pada mesenterinya), intususepsi
(teleskop dari satu segmen usus ke segmen lain), dan impaksi tinja.5

F. Patofisiologi
Pada obstruksi mekanis sederhana, penyumbatan terjadi tanpa gangguan
vaskular. Cairan dan makanan yang tertelan, sekresi pencernaan, dan gas menumpuk
di atas penghalang. Usus proksimal membengkak, dan segmen distal runtuh. Fungsi
sekretori dan absorpsi normal mukosa menurun, dan dinding usus menjadi edema dan
tersumbat. Distensi usus yang parah terus berlanjut dan progresif, meningkatkan
gangguan peristaltik dan sekretorik dan meningkatkan risiko dehidrasi dan
berkembang menjadi obstruksi yang mencekik. Obstruksi strangulasi adalah obstruksi
dengan aliran darah yang terganggu; itu terjadi pada hampir 25% pasien dengan
obstruksi usus halus. Biasanya berhubungan dengan hernia, volvulus, dan intususepsi.
Obstruksi strangulasi dapat berkembang menjadi infark dan gangren dalam waktu 6
jam. Obstruksi vena terjadi pertama kali, diikuti oleh oklusi arteri, mengakibatkan
iskemia cepat pada dinding usus. Usus yang iskemik menjadi edema dan infark, yang
menyebabkan gangren dan perforasi. Pada obstruksi usus besar, strangulasi jarang
terjadi (kecuali dengan volvulus). Perforasi dapat terjadi pada segmen iskemik
(biasanya usus halus) atau bila terjadi pelebaran yang nyata. Risikonya tinggi jika
sekum berdiameter ≥ 13 cm. Perforasi tumor atau divertikulum juga dapat terjadi di
tempat obstruksi. Obstruksi strangulasi dapat berkembang menjadi infark dan gangren
dalam waktu 6 jam.5

G. Tanda dan Gejala


Obstruksi usus halus menyebabkan gejala muncul tepat setelah onset berupa :
nyeri perut yang berpusat pada umbilikus atau epigastrium, muntah dan obstipasi
(pada pasien dengan obstruksi total). Pasien dengan obstruksi sebagian hanya
mengalami diare. Jika sudah parah maka akan muncul nyeri menetap yang
menandakan strangulasi. Jika tidak ada strangulasi maka nyeri hilang. Tanda khas lain
adalah bunyi peristaltik yang hiperaktif dan melengking disertai keram perut.
Terkadang, kolon yang berdilatasi dapat teraba. Saat terjadi infark, perut terasa nyeri
dan auskultasi menunjukan abdomen tidak terdapat atau kurang bunyi peristaltik.
Terdapat tanda bahaya yaitu syok dan oliguria yang menandakan obstruksi simpel
atau strangulasi yg sudah lama.5

H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalaui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
a) Anamnesis
Pada anamnesis Ileus Obstruktif, sering dapat ditemukan penyebab, misalnya berupa
adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Pada ileus
obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya, misalnya
berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia.
Pada ileus obstruktif usus halus, kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada
ileus obstruktif usus besar, kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus
obstruktif usus halus berwarna coklat kehijaun serta progresif dan pada ileus
obstruktif usus besar onset muntah lama.6
Gejala lain yang mengikuti antara lain:
a. Mual dan muntah, berhubungan dengan adanya obstruksi di bagian proksimal
b. Nyeri perut yang intermitan meningkat saat hiperperistaltik
c. Perut kembung
d. Diare, pada temuan awal
e. Konstipasi, temuan akhir berupa afflatus dan adefekasi
f. Demam dan takikardi, terjadi terlambat dan mungkin terkait dengan adanya
strangulasi
g. Riwayat operasi panggul, terapi radiasi sebelumnya atau keduanya
h. Riwayat keganasan, terutama carcinoma colon dan carcinoma ovarium
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan, ditemukan tanda dan gejala yang bergantung pada tahap
perkembangan obstruksi. Gejala umum yang timbul berupa syok, oliguria, dan
gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorisme dan kelebihan cairan di
usus serta hiperperistalsis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah.
Kolik terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus, dan
auskultasi sewaktu serangan kolik menunjukkan terjadinya hiperperistalsis yang
terdengar jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu kolik, dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada flatus atau
defekasi.6

a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi
pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour”
(gambaran kontur usus) maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus),
biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik yang
disertai mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.7

Gambar-2. Darm counter

Tanda meteorismus, dibedakan berdasarkan letak ;


1). Ileus letak tinggi: di duodenum dengan kembung di ventrikulus
2). Ileus letak tengah: kembung di umbilicus, jejunum dan ileum proksimal
3). Ileus letak rendah: di colon dengan kembung terasa di seluruh region perut
b. Palpasi
Distensi perut dan tidak nyeri tekan (kecuali pada saat hiperperistaltik) tak
ada defance muscular kecuali pada peritonitis. Palpasi bertujuan mencari
adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup
‘defance muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa
yang abnormal.7
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh
riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c.
peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap.
Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus. Onset
keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan
onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
c. Perkusi
Timpani pada seluruh region abdomen terutama di subdiafragma.7
d. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’)/borborygmi (suara
seperti air dalam botol yang di kocok / seperti suara ombak. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi,
maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau
menurun parah.
Tidak adanya nyeri
usus bisa juga
ditemukan dalam
ileus paralitikus
atau ileus
obstruktif
strangulata.7
Bagian akhir yang
diharuskan dari
pemeriksaan
adalah
pemeriksaan rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan
didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering
ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi dan
pada pasien yang sudah tua. Mukosa rectum dapat ditemukan kasar dan
apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian
anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah,
permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen
yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun
general misalnya pada keadaan peritonitis. Juga menilai ada tidaknya feses di
dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok
dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan
dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik
di dalam usus.6
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik
dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara
obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan
strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat
operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen
lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat
membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang
teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat
adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.6

c.) Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman untuk
menegakkan diagnosis, tetapi pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen,
kreatinin dan serum amylase. Pemeriksaan elektrolit diperlukan karena pasien
mual muntah tujuannya untuk mengevaluasi elektrolitnya. Berikut adalah tes
laboratorium yang penting dan diperlukan sebagai berikut:7
a. Kimia serum : hasilnya biasanya normal atau sedikit meningkat.
b. BUN (Blood Ure Nitrogen) : Jika BUN meningkat, hal ini dapat menunjukan
penurunan volume cairan tubuh (dehidrasi).
c. Kreatinin : peningkatan kreatinin mengindikasikan adanya dehidrasi
d. CBC (Complete Blood Count): Sel darah putih (WBC) mungkin meningkat
dengan pergeseran ke kiri biasanya terjadi pada ileus obstruktif sederhana
atau strangulasi, peningkatan hematokrit adalah indikator kondisi cairan
dalam tubuh berkurang (misalnya; dehidrasi).
Pada foto polos perut temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah
dilatasi usus halus (diameter > 3 cm), tampak kelok-kelok usus yang
melebar, mengandung cairan dan banyak udara sehingga memberi batas-
cairan (fluid level) yang jelas. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi
adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya
rendah.6

Gambar-3 Gambaran air fluid level pada ileus obstruktif


(Schwartz’s Principle of Surgery).

I. Penatalaksanaan
Derajat dehidrasi berdampak pada tanda klinis. Makin berat dehidrasi, gangguan
hemodinamik makin nyata. Produksi urin dan kesadaran dapat menjadi tolok ukur
penilaian klinis dehidrasi. Pada dehidrasi karena muntah hebat, ondansetron efektif
membantu asupan cairan melalui oral dan mengatasi kedaruratan. Jika ada obstruksi
usus, ileus, atau kondisi abdomen akut maka rehidrasi secara intravena menjadi

alternative pilihan. Pada dehidrasi derajat ringan-sedang Nacl 0,9% 20-30 mL/kgBB
selama 1-2 jam dapat diberikan untuk mencapai kondisi rehidrasi8

Gambar-4 Tanda Klinis Dehidrasi

Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi rehidrasi


intravena, Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan baik. Penanganan
kondisi ini dibagi menjadi 2 tahap:
Tahap Pertama berfokus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitu syok
hipovolemia yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap ini dapat diberikan
cairan kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau NaCl 0,9% sebesar 20
mL/kgBB. Perbaikan cairan intravaskuler dapat dilihat dari perbaikan takikardi,
denyut nadi, produksi urin, dan status mental pasien. Apabila perbaikan belum terjadi
setelah cairan diberikan dengan kecepatan hingga 60 mL/kgBB, maka etiologi lain
syok harus dipikirkan (misalnya anafi laksis, sepsis, syok kardiogenik). Pengawasan
hemodinamik dan golongan inotropik dapat diindikasikan.8
Tahap Kedua berfokus pada mengatasi defisit, pemberian cairan pemeliharaan
dan penggantian kehilangan yang masih berlangsung. Kebutuhan cairan pemeliharaan
diukur dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja) ditambah IWL. Jumlah IWL adalah
antara 400-500 mL/m2 luas permukaan tubuh dan dapat meningkat pada kondisi
demam dan takipnea. Secara kasar kebutuhan cairan berdasarkan berat badan adalah:
• Berat badan < 10 kg = 100 mL/kgBB
• Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50 mL/kgBB untuk setiap kilogram berat badan
diatas 10 kg
• Berat badan > 20 kg = 1500 + 20 mL/kgBB untuk setiap kilogram berat badan
di atas 20 kg.8
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan
Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena
dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan
pemasangan Foley Kateter. Pemantauan urin apabila didapatkan 0,5 – 1 cc/kgBB/jam.
Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan.
Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk
menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas
dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal.9
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi
parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja.
Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi
parsial.9
Gambar-5 Algoritma Manajemen Ileus Obstruktif
(Schwartz’s Principle of Surgery).

Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi
operatif. Pendekatan non-operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal
komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak
akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam,
takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non
operatif ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi
pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya
injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif
melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas aman namun
meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.9
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi
dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan
adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari
enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari
segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.9
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar,
terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya
sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif.
Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada
by pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi
usus.9
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari
segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan,
segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin
moistened sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila
warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus
tersebut aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras
intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.9
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian
hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.9
BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien masuk RS Bhayangkara dengan keluhan tidak bisa BAB sejak 5 hari sebelum
masuk RS. Keluhan disertai dengan mual (+), muntah (-) demam (-) pasien juga mengatakan
perutnya kadang-kadang terasa sakit dan tidak bisa buang angin. BAK (+) seperti biasa.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 13 Januari 2022 didapatkan keadaan umum pasien
tampak sakit sedang dengan tanda vital: tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 86 kali/menit
reguler, frekuensi pernafasan 22x/ menit dan suhu 36,50C (axiller). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan peristaltik usus (+) meningkat Metalic Sound (+).
Berdasarkan, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien di
diagnosa Konstipasi et causa Susp Ileus Obstruktif.
Pengelolaan pada pasien ini adalah dengan pemberian infus RL 20 tetes per menit untu
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Pemberian Ketorolac sebagai antinyeri dan
omeprazole untuk profilaksis dyspepsia.
Edukasi yang dilakukan adalah memberikan kepada pasien dan keluarganya mengenai
penyakit yang diderita pasien, pengobatan dan perlunya dilakukan konsultasi lebih lanjut
pada dokter bedah. Juga dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis
Bedah untuk pemeriksaan lebih lanjut dan tindakan operasi yang akan dilakukan.
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik. Sumbatan jalannya isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan
tertimbun di bagian proksimal obstruksi, sehingga di daerah tersebut akan terjadi distensi atau
dilatasi usus. Penyebab ileus obstruktif ada berbagai macam. Obstruksi dapat terjadi di usus
halus ataupun di usus besar. Akan tetapi, kasus adhesi sebagai penyebab ileus obstruktif pada
umumnya terjadi usus halus. Adhesi merupakan jaringan parut yang sering menyebabkan
organ dalam dan atau jaringan tetap melekat setelah pembedahan. Adhesi dapat membelit
dan menarik organ dari tempatnya dan merupakan penyebab utama adhesi usus, infertilitas,
dan nyeri kronis pelvis. Adhesi dapat timbul karena operasi sebelumnya atau peritonitis
setempat atau umum. Pita adhesi timbul di antara lipatan usus dan luka dari situs operasi.
Adhesi ini dapat menyebabkan obstruksi usus halus dengan menimbulkan angulasi akut dan
kinking. Adhesi ini sering timbul beberapa tahun setelah operasi. Hal ini dapat diakibatkan
oleh teknik operasi yang salah atau terlalu banyak trauma pada usus sewaktu operasi
sehingga usus rusak dan terbentuk jaringan parut yang dapat mengalami penyempitan.
Diagnosis ileus obstruktif ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yaitu 4 gejala klinik
kardinal menurut Winslet dan Sabiston berupa nyeri abdomen, muntah, distensi, dan
kegagalan defekasi dan atau flatus. Ditambah dengan pemeriksaan penunjang radiologi dan
foto polos abdomen 3 posisi. Terapi awal yang diberikan adalah resusitasi cairan karena pada
umumnya pasien datang dalam keadaan syok hipovolemia. Setelah syok teratasi dan
keseimbangan cairan terpenuhi maka dilakukanlah operasi untuk menghilangkan penyebab
obstruksi sebagai terap
Menurut teori pada kasus ileus obstruktif sebaiknya dilakukan pemeriksaan tambahan
seperti Foto Polos Abdomen. Foto Polos Abdomen sangat bernilai dalam menegakkan
diagnosa ileus obstruksi, temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus
(diameter > 3 cm), tampak kelok-kelok usus yang melebar, mengandung cairan dan banyak
udara sehingga memberi batas-cairan (fluid level) yang jelas. Sensitifitas foto abdomen untuk
mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah.
Tatalaksana terhadap kasus ileus obstruksi menjadi 2 yaitu penanganan awal saat pasien
di IGD dan penangan lanjut. Penanganan di IGD bertujuan untuk mengurangi efek dari
seperti mencegah nyeri dan pemasangan nasogastric tube. Pada pemberian resusitasi cairan
intravena, hal lain yang juga penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube.
Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya
aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahyudi A, Siswandi A, Purwaningrum R, Dewi BC. Angka Kejadian Ileus


Obstruktif Pada Pemeriksaan BNO 3 Posisi Di RSUD Abdul Moeloek. Jurnal Il
miah Kesehatan Sandi Husada. 2016. 11(1): hal 145-151.
2. Elizabeth AM. Preventing Paralytic Ileus: Can The Anesthesiologist Help. M.E.J.
Anesth. 2009; 20(2): p. 159-65.
3. Parswa Ansari. Intestinal Obstructio. Hofstra Northwell-Lenox Hill Hospital, New
York. 2020
4. Sari N, Ismar, Nazriati E. Gambaran Ileus Obstruktif pada Anak di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2012 – Desember 2014. JOM FK. 2015. 2(2).
5. Mohammad jufri. Saluran Cerna yang Sehat : Anatomi dan Fisiologi. 2018. Penerbit
Universitas Indonesia
6. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2016. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hal : 731-798.
7. Brunicardi FC. Schwartz’s Principle of Surgery. 2015. Edisi 8. USA. McGraw-Hill
Companies.
8. Leksana E. Strategi Cairan pada Dehidrasi. CDK-224. 2015. 42(1). Hal: 70-73.
9. Di Saverio S, Coccolini F, Galati M, Smerieri N, Biffl WL, Ansaloni L, et al. Bologna
guidelines for diagnosis and management of adhesive small bowel obstruction
(ASBO): 2013 update of the evidence-based guidelines from the world society of
emergency surgery ASBO working group. World J Emerg Surg. 2013;8(1):42.
10. Campbell, Jacob, James Berry, and Yu Liang. "Anatomy and physiology of the small
intestine." Shackelford's Surgery of the Alimentary Tract, 2 Volume Set. Content
Repository Only!, 2019. 817-841.

Anda mungkin juga menyukai