Anda di halaman 1dari 50

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Januari 2021


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

ILEUS OBSTRUKSI

OLEH :

FIRMAWATI AR.

111 2019 2149

PEMBIMBING :
dr. Mahyuddin Rasyid , Sp.B, FINASC, FICS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Firmawati AR.

Stambuk : 111 2019 2149

Judul Laporan Kasus : Ileus Obstuksi

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Januari 2021

Menyetujui,

Dokter Pendidik Klinik Penulis

dr. Mahyuddin Rasyid , Sp.B, FINASC Firmawati AR

2
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. L

Umur : 78 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : jl. Muh Jufri

Pekerjaan : Pensiunan

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Masuk RS : 14 April 2017

Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri perut dialami sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan awalnya hilang

timbul, sekarang terus menerus. Pasien belum pernah BAB sejak kurang lebih

7 hari yang lalu.Riwayat diare dan konsumsi lodia 2 tablet. Sejak saat itu

pasien tidak BAB. Mual (-), muntah (-), demam (-) hipertensi disangkal,

riwayat DM disangkal.

Pemeriksaan Fisis :

a. Status generalis : Sakit sedang/Gizi baik/Compos mentis

b. Status gizi:

 BB : 58 kg

 TB : 160 cm

3
 IMT : BB/TB2 = 58 kg/ (1,62 m2) = 22,6 kg/m2

(normal)

c. Status vitalis:

 T : 120/80 mmHg

 N: 84 x/menit

 P : 20 x/menit

 S : 360C

d. Kepala:

 Bentuk bulat

 Ukuran normochepal

 Anemis (+/+) dinilai di kedua mata

 Ikterus (-/-) dinilai di kedua mata

 Sianosis (-) dinilai di kedua mata

 Hematoma (-) dinilai di kepala dan wajah

 Rinore (-), epistaksis (-) dinilai di hidung

 Lidah kotor (-) dinilai di mulut

 Hiperemis (-) dinilai di mata

e. Leher:

 Massa tumor (-)

 Nyeri tekan (-)

 Pembesaran kelenjar getah bening (-)

 Pembesaran Thyroid (-/-)

4
 Hematom (-)

 Deviasi trakea (-)

f. Thorax:

 I : Normochest, Simetris (ka=ki), tidak menggunakan otot-otot

bantu pernafasan, hematom (-), luka (-), jejas (-), jaringan

sikatrik (-).

 P : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus

(kanan=normal,kiri=menurun), bunyi krepitasi (-).

 P : Sonor (ka=kiri), batas paru hepar ICS VI dextra anterior, bunyi:

pekak ke timpani pada batas paru ke hepar.

 A : Bunyi pernapasan : vesiculer

Bunyi napas tambahan : (-/-)

g. Jantung:

 I : Ictus Cordis tidak tampak

 P : Ictus Cordis tidak teraba

 P : Pekak relatif

1) Batas Kiri Atas : ICS II Linea Parasternalis Sinistra

2) Batas Apex : ICS VI Linea Midclavicula Sinistra

3) Batas Kanan Atas : ICS II Linea Parasternalis Dextra

4) Batas Kanan Bawah : ICS IV Linea Parasternalis Dextra

 A : Bunyi Jantung =S1 dan S2 murni regular, tidak ada bising

h. Abdomen:

 I : Distensi (+), hematom (-), luka/jejas (-), jaringan sikatrik (-),

bekas operasi (-)

5
 A : Peristaltik (+) kesan meningkat

 P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepar tidak teraba, lien tidak

teraba

 P : Tympani, asites (-)

i. Extremitas:

Atas : akral hangat + / +, edema - / -

Bawah : akral hangat + / +, edema - /-

Pemeriksaan Penunjang

 Tanggal : 17-04-2017

Jenis foto : Abdomen 3 posisi supine

Hasil Pemeriksaan :

 Distribusi udara sangat minimal, tidak sampai distal colon

 Tampak loop-usus halus dilatasi dengan air fluid level, membentuk

gambaran stepladder, serta tampak pula gambaran harring bone

 Psoas line dan peritonial fat line intak

 Tidak ada bayangan radiolusen di subdiafragma

Kesan: Ileus obstruksi

6
Gambar 2.1. Foto Abdomen posisi supine, erect, left lateral decubitus.

Gambaran ileus obstruksi

 Tangggal 17-04-2017

Jenis foto : USG abdomen

Hasil Pemeriksaan :

 Hepar, GB, pankreas, dan lien normal

 Kedua ginjal normal

 Buli-buli kosong

 Sangat banyak udara intra abdominal

Kesan : gambaran ileus

7
Gambar 2.2. USG abdomen, gamabaran ileus

Laboratorium (14 April 2017)

Pemeriksaan Nilai
Hasil Pemeriksaan
Normal
Rutin
Hemoglobin 12,4 11-17 g/dL
Hematokrit 37 35-55 %
Leukosit 7.400 4.000-12.000
Trombosit 197.000 150-400 ribu/mm3
Kimia Darah
SGPT 23 5-41 u/l

8
SGOT 44 5-38 u/L
Kreatinin 1,9 0,5-1,2 mg/dL
Urea 88 15-40 mg/dL
Diagnosis

Ileus obstruksi

Terapi / Penatalaksanaan yang diberikan

- IVFD RL 20 tpm

- Inj. tyrosin IA/IV

- Diatab 2x1

- Stop intake oral

- Usul pasang NGT

- Ketorolac 1 amp /IV

- Pasang kateter urin

- Omeprazole 40mg/24 jam/iv

- Alinamin F/12jam/iv

- Amlodipin 5 1x1

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

a. Usus Halus

Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang 6 meter pada orang

dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan

ileum. Duodenum merupakan segmen yang paling proksimal, terletak

retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus

pancreas. Duodenum dipisahkan dari dari gaster oleh adanya pylorus

dari jejunum oleh batas ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak

di intraperitoneal dan bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterium.

Tak ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara jejunum dan

ileum; 40% panjang dari jejunoileal di yakini sebagai jejunum dan 60%

sisanya sebagai ileum. Ileum berbatasan dengan sekum dikatup

ileosekal.5

Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter,

1-2 meter adalah bagian usus kosong atau disebut juga jejunum. Usus

penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada

sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 meter dan

terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu

10
atau appendiks. Ileum memiliki pH atara 7 dan 8 (netral atau sedikit

basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan dan garam-garam

empedu.5

Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis

atau valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang.

Lipatan ini juga terlihat secara radiografi dan membantu membedakan

usus halus dan kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian

proksimal usus halus daripada distal. Hal lain yang juga dapat digunakan

untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus halus ialah

sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak

mesentrial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang.

Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel

limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut Peyer Patches.


5

Gambar 1. Anatomi usus halus.5

b. Usus Besar

11
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum,

dimulai dair ileocecal ke anus dan rata-rata panjangnya 1,5m dan

lebarnya 5-6cm. Usus besar terdiri atas segmen awal (sekum), dan kolon

asendens, tranversum, desenden, sigmoid, rectum, dan anus. Sisa

makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam usus

halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat

muskularis eksternus usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu

berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini

telah menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun

terdapat usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh lebih

banyak dibandingkan dengan usus halus. Sel goblet ini juga bertambah

dari dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar ini tidak memiliki

plika sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar intestinalterletak

lebih dalam dari pada usus halus.6

Gambar 2. Anatomi usu besar.6

c. Suplai Vaskuler

12
Usus halus diperdarahi oleh arteri mesenterika superior yang

merupakan cabang dari aorta tepat dibawah arteri soelika. Arteri ini

memperdarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian

atasnya diperdarahi oleh arteri pankreotikoduodenalis superior, suatu

cabang dari arteri gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah

duodenum diperdarahi oleh arteri pankreotikoduodenalis inferior, suatu

cabang cabang arteri mesenterika superior. Pembuluh-pembuluh darah

yang memperdarahi jejunum dan ileum ini beranastomosis satu sama

lain untuk membentuk serangkaian arcade. Bagian ileum yang terbawah

juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena

mesentericus superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk

vena porta.7

Pada usus besar ateri mesenterika superior memperdarahi belahan

bagian kanan (sekum, kolon ascenden, deua pertiga proksimal kolon

tranversum) : (1) Ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan

arteri mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal

kolon tranversum, kolon desenden, dan sigmoid, dan bagian proksimal

rectum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.5

d. Pembuluh limfe

Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan

cairan limfe; (1) ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis

ke nodi lympahatici gastroduodenalis dan kemudian ke nodi limpatici

coeliacus dan (2) kebawah melalui nodi lymphatici

13
pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici mesenteries superior sekitar

pangkal aterteri mesenterika superior.7

Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi

lymphatici mesentricus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici

mesentericus superior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesenterikus

superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi

lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici

mesenterikus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan

limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan vena

kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon tranversum

cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus superior,

sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon tranversum dan kolon

desenden akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus inferior.7

e. Persarafan

Saraf-saraf duodenum berasl dari saraf simpatis dan parasimpatis

(vagus) dari pleksus mesenterikus superior dan pleksus coelicus. Saraf

untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis

(nervus vagus) dari pleksus mesenterikus superior.7 Rangsangan

parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan

rangsang simpatis menghambat nyeri, sedangkan serabut-

serabutparasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsic, yang

menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang

terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meisener di lapisan

submukosa.8

14
Persarafan usus besra dilakukan oleh system saraf otonom dengan

pengecualian pada sfingter eksterna yang berada di bawah control

volunteer.8 Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh

serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf

mesenterika superior. Pada kolon tranversum dipersarafi oleh saraf

simpatis nervus vagusdan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut

simpatis berjalan dari pleksus mesenterikus superior dan inferior.

Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarfi dua pertiga proksimal

kolon tranversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis

nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon desenden dipersarafi serabut-

serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf

parasimpatis sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rectum,

sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.8

B. Fisiologi

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan

absorbsi nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dari

dalam mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin

terhadap makana yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum

terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang menghidrolisis karbohidrat,

lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat

dalam sekret pancreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH

optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu

proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan

permukaan yang lebih luas untuk kerja lipase pancreas.9

15
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah

usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada

brush border vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil di absorbsi.

Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat-zat yang dimakan

dengan secret pancreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan

peristaltic mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainya dengan

kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinyu isi

lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat,

lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk

digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga

diabsorbsi. Pergererakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan

absorbs bahan-bahan makanan dapat berlangsung secara maksimal.

Pergerakan usus halus terdiri dari; pergerakan mencampur (mixing) atau

pergerakan segmentasi yang mencampur makanan dengan enzim-enzim

pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi. Pergerakan polpusif

atau gerak peristaltic yang mendorong makanan kea rah usus besar.10

Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktivitas otot polos usus halus

yang terdiri dari 2 lapis, yaitu lapisan otot longitudinal dan otot sirkuler.

Otot yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur

makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh

makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus

menerus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan

mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya di

absorbs.9

16
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang

lambat yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran

cerna. Proses kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada

duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltic pada

usus halus mendorong makanan menuju kearah kolon dengan kecepatan 0,5

sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih cepat daripada

bagian distal. Gerakan peristaltic ini sangat lemah dan biasanya menghilang

setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.9

Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama

diatur oleh adanya gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi

yang disebabkan oleh adanya sel-sel pace maker yang terdapat pada dinding

usus halus, diamana aktivitas dari sel-sel ini dipengaruhi oleh sitem saraf

dan hormonal. Aktivitas gerakan peristaltic akan meningkat setelah makan.

Hal ini sebagian besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum

sehingga menimbulkan reflex peristaltic yang akan menyebar ke dinding

usus halus. Sebaliknya sekretindan glucagon menghambat pergerakan usus

halus. Setelah makanan mencapai katup ileocecal, makan kadang-kadang

terhambat selama beberapa jam sampai seorang makan lagi. Pada saat

tersebut, reflex gastrial meningkatkan peristaltik dan mendorong makanan

melewati katup ileocaecal menuju kolon. Makan yang menetap untuk

beberapa lama pada daerah ileum oleh sfingter ileocaecal berfungsi agar

makanan dapat diabsorbi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk

mencegah makanan kembali ke caecum masuk ke ileum.10

17
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila

tekanan di dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka

kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltic ileum

akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi

peradangan pada caecum atau pada appendiks makan sfingter ileocaecal

akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis sehingga

pengosongan ileum terhambat.10

C. Definisi

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang

terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi

dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus.

Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.11

Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi

intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi

Intestinal ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik

parsial atau total dari usus besar dan usus halus.11

D. Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar

pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil

sekresi tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang

menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan

oleh tiga mekanisme ;

1. blokade intralumen (obturasi)

18
2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus

3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari

intestinal.

Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal

biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh

pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu

faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi.12

Gambar 3. Penyebab ileus obstruktif.13

Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan

umur dan tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan

penyebab utama dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak

pernah dilakukan operasi laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi

19
dan berbagai hal yang berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan.

Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80 % penyebab dari kasus ileus

obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 % obstruksi yang disebabkan oleh

adhesi; intususepsi merupakan penyebab tersering dari ileus obstruktif yang

terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan 30 % kasus

komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus

obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon,

pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi lebih sering

daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan volvulus

merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan

karsinoma kolorektal.13

Penyebab paling umum dari ileus obstruksi adalah adhesi

pascaoperasi. Perlengketan pasca operasi dapat menjadi penyebab obstruksi

akut dalam waktu 4 minggu pasca operasi atau dekade obstruksi kronis

berikutnya. Insiden ileus obstruktif sejajar dengan meningkatnya jumlah

laparotomi dilakukan di negara-negara berkembang. Penyebab lain yang

umum diidentifikasi dari ileus obstruktif adalah hernia inkarserata. Etiologi

lainnya termasuk tumor ganas (20%), hernia (10%), penyakit inflamasi usus

(5%), volvulus (3%), dan penyebab lain-lain (2%). Penyebab ileus

obstruktif pada pasien anak termasuk atresia kongenital, stenosis pilorus,

dan intususepsi.14

Tabel 1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal: 5,12

Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik

Benda Asing Adhesi Kongenital

Benda Asing

20
- Iatrogenik - Atresia, stenosis, dan
- Tertelan webs
- Batu Empedu Hernia - Divertikulum Meckel
- Cacing - Eksternal
- Internal
Intususepsi Massa Inflamasi

Pengaruh Cairan - Anomali organ - Divertikulitis


atau pembuluh - Drug-induced
- Barium darah - Infeksi
- Feses - Organomegali - Coli ulcer
- Meconium - Akumulasi Cairan
- Neoplasma Neoplasma

- Tumor Jinak
Post Operatif
- Karsinoma
Volvulus - Karsinoid
- Limpoma
- Sarcoma

Trauma

E. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga

kelompok:15

a.Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu


empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Berdasarkan Lokasi Obstruksi :

a. Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum

b. Letak Tengah : Ileum Terminal

c. Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar :10

21
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan

terjepitnya pembuluh darah.

2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya

penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir

dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat

yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.

3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan

keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua

tempat obstruksi.

Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus

obstruktif dibagi dua:16

1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai

duodenum, jejunum dan ileum

2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai

kolon, sigmoid dan rectum.

F. Patofisiologi

Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi

Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster,

intestinal dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya.

Meskipun aliran cairan menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian

besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus

obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal daerah

obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal

proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah

22
distal dari obstruksi. Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah

obstruksi terjadi dalam beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan

cairan dan sekresi lumen yang terus bertambah terkumpul dalam intestinal.

Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah terjadinya

obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan

meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan

kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif.

Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen.

Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi

dan sekresi normal. Ileus obstruktif menyebabkan dilatasi proksimal usus

akibat akumulasi sekresi GI dan udara yang tertelan. Dilatasi usus ini

merangsang aktivitas sekretori sel, menyebabkan akumulasi lebih cair. Hal

ini menyebabkan peningkatan peristaltik atas dan di bawah obstruksi,

dengan diare dan flatus awal perjalanan penyakit. Distensi lumen

menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia.

Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus

obstruktif. Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari

metabolisme bakteri. Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen

(12%), dan Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya mirip dengan udara

bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk

berdifusi dari lumen.

Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi

mekanik dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah

berturut-turut: terjadinya hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan

23
pada tingkat akhir terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi

kurang aktif. Obstruksi mekanik yang berkepanjangan menyebabkan

penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan kerusakan aktivitas

gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon terhadap

rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik

terbebaskan.

Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga

menyebabkan aliran cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan

sebaliknya aliran dari pembuluh darah ke lumen meningkat. Perubahan yang

serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi dari Natrium dan Khlorida.

Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin

terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme

sekresi. Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal,

seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal polipeptida, prostaglandin,

atau endotoksin.

Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi

intestinal di bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan

muntah. Proses obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses

absorbsi dan sekresi semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik

ini mengarah pada peningkatan defisit cairan intravaskular yang disebabkan

oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan

transudasi cairan intraperitoneal. Selain itu dapat menyebabkan kompresi

limfatik mukosa, menyebabkan dinding usus lymphedema. Muntah terjadi

jika tingkat obstruksi proksimal. Hilangnya cairan dan dehidrasi berat dan

24
berkontribusi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitasPemasangan

nasogastric tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui

external loss. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan

komplikasi yang sering dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak

dikoreksi dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi renal, syok, dan

kematian.

Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi

bakteri. Bakteri Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi.

Koloni berlebihan dari bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi

motorik dari intestinal dan menyebabkan terjadinya translokasi bakteri.

25
Gambar 4 .Patofisiologi Ileus Obstruktif.13

Strangulasi

Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen

obtruksi dari intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan

langsung dari vasa mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada

dinding intestinal. Komplikasi ini sering berhubungan dengan obstruksi

yang disebabkan oleh hernia dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada kolon

paling sering disebabkan oleh volvulus. Iskemia intramural dapat terjadi

karena berbagai sebab. Distensi dan peningkatan tekanan pada intramural

dapat menyebabkan kongesti dari vena, kebocoran kapiler, edema dinding

usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari arteri dan vena. Peningkatan

pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam setelah strangulasi. Hal ini

menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat merangsang pelepasan

mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari intestinal lebih peka

terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan peranan

penting untuk mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia, protease

pankreas dan radikal bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap

terjadinya iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis

mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari

dinding intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe pada mesenterikum,

dan sirkulasi sistemik. Hal ini dapat menyebabkan iskemia, sepsis, perforasi

26
frank yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematian akibat syok sepsis.

Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya gagal

organ, seperti paru.

Tabel 2. Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate.1

Volvulus

Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan

sebab yang paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran

mesenterium. Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat

menyebabkan terjadinya closed loop obstruction jika katup ileocekal masih

tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen obstruksi meningkat, sekresi

cairan ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya menurun.

Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini ialah

meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung

tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih

dahulu bahkan sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.

Obstruksi Parsial Intestinal

27
Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi

merupakan penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali

mengakibatkan terjadinya strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat

menyebabkan terjadinya penebalan dinding intestinal akibat hipertrofi otot.

Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan kelompok kontraksi

merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris ini dan

kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat

menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.

Obstruksi kolon

Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan

intestinal. Kolon khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang

terbatas pada absorbsi. Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih

lambat karena posisinya yang berada paling distal dari saluran pencernaan

dan karena sebagian besar cairan telah diabsorbsi di usus halus. Distensi

yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan kolon untuk beradaptasi dan

dekompresi dapat terjadi karena katup ileocecal yang inkompeten. Seperti

disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat menyebabkan

terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan penipisan dinding

cecum akibat penambahan diameter dapat meningkatkan resiko terjadinya

rupture. Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding

kolon, diastasis dari lapisan otot, ataupun karena invasi bakteri di dinding

kolon. Obstruksi kolon berakibat pada motilitas abnormal namun tidak

hiperperistaltik.

28
Tabel 3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar.18

G. Manifestasi Klinis

Obstruksi dapat diklasifikasikan parsial atau totalis, sederhana atau

strangulasi. Tidak ada gambaran klinis khas untuk mendeteksi awal obstruksi

strangulasi. Nyeri perut sering digambarkan sebagai kram perut dan sifatnya

intermiten (berkala/ hilang timbul) merupakan gejala yang paling menonjol

pada obstruksi sederhana. Seringkali presentasi dapat menunjukan lokasi

perkiraan dan sifat obstruksi. Biasanya rasa sakit yang terjadi dalam jangka

waktu yang lebih singkat dan nyeri kolik disertai dengan muntah

menandakan obstruksi ileus bagian proksimal. Sedangkan pada nyeri yang

lama (beberapa hari), bersifat progresif, dan disertai dengan distensi abdomen

merupakan gejala khas pada obstruksi letaknya lebih distal. Perubahan

karakter nyeri dapat menunjukan perkembangan komplikasi yang lebih serius

misalnya nyeri yang menetap pada abdomen yang menandakan adaya

strangulasi atau tanda iskemik.19

Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan

obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan

29
ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala

penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah

obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering

dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi

intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus

kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.5

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen

yang akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau

distensi bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus,

dan peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume

intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin

didapatkan leukositosis ringan.12

Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi

lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat

muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering

ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai

dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.12

Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting

untuk membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih

terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah

obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya

obstruksi partial.19

30
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,

namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah.

Tanda awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa

yang teraba dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun

strangulasi. Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga

kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan

tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat

diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau

terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-

tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui

adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa

di rectum harus selalu dilakukan.19

Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus,

demam, takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien

sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan.

Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal,

demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate

dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat

bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi

sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.19

H. Diagnosis

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu

harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,

serta pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboratorium harus dilihat

31
sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang seharusnya

dilakukan segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :

1. Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat

ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena

pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia.10 Pada ileus obstruktif

usus halus, kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus

obstruktif usus besar, kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada

ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif

usus besar onset muntah lama.10

Gejala lain yang mengikuti antara lain:

a. Mual dan muntah, berhubungan dengan adanya obstruksi di bagian

proksimal

b. Nyeri perut yang intermitan meningkat saat hiperperistaltik

c. Perut kembung

d. Diare, pada temuan awal

e. Konstipasi, temuan akhir berupa afflatus dan adefekasi

f. Demam dan takikardi, terjadi terlambat dan mungkin terkait dengan

adanya strangulasi

g. Riwayat operasi panggul, terapi radiasi sebelumnya atau keduanya

h. Riwayat keganasan, terutama carcinoma colon dan carcinoma ovarium

2. Pemeriksaan Fisik
32
a. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup

kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen

harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa

abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat

ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm

steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat

penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan

juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan

menggeliat sewaktu serangan kolik.

Gambar 5. Darm countur

Tanda meteorismus, dibedakan berdasarkan letak ;

1). Ileus letak tinggi : di duodenum dengan kembung di ventrikulus

2). Ileus letak tengah : kembung di umbilicus, jejunum dan ileum


proksimal

33
3). Ileus letak rendah : di colon dengan kembung terasa di seluruh
region perut

b. Palpasi

Distensi perut dan tidak nyeri tekan (kecuali pada saat hiperperistaltik)

tak ada defance muscular kecuali pada peritonitis. Palpasi bertujuan

mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang

mencakup ‘defance muscular’ involunter atau rebound dan

pembengkakan atau massa yang abnormal.

c. Perkusi

Timpani pada seluruh region abdomen terutama di subdiafragma

d. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik

gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’)/borborygmi

(suara seperti air dalam botol yang di kocok / seperti suara ombak.

Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di

atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising

usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa

juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif

strangulata.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah

pemeriksaan rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan

didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering

ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi

34
dan pada pasien yang sudah tua. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan

apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian

anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran,

jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan

diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan

pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Juga

menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif

usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada

sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila

penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus.10

Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi

mekanik dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan

antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana

dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis

adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya

kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi

usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi.

Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus

diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah

menuntun kita ke arah strangulasi.10

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami

obstruksi intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood

Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Pemeriksaan elektrolit

35
diperlukan karena pasien mual muntah tujuannya untuk mengevaluasi

elektrolitnya. Berikut adalah tes laboratorium yang penting dan diperlukan

sebagai berikut: 22

a. Kimia serum : hasilnya biasanya normal atau sedikit meningkat.

b. BUN (Blood Ure Nitrogen) : Jika BUN meningkat, hal ini dapat

menunjukan penurunan volume cairan tubuh (dehidrasi).

c. Kreatinin : peningkatan kreatinin mengindikasikan adanya dehidrasi.

d. CBC (Complete Blood Count): Sel darah putih (WBC) mungkin

meningkat dengan pergeseran ke kiri biasanya terjadi pada ileus

obstruktif sederhana atau strangulasi, peningkatan hematokrit adalah

indikator kondisi cairan dalam tubuh berkurang (misalnya; dehidasi).

e. World Society of Emergency Surgery memperbaharui pedomana untuk

diagnosis dan manajemen dari ileus obstruksi adhesive, meliputi hal-

hal sebagai berikut: dengan tidaka adanya strangulasi dan riwayat

muntah terus menerus atat gabungan tanda-tanda pada CT scan, pasien

dengan ileus obstruksi parsial dapat dengan aman dikelola dengan

manajemen non-operativ yaitu penggunaan tabung dekompresi atau

dikenal dengan WSCM (Water Soluble Contrast Medium) adalaha

rekomendasi kedua untuk tujuan diagnostic dan terapetik pada pasien

yang menjalani manajemen non-operativ. Manajemen non-operative

dapat diperpanjang hingga 72 jam tanpa adanya tanda-tanda

strangulasi atau peritonitis. Pemebdahan dianjurkan setelah 72 jam

manajemen nonoperativ tanpa ada perbaikan. Eksplorasi laparotomi

yang sering digunakan untuk pasien dengan ileus obstruktif strangulasi

36
dan setelah manajemen konservatif gagal, pendekatan laproskopi

terbuka sangat di anjurkan.

4. Pemeriksaan foto rontgen


a. Foto Polos Abdomen

Menilai foto polos untuk pasien dengan ileus obstruksi

setidaknya 2 tampilan yaitu posisi terlentang atau datar dan tegak. Foto

polos merupakan diagnose lebih akurat pada kasus ileus obstruksi

sederhana, namun tingkat kegagalan diagnostik sebanyak 30% telah

dilaporkan.23

Pada foto abdomen dapat membedakan temuan obstruksi

sedehana atau strangulasi, dan beberapa telah menggunakanya utnuk

membedakan antara obstruksi lengkap atau parsial atau bukan suatu

ileus obstruksi. Studi Lappas et al menemukan 2 temuan lebih

prediktif dari ileus obstruktif letak tinggi dan ileus obstruktif komplit

antara lain: (1) adanya deferensial air-fluid level di usus halus, (2)

dilatasi usus lebih dari 25 mm. Studi ini menemukan bahwa ketika 2

temuan yang hadir, obstruksi kemungkinan besar letak tinggi atau ileus

obstruksi totalis. Ketika temuan kedua ini tidak ada maka ileus

obstruksi letak rendah (parisial) atau tidak ada obstruksi.24

Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus

halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto

abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas

foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai

37
70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat

ditemukan beberapa gambaran, antara lain: 25

1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi

2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi

3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels

4) Posisi supine dapat ditemukan :

a) distensi usus

b) step-ladder sign

5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang

berderet.

6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi

udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari

dinding usus yang oedem.

7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.

Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan

gambaran serupa dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu

dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi

berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh

cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian menghalangi

tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya

berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat

kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan

yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena

kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.20

38
Gambar 6. Dilatasi usus.20

Gambar 7. Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign.20

Gambar 8. Herring bone appearance.20

39
Gambar 9. Coffee bean appearance.18

Gambar 10. Step ledder sign.20

b. Enteroclysis

Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan

juga untuk membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna

jika pada foto polos abdomen memperlihatkan gambaran normal

namun dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika

penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini

40
juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren

dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi

negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium

merupakan kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan

aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus

maupun perforasi. Namun, penggunaan barium berhubungan dengan

terjadinya peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai

terjadi perforasi.20

Gambar 11. Intususepsi (coiled-spring appearance).26

f. Pemeriksaan laboratorium tumor colon27

- Pemeriksaan enzim transaminase sebagai penanda adanya

metastase pada liver.

- Pemeriksaan marker tumor CEA ( Carcino Embryonic Antigen)

bertujuan untuk monitor pascaterapi. Jika pada pemeriksaan inisial

tidak meningkat maka penggunaa CEA untuk follow up menjadi

kurang penting.

41
g. Pemeriksaan imaging tumor colon27

- Barium enema

Dengan adanya endoskopi, barium enema semakin digunakan.

Pada keadaan dimana endoskopi/ kolonoskopi tidak tersedia

barium enema dapat digunakan untuk diagnosis, lokasi, fiksasi

dengan jaringan sekitar, kanker sinkronos, ataupun lesi prakanker,

seperti polips, chronis ulcerative colitis.

- CT Scan

Terutama ditujukan untuk melihat adanya metastase pada hepar,

KGB para aorta, ataupun infiltrasi langsung ke organ sekitar.

- MRI

Digunakan untuk menggantikan CT Scan, terutama jika terdapat

kontra indikasi penggunaan kontras .

- PET Scan

Digunakan untuk melihat adanya metastase dari kanker kolon dan

tidak untuk mendiagnosis tumor kolon primer.

- Foto Thoraks &USG hepar

Digunakan untuk tujan mengetahui stadium M pada paru dan hepar

dan untuk persiapan operasi.

- Kolonoskopi

42
Kolonoskopi merupakan “standar emas” untuk mendiagnosis

kanker kolon. Digunakan untuk melihat adanya lesi prakanker,

untuk skring, dan melihat gambaran macros tumor dan biopsy.

I. Penatalaksanaan

Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan

kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian

cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin

harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat,

KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan

elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk

menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk

profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi

intestinal.21

Dekompresi

Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga

penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan

tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko

terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya

distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara

konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala

tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial.21

Terapi Operatif

43
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit

membutuhkan terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa

pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan

bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah

yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri

tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini

dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi

pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah

terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel.

Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam

masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.

Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi

dapat diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara

hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma

pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia

incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan

penutupan defek.

Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya

riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana

metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan

yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat

berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana

dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang

dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.

44
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai

viabilitas dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas

usus masih meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan

pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan

kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali

dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk

dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras

intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang

dikerjakan pada obstruksi ileus.

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah

sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia

incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus

ringan.

2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"

bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn

disease, dan sebagainya.

3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat

obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.

4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-

ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada

carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya.

45
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan

operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena

keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula

dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan

anastomosis.16

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi

usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan

yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh

karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat

diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal,

walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus

telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi

sama sekali belum baik.

Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai

diare pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit

serta menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap

dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila

telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai

selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah

toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari

ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan

disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.

J. Komplikasi

46
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan

keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang

dapat menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.16

K. Prognosis

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi

dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau

jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas

sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan

dilakukan dengan cepat. 20

47
KESIMPULAN

Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan

oleh sumbatan mekanik. Rintangan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus

terhalang dan tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah

proksimal tersebut akan terjadi distensiatau dilatasi usus.

Adhesi, hernia, dan tumor mencakup 90% etiologi kasus obstruksi mekanik usus

halus. Adhesidan hernia jarang menyebabkan obstruksi pada colon. Penyebab

tersering obstruksi pada colon adalah kanker, diverticulitis, dan volvulus.

Gejalanya antara lain tidak BAB, tidak kentut, disertai dengan mual, muntah dan

jika kondisi ini berlangsung lama dapat menyebabkan dehidrasi, demam, perut

kembung, nyeri perut diawali dari daerah epigastrik kemudian nyeri dirasakan

secara intermiten terutama ketika peristaltic.

DAFTAR PUSTAKA

48
1. Price, S. A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC. 2006. Hal 437-450
2. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi
Fungsional (9 ed.). (D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J.
Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC
3. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth
edition, New York
4. Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
(S. A. Price, L. McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
5. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of
Surgery (17 ed., pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
6. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
7. Nobie, B. A. Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011, from
emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
8. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and
Pseudoobstruction. In R. H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland
(Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-
Raven Publisher
9. van der Wal JB, Iordens GI, Vrijland WW, van Veen RN, Lange J, Jeekel
J. Adhesion prevention during laparotomy: long-term follow-up of a
randomized clinical trial. Ann Surg. Jun 2011;253(6):1118-21. [Medline].
10. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM,
Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult
emergency medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone. p.306-9
11. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A
Spectrum of causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
12. Sheedy SP, Earnest F 4th, Fletcher JG, Fidler JL, Hoskin TL. CT of small-
bowel ischemia associated with obstruction in emergency department
patients: diagnostic performance evaluation. Radiology. Dec
2006;241(3):729-36. [Medline].
13. Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal
Radiographs. studentBMJ April 2002;10:102-3

49
14. Sheedy SP, Earnest F 4th, Fletcher JG, Fidler JL, Hoskin TL. CT of small-
bowel ischemia associated with obstruction in emergency department
patients: diagnostic performance evaluation. Radiology. Dec
2006;241(3):729-36. [Medline].
15. Nobie, B. A. Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011, from
emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
16. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of
Surgery (17 ed., pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders

17. Di Saverio S, Coccolini F, Galati M, Smerieri N, Biffl WL, Ansaloni L, et


al. Bologna guidelines for diagnosis and management of adhesive small
bowel obstruction (ASBO): 2013 update of the evidence-based guidelines
from the world society of emergency surgery ASBO working group.
World J Emerg Surg. Oct 10 2013;8(1):42. [Medline].

18. Thompson WM, Kilani RK, Smith BB, Thomas J, Jaffe TA, Delong DM,
et al. Accuracy of abdominal radiography in acute small-bowel
obstruction: does reviewer experience matter?. AJR Am J Roentgenol. Mar
2007;188(3):W233-8. [Medline].
19. Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved
Agust 24th, 2014, Available at emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
20. Manuaba. M, Tjakra. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid
Peraboi 2010. Denpasar : Sagung Seto

50

Anda mungkin juga menyukai