Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2017


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

CHOLELITIASIS

Oleh :
RIDHA SURYANTI MUSLIMAH
10542 0503 13

Pembimbing :
dr. Adnan Ibrahim, Sp.PD

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian


Ilmu Penyakit Dalam)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:

Nama : Ridha Suryanti Muslimah

NIM : 10542 0503 13

Judul Laporan Kasus : CHOLELITIASIS

Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di


Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar.

Makassar, November 2017


Pembimbing,

(dr. Adnan Ibrahim, Sp.PD)

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr.Wb.


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus dengan
judul “CHOLELITIASIS” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat
senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang
memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr.Adnan
Ibrahim, Sp.PD yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat
berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun
penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis
harapkan demi penyempurnaan laporan kasus ini.
Demikian, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca secara
umum dan penulis secara khususnya.
Billahi Fi Sabilill Haq Fastabiqul Khaerat
Wassalamu Alaikum WR.WB.
Makassar, November 2017

Penulis

ii
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. Akbar Anwar

No. RekamMedik : 61.78.90

Umur : 37 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Tinumbu Lr. 154

Tanggal lahir : 08/09/1980

Agama : Islam

Tanggal masuk : 24/10/2017

Perawatan/ kamar : Melati / kamar 304

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam
Anamnesis terpimpin :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas

menjalar ke perut bagian tengah, sejak 2 hari yang lalu, ikterus(+) sudah 1

bulan, gatal seluruh badan (+), menggigil (+), mual(+), muntah 2 hari yang

lalu, demam (-).Riwayat Gastritis (+), riwayat DM (-), riwayat HT tidak

diketahui , BAB lancer (dempul) dan BAK lancar (seperti teh pekat),

nafsu makan baik, nafsu minum baik.

RPS :
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.

C. KEADAAN UMUM
Sakit (Ringan/Sedang/Berat)
Kesadaran (Composmentis/Uncomposmentis)
Hygiene (Buruk/Sedang/Baik)
Status Gizi (Underweight/Normal/Overweight/Obesitas I/Obesitas
Tanda vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 84x/menit reguler,kuat angkat

Pernapasan : 18x/menit,

Suhu : 36,2oC (axilla)

1. Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Simetris : Kiri - Kanan
Deformitas : -
2. Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : -
Konjungtiva : Anemis (-/-),
Sklera : Ikterus (+/+), perdarahan (-)
Pupil : Bulat Isokor kiri-kanan
3. Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan : (-/-)
4. Hidung
Bentuk : Simetris
Perdarahan : -
5. Mulut
Bibir : Kering (-), pecah-pecah, sianosis (-),
Lidah kotor : (-)
Caries gigi : -
6. Leher
Inspeksi : Simetris

2
Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
7. Kulit
Hiperpigmentasi :-
Ikterus :-
Petekhie :-
Sianosis :-
Pucat :-

8. Thorax
Inspeksi :Dada simetris kiri – kanan, Iktus cordis tidak
tampak
Palpasi : Vocal fremitus sama kiri – kanan
Perkusi :Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi :Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
9. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan,
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri,
Batas atas : ICS II linea parasternalis kanan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), Gallop
(-)
10. Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, mengikuti gerak napas, tidak ada
tanda- radang, benjolan (-), caput medusae (-)
Palpasi : Nyeritekan Hipocondrium dextra (+)
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Thympani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

3
11. Punggung
Tampak dalam batas normal
Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang
12. Genitalia
Tidak dievaluasi
13. Ekstremitas atas dan bawah
Pitting edema kedua extremitas inferior (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
24 Oktober 2017 (Laboratorium Klinik RS Pelamonia)

Hasil Nilai Normal

Darah Rutin
WBC -11.10 x 103 µL 4.000 – 10.000/mm3
RBC - 4.58 x 106 µL 4,5 – 5,5 x 106/mm3
HGB 14,0 – 17,4 g/dL
- 12.7 g/Dl
PLT 150.000-450.000 sel/mm3
355 x 10 / µL
3

55,0
SGOT
68.0
SGPT
12.0
UREUM
KREATININ 0.7

BILIRUBIN 21.1
0-1.10 mg/dl
TOTAL
BILIRUBIN 19.6
0-0.25 mg/dl
DIRECT
BILIRUBIN 0-0.75 mg/dl
1.5
INDIRECT
NON REAKTIF
HBsAg NON REAKTIF
Anti-HBS NON REAKTIF
-

4
25 oktober 2017 (Radiologi RSUD Pelamonia)

USG ABDOMEN

- Hepar : bentuk, ukuran, dan echotexture dalam batas normal, tidak


tampak dilatasi bileduct intra/extrahepatik
- Pancreas dan VU dalam batas normal
- Lien : echo normal
- GB : tampak echo batu dalam empedu disertai shadow dibelakangnya
ukuran 1,19 cm
- Kedua ginjal : bentuk, ukuran dan echotexture dalam batas normal.
Tidak tampak tanda-tanda bendungan maupun batu.

Kesan : Cholelthiasis

E. DIAGNOSIS KERJA

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang, pasien didiagnosis Cholelithiasis

F. PLANNING
Pengobatan :
 IVFD DS 5% 20 tpm

 Ciprofloxacin 3x1

 Curcuma 3x1

 Methilprednisolon 8 mg 3x1

 Urdohex 3x1

 Interhistin tab 1x1

 Hidrocortison salp 3x1

 Clobazam 2x1

5
 Lansoprazole 30mg 2x1

G. PROGNOSIS

Dubia et bonam

H. FOLLOW UP PASIEN

TANGGAL HASIL PEMERIKSAAN, INSTRUKSI DOKTER

ANALISIS DAN TINDAK

LANJUT

Tanggal S Pasien masuk rumah sakit - Diet lunak

masuk dengan keluhan nyeri perut - Ivfd Asering 16tpm

perawatan sebelah kanan atas dan - Neurobion /24 jam /

24-10-2017 menjalar ke perut bagian drips

tengah, sejak 2 hari yang lalu, - Curcuma 3x1

ikterus (+) sudah 1 bulan, gatal - Lansoprazole 30 mg

seluruh badan 9+), menggigil 2x1

(+), mual(+), muntah 2 hari

yang lalu, tidak demam.

Riwayat gastritis, riwayat DM

(+), , riwayat HT tidak

diketahui.

6
BAB: Dempul

BAK : Pekat seperti teh

Selera makan : baik

Selera minum : baik

KU : Lemas

Tekanan Darah:120/80

O mmHg

Nadi : 80 x/ menit

A Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 38.50 C

Ikterus ec. Susp.Hepatitis

Follow up 1 S Nyeri perut sebelah kanan, - IVFD Asering 16

15-10-2017 nyeri tekan, ikterus, mual dan tpm

gatal seluruh badan - Neurobion/ 24

BAK : seperti teh jam/ drips

BAB : Dempul - Lansoprazole

Nafsu makan : baik 30mg 2x1

Nafsu minum : baik - Cefotaxim /12 jam

Ku : Lemas / iv

Tekanan darah : 110/70 mmhg - Metilprednison 8

Nadi: 84 x/menit mg 3x1

- Curcuma 3x1
O Pernapasan: 20 x/menit

7
Suhu: 38,3 ’C

A Liver Inflamasi + cholelitiasis

Follow up 2 S Demam (-),menggigil (-), nyeri - IVFD DS 5% 16

16-10-2017 seluruh tubuh (+), sesak (-), tpm

batuk berlendir (-). - Neurobion/ 24

BAK : lancer jam/ drips

BAB : lancar - Lansoprazole

Nafsu makan : menurun 30mg 2x1

Nafsu minum : baik - Cefotaxim /12 jam

/ iv

Ku : baik - Interhistin tab 1x1

TD :110/70 mmhg - Metilprednison 8

Nadi: 80 x/menit mg 3x1


O
- USG ABDOMEN
Pernapasan: 20 x/menit

Suhu: 36,8 ’C

Demam tifoid + DM tipe 2


A

Follow up 3 S Gatal berkurang, gelisah, susah - IVFD DS 5% 16

17-10-2017 tidur. tpm

BAK : lancar - Neurobion/ 24

BAB : biasa jam/ drips

- Lansoprazole

8
Nafsu makan : membaik 30mg 2x1

Nafsu minum : baik - Ciprofloxacin 3x1

Ku : baik - Interhistin tab 1x1

TD :110/60 mmhg - Metilprednison 8

Nadi: 82 x/menit mg 3x1

O Pernapasan: 22 x/menit - Clobazam 3x1

Suhu: 36,7 ’C

A Cholelitiasis

Follow up 4 S Tidak ada keluhan - Neurobion 1x1

18-10-2017 BAK : lancar - Lansoprazole

BAB : biasa 30mg 2x1

Nafsu makan : membaik - Ciprofloxacin 3x1

Nafsu minum : baik - Interhistin tab 1x1

Ku : baik - Metilprednison 8

TD :120/70 mmhg mg 3x1


O
Nadi: 82 x/menit - Clobazam 3x1

- Neurodex tab 1x1


Pernapasan: 24 x/menit

Suhu : 36.5 ’C

cholelithiasis
A

9
I. RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas

menjalar ke perut bagian tengah, sejak 2 hari yang lalu, ikterus(+) sudah 1 bulan,

gatal seluruh badan (+), menggigil (+), mual(+), muntah 2 hari yang lalu, demam

(-).Riwayat Gastritis (+), riwayat DM (-), riwayat HT tidak diketahui , BAB

lancer (dempul) dan BAK lancar (seperti teh pekat), nafsu makan baik, nafsu

minum baik.

Pada pemeriksaan fisis didpatkan status generalis, sakit sedang. Status


vitalitas didapatkan TD 120/80 mmHg, Pernapasan 18x/menit,Nadi 84x/menit,
suhu 36.2oC. Pada pemeriksaa fisis lainnya yaitu tampak ikterus pada sclera,
thorax didapatkan bunyi pernapasan vesikular, dan bunyi tambahan berupa
wheezing (-/-) dan ronchi (-/-) dan peristaltik kesan normal

Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 24 oktober 2017 pada


pemeriksaan Darah Rutindidapatkan ada leukositosis(WBC11.10 x 103/uL), SGOT :
55.0 u/l, SGPT : 68.0 u/l, Bilirubin total : 21.1 mg/dl, Bilirubin direct : 19.6 mg/dl,
Bilirubin indirect : 1.5 mg/dl. USG Abdomen : kesan cholelithiasis.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


maka diagnosis dari pasien ini adalah Cholelithiasis

Diagnosa Cholelitiasis didapatkan atas dasar :

Anamnesis Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut


sebelah kanan atas menjalar ke perut bagian tengah, sejak 2
hari yang lalu, ikterus(+) sudah 1 bulan, gatal seluruh
badan (+)

Pemeriksaan Ikterus (+)


Fisik

Pemeriksaan 24 Oktober 2017

10
Penunjang

SGOT : 55.0 u/l, SGPT : 68.0 u/l, Bilirubin total : 21.1


mg/dl, Bilirubin direct : 19.6 mg/dl, Bilirubin indirect : 1.5
mg/dl.

25 Oktober 2017

USG Abdomen : kesan cholelithiasis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi cholelithiasis

11
Batu empedu adalah penyakit dengan keadaan dimana terdapat atau
terbentuk batu empedu, bisa terdapat dalam kandung empedu
(cholecystolithiasis) atau dalam duktus choledochus (choledocholithiasis).
B. Epidemiologi
Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung
empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et
al.2002). Kolelitiasis merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
Barat, sedangkan di Indonesia kolelitiasis baru mendapatkan perhatian
(Lesmana, 2009). Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang mengenai
kandung empedu dan salurannya adalah penyakit kolelitiasis (Kumar et al.,
2007). Prevalensi kolelitiasis berbeda-beda di setiap negara dan berbeda antar
setiap etnik di suatu negara. Prevalensi kolelitiasis tertinggi yaitu pada orang-
orang Pima Indians di Amerika Utara, Cili, dan ras Kaukasia di Amerika
Serikat. Sedangkan di Singapura dan Thailand prevalensi penyakit kolelitiasis
termasuk yang terendah (Ko dan Lee, 2009). Perbaikan keadaan sosial
ekonomi, perubahan menu diet yang mengarah ke menu gaya negara Barat,
serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, mengakibatkan
prevalensi penyakit empedu di negara berkembang termasuk Indonesia
cenderung meningkat (Ginting, 2013). Walaupun kolelitiasis memiliki angka
mortalitas yang rendah, namun penyakit ini berdampak signifikan terhadap
aspek ekonomi dan kesehatan penderita (Chang et al., 2013). Diperkirakan
lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat menderita kolelitiasis (Ko dan Lee,
2009). Kolelitiasis juga merupakan penyakit tersering dan termahal dari
seluruh penyakit digestif di Amerika Serikat, setiap tahun,sekitar 1 juta orang
dirawat dan 700.000 orang menjalani kolesistektomi (Corte et al., 2008).
Sekitar 2% dari dana kesehatan Amerika Serikat dihabiskan untuk penyakit
kolelitiasis dan komplikasinya (Kumar et al., 2007). Di Negara Asia
prevalensi kolelitiasis berkisar antara 3% sampai 10%. Berdasarkan data
terakhir prevalensi kolelitiasis di Negara Jepang sekitar 3,2 %, China 10,7%,
India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0% (Chang et al., 2013). Angka kejadian

12
kolelitiasis dan penyakit saluran empedu di Indonesia diduga tidak berbeda
jauh dengan angka negara lain di Asia Tenggara (Wibowo et al., 2002). Di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 didapatkan 101
kasus kolelitiasis yang dirawat (Girsang JH, 2011). Kolelitiasis terutama
ditemukan di negara Barat, namun frekuensinya di negara-negara Afrika dan
Asia terus meningkat selama abad ke 20. Di Tokyo angka kejadian penyakit
ini telah meningkat menjadi dua kali lipat sejak tahun 1940 (Nuhadi M, 2010).
Angka kejadian kolelitiasis sangat dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.
Terdapat peningkatan kejadian kolelitiasis yang progesif berhubungan dengan
peningkatan usia seseorang (Kumar dan Clark, 2006). Di Amerika Serikat5%-
6% populasi yang berusia kecil dari 40 tahun menderita kolelitiasis, dan pada
populasi besar dari 80 tahun angka kejadian kolelitiasis menjadi 25%-30%
(Kumar et al., 2007). Kolelitiasis lebih sering terjadi pada wanitadibandingkan
pria (Tierney et al., 2010). Menurut Third National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES III) dalam Greenberger dan Paumgartner
(2011), prevalensi kolelitiasis di Amerika Serikat yaitu 7,9% pada laki-laki
dan 16,6% pada perempuan. Perbandingan kejadian kolelitiasis pada pria dan
wanita yaitu dan pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan perbandingan
akan semakin kecil (Kumar et al., 2007). Selain umur dan jenis kelamin,
angka kejadian kolelitiasis juga dipengaruhi oleh obesitas, kehamilan,
intoleransi glukosa, resistensi insulin, diabetes mellitus, hipertrigliseridemia,
pola diet, penyakit Crohn’s, reseksi ileus terminal, dan faktor lain (Hunter dan
Oddsdettir, 2007; Conte et al., 2011). Kolelitiasis umumnya berada di
kandung empedu, tetapi kolelitiasis dapat juga berada di saluran empedu
ketika batu di kandung empedu bermigrasi, dan disebut batu saluran empedu
sekunder. Sekitar 10%-15% pasien dengan batu di kandung empedu juga
memiliki batu di saluran empedu. Batu di saluran empedu juga dapat
terbentuk tanpa melibatkan kandung empedu, disebut sebagai batu saluran
empedu primer (Lesmana, 2009). Sebagian besar pasien (80%) dengan
kolelitiasis tidak bergejala, hanya sedikit pasien yang mengeluhkan nyeri
(Lesmana, 2009). Nyeri yang dirasakan pasien adalah nyeri kolik (Kumar et

13
al., 2007). Sebelum dikembangkannya beberapa modalitas diagnosa seperti
ultrasound (US), pasien kolelitiasis sering salah terdiagnosis sebagai gastritis
atau hepatitis berulang. Dalam sebuah penelitian di Jakarta dari 74 pasien
dengan kolelitiasis, 60% diantaranya terdiagnosis sebagai gastritis atau
hepatitis berulang (Lesmana, 2009).

C. Factor resiko

1. Demographics
Genetic, perempuan, usia tua,ras spesifik .
2. Gizi
Tinggi lemak dan karbohidrat, rendah serat dan lemak yang tidak
di saturasi.
3. Pola hidup
Kurang aktivitas, kehamilan dan multiparty, kehilangan berat
badan yang cepat.
4. Kondisi umum
Akoholik sirosis, diabetes mellitus, dyslipidemia, terapi estrogen
atau KB oral, hiperinsulinism, syndrom metablik, obesitas.
D. Patofisiologi

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan


empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan
(3)berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol
merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu,
kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi
bilaperbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan
kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak
larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam
bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral
kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu
rendah, atau terjadi sekresi lesitin,merupakan keadaan yang litogenik

14
(Schwartz, 2000).Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu
nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi
kolesterol, Kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus,
dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih
rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau
partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan.
Klasifikasi Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan:

1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3
faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:

2. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan


mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat
terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan
infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar
enzim Bglukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium

15
bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya
hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen
cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam
empedu yang terinfeksi.
3. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu
yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati.
Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.

E. Gejala Klinis
Batu empedu biasanya menimbulkan gejala-gejala sebagai akibat dari
inflamasi atau obstruksi karena migrasi ke dalam duktus sistikus atau duktus
koledokus. Gejala yang paling spesifik dan karakteristik adalah kolik bilier. Nyeri
visceral ini Bersifat nyeri yang hebat, menetap atau berupa tekanan di epigastrium atau di
abdomen kuadran kanan atas yang sering menjalar ke daerah inter-skapular, scapula
kanan atau bahu. Kolik bilier dimulai tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat
selama 1-4 jam dan menghilang pelahan-lahan atau dengan cepat. Episode kolik ini
sering disertai dengan mual dan muntah-muntah dan pada sebagian pasien diikuti dengan
kenaikan bilirubin serum bilamana batu migrasi ke duktus koledokus. Adanya demam
atau menggigil yang menyertai kolik bilier biasanya menunjukkan komplikasi seperti
kolesistitis, kolangitis atau pankreatitis. Kolik bilier dapat dicetuskan sesudah makan
banyak yang berlemak.
F. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
radiologis, terutama pemeriksaan ultrasonografi (USG). Ultrasonografi

16
merupakan suatu prosedur non-invasif yang cukup aman, cepat, tidak
memerlukan persiapan khusus, relatif tidak mahal dan tidak melibatkan
paparan radiasi, sehingga menjadi pemeriksaan terpilih untuk pasien dengan
dugaan kolik biliaris. Ultasonografi mempunyai spesifisitas 90% dan
sensitivitas 95% dalam mendeteksi adanya batu kandung empedu. Prosedur ini
menggunakan gelombang suara (sound wave) untuk membentuk gambaran
(image) suatu organ tubuh. Indikasi adanya kolesistitis akut pada pemeriksaan
USG ditunjukkan dengan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu,
cairan perikolesistikus dan Murphy sign positif akibat kontak dengan probe
USG.

Gambaran ultrasonografi batu


empedu. Sumber: http://vendyxiao.com/pengalamansaya-sembuh-dari-batu-empedu-
tanpa-operasi.

2) Pemeriksaan Laboratorium
Bilamana kolik disebabkan oleh batu yang migrasi ke duktus koledokus dan
belum terdapat komplikasi infeksi di saluran empedu maka laboratorium akan
menunjukkan gangguan fungsi hati berupa gama glutamil transferase (GGT) atau
fosfatase alkali yang meninggi, transaminase serum; bilrubin total juga meningkat.
Pada sebagian kecil pasien bilirubin total masimungkin dalam batas normal atau
sedikit meninggi. Ultrasonografi/CT Scan abdomen akan menemukan pelebaran
saluran empedu dan kadang-kadang tampak batu di dalamnya. Bilamana telah
didapatkan kolangitis maka akan ditemukan lekositosis serta gambaran seperti di
atas.Bilamana terdapat pankreatitis bilieramilase/lipase serum akan meningkatsekali,
di samping adanya lekositosidan gangguan fungsi hati.

17
G. Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak dan dapat diberikan NSAID. Jika batu kandung empedu
menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola
makan dan pengobatan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung
empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan
kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan
makanan. Pilihan penatalaksanaan antara lain:
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Laparaskopi biasa dilakukan pada pasien yang terdapat gejala batu empedu.
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di
dinding perut. Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan
pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.
Indikasi dan kontraindikasi dilakukan laparaskopi kolesistektomi:
Indikasi
Cholesistitis akut

18
Dyskinesia biliary
Batu empedu komplikasi
Batu empedu symptomatic atau asymptomatic.
Contraindikasi
Tumor kantung empedu
Koagulopati tidak terkontrol
Sirosis/liver failure
Peritonitis
Septic shock
3. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada
saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
4. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping
tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfapat, terutama
untuk pasien yang sakitnya kritis.
H. Komplikasi
a) Kolesistitis akut
b) Obstructive cholangitis secondary to choledocholithiasis
c) Gallstone pancreatitis
I. Pencegahan
Batu empedu dapat dicegah dengan mengubah gaya hidup, mengatur total
kalori setiap hari, menurunkan berat badan dan melakukan aktivitas yang
dapat mencegah terjadinya peningkatan berat badan.

19
20

Anda mungkin juga menyukai