CHOLELITIASIS
Oleh :
RIDHA SURYANTI MUSLIMAH
10542 0503 13
Pembimbing :
dr. Adnan Ibrahim, Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. Akbar Anwar
Umur : 37 Tahun
Agama : Islam
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam
Anamnesis terpimpin :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas
menjalar ke perut bagian tengah, sejak 2 hari yang lalu, ikterus(+) sudah 1
bulan, gatal seluruh badan (+), menggigil (+), mual(+), muntah 2 hari yang
diketahui , BAB lancer (dempul) dan BAK lancar (seperti teh pekat),
RPS :
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.
C. KEADAAN UMUM
Sakit (Ringan/Sedang/Berat)
Kesadaran (Composmentis/Uncomposmentis)
Hygiene (Buruk/Sedang/Baik)
Status Gizi (Underweight/Normal/Overweight/Obesitas I/Obesitas
Tanda vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Pernapasan : 18x/menit,
1. Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Simetris : Kiri - Kanan
Deformitas : -
2. Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : -
Konjungtiva : Anemis (-/-),
Sklera : Ikterus (+/+), perdarahan (-)
Pupil : Bulat Isokor kiri-kanan
3. Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan : (-/-)
4. Hidung
Bentuk : Simetris
Perdarahan : -
5. Mulut
Bibir : Kering (-), pecah-pecah, sianosis (-),
Lidah kotor : (-)
Caries gigi : -
6. Leher
Inspeksi : Simetris
2
Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
7. Kulit
Hiperpigmentasi :-
Ikterus :-
Petekhie :-
Sianosis :-
Pucat :-
8. Thorax
Inspeksi :Dada simetris kiri – kanan, Iktus cordis tidak
tampak
Palpasi : Vocal fremitus sama kiri – kanan
Perkusi :Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi :Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
9. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan,
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri,
Batas atas : ICS II linea parasternalis kanan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), Gallop
(-)
10. Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, mengikuti gerak napas, tidak ada
tanda- radang, benjolan (-), caput medusae (-)
Palpasi : Nyeritekan Hipocondrium dextra (+)
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Thympani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
3
11. Punggung
Tampak dalam batas normal
Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang
12. Genitalia
Tidak dievaluasi
13. Ekstremitas atas dan bawah
Pitting edema kedua extremitas inferior (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
24 Oktober 2017 (Laboratorium Klinik RS Pelamonia)
Darah Rutin
WBC -11.10 x 103 µL 4.000 – 10.000/mm3
RBC - 4.58 x 106 µL 4,5 – 5,5 x 106/mm3
HGB 14,0 – 17,4 g/dL
- 12.7 g/Dl
PLT 150.000-450.000 sel/mm3
355 x 10 / µL
3
55,0
SGOT
68.0
SGPT
12.0
UREUM
KREATININ 0.7
BILIRUBIN 21.1
0-1.10 mg/dl
TOTAL
BILIRUBIN 19.6
0-0.25 mg/dl
DIRECT
BILIRUBIN 0-0.75 mg/dl
1.5
INDIRECT
NON REAKTIF
HBsAg NON REAKTIF
Anti-HBS NON REAKTIF
-
4
25 oktober 2017 (Radiologi RSUD Pelamonia)
USG ABDOMEN
Kesan : Cholelthiasis
E. DIAGNOSIS KERJA
F. PLANNING
Pengobatan :
IVFD DS 5% 20 tpm
Ciprofloxacin 3x1
Curcuma 3x1
Methilprednisolon 8 mg 3x1
Urdohex 3x1
Clobazam 2x1
5
Lansoprazole 30mg 2x1
G. PROGNOSIS
Dubia et bonam
H. FOLLOW UP PASIEN
LANJUT
diketahui.
6
BAB: Dempul
KU : Lemas
Tekanan Darah:120/80
O mmHg
Nadi : 80 x/ menit
A Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 38.50 C
Ku : Lemas / iv
- Curcuma 3x1
O Pernapasan: 20 x/menit
7
Suhu: 38,3 ’C
/ iv
Suhu: 36,8 ’C
- Lansoprazole
8
Nafsu makan : membaik 30mg 2x1
Suhu: 36,7 ’C
A Cholelitiasis
Ku : baik - Metilprednison 8
Suhu : 36.5 ’C
cholelithiasis
A
9
I. RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas
menjalar ke perut bagian tengah, sejak 2 hari yang lalu, ikterus(+) sudah 1 bulan,
gatal seluruh badan (+), menggigil (+), mual(+), muntah 2 hari yang lalu, demam
lancer (dempul) dan BAK lancar (seperti teh pekat), nafsu makan baik, nafsu
minum baik.
10
Penunjang
25 Oktober 2017
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi cholelithiasis
11
Batu empedu adalah penyakit dengan keadaan dimana terdapat atau
terbentuk batu empedu, bisa terdapat dalam kandung empedu
(cholecystolithiasis) atau dalam duktus choledochus (choledocholithiasis).
B. Epidemiologi
Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung
empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et
al.2002). Kolelitiasis merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
Barat, sedangkan di Indonesia kolelitiasis baru mendapatkan perhatian
(Lesmana, 2009). Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang mengenai
kandung empedu dan salurannya adalah penyakit kolelitiasis (Kumar et al.,
2007). Prevalensi kolelitiasis berbeda-beda di setiap negara dan berbeda antar
setiap etnik di suatu negara. Prevalensi kolelitiasis tertinggi yaitu pada orang-
orang Pima Indians di Amerika Utara, Cili, dan ras Kaukasia di Amerika
Serikat. Sedangkan di Singapura dan Thailand prevalensi penyakit kolelitiasis
termasuk yang terendah (Ko dan Lee, 2009). Perbaikan keadaan sosial
ekonomi, perubahan menu diet yang mengarah ke menu gaya negara Barat,
serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, mengakibatkan
prevalensi penyakit empedu di negara berkembang termasuk Indonesia
cenderung meningkat (Ginting, 2013). Walaupun kolelitiasis memiliki angka
mortalitas yang rendah, namun penyakit ini berdampak signifikan terhadap
aspek ekonomi dan kesehatan penderita (Chang et al., 2013). Diperkirakan
lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat menderita kolelitiasis (Ko dan Lee,
2009). Kolelitiasis juga merupakan penyakit tersering dan termahal dari
seluruh penyakit digestif di Amerika Serikat, setiap tahun,sekitar 1 juta orang
dirawat dan 700.000 orang menjalani kolesistektomi (Corte et al., 2008).
Sekitar 2% dari dana kesehatan Amerika Serikat dihabiskan untuk penyakit
kolelitiasis dan komplikasinya (Kumar et al., 2007). Di Negara Asia
prevalensi kolelitiasis berkisar antara 3% sampai 10%. Berdasarkan data
terakhir prevalensi kolelitiasis di Negara Jepang sekitar 3,2 %, China 10,7%,
India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0% (Chang et al., 2013). Angka kejadian
12
kolelitiasis dan penyakit saluran empedu di Indonesia diduga tidak berbeda
jauh dengan angka negara lain di Asia Tenggara (Wibowo et al., 2002). Di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 didapatkan 101
kasus kolelitiasis yang dirawat (Girsang JH, 2011). Kolelitiasis terutama
ditemukan di negara Barat, namun frekuensinya di negara-negara Afrika dan
Asia terus meningkat selama abad ke 20. Di Tokyo angka kejadian penyakit
ini telah meningkat menjadi dua kali lipat sejak tahun 1940 (Nuhadi M, 2010).
Angka kejadian kolelitiasis sangat dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.
Terdapat peningkatan kejadian kolelitiasis yang progesif berhubungan dengan
peningkatan usia seseorang (Kumar dan Clark, 2006). Di Amerika Serikat5%-
6% populasi yang berusia kecil dari 40 tahun menderita kolelitiasis, dan pada
populasi besar dari 80 tahun angka kejadian kolelitiasis menjadi 25%-30%
(Kumar et al., 2007). Kolelitiasis lebih sering terjadi pada wanitadibandingkan
pria (Tierney et al., 2010). Menurut Third National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES III) dalam Greenberger dan Paumgartner
(2011), prevalensi kolelitiasis di Amerika Serikat yaitu 7,9% pada laki-laki
dan 16,6% pada perempuan. Perbandingan kejadian kolelitiasis pada pria dan
wanita yaitu dan pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan perbandingan
akan semakin kecil (Kumar et al., 2007). Selain umur dan jenis kelamin,
angka kejadian kolelitiasis juga dipengaruhi oleh obesitas, kehamilan,
intoleransi glukosa, resistensi insulin, diabetes mellitus, hipertrigliseridemia,
pola diet, penyakit Crohn’s, reseksi ileus terminal, dan faktor lain (Hunter dan
Oddsdettir, 2007; Conte et al., 2011). Kolelitiasis umumnya berada di
kandung empedu, tetapi kolelitiasis dapat juga berada di saluran empedu
ketika batu di kandung empedu bermigrasi, dan disebut batu saluran empedu
sekunder. Sekitar 10%-15% pasien dengan batu di kandung empedu juga
memiliki batu di saluran empedu. Batu di saluran empedu juga dapat
terbentuk tanpa melibatkan kandung empedu, disebut sebagai batu saluran
empedu primer (Lesmana, 2009). Sebagian besar pasien (80%) dengan
kolelitiasis tidak bergejala, hanya sedikit pasien yang mengeluhkan nyeri
(Lesmana, 2009). Nyeri yang dirasakan pasien adalah nyeri kolik (Kumar et
13
al., 2007). Sebelum dikembangkannya beberapa modalitas diagnosa seperti
ultrasound (US), pasien kolelitiasis sering salah terdiagnosis sebagai gastritis
atau hepatitis berulang. Dalam sebuah penelitian di Jakarta dari 74 pasien
dengan kolelitiasis, 60% diantaranya terdiagnosis sebagai gastritis atau
hepatitis berulang (Lesmana, 2009).
C. Factor resiko
1. Demographics
Genetic, perempuan, usia tua,ras spesifik .
2. Gizi
Tinggi lemak dan karbohidrat, rendah serat dan lemak yang tidak
di saturasi.
3. Pola hidup
Kurang aktivitas, kehamilan dan multiparty, kehilangan berat
badan yang cepat.
4. Kondisi umum
Akoholik sirosis, diabetes mellitus, dyslipidemia, terapi estrogen
atau KB oral, hiperinsulinism, syndrom metablik, obesitas.
D. Patofisiologi
14
(Schwartz, 2000).Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu
nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi
kolesterol, Kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus,
dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih
rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau
partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan.
Klasifikasi Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3
faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
15
bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya
hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen
cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam
empedu yang terinfeksi.
3. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu
yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati.
Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.
E. Gejala Klinis
Batu empedu biasanya menimbulkan gejala-gejala sebagai akibat dari
inflamasi atau obstruksi karena migrasi ke dalam duktus sistikus atau duktus
koledokus. Gejala yang paling spesifik dan karakteristik adalah kolik bilier. Nyeri
visceral ini Bersifat nyeri yang hebat, menetap atau berupa tekanan di epigastrium atau di
abdomen kuadran kanan atas yang sering menjalar ke daerah inter-skapular, scapula
kanan atau bahu. Kolik bilier dimulai tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat
selama 1-4 jam dan menghilang pelahan-lahan atau dengan cepat. Episode kolik ini
sering disertai dengan mual dan muntah-muntah dan pada sebagian pasien diikuti dengan
kenaikan bilirubin serum bilamana batu migrasi ke duktus koledokus. Adanya demam
atau menggigil yang menyertai kolik bilier biasanya menunjukkan komplikasi seperti
kolesistitis, kolangitis atau pankreatitis. Kolik bilier dapat dicetuskan sesudah makan
banyak yang berlemak.
F. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
radiologis, terutama pemeriksaan ultrasonografi (USG). Ultrasonografi
16
merupakan suatu prosedur non-invasif yang cukup aman, cepat, tidak
memerlukan persiapan khusus, relatif tidak mahal dan tidak melibatkan
paparan radiasi, sehingga menjadi pemeriksaan terpilih untuk pasien dengan
dugaan kolik biliaris. Ultasonografi mempunyai spesifisitas 90% dan
sensitivitas 95% dalam mendeteksi adanya batu kandung empedu. Prosedur ini
menggunakan gelombang suara (sound wave) untuk membentuk gambaran
(image) suatu organ tubuh. Indikasi adanya kolesistitis akut pada pemeriksaan
USG ditunjukkan dengan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu,
cairan perikolesistikus dan Murphy sign positif akibat kontak dengan probe
USG.
2) Pemeriksaan Laboratorium
Bilamana kolik disebabkan oleh batu yang migrasi ke duktus koledokus dan
belum terdapat komplikasi infeksi di saluran empedu maka laboratorium akan
menunjukkan gangguan fungsi hati berupa gama glutamil transferase (GGT) atau
fosfatase alkali yang meninggi, transaminase serum; bilrubin total juga meningkat.
Pada sebagian kecil pasien bilirubin total masimungkin dalam batas normal atau
sedikit meninggi. Ultrasonografi/CT Scan abdomen akan menemukan pelebaran
saluran empedu dan kadang-kadang tampak batu di dalamnya. Bilamana telah
didapatkan kolangitis maka akan ditemukan lekositosis serta gambaran seperti di
atas.Bilamana terdapat pankreatitis bilieramilase/lipase serum akan meningkatsekali,
di samping adanya lekositosidan gangguan fungsi hati.
17
G. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak dan dapat diberikan NSAID. Jika batu kandung empedu
menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola
makan dan pengobatan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung
empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan
kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan
makanan. Pilihan penatalaksanaan antara lain:
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Laparaskopi biasa dilakukan pada pasien yang terdapat gejala batu empedu.
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di
dinding perut. Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan
pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.
Indikasi dan kontraindikasi dilakukan laparaskopi kolesistektomi:
Indikasi
Cholesistitis akut
18
Dyskinesia biliary
Batu empedu komplikasi
Batu empedu symptomatic atau asymptomatic.
Contraindikasi
Tumor kantung empedu
Koagulopati tidak terkontrol
Sirosis/liver failure
Peritonitis
Septic shock
3. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada
saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
4. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping
tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfapat, terutama
untuk pasien yang sakitnya kritis.
H. Komplikasi
a) Kolesistitis akut
b) Obstructive cholangitis secondary to choledocholithiasis
c) Gallstone pancreatitis
I. Pencegahan
Batu empedu dapat dicegah dengan mengubah gaya hidup, mengatur total
kalori setiap hari, menurunkan berat badan dan melakukan aktivitas yang
dapat mencegah terjadinya peningkatan berat badan.
19
20