Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

CREST SYNDROME

Oleh:

dr. Uwais Qorni

Pembimbing:

dr. Akhmad Nurdani, Sp. PD

Dalam Rangka Menyelesaikan Tugas Program Internsip di RSUD Balangan

Tahun 2016
BAB I

Pendahuluan

Crest sindrom (calcinosis, fenomena Raynaud, dismotilitas esofagus, sclerodactyly, dan


telangiectasia) adalah bagian heterogen dari scleroderma, crest adalah singkatan untuk tanda
cardinal untuk sindrom tersebut. Sedangkan untuk proses terjadinya scleroderma melibatkan 3
hal penting yaitu peningkatan deposit kolagen, infiltrasi mononuclear sel ke perivascular, dan
adanya kelainan vaskuler.

Insidensi terjadinya sistemik sclerosis di amerika diperkirakan 2,7-19,3 kasus baru per
juta orang dewasa pertahun, sedangkan prevalensinya adalah 253-286 kasus per juta orang,
peningkatan angka insidensi dan prevalensi selama 50 tahun terakhir menunjukkan kemajuan
besar dalam pengklasifikasian, diagnosis dini, dan akan meningkatan angka kelangsungan hidup
pasien dengan CREST sindrom. Beberapa penelitian serum antibody pada pasien crest sindrom
dapat menegakkan 22-25% dari semua kasus sclerosis sistemik. Namun studi epidemiologi
khusus untuk crest sindrom masih jarang dan sangat kurang. Untuk Indonesia belum ada
penelitian epidemiologi untuk crest sindrom ini.

Gejala klinis yang sering ditemukan pada crest sindrom sangatlah jelas, yang pertama
adalah kalsinosis kutis biasa terlihat pada saat pemeriksaan fisik, Raynaud phenomenon
ditemukan dari anamnesis bahwa sering ditemukannya kebiruan pada tangan maupun kaki pada
saat pasien kedinginan, dismotilitas esophagus ditanyaakan dengan adanya ketidakmampuan
pasien untuk menelan, sclerodactyly ditemukan dengan tampakan kulit pasien yang mengeras
pada ekstremitas terutama jari-jari tangan dan kaki pasien, dan yang terakhir adalah
telangiectasis hal ini terlihat di sekitar wajah, tubuh bagia atas dan tangan. Untuk kasus crest
sindrom gejala klinisnya jelas apabila dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan
terstruktur. Namun terkadang para klinisi terkadang terkecoh dengan keluhan pada saat pasien
pertama kali datang dank arena kasus ini jarang sehingga terkadang penegakkan diagnosis crest
sindrom terkadang terlewatkan. Sehingga perlu dilakukan pembahasan lebih mendalam dan lebih
lanjut mengenai crest sindrom ini untuk dapat menegakkan diagnosis crest sindrom secara dini.
BAB II

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Marliani

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 41 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : DS Karya

Tanggal MRS : 2 Januari 2017 pukul 20.45

Tanggal Pemeriksaan : 4 Januari 2017

RekamMedis : 05 19 87

2. ANAMNESA

Keluhan Utama

Mual Muntah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh mual muntah sejak 3 hari SMRS, mual dirasakan terus menerus, muntah
dikeluhkan setiap pasien makan dan minum, muntahan berisi apa yang dimakan dan
diminum. Nyeri ulu hati juga dirasakan oleh pasien. Selain itu, pasien juga mengeluhkan
nafsu makannya berkurang sejak 3 bulan terakhir, pasien makan 2-3 sendok makan setiap
kali makan, pasien makan 3 kali sehari. Nafsu makan berkurang dikarenakan pasien
mengeluhkan susah menelan. Pasien juga mengeluhkan kulitnya terasa kaku, terutama
dibagian wajah, tangan, dada, dan kaki. Awalnya 5 tahun yang lalu, kulit pasien berwarna
putih terasa gatal kemudian terkena sinar matahari perlahan mulai terkelupas sehingga lama
kelamaan kulitnya dirasakan mengeras, terasa ditarik dan kaku. Selain itu pasien
mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih tidak disertai demam. Pasien tidak
mengeluhkan adanya gangguan buang air kecil, pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan
buang air besar, pasien terakhir buang air besar sekitar 12 jam sebelum MRS.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat tekanan darah
tinggi (+) lebih dari 3 tahun terakhir, pasien rutin mengkonsumsi obat sejak 2 bulan terakhir.
Riwayat kencing manis (-), riwayat gangguan jantung (-), riwayat gangguan ginjal (-),
riwayat operasi sebelumnya (-).

Pasien pernah di rawat inap di rumah sakit sekitar 2 tahun yang lalu sebelum perawatan
pasien saat ini, pasien dirawat sekitar seminggu. Pasien dirawat karena mengalami keluhan
yang sama mual dan muntah. Kemudian setelah keluar rumah sakit pasien disarankan untuk
berobat ke RSUD ULIN di Banjarmasin. Setelah pasien berobat ke RSUD Ulin pasien tidak
pernah kontrol kembali ke RS. Pasien mengatakan rutin mengkonsumsi obat-obatan untuk
keluhan gatal yang dirasakan 5 tahun. Riwayat konsusmsi obat penurun tensi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Riwayat keluarga
tekanan darah tinggi (+), riwayat keluarga dengan kencing manis (-), penyakit jantung (-),
penyakit ginjal (-).

Riwayat Pengobatan

Pasien sebelumnya pernah berobat ke RSUD balangan sebanyak 2 kali pertama dengan
keluhan luka ditangan disertai kulit keras ke bagian bedah kemudian yang kedua dengan
keluhan mual muntah dan kulit keras ke bagian penyakit dalam. Terkahir pasien datang
berobat pada tanggal 18/7/2016.

Kebiasaan dan Lingkungan

Pasien merupakan seorang petani yang sehari-harinya pergi kesawah, namun dalam 2 tahun
terakhir pasien tidak pernah bekerja lagi. Merokok (-), minum-minuman beralkohol (-). Pola
makan normal, makan 3 kali sehari, dengan lauk pauk pada umumnya.
Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat ataupun alergi makanan sebelumnya.

3. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

a. Status Present

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4V5M6

Vital sign :

Tekanan Darah : 140/100 mmHg

Nadi : 78x/menit

Frekuensi napas : 20x/menit

Suhu : 36,4C

b. Pemeriksaan Fisik Umum

Kepala-Leher

- Kepala : normo chepali, radang (-), kulit wajah tampak hiperpigmentasi


dan terlihat tertarik.

- Mata : mata cowong (+/+), konjungtiva anemis -/-, sclera ikterus -/-,
edema palpebra (-), pupil isokor 3 mm, reflek pupil langsung dan tidak
langsung +/+.

- THT : otorea (-), rinorea (-), jejas (-)

- Mulut : mukosa bibir pucat (-), kering (-), atrofi papil lidah (-).

- Leher : massa (-), tidak terdapat pembesaran KGB, kulit hiperpigmentasi


terlihat tertarik.
Thorax

- Pulmo :

Inspeksi : bentuk simetris, gerakan dinding dada simetris, pelebaran sela iga (-),
tipe pernafasan thorako abdominal, kulit dada hiperpigmentasi terlihat
mengeras.

Palpasi : pengembangan dinding dada simetris, fremitus raba sama, nyeri tekan
(-), krepitasi (-)

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, whezing -/-

- Cor :

Inspeksi :iktus cordis tidak tampak

Palpasi :iktus cordis teraba ICS V midklavikula line sinistra

Perkusi :batas kanan jantung pada ICS II parasternal line dextra, batas kir ipada
ICS V midklavikulaline sinistra

Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : kuli tkeriput, distensi (-), pelebaran vena kolateral (-), kaput medusa (-),
massa (-), darm contour (-), darm steifung (-).

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani (+), pemeriksaan undulasi (-), shifting dullness(-).

Palpasi : Abdomen distensi (-), massa (-), hepar tak teraba, lien tak teraba, defans
muskular (-), nyeri tekan epigastrium (+).

Ekstremitas atas

Kulit hiperpigmentasi mengeras, edema -/-,akral hangat +/+, CRT < 2 detik, kekuatan
motorik 5/5, pergerakan kaku terbatas
Ekstremitas bawah

Kulit hiperpigmentasi mengeras, edema -/-, akral hangat +/+, kekuatan motorik 5/5,
pergerakan kaku terbatas.

4. DIAGNOSIS AWAL MASUK

Syndrom Dispepsia

Anoreksia

5. USULAN PEMERIKSAAN

a. Labolatorium: Cek DL, LFT, Renal Function, GDS

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12.6 g/dL 12.0-16.0

Eritrosit 5.54

Hematokrit 37.4 % 37-47

Leukosit 12.100 /uL 4.8-10.8

Trombosit 245 10^3/uL 150-400

KIMIA KLINIK

GDS 97 mg/dL 70-200

Kreatinin 0.63 g/dL 0.5-1.1

SGOT 33 u/L 5-40

SGPT 19 u/L 9-24

HBSAg (-) non reaktif (-) Non reaktif

b. Radiologi: Hasil Lupa di foto.


c. EKG

6. DIAGNOSIS KERJA
Sklerosis Sistemik

7. TATALAKSANA UGD
IVFD RL 20 tpm
Drip Neurobat 1 ampul/hari
Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
Inj. Ondancentron 4mg/8jam

8. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam

9. FOLLOW UP
Tanggal Subjective Objective Assesment Planning

Mual (+), muntah (-) KU : sedang -Sklerosis Ivfd Asering : D5% 2:1tpm
sistemik
Sklerosis, kesadaran : compos Inj. MP 3x125 mg i.v
esophageal mentis
Inj. OMZ 1x40mg iv
dismotility,
TD : 130/80mmHg
Reynauld Inj. Metoclorpramid 3x1/2amp
Phenomenom, N : 84x/menit
Teleactesis,
R : 19x/menit
Calsinosis cutis (+) Per oral :
T : 36.5oC
Tab Nifedipin 3x5mg
3 K/L: an-/-, Ikt -/-,
Tab CPG 1x75mg
Januari hiperpigmentasi wajah
2017 dan tampak kaku

Cor : S1>S2 reguler,


gallop(-), murmur (-)

Pulmo : Ves+/+, Rh-/-,


Wh -/-

Abdomen : Dist (-)

Ekstremitas :
hiperpigmentasi dan
tampak kaku tertarik

4 Mual (+), muntah (-) KU : sedang -Crest Syndrom Ivfd Asering : D5% 2:1tpm
Januari
Sklerosis, kesadaran : compos Inj. MP 3x125 mg i.v
2017
esophageal mentis
Inj. OMZ 1x40mg iv
dismotility,
TD : 130/80mmHg
Reynauld Inj. Metoclorpramid 3x1/2amp
Phenomenom, N : 84x/menit
Teleactesis,
R : 19x/menit
Calsinosis cutis (+) Per oral :
T : 36.5oC Tab Nifedipin 3x5mg

K/L: an-/-, Ikt -/-, Tab CPG 1x75mg


hiperpigmentasi wajah
dan tampak kaku
Nb: dilakukan Tes untuk reynoud
Cor : S1>S2 reguler,
phenomenondengan
gallop(-), murmur (-)
memasukkan tangan pasien ke
Pulmo : Ves+/+, Rh-/-, dalam air eshasil kaki pasien
Wh -/- tampak terlihat kebiruan
kemudian dilanjutkan dengan
Abdomen : Dist (-)
tangan pasien
Ekstremitas :
hiperpigmentasi dan
tampak kaku tertarik

5 Keluhan Mulai KU : sedang -Crest Syndrom Ivfd Asering : D5% 2:1tpm


Januari berkurang
kesadaran : compos Inj. MP 3x125 mg i.v
2017
mentis
Inj. OMZ 1x40mg iv
TD : 120/80mmHg
Inj. Metoclorpramid 3x1/2amp
N : 88x/menit

R : 20x/menit
Per oral :
o
T : 36.5 C
Tab Nifedipin 3x5mg
K/L: an-/-, Ikt -/-,
Tab CPG 1x75mg
hiperpigmentasi wajah
dan tampak kaku

Cor : S1>S2 reguler,


gallop(-), murmur (-)

Pulmo : Ves+/+, Rh-/-,


Wh -/-
Abdomen : Dist (-)

Ekstremitas :
hiperpigmentasi dan
tampak kaku tertarik

Keluhan (-) KU : sedang -Crest Syndrom BLPL

kesadaran : compos Per oral :


mentis
Tab Nifedipin 3x5mg
TD : 100/70mmHg
Tab Aspilet 0-80mg-0
N : 80x/menit
Tab MP 16mg-0-0
R : 23x/menit
Tab OMZ 2x40mg
T : 36.4oC
Tab Domperidon 3x10mg
6 K/L: an-/-, Ikt -/-,
Januari hiperpigmentasi wajah
2017 dan tampak kaku

Cor : S1>S2 reguler,


gallop(-), murmur (-)

Pulmo : Ves+/+, Rh-/-,


Wh -/-

Abdomen : Dist (-)

Ekstremitas :
hiperpigmentasi dan
tampak kaku tertarik

Pemeriksaan Modified Rodnan Skin Score (MRSS)


Total skor : 40

Kesan : Difus

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

SKLEROSIS SISTEMIK
Definisi

Sklerosis sistemik (Skleroderma) adalah suatu penyakit sistemik yang mengenai jaringan
ikat di kulit, organ dalam dan dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan disfungsi endotel,
fibrosis dan produksi autoantibodi. Sklerosis sistemik menyerupai gangguan jaringan
penyambung lain dalam hal adanya masa remisi dan eksaserbasi dalam perjalanan penyakit yang
umumnya lambat, sehingga pasien dapat tetap hidup dalam jangka waktu yang cukup lama.
Tetapi penyakit ini dapat juga berjalan cepat dan mengakibatkan kematian dalam waktu singkat
bila organ vital ikut terserang dan menjadi rusak.1,2

Epidemiologi

Skleroderma sistemik merupakan penyakit yang jarang dijumpai dibandingkan dengan


penyakit jaringan ikat lain. Kasus ini ditemukan sporadik dengan distribusi seluruh dunia dan
mengenai semua ras. Epidemiologi terbukti sulit untuk ditetapkan karena perbedaan klinis
penyakit yang luas dan ketiadaan kriteria diagnosis yang diterima secara luas. Meskipun
demikian dilaporkan pada orang dewasa sekitar 2,6 sampai 2,8 per 1 juta penduduk per tahun. Di
Amerika Serikat sekitar 20 kasus per 1 juta penduduk. Laporan dari Inggris dan Jepang
menunjukkan prevalensi yang lebih rendah dari sekitar 35 kasus per 1 juta penduduk. 1

Kejadian pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu sekitar 4:1, dengan usia
terbanyak pada dekade ketiga atau keempat kehidupan. Di poliklinik reumatologi RSCM/FKUI
mendapatkan 43 kasus dalam kurun waktu 2 tahun (2007-2008), dengan perbandingan wanita
dan pria adalah 9,8:1 dengan median usia adalah 32 tahun. 1,2,3

Etiologi

1. Faktor Genetik
Faktor genetik berperan dalam kerentanan individu terhadap penyakit ini. Suatu
penelitian menunjukkan adanya peningkatan 13 sampai 15 kali kemungkinan terjadinya
sklerosis sistemik pada saudara dari penderita sklerosis sistemik. Penelitian lain
menunjukkan bahwa sklerosis sistemik terjadi secara signifikan pada keluarga dengan
sklerosis sistemik (1,6%) dibandingkan pada populasi umum ( 0,026%).1,4

2. Virus

Seiring dengan paparan terhadap agen lingkungan, infeksi cytomegalovirus manusia


(hCMV) dan virus lainnya telah terlibat sebagai pemicu potensial. Anti topoisomerase pada
beberapa pasien sklerosis menunjukkan reaktifitas silang dengan protein hCMV. Dalam
fibrolas manusia, CMV dapat menginduksi sintesis faktor pertumbuhan jaringan ikat (CTGF
atau CCN2).1,4

3. Paparan Lingkungan, Obat dan Radiasi

Frekuensi sklerosis sistemik meningkat diantara laki-laki dengan pajanan debu silica.
Begitu juga dengan polivinil klorida, trikloroetilen dan pelarut organik. Obat sebagai
penyebab potensial untuk sklerosis sistemik seperti bleomicin, pentazosin dan kokain.5

Gejala dan Tanda

1. Manifestasi vaskular
Fenomena Raynaud adalah perubahan warna yang episodik (palor, sianosis,
eritema) yang terjadi sebagai respon terhadap lingkungan yang dingin atau stress
emosional. Walaupun perubahan yang spesifik umunya terjadi pada jari tangan, tapi dapat
juga mengenai ibu jari kaki, daun telinga, hidung dan lidah. Fenomena Raynaud dapat
dijumpai pada berbagai penyakit kolagen, yaitu 95% pada sklerosis sistemik, 91% pada
mixed connective tissues disease ( MCTD ) dan 40% pada lupus eritematosus sistemik.
Beratnya fenomena Raynaud pada sklerosis sistemik ditandai oleh timbulnya ischemia
jari yang akan diikuti oleh ulserasi dan gangren.1

2. Manifestasi Kulit
Fibrosis pada kulit dan organ lainnya termasuk pembuluh darah merupakan
gambaran yang sering ditemukan. Peningkatan matriks ekstraseluler pada dermis,
terutama kolagen tipe I dan III, yang disertai penipisan epidermis merupakan gambaran
patologis yang khas pada skleroderma sistemik. Seringkali gejala awal mengikuti
fenomena Raynaud adalah edema pada kedua tangan yang diseratai nyeri. Keterlibatan
kulit juga meliputi pruritus, salt-pepper appearance, teleangiektasis, kalsinosis,
kontraktur dan pursed lip appearance.1
3. Manifestasi Saluran Cerna
Keterlibatan saluran cerna cukup sering terjadi berupa mual, muntah, kekeringan
pada mulut, rasa kembung, disfagia, heartburn, dismotilitas esophagus, striktur
esophagus, diare, malabsorbsi dan kehilangan berat badan. Diare akibat pertumbuhan
bakteri usus yang berlebihan sering terjadi.1
4. Manifestasi Pulmonum
Manifestasi pulmonum dapat berupa batuk kering, sesak nafas, efusi pleura dan
gangguan paru lainnya. Gangguan paru merupakan gangguan visceral tersering kedua
setelah di esophagus. Pada paru, dapat ditemukan 2 gambaran patologi, yaitu fibrosis
paru dan kelainan vaskuler. Pada wanita dengan Skleroderma yang terbatas hanya
didapatkan kelainan pembuluh darah paru.5
5. Manifestasi Jantung
Keterlibatan jantung dapat ditandai dengan adanya keluhan nyeri dada, palpitasi,
aritmia, gangguan konduksi jantung pada EKG, perikarditis konstriktif dan gagal jantung
kongestif.1

6. Manifestasi Ginjal
Hipertensi merupakan manifestasi yang perlu diawasi ketat karena kemungkinan
terjadi krisis renal. Hal ini merupakan penyebab kematian tersering pada sklerosis
sistemik, sebelum era ACE inhibitor diperkenalkan. Peningkatan kreatinin, proteinuria
serta hematuria merupakan tanda keterlibatan ginjal pada sklerosis sistemik.1

7. Manifestasi Sistem Muskuloskeletal


Pada otot rangka, akan tampak jaringan fibrosis perivasikular yang menyebabkan
penurunan kekuatan otot dan peningkatan ringan enzim otot dalam serum. Secara klinis
akan tampak kelemahan otot proksimal dan peningkatan enzim otot serum yang
bermakna. Pada tendon akan tampak deposisi fibrin dalam sarung tendon, sehingga gerak
tendon terbatas dan akhirnya dapat timbul kontraktur fleksi, terutama pada jari-jari.1
Patogenesis

Secara pasti, patogenesis sklerosis sistemik tidak diketahui. Pandangan holistik


mengintegrasikan 3 hal utama yaitu : kerusakan pembuluh darah, aktivasi adaptif dan
autoimunitas dan fibrosis intersisial dan pembuluh darah. Diduga, sesuatu, faktor pencetus yang
sampai sekarang belum diketahui, mengaktifkan sistem imun dan menimbulkan kerusakan sel
endotel akan mengaktifkan trombosit, sehingga trombosit mengeluarkan berbagai mediator.5,7

Diagnosis

Secara klinis agak sulit menegakkan diagnosis sklerosis sistemik sebelum timbul kelainan
kulit yang khas, harus dipikirkan bila ditemukan gambaran fenomena Raynaud pada wanita umur
20-50 tahun. Pemeriksaan autoantibodi antitopo-1 dan antisentromer harus dilakukan karena
memiliki spesifikasi yang baik pada sklerosis sistemik. Evaluasi terhadap berbagai organ yang
terkena juga harus dilakukan. Bila keadaan meragukan dapat dilakukan biopsi kulit. 8

Pada tahun 1980, American Rheumatism Association (ARA) mengajukan kriteria, dimana
diagnosis ditegakkan bila didapatkan 1 kriteria mayor atau 2 atau lebih kriteria minor: 8

1. Kriteria Mayor

Skleroderma proksimal : penebalan, penegangan dan pengerasan kulit yang simetrik


pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal atau metatarsofalangeal.
Perubahan ini dapat mengenai seluruh ekstremitas muka, leher, dan batang tubuh.

2. Kriteria Minor

Sklerodaktili : perubahan kulit seperti diatas, tetapi terbatas pada jari


Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari (Digital pitting scars)
Fibrosis pulmonal bibasilar

Klasifikasi
Terdapat dua bentuk utama dari skleroderma yaitu lokal skleroderma dan sistemik skleroderma
(sistemik sklerosis). Sistemik Skleroris Diffuse (Diffuse Systemic Sclerosis) dan Sistemik
Sklerosis terbatas (Limited Systemic Sclerosis) adalah dua jenis utama Sistemik Sklerosis.

Namun secara klinik, sklerosis sistemik dibagi dalam 5 kelompok1, yaitu:

1. Sklerosis sistemik difus


2. Sklerosis sistemik terbatas ( CREST syndrome)
3. Sklerosis sistemik sine skleroderma
4. Sklerosis sistemik pada overlap sindrom
5. Penyakit jaringan ikat yang tidak terdiferensial

Penatalaksanaan

Terapi optimal masih merupakan tantangan hingga saat ini karena pathogenesis sklerosis
sistemik yang masih belum jelas. Oleh karena itu, European League Againts Rheumatism
(EULAR) Scleroderma Trials and Research Group (EUSTAR) membuat suatu konsensus yang
menjadi rekomendasi untuk terapi sklerosis sistemik. Prinsip terapi ditujukan pada perbaikan
kondisi umum untuk memperhatikan faktor nutrisi, higieni dan dukungan psikologik. Terapi
terhadap gejala yang dialami pasien sangat individual. Selanjutnya terapi bertujuan pada 3
kompartemen patogenik yaitu gangguan vaskulopati, fibrosis dan imunologik (inflamasi,
imunomodulasi dan autoimuniti). Penyakit ini tidak dapat disembuhkan tapi dapat diterapi
meskipun respon terhadap terapi umumnya lambat.1,8

Terapi Umum

Terapi simptomatik terdiri dari penghambat pompa proton (PPI) untuk refluk lambung,
obat prokinetik, penghambat kanal kalsium (nifedipin) untuk vasodilator, dan penghambat
ACE (captopril) atau antagonis angiotensin II (losartan) untuk mencegah krisis renal. Jika
malabsorbsi disebabkan pertumbuhan bakteri usus, maka penggunaan antibiotic dapat
bermanfaat.

Terapi Vasoaktif
Infus intravena secara continue dengan prostasiklin dapat menurunkan frekuensi dan
keparahan fenomena Raynaud dan menginduksi penyembuhan ulkus di jari. Antagonis
reseptor endotelin-1 seperti bosentan mencegah dan menyembuhkan ulkus serta mengontrol
hipertensi pulmonum.

Terapi Imunosupresan

Siklofosfamid atau metrotrexate menghasilkan efek yang signifikan pada penebalan


kulit dan fungsi paru. Metotrexate lebih ditujukan untuk pasien yang mengalami miositis
atau arthritis.

Terapi Antifibrotik

Beberapa penelitian klinis menunjukkan fungsi imatinib mesylate menghambat jalur


extracellular-signal-regulated kinases 1 dan 2 (ERK ) dalam aktivasi fibroblast, dapat
mengurangi proses fibrosis berbagai organ.

Terapi Selular

Transplantasi sel punca (stem cell) dapat mengatur kembali disregulasi system imun
dengan terapi imunoablasi, diikuti dengan menginfus kembali sel punca hematopoesis yang
telah diisolasi sebelumnya. Pasien yang ditransplantasi sel punca menunjukkan perbaikan
dalam pengerasan kulit secara bermakna dan disfungsi organ yang stabil. Bukti awal bahwa
fibrosis dapat mengalami perbaikan, memberikan harapan yang lebih baik pada terapi ini.

Prognosis

Suatu meta-analisis mendapatkan rasio mortalitas sebesar 1,5 sampai 7,2 kali
dibandingkan populasi normal. Sekitar 50% pasien meninggal atau mengalami komplikasi pada
organ mayor dalam 3 tahun setelah didiagnosis. Namun penelitian mendapatkan terapi terhadap
penyakit ginjal, hipertensi pulmonum dan keterlibatan esophagus akibat penyakit ini dapat
meningkatkan harapan hidup 10 tahun hingga 80%. Prognosis sangat beragam, dalam 25 tahun
terakhir terjadi perbaikan prognosis.1
BAB IV
PEMBAHASAN

Sistemik Sklerosis (Skleroderma) adalah penyakit kronik jaringan ikat yang tidak diketahui
penyebabnya yang ditandai oleh fibrosis kulit dan organ viseral serta kelainan mikrovaskular.
Manifestasi klinis pada penyakit ini sangat heterogen dan tergantung pada organ tubuh yang
terlibat. Penyakit ini lebih sering menyerang usia 30-50 tahun, wanita lebih banyak terkena
penyakit ini dua sampai tiga kali lebih banyak daripada laki-laki. Prevalensi pada penyakit ini
relatif rendah karena banyak kasus yang tidak dilaporkan, apalagi kasus yang tidak disertai
kelainan kulit. Kasus ini merupakan kasus yang langka dengan kejadian tahunan di Amerika
Serikat sekitar 20 kasus per 1 juta. Kelangsungan hidup pasien dengan sistemik sklerosis
tergantung pada organ yang terlibat, tetapi selama beberapa dekade terakhir kelangsungan hidup
pasien meningkat karena munculnya obat-obat baru. Presentasi tingkat kelangsungan hidup
sampai 10-tahun berkisar antara 70% sampai 80%. Sistemik sklerosis difus memiliki perjalan
penyakit yang lebih variabel, sehingga prognosisnya sampai sekarang masih buruk. Fibrosis
progresif paru, hipertensi pulmonal, keterlibatan gastrointestinal berat, dan penyakit jantung
skleroderma adalah penyebab utama kematian. Sistemik sklerosis yang terbatas (limited)
memiliki prognosis yang relatif lebih baik kecuali jika terdapat komplikasi hipertensi pulmonal.
Pada kasus ini pasien seorang wanita usia 41 tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin dan usia
maka pasien ini termasuk kelompok yang beresiko menderita sistemik sklerosis, karena
penyakit ini lebih sering menyerang usia 30-50 tahun dengan prevalensi terbanyak wanita
dua sampai tiga kali lebih beresiko daripada laki-laki.

Terdapat dua bentuk utama dari skleroderma yaitu lokal skleroderma dan sistemik skleroderma
(sistemik sklerosis). Sistemik Skleroris Diffuse (Diffuse Systemic Sclerosis) dan Sistemik
Sklerosis terbatas (Limited Systemic Sclerosis) adalah dua jenis utama Sistemik Sklerosis.

Pada kasus ini kemungkinan besar pasien termasuk kedalam jenis Sistemik Sklerosis terbatas
(Limited Systemic Sclerosis), karena pada pemeriksaan fisik dan rodnan skor ditemukan
penebalan kulit hanya didaerah distal (wajah, tangan, jari tangan dan kaki) dan dapat
digolongkan menjadi CREST syndrome karena pada pasien ini terdapat calcinosis cutis dan
talangiectasia.

Berdasarkan klasifikasinya kasus ini termasuk kedalam sklerosis sistemik difus (Diffuse
Systemic Sclerosis) dimana penebalan kulit terdapat pada ektremitas distal, proksimal, wajah dan
seluruh bagian tubuh, dimana terjadi pada 20% pasien. Untuk menentukan klasifikasinya juga
dapat digunakan Modified Rodnan Skin Score (MRSS) yang membagi luas total permukaan kulit
menjadi 17 wilayah yang berbeda, dengan skor pada pasien ini adalah 40 dari skor maksimum
51. MRSS juga merupakan suatu gold standart untuk aktivitas penyakit, dimana pasien
mengalami remisi total apabila MRSS<10, 50% perbaikan apabila MRSS 11-35, dan 35%
perbaikan bila MRSS 35-51.
Keluhan gastrointestinal pada pasien ini sebenarnya dapat ditelusuri dengan
endoskopi walaupun pemeriksaan ini jarang dilakukan kecuali dengan kecurigaan adanya
kerusakan struktur esophagus, barrett esofagus. Namun pada kasus ini tidak dapat dilakukan
karena keadaan pasien yang menyulitkan untuk dilakukan endoskopi.
Penatalaksanaan pada pasien sklerosis sistemik, dilakukan secara non farmakologik dan
farmakologik. Dibutuhkan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga, tentang
pentingnya perlindungan kulit untuk mengurangi gejala dari fenomena Raynaud, pengaturan pola
makan, menghindari makan makanan yang merangsang lambung, alkohol dan rokok, serta
mengurangi stres. Selain edukasi, teknik rehabilitasi seperti stretching, peningkatan gerak yang
berpengaruh terhadap kesembuhan dari sklerosis sistemik.
Pasien dengan fenomena Raynaud diberikan vasodilator berupa calcium channel blocker
seperti nifedipine oral 30-120 mg/hari pada pasien ini diberikan Nifedifin oral 3x5mg, pasein
dengan gangguan pada esofagus diberikan proton pump inhibitor (PPI) seperti omeprazol oral
20-30 mg/haripada pasien ini diberikan inj. OMZ 2x40mg, , pasien dengan krisis renal perlu
diatasi secara segera mungkin, pemberian obat-obatan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
(ACE-Inhibitor) seperti captopril oral 25 mg setiap 6 jam dengan dosis maksimal 100 mg setiap
6 jampada pasien ini tidak diberikan. Pemberian steroid seperti prednison dosis tinggi (> 15mg
/hari) tidak memberikan efek yang berarti pada pasien dengan krisis renal namun pada pasien
ini diberikan steroid inj. MP 3x125mg.

Angka harapan hidup 5 tahun penderita sklerosis sistemik adalah sekitar 68%. Harapan
hidup akan semakin pendek dengan luasnya kelainan kulit dan banyaknya keterlibatan organ
viseral. Pada kasus ini harapan hidup lebih buruk karena merupakan sklerosis sistemik difus.
Pada sklerosis sistemik difus, kematian biasanya terjadi karena kelainan paru, jantung atau
ginjal.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan paparan diatas, pasien ini sudah tepat didiagnosis dengan sistemik sklerosis dimana
secara spesefik dapat dimasukan dalam sistemik sklerosis jenis terbatas (Limited Systemic
Sclerosis). Untuk penatalaksanaan pada pasien ini juga sudah cukup tepat dengan rekomendasi
terapi sistemik sklerosis yang bersifat simptomatis dan suportif sehingga angka harapan hidup
pada pasien ini dapat lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai