Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

DENGUE SHOCK SYNDROME

Diajukan guna melengkapi tugas internsip RSUD SMC Kabupaten Tasikmalaya

Disusun Oleh:

dr. Leonnora Vern SN

Pembimbing:

dr. Feby Juwita R. R, Sp. A

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD SINGAPARNA MEDIKA CITRAUTAMA
KABUPATEN TASIKMALAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Leonnora Vern SN


Bagian : Ilmu Kesehatan Anak RSUD SMC Kabupaten
Tasikmalaya
Judul Kasus Besar : Dengue Shock Syndrome
Pembimbing : dr. Feby Juwita R. R, Sp. A

Tasikmalaya, Januari 2021


Pembimbing,

dr. Feby Juwita R.R, Sp.A.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kasih dan karunia-Nya, sehingga Laporan Kasus Besar “Dengue Shock
Syndrome” ini dapat penulis selesaikan.
Laporan kasus besar ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menjalankan
program internsip di RSUD Kabupaten Tasikmalaya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Feby Juwita R.R, Sp. A selaku konsulen pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan memberikan masukan yang berharga bagi penulis.
2. dr. M. Dhama Widya P. selaku dokter pembimbing internsip atas bimbingan dan
motivasinya selama menjalankan internsip.
3. An. S dan keluarga, atas ketersediaan dan kerjasamanya dalam kegiatan penyusunan
laporan.
4. Keluarga dan teman-teman internsip serta semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi yang kita semua.

Tasikmalaya, Januari 2021

Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. S
No. RM : 20-13-06-54
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 2 tahun 2 bulan 27 hari
Alamat : Sukarame
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 26 Desember 2020
Tanggal Pemeriksaan : 26 Desember 2020

B. Anamnesis
a. Keluhan Utama : Demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam dirasakan
terus menerus, tidak ada fase turun. Demam dirasakan sepanjang hari. Pasien sudah
pernah berobat ke klinik, namun keluhan demam tidak membaik. Keluhan batuk (-),
pilek (-), mual (-) muntah (-), mencret (-). Riwayat perdarahan sebelumnya
disangkal. Keluhan juga disertai penurunan nafsu makan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riw. HT (-), DM (-), Ginjal (-), Hepar (-), Kuning (-)
- Riw. Perjalanan ke luar kota (-), Riw. Kontak dengan pasien positif covid (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
e. Riwayat Sosial :
Riwayat sakit serupa di daerah sekitar rumah disangkal.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Presens
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS 15 E4M6V5
Nadi : 118 x/m
Frekuensi Nafas : 30 x/m
Temperatur : 35,8 oC
Saturasi : 95% tanpa oksigen
BB : 9,3 kg

2. Status Generalisata
Kepala
Rambut : Hitam
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil bulat, isokor (4mm/4mm), konjungtiva
palpebra inferior anemis (-/-), preorbital edema (-/-), sklera ikterik
(-/-),
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Tenggorokan : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal

Leher : Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Paru
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vocal fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : SP: VBS kanan=kiri, ST: rhonki -/- basah halus, wheezing - / -

Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS V LMCS
Perkusi : Atas: ICS II LMCS, Kanan: ICS IV LPSD, Kiri: ICS IV LMCS
Auskultasi : S1 normal, S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Lembut & Datar
Palpasi : Soepel, defans musculare (-), hepatomegally (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus: Peristaltik (+) Normal.

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2, Edema ekstremitas (-/-), Sianosis (-),
Jaundice (-/-), Tremor (-)

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tanggal : 26 Desember 2020 (14.49)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 14.6 12.0-16.0 g/dL
Eritrosit (RBC) 6.2 x 106 3.5-5.2 x 106/mm3
Leukosit (WBC) 5.020 5500-17500 /mm3
Hematokrit 43.0 % 35.0-49.0 %
Trombosit (PLT) 63.000 184.000-488.000 /mm3
KIMIA KLINIK
GDS 152 <140 mg/dl

Tanggal : 26 Desember 2020 (21.11)


Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 14.3 12.0-16.0 g/dL
Eritrosit (RBC) 6.1 x 106 3.5-5.2 x 106/mm3
Leukosit (WBC) 5.550 5500-17500 /mm3
Hematokrit 41.1 % 35.0-49.0 %
Trombosit (PLT) 39.000 184.000-488.000 /mm3

4. Diagnosis Kerja

Dengue Shock Syndrome

5. Terapi
- IVFD RL bolus 93 cc dalam 1 jam, selanjutnya RL 65 cc/jam (pakai infus
pump/syringe pump)
- Cek ulang DR jam 9 malam
- Sanmol IV 4x100 mg bila demam
6. Prognosis

- Ad Vitam Dubia ad Bonam


- Ad Functionam Dubia Ad Bonam
- Ad Sanationam Dubia Ad Bonam

Follow Up Pasien
27 Desember 2020
Ruangan
SBadan dingin (+)
Perdarahan (-)
Mual, muntah (-)
Bab Cair (-)
O Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 124 x/menit,
Respiratory Rate : 40 x/menit
Temperature : 36.8 oC

Status Generalis:
Mata : CA -/-, SI -/-
Paru : VBS ka>ki, sonor, rh -/-, wh -/-
Jantung : S1S2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : BU (+), supel, NT (-)
Ekstremitas : Akral dingin, CRT > 2 detik

A Dengue Shock Syndrome


P Bolus RL 95 cc/jam, selanjutnya RL 95 cc/jam
Cek DR jam 15.00  Lapor hasil
Observasi BAK
Terapi lanjut
Diet makan cair 6x120 cc
Cek Feses Rutin

Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 15.0 12.0-16.0 g/dL
Eritrosit (RBC) 6.4 x 106 3.5-5.2 x 106/mm3
Leukosit (WBC) 8.660 5500-17500 /mm3
Hematokrit 43.8 % 35.0-49.0 %
Trombosit (PLT) 25.000 184.000-488.000 /mm3
Pemeriksaan Feses Lengkap
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Makroskopis
Warna coklat negatif
Darah negatif negatif
Lendir negatif
Konsistensi lembek
Bau khas
Mikroskopis
Telur cacing negatif negatif
Sisa Pencernaan
Leukosit FL 1-3 sel/LPB negatif
Eritrosit FL 0-1 sel/LPB negatif
Amoeba negatif negatif
Kista negatif negatif
Pencernaan
Lemak negatif negatif
Amilium negatif negatif
Serat tumbuhan negatif negatif
Serat otot negatif negatif

28 Desember 2020
Ruangan
S Sesak nafas (+)
Demam (+)
Badan dingin (-)
Sering tertidur (+)
O Kesadaran Compos Mentis
Nadi 124 x/menit
Respiratory Rate 40 x/menit
Temperature 37 oC

Status Generalis:
Mata : CA -/-, SI -/-
Paru : VBS ka=ki, sonor, rh -/-, wh -/-
Jantung : S1S2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : BU (+), cembung, hepar teraba 3cm
Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 detik

A DSS (Expanded dengue syndrome)


P O2 2 lpm NK
IVFD RL 13 cc/jam
Furosemid extra 9 mg iv
Pasang NGT – dekompresi terlebih dahulu, bila kosong berikan MC
6x150 cc
Cek DR ulang jam 21.00 , hasil lapor(DR, OT, PT, Ur, Cr)
Rontgen Thorax
Terapi Lanjut

Tambahan :
Cek albumin
Cefotaxim 3x450 mg iv
Pemeriksaan Laboratorium
05.19
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 11.9 12.0-16.0 g/dL
Eritrosit (RBC) 5.2 x 106 3.5-5.2 x 106/mm3
Leukosit (WBC) 7.490 5500-17500 /mm3
Hematokrit 34.4 % 35.0-49.0 %
Trombosit (PLT) 23.000 184.000-488.000 /mm3
Pemeriksaan Laboratorium
20.40
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 9.8 12.0-16.0 g/dL
Eritrosit (RBC) 4.2 x 106 3.5-5.2 x 106/mm3
Leukosit (WBC) 5.650 5500-17500 /mm3
Hematokrit 27.7 % 35.0-49.0 %
Trombosit (PLT) 32.000 184.000-488.000 /mm3
Kimia Klinik
AST (SGOT) 156 U/L < 40
ALT (SGPT) 62 U/L < 41
Protein Total 5.1 g/dL 6,4-8,2
Albumin 2.9 g/dL 3,4-5
Globulin 2.2 g/dL 2,2-3,1
Ureum 21 mg/dL 15-29
Kreatinin 0.5 mg/dL 0-1
Elektrolit-4
Natrium 129 mmol/L 136-145
Kalium 3.1 mmol/L 3,0-5,2
Kalsium 5.5 mg/dL 4,5-5,6
Klorida 91 mmol/L 96-108
29 Desember 2020
Ruangan
S Sesak nafas menurun
Badan dingin (-)
Demam (-)
O Tanda Vital
Nadi 124 x/menit
Respiratory Rate 40 x/menit
Temperature 37 oC

Status Generalis:
Mata : CA -/-, SI -/-
Paru : VBS ka=ki, sonor, rh -/-, wh -/-
Jantung : S1S2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : BU (+), supel, NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 detik
A DSS
Bronkopneumonia
P O2 2 lpm NK
IVFD RL 13 cc/jam
Makan bubur 3x1, bila tidak masuk = MC 6x750 cc memalui NGT
Cek DR /24 jam (jam 21.00)
Terapi lanjut
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 9.9 12.0-16.0 g/dL
Eritrosit (RBC) 4.2 x 106 3.5-5.2 x 106/mm3
Leukosit (WBC) 5.740 5500-17500 /mm3
Hematokrit 28.1 % 35.0-49.0 %
Trombosit (PLT) 51.000 184.000-488.000 /mm3
30 Desember 2020
Ruangan
S Distress nafas (-)
Sudah mau makan
O Tanda Vital
Nadi 124 x/menit
Respiratory Rate 28 x/menit
Temperature 36.8 oC

Status Generalis:
Mata : CA -/-, SI -/-
Paru : VBS ka=ki, sonor, rh /-, wh -/-
Jantung : S1S2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : BU (+), supel, NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 detik

A DSS
Bronkopneumonia
P IVFD RL 13 cc/jam
Cek DR/24 jam
Sukralfat 3 x ½ cth
Aff NGT
Terapi lanjut
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 9.6 12.0-16.0 g/dL
Eritrosit (RBC) 4.1 x 106 3.5-5.2 x 106/mm3
Leukosit (WBC) 5.500 5500-17500 /mm3
Hematokrit 27.5 % 35.0-49.0 %
Trombosit (PLT) 126.000 184.000-488.000 /mm3
31 Desember 2020
Ruangan
S Demam (-)
Sesak nafas (-)
O Tanda Vital
Nadi 100 x/menit
Respiratory Rate 24 x/menit
Temperature 36.8 oC

Status Generalis:
Mata : CA -/-, SI -/-
Paru : VBS ka=ki, sonor, rh -/-, wh -/-
Jantung : S1S2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : BU (+), supel, NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 detik
A DSS
Bronkopneumonia
Efusi Pleura
P BLPL
Cefixime 2x ½ cth
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demam dengue merupakan penyakit infeksi virus yang disebabkan oelh gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Empat serotipe penyebab virus dengue
yaitu DEN 1, 2, 3, dan 4 dengan morbiditas dan mortalitas yang di banyak daerah di
dunia. Virus dengue dapat menyebabkan manifestasi klinis yang bermacam-macam, dari
mulai asimptonatik sampai demam berdarah dengue dengan kebocoran plasma yang
mengakibatkan syok hipovolemik yaitu dengue shock syndrome (DSS) (3).

B. Epidemiologi dan Etiologi


Demam dengue / demam berdarah dengue disebabkan oleh genus flavivirus, virus
ini merupakan jenis virus RNA, yang diteukan di daerah tropic dan subtropik. Terdapat 5
antigen yang berhubungan yang telah teridentifikasi, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan
DEN 4. Virus bertransmisi lewat gigitan dari nyamuk betina Aeses aegypti dan Aedes
albopictus. Masa inkubasi terjadi sekitar 4 sampai 10 hari. Kasus DBD ditemukan paling
banyak akibat virus DEN 3. Penyakit ini merupakan penyakit endemic di berbagai
negara, tertinggi di Asia dan Amerika Selatan. WHO menyatakan bahwa sekitar setengah
dari populasi dunia beresiko terkena penyakit tersebut (1,2).
Dalam 50 tahun terakhir, insiden infeksi virus dengue meningkat 30 kali lipat,
diperkirakan sekitar 50 juta orang terinfeksi setiap tahun. Berdasarkan jumlah kasus
(4)
DBD, Indonesia menempati kasus tertinggi di Kawasan Asia Tenggara . Infeksi virus
dengue telah menyebar di 33 provinsi dan 436 kota/kabupaten di Indonesia. Lima
provinsi dengan angka kesakitan tertinggi adalah Bali, DKI Jakarta, Kalimantan Timur.
Sulawesi Tengah, dan DI Yogyakarta.

C. Klasifikasi
Klasifikasi dari WHO (2009) yang berdasar pada laporan klinis DENCO study
mengklasifikasikan dengue terbagi menjadi 2 kelompok menurut derajat penyakit, yaitu
dengue dan severe dengue, kemudian dengue lebih lanjut menjadi dengue dengan atau
tanpa warning sign.

1. Demam dengue (without warning sign)


Disebut juga dengan probable dengue, sesuai dengan derajat I dan II. Diagnosis
ditegakan apabila terdapat demam ditambah dengan minimal 2 gejala berikut :
a. Muntah disertai muntah ruam (skin rash)
b. Nyeri pada tulang, sendi, atau retro-orbital
c. Uji tourniquet positif
d. Leukopenia
e. Dan gejala laun yang termasuk warning sign
2. Dengue with warning sign
Secara klinis terdapat gejala nyeri perut, muntah terus-menerus,
perdarahan mukosa, letargi/gelisah, pembesaran hati > 2 cm, disertai kelainan
parameter laboratorium, yaitu peningkatan kadar hematokrit yang terjadi
bersamaan dengan penurunan jumlah trombosit dan leukopenia.
Pasien dengue tanpa warning sign dapat dipantau harian dalam rawat
jalan. Namun apabila warning sign ditemukan maka pemberian cairan intravena
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik.
Warning sign berarti perjalanan penyakit yang sedang berlangsung
mendukung ke arah terjadinya penurunan volume intravascular. Hal ini menjadi
pegangan bagi klinisi di tingkat Kesehatan primer untuk mendeteksi pasien
risiko tinggi dan merujuk mereka ke tempat perawatan dengan fasilitas lebih
lengkap. Pasien dengan warning sign harus di klasifikasi ulang apabila dijumpai
salah satu tanda sever dengue. Warning sign menunjukan perjalanan
imunopatogenesis infeksi virus yang progresif pada peubahan vascular, organ
target dan perubahan pada tingkat endotel. Jika tidak dikelola dengan baik dapat
mengakibatkan kebocoran plasma, perdarahan, disfungsi organ yang menjadi
kriteria terjadinya DBD berat.
3. Demam Berdarah Dengue (severe dengue), yang ditandai dengan :
Infeksi dengue diklasifikasikan sebagai severe dengue apabila terdapat severe
plasma leakage, perdarahan hebat, atau adanya keterlibatan organ.
a. Kebocoran plasma
b. Penumpukan cairan
c. Gangguan pernafasan
d. Perdarahan hebat
e. Kerusakan organ, dan
f. Kelainan metabolisme.

Gambar 1. Klasifiksi dan keparahan kasus dengue

Berdasarkan derajatnya, DHF diklasifikasikan menjadi (4,8):


a. Derajat 1
Demam disertai dengan gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi
perdarahan hanyalah uji tourniquet.
b. Derajat 2
Derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan di kulit ataupun perdarahan lain.
c. Derajat 3
Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit teraba dingin dan
lembab, gelisah, sianosis sekitar mulut.
d. Derajat 4
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan ditekanan darah tidak
terukur

D. Patofisiologi

Gambar 2. Perjalanan Klinis DB

The secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection


hypothesis sampai saat ini masih dianut sebagai konsep patogenesis terjadinya DHF.
Berdasarkan hipotesis tersebut, seseorang akan menderita DHF apabila mendapatkan
infeksi berulang oleh serotipe DENV yang berbeda dalam jangka waktu tertentu, yang
berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun.
DBD dimulai dari perjalanan klinis DBD dalam proses yang terukur. Jika kita
evaluasi, perjalanan klinis DBD berdasarkan WHO 2009 kita dapat melihat ada 3 fase
yang terjadi, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase pemulihan. Ketiga fase tersebut
menggambarkan proses alami dari infeksi virus yaitu pada fase demam terjadi
viremia/adanya penumpukan virus dalam darah. Sedangkan pada fase kritis merupakan
karakteristik virus dengue yang menyebabkan kebocoran plasma, dan pada fase
pemuluhan terjadi respon imun dan perbaikan endotel yang berperan untuk perbaikan
kondisi klinis (2). Ada beberapa teori yang berkembang tentang patogenesis DBD selama
ini, yaitu:

1. Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan:


a. Faktor virus
Serotipe, jumlah, virulensi.
b. Faktor penjamu
Genetik, usia, status gizi, penyakit komorbid, dan interaksi antara virus dan
penjamu.
c. Faktor lingkungan
Musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan penduduk, dan Kesehatan
lingkungan.
2. Peran system imun dalam infeksi virus dengue:
a. Infeksi Primer (teori virulensi)
b. Infeksi Sekunder (teori imunopatologi)

Seperti yang kita ketahui, nyamuk Aedes aegypti mengigit manusia dan
menyuntikan virus ke dalam peredaran darah, kemudian DENV menempel pada monosit
melalui faktor reseptor dan masuk ke dalam monosit kemudian terjadi mekanisme
dimana monosit yang mengandung virus di distribusikan ke hati, limpa, usus, dan
sumsum tulang, dengan demikian terjadilah viremia. Pada 2 hari awal gejala yang terjadi
adalah penumpukan virus dalam darah (viremia) dan berakhir setelah 5 hari timbul gejala
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, ruam atau bitnik merah
(ptekie). Makrofag yang mencerna virus secara otomatis menjadi antigen presenting cell
(APC) dan mengaktifkan sel T-Helper aktif, lalu makrofag yang lain akan datang dan
memfagosit lebih banyak virus dengue. Sel T-Helper akan mengaktifkan sel T-sitotoksik
dan akan menghancurkan makrofag (yang memfagosit virus) dan akhirnya memfagosit
sel B untuk melepas antibody. Seluruh rangkaian proses ini menyebabkan terlepasnya
mediator inflamasi dan menyebabkan gejala sistemik seperti nyeri sendi, demam,
malaise, nyeri otot, dan lain-lain (6).
Yang menjadi patologis utama yang menentukan berat penyakit DHF adalah
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah (kapiler), yang mengakibatkan
terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler
mengakibatkan berkurangnya volume plasma yang otomatis menurunkan jumlah
trombosit. Meningkatnya hematokrit menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagi
akibat kebocoran plasma ke daerah ekstravaskular melalui kapiler yang rusak (14).
Sesuai dengan secondary heterologous infection hypothesis, pasien akan
mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang berbeda. Antibody yang
telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk
kompleks antigen antibody kemudian berikatan dengan reseptor dari membrane leukosit
terutama makrofag. Karena adanya antibody ini, maka virus tidak dinetralisasikan oleh
tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dalam waktu
beberapa hari terjadi proliferasi dan transfirmasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibody IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-antibody
mengaktifkan system komplemen C3 dan C5, melepaskan C3 dan C5 akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang
ekstravaskular. Akibat hal ini, volume plasma intravascular akan menurun hingga
menyebabkan hipovolemia hingga syok (14).
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pemduluh darah, sehingga
mengakibatkan perembesan plasma yang kemudian mengakibatkan hipovolemia dan
syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa seperti efusi
(14)
pleura, ascites . Kompleks antigen antibody selain mengaktivasi system komplemen,
juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi system koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen antibody pada membrane trombosit, hal ini menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini menyebabkan pengeluaran platelet faktor III yang mengakibatkan
penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan
fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak namun tidak
berfungsi dengan baik. Jadi perdarahan massif pada DBD diakibatkan oleh
trombositopenia, penurunan faktor pembekuan, kelinan fungsi trombosit dan kerudakan
dinding endotel kapiler (14, 15).

Secondary Heterologous Dengue Infection

Replikasi Virus Reaksi antibody

Komplek virus antibody

Agregasi Platelet Aktivasi system Aktivasi komplemen


koagulasi

Permeabilitas
Penghancuran Pelepasan faktor
vaskuler meningkat
Trombosit oleh trombosit
RES
Perembesan plasma
Penurunan Faktor
Pembekuan

Perdarahan Hebat Shock

Bagan 1. Secondary Heterologous Dengue Infection

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sangat bervariasi, pathogenesis yang kompleks, dan
perbedaan serotipe virus pada daerah yang berbeda membuat kita sulit memprediksi
perjalanan penyakit dengue, apalagi dalam menilai apakah pasien akan menjadi syok
atau syok berulang. Pencarian factor prognosis terasa sangat penting dalam memprediksi
kasus yang mungkin berkembang menjadi Dengue Shock Syndrome (1).
Beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia maupun luar negeri mengenai
factor prognosis terjadinya syok pada pasien anak dengan demam berdarah dengue
(DBD). Penelitian tersebut berpedoman pada WHO tahun 1997 tentang tatalaksana
infeksi virus dengue, data tersebut menybutkan bahwa angka kematian Dengue Shock
Syndrome sekitar 7,81% dengan prevalensi sebesar 15,53%, angka tersebut terbilang
cukup tinggi serta klasifikasi virus dengue terbaru dengan kelompok Expanded Dengue
(1)
Syndrome (EDS) yang dapat berhubungan dengan terjadinya syok pada DBD . Secara
garis besar infeksi dengue di bagi menjadi 3 fase, yaitu (2):
1. Fase febris
Pasien tiba-tiba mengalami demam tinggi, dalam fase ini biasanya terjadi 2-7 hari
dengan diikuti wajah kemerahan, eritema pada kulit, pegal pada seluruh tubuh,
nyeri otot, nyeri sendi, nyeri retro orbital, fotofobia, ruam maculopapular yang
timbul 1-2 hari dan kemudian menghilang tanpa bekas, serta nyeri kepala. Pada
beberapa pasien terdapat nyeri tenggorokan, faringitis, injeksi konjungtiva, diikuti
dengan anoreksia, mual serta muntah yang umumnya selalu diderita pasien. Pada
fase ini bila didapatkan test tourniquet (+) meningkatkan kemungkinan infeksi
dengue.
2. Fase kritis
Terjadi ketika terjadi penurunan suhu badan sampai normal, biasanya hari ke 3-7
penyakit, akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler bersamaan dengan
peningkatan kadar hematokrit. Hal ini merupakan tanda awal fase kritis, periode
kebocoran plasma biasanya berlangsung 24-48 jam yang ditandai dengan
peningkatan hematokrit, diikuti leukopenia, dapat pula terjadi efusi pleura dan
asites. Syok terjadi Ketika terjadi kehilangan banyak plasma, nantinya dapat
menyebabkan asidosis metabolic, DIC.
3. Fase penyembuhan
Apabila pasien bertahan dalam 24-48 jam di dalam fase kritis, akan terjadi
perbaikan bertahap dari cairan ekstravaskular.
Pada awal perjalanan, sulit sekali untuk membedakan infeksi ringan dan infeksi
berat. Pedoman WHO tahun 2009 dan 2011 merekomendasikan penggunaan kriteria
tanda bahaya (warning sign) sebagai salah satu indicator untuk monitor tingkat
keparahan penyakit. Kriteria tersebut meliputi (2,4):
1. Nyeri perut
2. Muntah berkepanjangan
3. Perdarahan mukosa
4. Letargi
5. Pembesaran hati > 2 cm
6. Peningkatan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit secara cepat
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Yulianto dkk (2016) mengidentifikasi adanya
nyeri perut, hepatomegali >2 cm, kebocoran plasma, episode perdarahan, letargi/akral
dingin, nilai hematokrit dan angka trombosit yang rendah saat fase defervescene /kritis
sebagi karakteristik yang membedakan di antara derajat keparahan infeksi dengue (5).
Hematokrit >45% juga merupakan factor prognosis derajat keparahan infeksi
dengue. Vaskulopati pada infeksi dengue menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler, yang berujung pada hemokonsentrasi dan terjadinya syok. Penelitian lain
melaporkan angka leukosit <5.000/uL yang merupakan factor risiko terjadinya klinis
infeksi duengue yang lebih berat (6).
Nyeri perut termasuk salah satu factor risiko yang penting untuk memprediksi
adanya keparahan infeksi dengue. Nyeri perut dapat disebabkan oleh perdarahan saluran
cerna, hepatomegaly, ataupun karena hipoksia jaringan akibat suplai darah ke organ
visceral kurang saat kondisi pre dan syok. Hepatomegali >2 cm juga merupakan factor
risiko yang kuat, hepatomegaly merupakan respon normal terhadap infeksi dengue, tetapi
hal ini lebih berhubungan dengan DBS dan DSS. Adanya edema palpebra, efusi pelura
atau ascites merupakan akibat dari kebocoran plasma dan juga merupakan factor risiko
penting dari terjadinya DBD dan DSS (7).
Perdarahan umumnya terjadi saluran cerna, seperti hematemesis dan melena
merupakan manifestasi klinis perdarahan yang paling sering ditemukan. Hal tersebut
berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit pada infeksi dengue berat. Trombosit
yang turun terjadi karena dampak supresi sumsum tulang dan peningkatan destruksi
trombosit oleh hepar dan limpa akibat respon imun. Angka trombosit <50.000/uL
berhubungan dengan risiko perdarahan hebat (6,7).
F. Diagnosis Banding
Tabel 1. Diagnosis banding untuk demam
Diagnosis Demam Klinis
Infeksi virus dengue (demam dengue, - Demam atau Riwayat demam
demam berdarah dengue, sindrom syok mendadak tinggi selama 2-7 hari
dengue) - Manifestasi perdarahan (minimal uji
tourniquet)
- Pembesaran hati
- Tanda gangguan sirkulasi
- Peningkatan nilai hematokrit,
trombositopenia, dan leukopeniaada
Riwayat keluarga atau tetangga sekitar
menderita atau tersangka DBD
Demam Tifoid - Demam lebih dari 7 hari
- Terlihat jelas kondisi dan sakit serius
tanpa sebab yang jelas
- Nyeri perut, kembung, mual, muntah,
diare/konstipasi
- delirium
Malaria - Demam tinggi khas, bersifat
intermiten
- Deman terus-menerus
- Mengigil, nyeri kepala, berkeringat,
dan nyeri otot
- Anemia
- Hepatomegali, splenomegaly
- Apusan darah tepi = plasmodium
Campak - Ruam yang khas
- Batuk, hidung berair, mata merah
- Kornea keruh
- Baru saja terpajan dengan kasus
campak
- Tidak ada Riwayat imunisasi campak
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah rutin
a. Trombositopenia (<100.000/μl)
b. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, yang
ditandai dengan :
1) Peningkatan hematokrit > 20% dari nilai standar
2) Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan
3) Efusi pleura/pericardial, asites, hipoproteinemia
c. Pemeriksaan IgM dan IgG dengue

Tabel 2. IgG dan Igs


IgM IgG Interpretasi
(+) (-) Infeksi primer
(+) (+) Infeksi sekunder
(-) (+) Tersangka infeksi
sekunder
(-) (-) Tidak ada infeksi

d. Pemeriksaan NS-1

Gambar 3. Sensitivity of Rapid Test Dengue

2. Urine
Mungkin ditemukan albuminuria ringan

H. Tatalaksana
Sebagian besar anak dapat dirawat di rumah dengan memberikan nasihat
perawatan pada orang tua anak (13).
1. Tatalaksana demam berdarah dengue tanpa syok
Anak dirawat di rumah sakit:
a. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, susu, untuk
menggantikan cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.
b. Berikan paracetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
c. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
1) Berikan hanya larutan isotonic seperti Ringer laktat/asetat
2) Kebutuhan cairan parenteral:
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 mg : 3 ml/kgBB/jam
3) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, thrombosis, leukosit, dan hemoglobon) tiap 6 jam.
4) Apabila terjadi oenurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
d. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi.
2. Tatalaksana demam berdarah dengue dengan syok
a. Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat, berikan oksigen 2-4 liter/menit
secara nasal.
b. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetat secepatnya.
c. Jika tidak menunjukan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
mg/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
d. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun,
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan infus
darah/komponen (whole blood/PRC).
e. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
3. Tatalaksana komplikasi perdarahan
Jika terjadi perdarahan berat, segera beri darah bila mungkin. Bila tidak beri koloid
dan rujuk.
4. Pemantauan
a. Untuk anak dengan syok
Periksa tanda vital anak setiap jam hingga pasien stabil, dan periksa nilai
hematokrit setiap 6 jam.
b. Untuk anak tanpa syok
Periksa tanda vital anak minimal 4 kali sehari dan nilai hematokrit minimal
sehari sekali.
c. Catat dengan lengkap cairan masuk dan cairan keluar.

Selain itu, WHO (2011) juga membagi penatalaksaan Dengue menjadi 3 kriteria,
yaitu :
1. Kriteria A
Pasien dapat dipulangkan, dengan catatan mendapat cairan yang adekuat dan
BAK minimal 1 kali per 6 jam, dan tidak ada tanda-tanda dari warning sign. Pasien
diharuskan bed rest, pasien yang datang pada demam >3 hari diharuskan tetap ke
sarana Kesehatan untuk diperiksa darah lengkap dan monitoring adanya tanda gejala
dari waning sign, hal ini dilakukan sampai fase kritis terlewati.
Berikan pasien paracetamol untuk demam, dengan dosis 10 mg/kgBB/kali,
kompres air hangat apabila demam tidak turun, dilarang memberikan aspirin ataupun
ibuprofen atau NSAID lainnya, hal ini dapat menyebabkan gastritis atau perdarahan.
Apabila tidak ada perbaikan maupun timbul gejala tambahan seperti nyeri perut,
muntah-muntah, ekstremitas dingin, sesak napas, tidak BAK dalam 6 jam, maupun
perdarahan segera ke fasilitas kesehatan terdekat. Indikasi rawat inap pada pasien
dengan manifestasi demam bila tidak mendapatkan rehidrasi oral yang adekuat,
adanya anak kecil di rumah, serta pasien dengan komorbid.
2. Kriteria B
Pasien yang diharuskan untuk rawat inap untuk observasi lebih lanjut. Dalam
kriteria ini pasien dengan warning sign, pasien risiko tinggi, pasien yang
menunjukan gejala komplikasi, pasien yang tinggal sendiri, serta pasien yang tempat
tinggalnya jauh dari fasilitas kesehatan.
Cek hematokrit sebelum diberikan cairan infus. Cairan ifus yang digunakan
hanya yang bersifat isotonic seperti NaCl 0,9%, Ringer Laktat atau cairan
Hartmann’s. mulai dengan 5-7 ml/kgBB/jam untuk 1-2 jam pertama, kemudian
kurangi menjadi 3-5 ml/khBB/jam utnuk 2-4 jam selanjutnya. Kemudian cairan
dikurangi lagi menjadi 2-3 ml/kgBB/jam atau maintenance cairan sesuai manifestasi
klinis yang di dapat. Periksa Kembali hematokrit, jika tidak ada perbaikan atau
terjadi peningkatan sedikit, ulangi pemberian cairan 2-3 ml/kgBB/jam selama 2-4
jam. Jika tanda vital menurun dan terjadi peningkatan hematokrit yang cepat, segera
naikan cairan 5-10 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam. Apabila perfusi jaringan dan urine
output baik (0,5 ml/kgBB/jam) berikan cairan maintenance untuk 24-48 jam.
Monitor vital sign, balance cairan, hematokrit sebelum dan sesudah pemberian
cairan infus, atau setiap 6-12 jam sekali. Cek GDS, profil ginjal, profil liver, profil
koagulasi sesuai indikasi.
3. Kriteria C
Pasien dengan dengue berat, pasien dalam kriteria ini harus mendapat
pengobatan segera karena berada dalam fase kritis, hal yang terjadi berupa :
a. Kebocoran plasma yang berat, milai masuk ke dalam keadaan syok dengan
adanya ARDS
b. Perdarahan hebat
c. Multi organ failure
Pasien harus segera dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas
transfusi darah. Segera ganti cairan isotonic dengan cairan kritaloid, pada keadaan
hipotensi syok boleh diberikan cairan koloid. Transfusi hanya diberikan jika terdapat
perdarahan hebat.

Pada dasarnya terapi DB adalah bersifat suportif dan simtomatis. Inti dari
penatalaksanaan DBD adalah terapi cairan yang baik,bila cairan yang diberikan tidak
adekuatm maka pasien anak rentan mengalami syok ataupun expanded dengue
syndrome. Pasien anak bukanlah pasien dewasa dalan ukuran kecil, pasien anak memiliki
system organ yang sedang tumbuh, terapi cairan yang terlalu agresif atau tidak adekuat
akan berbahaya bagi pasien anak. Terapi cairan yang proposional diharapkan akan
memberikan outcome klinis yang baik.
Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadakm terus-menerus, < 7 hari


tidak disertai ISPA, badan lemas/lesu

Ada Kedaruratan Tidak ada Kedaruratan


Tanda syok, muntah terus menerus,
kesadaran menurun
Kejang, muntah darah, BAB Periksa uji Tourniquete/rumple leede
darah/hitam

Uji Tourniquete (+) Uji Tourniquete (-)

Rawat Jalan
Paracetamol
Jumlah trombosit < Jumlah trombosit >
Kontrol tiap hari sampai
100.000/ul 100.000/ul
demam hilang

Nilai tanda klinis &


jumlah tombosit,
Rawat inap hematokrit bila masih
demam hari ke-3

Rawat Jalan
Minum banyak
Paracetamol bila perlu
Control tiap hari sampai dengan demam turun
Bila demam menetap, periksa Hb, Ht, Trombosit
Perhatikan untuk orang tua pesan bila timbul
tanda syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin,
sakit perut, BAB hitam, BAK berkurang
Bagan 2. Penatalaksanaan Kasus Tersangka DBD

DBD Derajat I

Gejala klinis : demam 2-7 hari


Uji tourniquet (+)
Lab ht tidak meningkat, trombositopeni (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat Minum


Berikan minum banyak 1-2 L/hari Pasien muntah terus-
atau 1 sdm tiap 5 menit menerus
Jenis minuman : air putih, the manis,
sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu > 38.5 derajat celcius beri Pasang infus NaCl 0.9 %:
paracetamol Dekstrosa 5% (1:3) tetesan
Bila kejang beri obat antikonvulsif rumatan sesuai berat
badan.
Periksa Hb, Ht, trombosit
tiap 6-12 jam
Periksakan klinis dan lab

Ht naik dan atau


Pulang trombositopenia
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam
tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik Infus ganti Ringer asetat
3. Secara klinis tampak (tetesan disesuaikan, lihat
perbaikan Bagan 3)
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit lebih dari
50.000/ml
7. Tidak dijumpai distress
pernafasan
Bagan 3. Penatalaksanaan Kasus DBD Derajat I

DBD Derajat II

DBD derajat I + perdarahan spontan


Hemokonsentrasi & trombositopenia
Cairan awal RA/NaCl 0.9% atau RAD 5%/NaCl
0.9% + D5% 6-7 ml/kgBB/jam

Monitoring tanda vital, nilai Ht & trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak Ada Perbaikan

Tidak gelisah, nadi Gelisah, distress pernafasan,


kuat, TD stabil, nadi naik, Ht tetap
diuresis cukup tinggi/naik, diuresis
(1 ml/kgBB/jam), kurang/tidak ada
Ht turun dalam 2x
pemeriksaan

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikan


10-25
ml/kgBB/jam
5 ml/kgBB/jam Perbaikan (bertahap)

Evaluasi12-24 jam
Perbaikan

Sesuaikan tetesan Tanda Vital tidak stabil

3 ml/kgBB/jam

Distress pernafasan, Ht turun


IVFD stop stelah 24-48 Ht naik
jam apabila tanda
vital/ht stabil dan
diuresis cukup
Bagan 4. Penatalaksanaan Kasus DBD Derajat II

DBD Derajat III & IV


DBD derajat II+kegagalan
sirkulasi

O2 2-4 lpm, penggantian volume plasma


segar (cairan kristaloid isotonis)
Ringer asetat / NaCl 0.9% 10-20 ml/kgBB
secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit
Pantau tanda vital tiap 10 menit, Syok tidak
Syok teratasi
catat balance cairan selama teratasi
pemberian cairab intravena

Kesadaran membaik Kesadaran turun


Nadi teraba Kuat Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi > 20 mmHg Tekanan nadi < 20 mmHg
Tidak sesak nafas/sianosis Distress nafas/sianosis
Ekstremitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup Ekstremitas dingin periksa
1ml/kgBB/jam kadar gula darah

Cairan & tetesan disesuaikan Lanjutkan cairan


10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jam
Tambah koloid/plasma
Dekstran 40/FFP
Evaluasi ketat 10-20 (max 30) ml/kgBB
Koreksi Asidosis
Tanda vital Evaluasi 1 jam
Tanda perdarahan
Diuresis
Hb, Ht, TRombosit
Bagan 5. Penatalaksanaan Kasus DBD Derajat II dan IV
I. Prognosis
Prognosis DBD ditentukan oleh derajat keparahan penyakitnya, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, jenis kelamin, dan keadaan nutrisi penderita. Prognosis
DBD derajat I dan II umumnya baik, derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat
maka pasien dapat ditolong. Tanda-tanda prognosis yang baik pada DSS adalah
pengeluaran urine yang cukup serta kembalinya nafsu makan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ranasinghe,KMIU., Dissanayaka, D., Thirumavalan, K., Seneviratne, M. 2020. An


Unusual Case of Dengue Shock Syndrome Complicated by Ilio-Femoral Deep Vein
Thrombosis; a Case Report. BMC Infectious Disease. 20-335.
2. World Health Organization. 2009. Dengue : Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. Geneva: WHO. p14-15.
3. Satari, HI., Mardani, RA., Gunardi, H. 2018. Faktor Prognosis Sindrom Syok Dengue
Pada Anak. Sari Pediatri. Vol. 20 (3).
4. World Health Organization. 2011. Comprehensive Guideline for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever; Revised and Expanded Edition.
Geneva. WHO.
5. Yulianto, A., Laksini, IS., Juffrie, M. 2016. Prognostic Factors for Dengue Infection
Severity. Bagian IKA Fakultas Kedokteran UGM. Sari Pediatri. Vo 18(3).
6. Herdiyanto, D., Laksanawati, IS., Indrawanti, R., Rusmawaningtyas, D., Argumi. E.
2016. Profil Hematologi sebagai Prediktor Sepsis pada Sindrom Syok Dengue.
Bagian IKA Fakultas Kedokteran UGM. Sari Pediatri. Vol 18(4).
7. Gipta, V., Yadav, TP., Padey, RM., Singh, A., Gupta, M., Kanaujiya, P., dkk. 2011.
Risk Factors of Dengue Shock Syndrome in Children. J-Trop Prediatr. 57:451-6.
8. Lestari, T. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika
9. Martina, BEE., Koraka, P., Ostherhaus, ADME. 2009. Dengue Virus Pathogenesis:
an Intergrated View. Clinical Microbiology Review. Vol.22(4). P564-581.
10. Lardo, S., Seosatyo, MHNE., Juffrie, Umniyati, SR. 2018. The Autoimmune
Mechanism in Dengue Hemorrhagic Fever. Indones J Intern Med. Vol 5(1).
11. Hadinegoro, SR., Kadi, M., Devaera, Y., Idris, NS., Ambarsari, CG. 2012. Update
Management of Infectious Disease and Gastrointestinal Disorders. FK UI
Departemen IKA. Jakarta.
12. Hodinegara, SR. 2015. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue
Pasien Anak (4): Terapi Cairan Demam Berdarah Dengue Pasien Anak. Sari Pediatri.
IDAI.
13. World Health Organization. 2013. Pocket Book of Hospital Care for Children:
Guidelines for the Management of Common Childhood Illnesses. WHO Second
Edition. p162-167
14. Halstead, SB. 2011. Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever. Books : Nelson
Textbook of Pediatrics. Ed 19th. 1134-6. Philadelphia.
15. Gubler, DJ., Ooi, EE., Vasudevan, S., Farrar, J. 2015. Dengue and Dengue
Haemorrhagiv Fever. CABI.

Anda mungkin juga menyukai