STATUS PASIEN
I.IDENTITAS PASIEN
Nama
: An.FA
Umur
: 6 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Semper
Tgl. Masuk RS
: dr.Kartini,Sp.A
5
II.ALLOANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan ibu pasien pada tanggal 29 November 2012 di ruang AlFarisi
Keluhan Utama
Demam sejak 4 hari sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang
4 hari SMRS:
Demam dirasakan mendadak tinggi dirasakan terus menerus disertai rasa menggigil serta
rasa pusing tanpa disertai kejang.os juga merasakan nyeri perut,dan badan disertai nafsu
makan yang berkurang.Mimisan,gusi berdarah,batuk pilek,nyeri menelan,sesak,nyeri
dada,pergi keluar daerah disangkal.BAB dan BAK normal
3 hari SMRS :
: 3400 gr
PBL
: 50cm
Riwayat Pengobatan
3 hari SMRS pasien di bawa keklinik diberikan obat penurun panas,antibiotic dan
vitamin tetapi belum ada perubahan.
Riwayat Imunisasi
III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Apatis
Tanda-tanda vital
-
Antropometri
-
BB
TB
Status gizi
Status Generalis
: 18 kg
: 96 cm
: BB/U = 18/ 22 x 100% = 81,8% (gizi baik)
: TB/U = 96/117 x 100% = 82% (tinggi kurang)
: BB/TB = 18/17 x 100 % = 105,2% (gizi normal)
Kesan : gizi baik
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: tidak dilakukan
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: tidak dilakukan
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: datar,scar(-)
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Atas
: Akral : hangat
: CRT : <2 detik
: ptekie(+)
Bawah
: Akral = hangat
: CRT = < 2 detik
: ptekie(+)
IV.PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hematologi(29 -10-2012)
LED
: 5 mm/jam
Hb
: 15,1 g/dl
Ht
: 43,1%
Trombosit
: 89.000/mm3
Leukosit
: 11.500/mm3
Elektrolit
: Na : 130
K : 4,5
Cl: 103
Imunologi(29-11-12) :
IgG
: positif
IgM
: negatif
V.RESUME
Anamnesis :
An.6 tahun,demam mendadak tinggi 5 hari SMRS terus-menerus disertai rasa menggigil.
pusing(+),lemas(+),epitaksis(+),nyeri abdomen(+), nyeri badan(+), ptekie(+),nafsu makan
menurun (+).muntah(+)
Pemeriksaan fisik :
TTV : tekanan darah : 80/60 mmHg,tekanan,nadi 20 mmHg,nadi : 106x /menit regular
lemah,konjungtiva
hiperemis(+/+),bibir
kering(+),nyeri
tekan
tourniquet(+)
Pem.Penunjang :
Trombosit
: 89.000/mm3
IgG
: positif
IgM
: negatif
VI.ASASSMENT :
Diagnosa penyakit
Diagnosis gizi
: Gizi baik.
abdomen(+),ptekie(+),uji
VII.PLANNING PENATALAKSANAAN :
1.Terapi cairan :
- Oksigen 2-4 L/menit.
-penggantian volume plasma segera dengan kristaloid :
Ringer laktat 10 ml/kgbb/jam secepatnya (bolus dalam 30 menit) evaluasi :
-syok teratasi : kurangi cairan 7,5,3,1,5 ml/kgbb/jam infus stop tidak melebihi 48 jam setelah
syok teratasi
-syok tidak teratasi : cek ABCS dan perbaiki.periksa hematokrit :
-hematokrit meningkat berikan koloid iv 10-20ml/kgbb/jam
-hematokrit turun : berikan transfusi darah segar 10 ml/kgbb/jam
2.paracetamol syr(prn) : 3 x 180 mg : 3 x`11/2 cth
3.domperidon syr(prn) : 3 x 3,6 mg : 3 x cth
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE
1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
Dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD. DBD adalah salah satu manifestasi
simptomatik dari infeksi virus dengue. Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah
sebagai berikut:
Gambar 1.
Manifestasi klinis infeksi virus dengue menurut WHO 2011.3
2. Epidemiologi
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir.
Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang
endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32(97%)provinsi dan 382 (77%)
kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada
laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968
hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus
DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan
wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor
epidemiologi
lainnya
yang
masih
memerlukan
penelitian
lebih
lanjut.
Gambar 2. Angka Insiden DBD per 100.000 Penduduk Menurut Provinsi di Indonesia Tahun
2009.4
3.Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den-3
serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit
menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan manifestasi klinik
yang berat.Kerentanan manusia tergantung pada system imun dan genetik predisposition.(buku ajar
infeksi pediatric tropis 2
3. Cara penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam
waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya
(transovanan transmission). Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul.2
4.Patofisiologi
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi
kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama
dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya
tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun
bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menimbulkan kematian.[2]
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis
ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya
dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk
menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi
dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE),
suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang
kemudian
menyebabkan
peningkatan
permeabilitas
pembuluh
darah,
sehingga
Kompleks virus-antibody
Aktivasi komplemen
Komplemen
Permeabilitas kapiler
> 30% pada
kasus syok 24-48 jam
Ht
Perembesan plasma
Natrium
Hipovolemia
Syok
Anoksia
Asidosis
Meninggal
Anamnestic antibody
Aktivasi koagulasi
Pengeluaran
platelet faktor III
Aktivasi komplemen
Anafilatoksin
Trombositopenia
Gangguan
fungsi trombosit
Koagulopati
konsumtif
Sistem kinin
Kinin
penurunan faktor
pembekuan
Peningkatan
permeabilitas
kapiler
FDP meningkat
Perdarahan massif
syok
gejala
prodromal
seperti
nyeri
kepala,nyeri
berbagai
bagian
yang
menetukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas
dinding
pembuluh
darah,menurunnya
volume
plasma,trombositopenia,dan
diathesis
transaminase
serum
dan
urea
nitrogen
darah
Pembesaran hati (hepatomegali) diamati pada beberapa tahapan penyakit pada 90%-98%
anak.Frekuensi
bervariasi
dengan
waktu
dan
atau
pengamat.
Grad
D
DD
Laboratorium
leukopenia(WBC50
Sakit kepala.
00)
Retro-orbital nyeri.
sel/mm3).
mialgia.
Trombositopenia(jum
Arthtralgia/nyeri tulang.
lah trombosit
Ruam.
Denguemanifestasi.
Tidak adabuktikebocoranplasma.
Meningkatnyahemato
krit
(5%-10%).
Tidak adabukti
kehilanganplasma
DBD
DBD
II
Demam
Trombositopenia
danmanifestasiperdarahan(positiftourniqu
<100.000 sel/mm3
ettest) danbuktikebocoranplasma
Hematokrit 20%.
Seperti di grade I di tambah dengan Trombositopenia
perdarahan spontan
DBD
III
Seperti
digrade
IIditambahkegagalan
<100.000 sel/mm3
Hematokrit 20%.
Iatau Trombositopenia
sirkulasi(nadi <100.000 sel/mm3
IV
gelisah).
Seperti di grade III ditambah syok dengan Trombositopenia
tekanan darah yang tidak terditeksi dan <100.000 sel/mm3
trombositopenia dan hemokonsentrasi disamping penilaian gejala klinis lain seperti tipe dan lama
demam dapat membantu.
7.Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif,yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.Pasien DD dapat
berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat diruang perawatan biasa,tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/DSS
terletak pada keterampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke
fase penurunan suhu.(fase kritis,fase syok)dengan baik.2
Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan,tidak perlu dirawat.Pada fase demam pasien di anjurkan tirah
baring,selama masih demam,obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila
diperlukan.Untuk menurunkan suhu menjadi <39 C,dianjurkan pemberian paracetamol.Salsilat
tidak dianjurkan dapat menyebabkan gastritis,perdarahan,atau asidosis.Pada pasien dewasa
,analgetik atau sedative ringan kadang-kadang diperlukan untuk mengurangi nyeri kepala,nyeri
otot atau sendi.Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit oral,jus buah,sirop,susu,selain air
putih
dianjurkan
minimal
hari.Monitor
suhu,hematokrit,trombosit
sampai
normal
kembali.Semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari
setelah suhu turun.hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara
DD dan DBD pada fase demam.DD akan terjadi penyembuhan sedangkan DBD terdapat tanda
awal kegagalan sirkulasi.2
Demam berdarah dengue
Ketentuan Umum
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah adanya
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan
hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis
hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak
pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence)
yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis
disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada
pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar
hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah
trombosit sampai <100.000/l atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb (rata-rata dihitung pada 10 lpb)
terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan
hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk
pemberian cairan. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti
volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada
kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit
<50.000/l. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit
kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A. 2
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik
dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka
cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu
diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis
adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan
kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan
hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan
cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan
darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga
sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.
Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan
menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.1
Jumlah cairan
(kg)
<7
220
7-11
165
12-18
132
>18
88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan
pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak
gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.
Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari tabel 3 berikut. [2]
Tabel 3
Kebutuhan Cairan Rumatan
Berat Badan (kg)
10
100 per kg BB
10-20
>20
Dekstran 40
Plasma
Albumin
disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP
yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi. [1]
Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht
sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi
membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila
cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari
ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan),
maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan
hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi
disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital
baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.[1]
Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis
gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak
dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. [1]
Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan
koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan
tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.[1]
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.
Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada
anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.[2}
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok,
terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah
diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui
perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan
hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan
cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar
dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah
dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien
dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan
perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu
tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa
pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan
hematologis tersebut juga menentukan prognosis.[2]
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih
sering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan
tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang
jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema,
pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap
belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian
dopamin perlu dipertimbangkan. [2]
Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan diagnosis
DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi dalam 3 bagian,
yaitu:
1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD derajat II
tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 1 dan 2)
2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar
hematokrit. (Bagan 3)
3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV. (Bagan 4)
Ada kedaruratan
Tanda syok
Muntah terus menerus
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Berak darah
Jumlah trombosit
<100.000/l
Jumlah trombosit
>100.000/l
Tatalaksana
disesuaikan,
(Lihat bagan 3,4,5)
Rawat Jalan
Parasetamol
Kontrol tiap hari
sampai demam hilang
Rawat Inap
(lihat bagan 3)
Rawat Jalan
Minum banyak 1,5 liter/hari
Parasetamol
Kontrol tiap hari
sampai demam turun
periksa Hb, Ht, trombosit tiap
kali
Perhatian untuk orang tua
Pesan bila timbul tanda syok:
gelisah, lemah, kaki/tangan
dingin, sakit perut, BAB hitam,
BAK kurang
Lab : Hb & Ht naik
Trombosit turun
Segera bawa ke rumah sakit
Gejala klinis:
Demam 2-7 hari
Uji torniquet (+) atau
perdarahan spontan
Laboratorium:
Hematokrit tidak meningkat
Trombositopenia (ringan)
Pasien tidak dapat minum
Pasien muntah terus menerus
Infus ganti RL
(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)
Perbaikan
Tidak gelisah
Nadi kuat
Tek.darah stabil
Diuresis cukup
(12 ml/kgBB/jam)
Ht turun
(2x pemeriksaan)
Tetesan dikurangi
Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan
5 ml/kgBB/jam
Perbaikan
Sesuaikan tetesan
Distress pernafasan
ml/kgBB/jam
Ht turun
Ht naik
Tek.nadi < 20 mmHg
Koloid
20-30 ml/kgBB
Perbaikan
1. Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
2. Tambahkan koloid/plasma
Dekstran/FFP
3. Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam
Syok belum teratasi
Syok teratasi
Ht turun
Ht tetap tinggi/naik
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3. Jakarta. 2004.