Anda di halaman 1dari 15

BAB I

STATUS PASIEN

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : An. R ♀
Umur : 10 th
Alamat : Cikaret, Gg. H. Amin
Tgl/Jam Masuk : 12/08/2013
Ruangan : Samolo 3, Kamar 3
No. CM : 59455xx

1.2. ANAMNESIS
KU : Keluar darah dari hidung sejak 2 hari SMRS
RPS : Pasien datang ke RSUD Cianjur dengan keluhan keluar darah dari hidung
sejak 2 SMRS. Darah diperkirakan sebanyak ±1/2 gelas. Pasien juga
mengeluhkan ketika keluar darah dari hidung disertai dengan muntah darah.
Keluhan tersebut timbul ketika timbul panas tinggi mendadak dirumah.
Orang tua pasien mengatakan bahwa sudah menderita panas tinggi sejak 5
hari SMRS, panas tinggi terus menerus dan pagi sama dengan malam.
Panas tinggi disertai dengan keluhan pegal-pegal di seluruh badan, dan
nyeri perut sehingga membuat pasien mual hingga muntah saat makan.
Keluhan juga terkadang disertai dengan batuk tanpa disertai flu. BAB tidak
lancar sejak 3 hari SMRS. BAB keras bahkan sampai tidak BAB dalam
sehari. BAK diakui orang tua pasien lancar, tidak ada gangguan.
RPO : Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sudah diberikan obat penurun panas
dari warung dan dibawa ke pengobatan alternatif, tetapi sampai saat ini
tidak ada perubahan;
RPD : Tidak pernah mengalami penyakit yang sama, demam tifoid (-), TBC (-),
asma (-);
RPK : Tidak ada keluarga yg menderita dgn gejala yang sama.TF (-), asma (-).
Ayah (+) menderita KP sejak 1 tahun lalu, tetapi minum obatnya terputus-
putus karena bosan dan kondisi ekonomi. Hipertensi (-), DM (-).
RPA : Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi apapun, baik debu, cuaca,
makanan ataupun obat.

1
R. Psikososial :
- Lingkungan rumah : Orang tua pasien mengatakan tidak ada tetangga yg
menderita DBD, pernah dilakukan penyemprotan demam berdarah tetapi tahun
lalu.
- Pola makan & minum : Pasien tidak mau makan nasi, selalu makan mie instant.

R. Kehamilan & Persalinan : Ibu pasien mengatakan saat hamil selalu periksa
kandungan sesuai anjuran dokter. Saat hamil ibu tidak sedang sakit-sakitan. Lahir
spontan pada GA 9 bulan (37-38 minggu) dengan BB 2200 g.

R. Makan (waktu bayi) : 0-6 bulan ASI eksklusifs, >6 bulan baru diberikan bubur
tim
R. Imunisasi : Imiunisasi dasar lengkap
R.Tumbuh kembang : Tumbuh kembang sesuai usia

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


KU : Sakit sedang Kesadaran: CM
TTV :
S = 38,2oC N = 88x/menit RR = 20x/menit TD = 100/70mmHg
Antropometri
BB seb. Sakit = 33kg
BB set. Sakit = 30kg
TB = 150 cm
LK = Normochepal
STATUS GIZI
BB/U = 30/34 x 100%
= 88,2% à Gizi Baik
TB/U = 150/138 x 100%
= 108,7% à TB lebih
BB/TB= 30/34 x 100%
= 88,2%
Kesan SG = Gizi baik
STATUS GENERALIS
Kepala : Normochepal, ubun – ubun kecil sudah menutup

2
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), mata
cekung (-/-), air mata (-)
Hidung : pernapasan cuping hidung (-/-), deviasi septum (-/-), sekret (-/-), darah (+)
Telinga : normotia, sekret (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab, perdarahan gusi (-), tonsil T0/T0, faring hiperemis(-),
agak sianosis
Leher : Pembengkakan KGB (-/-), retraksi suprasternal (-)
Thorax
Paru – paru
Inspeksi : dada sismetris (+/+), retraksi ICS (-/-)
Palpasi : vocal fremitus (-/-)
Perkusi : sonor di semua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), Ronki -/-, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : ictus kordis terlihat
Palpasi : ictus kordis teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I dan II reguler (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, lembut
Auskultasi : BU (+) N
Perkusi : tymphani
Ascites :-
Palpasi : liver, lien tidak teraba, nyeri epigastrium (+), turgor kulit
Ekstremitas
Akral : hangat
CRT <2 detik : <2 detik
Edema :-
RESUME
An. ♀ usia 10 th datang ke RSUD Cianjur dgn keluhan epistaksis sejak 2 hari SMRS
sebanyak ½ gelas. Epistaksis disertai dengan hematemesis. Epistaksis didahului dgn demam
tinggi sejak 5 hari SMRS. Keluhan juga disertai dgn nyeri epigastrik, nausea, dan vomitus.
Keluhan juga disertai dgn adanya konstipasi sejak 3 hari SMRS. Pasien terkadang batuk
batuk.

3
Pada Pemeriksaan Fisik didapatkan suhu 38,2oC dengan Nadi 88x/menit dan TD
100/70mmHg. Pemeriksaan fisik juga didapatkan konjungtiva anemis, epistaksis, mukosa
bibir agak sianosis, nyeri tekan epigastrik, tetapi dengan turgor kulit baik, kedua ekstremitas
akral hangat, dan CRT <2 detik.
Pemeriksaan penunjang didapatkan adanya hemokonsentrasi dan trombositopenia dengan
hasil Hb 17,9g/dl, Ht 49,8%, dan trombo 62.000.

Penatalaksanaan
Asering 20 x 100
24
2. PCT tab 3 x 250 mg

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. INFEKSI VIRUS DENGUE


Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spectrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness),
demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue
disertai syok (dengue shok syndrome = DSS). Gambaran manifestasi klinis yang
bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, dengan kasus DBD dan DSS
yang dirawat di rumah sakit sebagai puncak gunung es yang terlihat di atas permukaan
laut, sedangkan kasus dengue ringan merupakan dasarnya.
Perbedaan patofisiologik utama antara DD/DBD/DS dan penyakit lain ialah adanya
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan
hemostasis. Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi yaitu demam tinggi,
perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah.

B. EPIDEMIOLOGI
Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina
pada tahun 1953. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969, pada saat ini
DBD sudah endemis di banyak kota-kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini
talah berjangkit di daerah pedesaan. Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia
menempati urutan kedua setelah Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata
DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968), menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983)
dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk
dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang.
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai Negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vector, tingkat
penyebaran virus dengue, prevalensi serotype virus dengue dan kondisi meteorologis.
Pada awal terjadinya wabah di sebuah Negara, pola distribusi umur memperlihaatkan

5
proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur < 15 tahun (86-95%).
Namun pada wabah selanjutya, jumlah kasus golongan usia dewasa muda meningkat.

C. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk group B arthropod bone vius (arboviruses) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavivius, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu den-1, den-2, den-3, den-4. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe yang lain.
Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat.

D. PATOGENESIS
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi
DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang
percobaan yang dapat menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia. Hingga
kini sebagian besar sarjana masih menganut the secondary heterologous infection
hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah
terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue
serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.

6
E. MANIFESTASI KLINIK
Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi yaitu demam tinggi,
perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran
darah.fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan
DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya
volume plasma, trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Perbedaan gejala antara DBD
dan DD tertera pada tabel berikut :
DD GEJALA KLINIS DBD
++ Nyeri Kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri otot +
++ Ruam kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
0 Obstipasi +
+ Uji turniquet + ++
++++ Petekie +++

7
0 Perdarahan sal cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++
Keterangan : (+): 25%, (++):50%, (+++):75%, (++++):100%

Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar dan perdarahan
pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota gerak,
muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam. Sedangkan pada masa
konvalesens seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan/telapak kaki.
Pada DBD syok, setelah demam berlangsung salama beberapa hari keadaan umum
tiba-tiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun,
yaitu diantara hari sakit ke 3-7. Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan
peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi
cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase syok.

F. Kriteria Diagnosis DBD (WHO)


1. Klinis
a. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain (petekia, purpura,ekimosis,epistasis,perdarahan gusi),
hematemesis dan melena.
2. Pembesaran hati
3. Syok yang ditandai nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun
(≤20mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistol ≤80mmHg) disertai kulit
yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung , jari dan kaki, pasien
menjadi gelisah, dan timbul sianosis disekitar mulut.

2. Laboratorium
a. Trombositopenia (100.000/μl atau <)
b. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
manifestasi sebagai berikut:

8
- Peningkatan Ht ≥20% dari nilai standar
- Penurunan Ht ≥20%, setelah mendapat terapi cairan
- Efusi pleura/perikardia, asites, hipopreteinemia.
WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 Derajat yaitu :
1.Derajat I
Demam di sertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji tourniquet +.
2.Derajat II
Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan/ perdarahan lain
3.Derajat III
Ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, Tekanan nadi
menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab,dan pasien
menjadi gelisah.
4.Derajat IV
Syok berat, nadi tdk teraba dan TD tidak dapat di ukur.

Pemeriksaan Penunjang
• Darah perifer
• NS1
• Uji serologi
• Elektrolit

9
• Tubex TF à untuk membedakan dengan demam tifoid
• Foto thorax

G. PEMERIKSAAN SEROLOGIS
Setelah satu minggu tubuh terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti
oleh pembentukan IgM-antidengue. Pada kira-kira hari ke lima infeksi terbentuklah
antibodi yang bersifat menetralisasi virus (neutralizing antibody). Setelah antibody NT,
akan timbul antibodi yang mempunyai sifat menghambat hemaglutinasi sel darah merah
angsa (haemaglutination inhibiting antibody= HI). Antibodi yang terakhir, yaitu
antibodi yang mengikat complement (complement fixing antibody= CF), timbul pada
sekitar hari keduapuluh.
Pada dasarnya diagnosis konfirmasi infeksi virus dengue ditegakkan atas hasil
pemeriksaan serologic atau hasil isolasi virus. Dasar pemeriksaan serologis adalah
membandingkan titer antibody pada masa akut dengan konvalesen. Teknik pemeriksaan
serologi yang dianjurkan WHO ialah pemeriksaan HI dan CF.

H. PENATALAKSANAAN
Demam :
1. Antipiretik (parasetamol) 10-15 mg/kgBB/x :3-4
2. Pemberian cairan
3. Penggantian volume plasma
Kebutuhan cairan rumatan:
100ml/kgBB (BB 10 kg), + 50 ml/kgBB (BB > 10 kg)
Jenis cairan: kristaloid (RL, RLD, RA, RAD, NaCL 0.9%) dan koloid.
a. Tatalaksana Demam Dengue
Sebagian besar anak dengan Demam Dengue dapat dirawat di rumah dengan
memberikan nasehat perawatan kepada orang tua anak. Berikan anak banyak minum
dengan air hangat atau larutan oralit untuk mengganti cairan yang hilang akibat
demam dan muntah. Berikan parasetamol untuk demam. Jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang perdarahan. Anak harus dibawa
ke rumah sakit apabila demam tinggi, kejang, tidak mau minum atau muntah terus
menerus.

b. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok

10
Anak dirawat di rumah sakit
 Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah atau air sirup atau susu
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah atau
diare
 Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena
obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan
 Berikan infuse sesuai dengan derajat dehidrasi sedang
 Berikan hanya larutan isotonic seperti Ringer Laktat atau Asetat
 Kebutuhan cairan parenteral :
- Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
- Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
- Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
 Pantau tanda vital dan dieresis tiap jam, serta periksa laboratorium : HHTL tiap
6 jam
 Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah
cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya
memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan
setelah pemberian cairan
 Apabila terjadi perburukan klinis, berika tatalaksana sesuai dengan
tatalaksaa syok terkompensasi (compensated shock).

11
c. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan syok
 Perlakukan hal ini kegawatdaruratan. Berikan Oksigen 2-4 liter/menit secara
nasal
 Berikan 20 mg/kgBB larutan kristaloid seperti Ringer Laktat atau Asetat
secepatnya
 Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB
secepatnya, maksimal 30 menit, atau pertimbangkan pemberian Koloid 10-20
ml/kgBB/jam, maksimal 30 ml/kgBB/24 jam
 Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan Hemoglobin menurun,
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi, berikan transfuse
darah/komponen
 Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler & perfusi perifer mulai
membaik, tekana dahi melebar. Jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam
dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis
dan laboratorium
 Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 26-48 jam.

12
Kriteria memulangkan Pasien:
• Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
• Nafsu makan membaik
• Klinis perbaikan hematokrit stabil
• Trombosit > 50.000/ul dan cenderung meningkat
• Tidak dijumpai distres pernapasan
• 3 hari setelah syok teratasi

I. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
A. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan
desain rumah. Sebagai contoh:

13
- Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
- Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
- Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
- Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan
lain sebagainya.
B. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14)

C. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
- Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna
untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
- Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. 
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara
ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang
obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.

DAFTAR PUSTAKA
14
Arvin, Kliegman, Behrman. 2000. Nelson –Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: EGC
Dicky Pribadi Herman. 2007. Pediatri Praktis, edisi 3. Bandung: Catatan Pediatri
Henry Garna, dan Heda Melinda Nataprawira. 2012. PEDOMAN Diagnosis dan Terapi-
ILMU KESEHATAN ANAK, edisi ke-4. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Kliegman, R. 2000. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. EGC. Jakarta
Merenstein, G.B. et all. 2002. Buku Pegangan Pediatri. Edisi 17. Widya Medika. Jakarta
WHO Indonesia. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS-Pedoman bagi Rumah
Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta : WHO Indonesia

15

Anda mungkin juga menyukai