STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N
ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
Keluhan Utama : BAB cair disertai lendir dan darah sejak 2 hari SMRS
1 hari SMRS : Os masih BAB cair disertai lendir dan darah hanya sedikit,
berbau asam terdapat air dan ampas. Frekuensi 2x/hr,
konsistensi masih cair, warna kuning. Pagi hari, Ibu Os
1
langsung membawa Os ke UGD RSIJ. Pilek (+), sekretnya
berwarna bening, batuk (-), muntah (-), demam (-), BAK
normal.
Riw. Peny. Dahulu : Pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini 3 minggu
sebelumnya. Riwayat kejang demam (-), Asma (-), TB paru
disangkal.
Riw. Peny. Keluarga : ibu os menyangkal adanya keluhan yang sama di keluarga. Ibu
alergi seafood (+), nenek asma (+)
Riw. Kelahiran : pasien lahir ditolong oleh bidan di rumah sakit spontan, cukup
bulan , BBL = 3000 gr, PB = 47 cm
Riw. Pengobatan : tidak mengonsumsi obat obatan jangka panjang dan sebelum
MRS pasien meminum obat diare dan zink dari klinik tapi
keluhan tidak membaik.
Riw. Imunisasi : BCG 1x, Hepatitis B 2x, Polio 2x, DPT 1x, Campak -
Kesan : imunisasi sesuai umur dan belum lengkap.
Riw. Tumbuh Kembang : Bisa angkat kepala dan tengkurap usia 3 bulan. Saat ini mulai
sudah bisa mengoceh (cowing). kesan : tumbuh kembang
sesuai dengan umur
Riw. Alergi : tidak ada alergi obat; tidak ada alergi cuaca, debu; tidak ada
alergi makanan (telur, susu, udang)
Riw. Makanan : ASI dan susu formula sampai saat ini. MPASI belum
diberikan.
2
PEMERIKSAAN FISIK
RR : 34 x/menit
S : 36,4 oC
Panjang badan : 58 cm
Lingkar Kepala : 38 cm
Status Gizi :
STATUS GENERALIS
Mata : konjuctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (-)
Mulut : bibir kering (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (+), perdarahan gusi (-)
3
Telinga : normotia, sekret -/-
Dada : normochest
P : tidak dilakukan
P : tidak dilakukan
P : tidak dilakukan
A : BJ 1 & 2 normal
Abdomen : I : cembung
P : timpani
4
Genitalia : dalam batas normal
Hasil Lab
15-03-2013
- Eosinofil 2-4 % 2%
Elektrolit
- Na 135-147 mEq/L 138 mEq/L
5
RESUME :
An. N, 3,5 bulan, dibawa oleh Orang tuanya ke RSIJ CP dengan keluhan BAB disertai
lendir dan darah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). 2 hari SMRS, Os
BAB cair disertai darah dan lendir, frekuensi 3-4x/hari, konsisten cair, warna
kuning,berbau asam terdapat air dan ampas. Disertai dengan batuk berdahak. 1 hari
SMRS, Os masih BAB disertai lendir dan darah hanya sedikit, terdapat air dan ampas.
Frekuensi 2x/hr, konsistensi masih cair, warna kuning. Pagi hari, Ibu Os langsung
membawa Os ke UGD RSIJ. Pilek (+), sekretnya berwarna bening.
Pada PF KU pasien CM, tampak sakit sedang. Faring hiperemis, hidung secret (+),
Perut cembung dan tegang serta ditemukan anus dan sekitarnya kemerahan, selain itu
ditemukan semua masih dalam batas normal.
Pada PP yang dilakukan di Poliklinik RSIJ CP didapatkan hasil leukosit dan monosit
meningkat, Leukosit 2,93. 103/µL dan monosit 15 %.
Th/ :
Infus Asering 600 cc/24 jam : 8 tpm/20 jam
Zinkid Syrup 1 x ½ cto
Bio G 1 x 1 bungkus
Susu distop Ganti Pregestimil 5 x 20 cc
6
FOLLOW UP
Tgl/Jam S O A P
15/03/2013 S= 36,2 C Diare Infus Asering 600 cc/24
BAB cair (+),
P=40x/menit e.c jam : 8 tpm/20 jam
darah (+), lendir
N=118x/menit Alergi Zinkid Syrup 1 x ½ cto
(-), frekuensi 4-
BU = normal Susu Bio GI 1 x 1 bungkus
5x/hr, warna
Sapi Susu distop Ganti
kuning, ampas
Pregestimil 5 x 20 cc
(+). Demam (-),
Pilek (-), Batuk (-).
Minum mau. BAK
normal.
16/03/2013 BAB cair (+), S= 36,5 C Diare Th/ lanjutkan
darah (-), lendir P=34x/menit e.c
(-), frekuensi N=120x/menit Alergi
2x/hr, warna BU = normal Susu
kuning, ampas Sapi
(+). Demam (-),
Pilek (-), Batuk (-).
Minum mau. BAK
normal.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber nutrisi terbaik bagi bayi baru lahir adalah air susu ibu (ASI). Setelah
melalui masa pemberian ASI secara ekslusif yang umumnya berlangsung 3-6 bulan, bayi
mulai diberikan susu formula sebagai pengganti air susu ibu (PASI). PASI lazimnya
dibuat dari susu sapi, karena susunan nutriennya dianggap memadai dan harganya
terjangkau.
Susu sapi dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada anak-anak yang paling
sering dan paling awal dijumpai dalam kehidupan. Alergi susu sapi merupakan suatu
penyakit berdasarkan reaksi imunologis yang timbul sebagai akibat dari susu sapi atau
makanan yang mengandung susu sapi.
B. DEFINISI
Alergi Susu Sapi (ASS) adalah reaksi simpang terhadap protein susu sapi yang
diperantarai reaksi imunologi. Istilah alergi yang dipergunakan dalam panduan ini sesuai
definisi yang dikeluarkan oleh World Allegy Organization, yaitu alergi adalah reaksi
hipersensitivitas yang diperankan oleh mekanisme imunologi. Mekanisme tersebut bisa
diperantarai oleh Ig E (reksi hipersensitivitas tipe I, reaksi cepat) maupun non-Ig E (reaksi
hipersensitivitas tipe III, reaksi lambat).
Alergi susu sapi tidak diperantarai Ig E lebih sering mengenai saluran cerna,
sementara ASS yang diperantarai Ig E dapat mengenai saluran cerna, kulit, dan saluran
napas serta berhubungan dengan risiko tinggi timbulnya alergi saluran napas di kemudian
hari seperti asma dan rinitis alergi.
C. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian pada bayi di negara Barat sekitar 2%-2,5%. Di Indonesia belum
ada angka pasti, tetapi menurut hasil penelitian di poliklinik Alergi Imunologi Anak
RSCM Jakarta, dari seluruh anak yang menderita alergi, sekitar 2,4 % mengalami alergi
susu sapi. Hasil penelitian Hide (1997) menunjukkan adanya penurunan angka alergi
8
susu sapi sesuai dengan bertambahnya usia, yaitu 44 % pada usia 1 tahun, 1,9 % pada
usia 2 tahun, dan 0,4 % pada usia 4 tahun. Studi prospektif lainnya menunjukkan separuh
dari anak yang menderita alergi susu sapi akan kehilangan gejala-gejalanya pada usia 1
tahun, 70 % pada usia 2 tahun dan 85 % saat mereka berusia 3 tahun.
D. ETIOLOGI
Bayi yang diberikan susu sapi (susu formula) atau makanan yang mengandung protein
selain susu.
Ibu. Beberapa bayi yang diberi ASI akan mendapatkan gejala jika ibu mereka
menggunakan/mengkonsumsi produk susu sapi (susu) dalam dietnya.
Makanan yang mengandung protein susu sapi yang dapat menyebabkan alergi pada bayi,
dan harus dihindari dalam penggunannya meliputi :
- Keju
- Setiap makanan dengan susu sapi atau susu kambing
- Mentega/margarin
- Susu bubuk
- Biskuit yang mengandung susu
- Krim fraiche, krim asam, krim pondok
- Kasein
- Custard
- Laktoalbumin, laktulosa, lactoglobulin
- Setiap makanan yang mengandung salah satu daridaftar di atas
E. FAKTOR RESIKO
Potensi alergi dapat disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan yang meliputi
alergen, polutan, infeksi, dan aktivitas fisik. Alergen yang sering dijumpai dalam kasus
alergi adalah paparan debu atau serbuk dan makanan. Dan makanan yang kerap
menimbulkan alergi adalah jenis makanan laut semisal kerang atau udang, dapat juga
berasal dari daging, susu, telur, dan kacang.
F PATOMEKANISME
Alergi susu sapi terjadi karena mekanisme pertahanan spesifik dan non-
spesifik saluran cerna bayi belum sempurna. Susu sapi adalah protein asing utama yang
9
diberikan kepada seorang bayi, Harus dibedakan antara alergi susu sapi suatu reaksi
imunologis dan reaksi intoleransi yang bukan berdasarkan kelainan imunologis seperti
efek toksik dari bakteri stafilokok, defek metabolik akibat kekurangan enzim laktase,
reaksi idiosinkrasi atau reaksi simpang dari bahan-bahan lain yang terkandung dalam susu
formula.
Mekanisme alergi didominasi oleh sel mast yang mendapat paparan dari alergen
kemudian akan melepaskan enzim antibodi IgE. Pelepasan IgE akan memicu degranulasi
dan mengakibatkan ledakan histamin, leukotrien dan mediator lainnya. Dari sinilah
muncul reaksi alergi.
Reaksi alergi berbeda-beda, tergantung pada tempat terjadinya reaksi. Pada saluran
cerna, akan menyebabkan peningkatan sekresi cairan dan gerak peristaltik yang berakibat
terjadinya mual, muntah dan diare. Pada saluran pernafasan, aktivasi sel mast ini
menyebabkan penurunan diameter saluran napas, dan peningkatan sekresi mukus yang
berakibat produksi lendir dan munculnya batuk. Di pembuluh darah, reaksi alergi
menimbulkan kenaikan aliran darah dan permeabilitas. Dari perubahan ini akan didapati
edema, inflamasi, peningkatan aliran limpa.
Protein susu sapi merupakan alergen tersering pada berbagai reaksi hipersensitivitas
pada anak. Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen protein yang dapat
mengganggu respon imun yang menyimpang pada seseorang.. Protein susu sapi terbagi
menjadi kasein and whey. Kasein yang berupa bagian susu berbentuk kental biasanya
didapatkan pada terdiri dari 76-86% dari protein susu sapi. Kasein dapat dipresipitasi
dengan zat asam pada pH 4,6. Whey terdiri dari 20% total protein susu, tang terdiri
dari β -lactoglobulin (9% total protein susu), α -lactalbumin (4%), bovine
immunoglobulin (2%), bovine serum albumin (1%), dan sebagian kecil beberapa proteins
seperti lactoferrin, transferrin, lipases (4%).Dengan pasteurisasi rutin tidak cukup untuk
menghilangkan protein ini tetapi sebaliknya meningkatkan sifat alergenitas beberapa
protein susu seperti b-laktoglobulin.
10
PROTEIN MOLECULAR PERCENTAGE OF ALERGINISITAS STABILITY IN THE
COMPONENT WEIGHT (kD) TOTAL TEMPERATURE
PROTEIN 100 C
β -lactoglobulin 18.3 10 +++ ++
Casein 20-30 82 ++ +++
α -lactalbumin 14.2 4 ++ +
Serum albumin 67 1 + +
Immunoglobulins 160 2 + -
G. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang terjadi pada alergi susu sapi secara umum hampir sama dengan gejala alergi
makanan lainnya. Target organ utama reaksi terhadap alergi susu sapi adalah kulit,
saluran cerna dan saluran napas.
Target organ yang sering terkena adalah kulit berupa urticaria dan angioedema.
Sistem saluran cerna yang terganggu adalah sindrom oral alergi, gastrointestinal
anaphylaxis, allergic eosinophilic gastroenteritis. Saluran napas yang terjadi adalah asma,
pilek, batuk kronis berulang. Target multiorgan berupa anafilaksis karena makanan atau
anafilaksis dipicu karena aktifitas berkaitan dengan makanan.
Manifestasi saluran pencernaan, dengan atau tanpa terlibatnya dua sistem lainnya, sering
mendominasi gambaran klinis. Setiap bagian saluran pencernaan dapat terkena.
Pada Mulut. Ulserasi mukosa dangkal berulang dan dermatitis perioral pernah dianggap
disebabkan oleh respon alergi terhadap makanan, tetapi biasanya ditemukan penyebab lain.
Pada Lambung. Antigen didalam lambung dapat mencetuskan perdarahan dan radang
edematosa di mukosa lambung. Muntah akut, kiranya berdasarkan hipersensitivitas cepat
ini, dapat terjadi pada bayi dan biasanya disertai dengan diare encer atau bahkan
mengandung darah. Pada bentuknya yang paling berat (fulminan), sindrom yang jarang ini
disertai dengan pembengkakan glottis, dapat terjadi syok anafilaktik yang fatal.
Pada Usus Halus. Ada 3 sindrom yang diketahui. Diare encer akut dapat terjadi sebagai suatu
respon cepat terhadap masuknya antigen, dengan atau tanpa muntah dan kejang perut.
Diare kronis dan gagal tumbuh dapat terjadi setelah minum susu sapi, kedelai, makan
telur, atau ikan. Bercak-bercak lesi vili di usus halus menyebabkan nafsu makan turun,
11
diare kronis, dan retardasi pertumbuhan. Fungsi penyerapan biasanya tidak terlalu rusak.
Kehilangan protein enterik berlebihan dan kehilangan darah dapat menyebabkan
hipoproteinemia dan defisiensi besi, sering tanpa gejala saluran pencernaan yang jelas.
Keadaan ini biasanya terjadi pada bayi yang lebih tua pada saat disapih dari ASI, atau
ketika mulai diberi susu sapi biasa. Eosinofilia sering ada. Manifestasi dapat menghilang
sempurna setelah susu sapi dihentikan pemberiannya. “Sembuh” spontan mungkin terbukti
setelah diberi lagi masukan susu sapi formula atau susu yang telah diproses (diuapkan,
dikeringkan) bertahun-tahun setelah manifestasi awal.
Pada Kolon. Pankolitis menyebabkan diare bercampur darah dapat terjadi setelah minum susu
sapi, biasa terjadi pada bayi muda. Tinja diare mengandung banyak eosinofil. Sindrom ini
ditemukan pada bayi yang hanya minum ASI dan ibunya minum susu sapi. Atau ibunya
memberikan susu sapi kepada anaknya.
Reaksi akut (jangka pendek) yang sering terjadi adalah gatal dan anafilaksis. Sedangkan
reaksi kronis (jangka panjang) yang tyerjadi adalah astma, dermatitis (eksim kulit) dan
gangguan saluran cerna. Beberapa manifestasi reaksi simpang karena susu sapi melalui
mekanisme IgE dan Non IgE.
Pada bayi yang alergi protein susu sapi, mungkin memiliki satu atau beberapa gejala
berikut:
H. KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
- Alergi susu sapi dapat menyebabkan beragam gejala dan keluhan, baik pada saluran
cerna, saluran napas, maupun kulit. Luasnya gejala yang timbul dapat mempersulit
pengenlan, menyebabkan misdiagnosis atau kadang-kadang overdiagnosis.
- Awitan gejala ASS, waktu antar pemberian susu sapi dan timbulnya gejala, dan jumlah
susu yang diminum hingga menimbulkan gejala.
- Riwayat atopi pada orang tua dan saudara kandung menderita atopu, dan bahkan
risikonya lebih tinggi jika kedua orang tua sama-sama menderita atopi.
12
- Riwayat atau gejala alergi sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
- Kondisi umum : status gizi, status hidrasi, kadang tampak pucat.
- Kulit : dermatitis atopi, urtikaria, angioedeema
- Saluran napas : tanda rinitis alergi (konka edema dan pucat) atau asma ‘
(mengi), otitis media efusi.
- Saluran cerna : meteorismus, skibala, fisura ani
Pemeriksaan Penunjang
- Konfirmasi disgnosis ASS sangat penting karena sering kali seringkali terdapat
ketidaksesuaian antara gejala yang dikeluhkan orang tua dengan bukti secra klinis.
- Double-blind, placebo-controlled food challenge (DBPCFC) dianggap sebagai baku
emas. Pada prosedur ini, dilakukan pemberian makanan yang mengandung alergen dan
13
plasebo dengan metode crossover secara tersamar baik terhadap pasien maupun
evaluator disertai pemantauan reaksi alergi. Metode tersebut lebih banyak digunakan
untuk keperluan riset. Metode yang dapat dilakukan pada praktek klinis adalah
melakukan eliminasi dan uji provokasi terbuka.
- Mengingat risiko terjadinya reaksi alergi saat dilakukannya uji provokasi makanan (food
challenge), maka dapat dipilih pemeriksaan alternatif dengan efikasi yang sama, seperti :
uji cukit kulit (skin prick test, SPT), pengukuran antibodi Ig E serum spesifik terhadap
protein susu sapi, dan uji tempel (patch test).
- Kombinasi SPT (skin prick test) dan pengukuran antibodi Ig E spesifik memiliki nilai
duga positif 95 % untuk mendiagnosis ASS yang diperantarai Ig E, sehingga dapat
mengurangi perlunya uji provokasi makanan jika yang dicurigai adalah ASS yang
diperantarai Ig E.
- Uji cukit kulit dan kadar Ig E spesifik tidak berguna dalam diagnosis ASS yang tidak
diperantarai Ig E, sebagai alternatif dapat dilakukan uji tempel, atau uji eliminasi dan
provokasi.
- Pemeriksaan laboratorium tidak memberikan nilai diagnostik, tetapi dapat menunjang
diagnosis klinis. Penurunan kadar albumin sugestif untuk enteropati; hipoproteinemia
sering terjadi bersama-sama dengan anemia defisiensi besi akibat alergi susu sapi.
Peningkatan trombosit, LED, CRP, dan leukosit tinja merupakan bukti adanya inflamasi
tetapi tidak spesifik, sehingga nilai normal tidak dapat menyingkirkan ASS. Leukositosis
eosinofilik dapat dijimpai pada kedua tipe ASS.
I. PENATALAKSANAAN
- Prinsip utama dalam tatalaksana ASS adalah menghindari susu sapi dan makanan yang
mengandung susu sapi sambil mempertahankan diet bergizi dan seimbang untuk bayi dan
ibu yang menyusui.
- Pada bayi yang diberikan ASI eksklusif, ibu perlu mendapat penjelasan berbagai makanan
yang mengandung protein susu sapi yang perlu dihindari.
- Konsulatsi dengan ahli gizi perlu dipertimbangkan.
- Pada anak yang mendapat susu formula, diberikan susu pengganti berupa susu terhidrolisis
sempurna/ekstensif atau susu formula asam amino pada kasus yang berat.
- Susu formula kedelai dapat dicoba untuk diberikan pada anak berusia diatas 6 bulan
apabila susu terhidrolisis ekstensif tidak tersedia atau kendala biaya.
14
- Pemberian terapi medikamentosa sesuai dengan manifestasi klinis yang timbul.
- Terapi suportif : Pada bayi dengan alergi susu sapi harus dipertimbangkan pemenuhan
kebutuhan nutrisi lainyang dapat menggantikan kandungan nutrisi dari susu sapi.
Susu Alternatif
Alternatif dari susu sapi, meliputi :
soy protein formula – setengah dari anak-anak yang mempunyai alergi susu sapi akan
alergi pula erhadap kedelai. Susu kedelai tidak direkomendasikan pada bayi < 6 bulan
tetapi dapat dicoba dahulu untuk susu alternatif pertama pada bayi > 6 bulan.
extensively hydrolysed formula (EHF) – Susu ini adalah susu yang telah di produk
dengan memecah sebagian besar enzim yang menyebabkan gejala alergi. Ini
adalah alternatif pilihan pertama untuk bayi di bawah 6 bulan dengan alergi susu sapi.
Contoh dari EHF termasuk Pepti Junior dan Alfare. Formula
terhidrolisis sebagian (PHF) tidak cocok untuk bayi dengan alergi susu sapi
amino acid based formula (AAF) – Susu ini adalah susu yang benar-benar “rusak”,
yaitu menghilangkan kandungan protein yang menyebabkan alergi. Ini akan diperlukan
sekitar 10% pada anak-anak dengan alergi susu sapi. Contoh formula berbasis asam
amino termasuk Neocate dan Elecare. AAF harus digunakan pada anak-anak yang tidak
mentolerir EHF (setelah percobaan dalam waktu 2-4 minggu) atau sebagai pilihan
pertama pada bayi dengan reaksi anafilaksis.
15
PENCEGAHAN
Pencegahan primer
Pencegahan sekunder
Dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi belum timbul manifestasi penyakit alergi.
Keadaan sensitisasi diketahui dengan cara pemeriksaan IgE spesifik dalam serum atau darah
talipusat, atau dengan uji kulit. Saat tindakan yang optimal adalah usia 0 sampai 3 tahun.
Penghindaran susu sapi dengan cara pemberian susu sapi non alergenik, yaitu susu sapi yang
dihidrolisis sempurna, atau pengganti susu sapi misalnya susu kedele supaya tidak terjadi
sensitisasi lebih lanjut hingga terjadi manifestasi penyakit alergi..
Pemberian ASI ekslusif terbukti dapat mengurangi resiko alergi, tetapi harus
diperhatikan diet ibu saat menyusui Selain itu juga disertai tindakan lain misalnya pemberian
imunomodulator, Th1-immunoajuvants, probiotik. Tindakan ini bertujuan mengurangi
dominasi sel limfosit Th2, diharapkan dapat terjadi dalam waktu 6 bulan.
Pencegahan tersier
16
Penghindaran juga dengan pemberian susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau
pengganti susu sapi. Pemberian obat pencegahan seperti setirizin, imunoterapi,
imunomodulator tidak direkomendasikan karena secara klinis belum terbukti bermanfaat.
PEMANTAUAN (MONITORING)
Perbaikan gejala klinis
Efek samping penggunaan medikamentosa
Kemungkinan alergi terhadap kacang kedelai bila pasien mendapat formula kacang
kedelai (sekitar 30-40 % pada pasien alergi susu sapi)
Bila gejala klinis menghilang dilakukan rechallenge terhadap susu sapi setiap 6 bulan,
dengan jumlah dan frekuensi sesuai dengan usia pasien.
Pemantauan tumbuh kembang pada pasien.
INDIKASI RAWAT
- Dehidrasi berat
- Gizi buruk
- Anafilaksis
- Anemia
PROGNOSIS
- Pada umumnya ASS tidak menetap, sebagian besar penderita akan menjadi toleran sesuai
dengan bertambahnya usia.
- Umumnya diketahui bahwa ASS akan membaik pada usia 3 tahun : sekitar 50 % toleran
pada usia 1 tahun, 70 % usia 2 tahun, dan 85 % usia 3 tahun.
- Pada anak dengan alergi yang tidak diperantarai Ig E, toleransi lebih cepat terjadi yaitu
pada usia sekitar 1 tahun yang dibuktikan dengan metode uji provokasi.
- Pada anak dengan alergi yang diperantarai Ig E sebaiknya pemberiannya ditunda lebih
lama lagi dan untuk menentukan waktu yang tepat, dapat dibantu dengan panduan tes
alergi.
17