Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Demam dengue (DD) dan Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri
sendi yang disertai oleh leukopenia ,ruam, limfadenopati,trombositopeni,dan diathesis
hemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom Renjatan
Dengue (Dengue Syok Sindrom) adalah demam berdarah dengue yang ditandai dengan
renjatan/syok.

Demam dengue banyak terjangkit di daerah tropis dan subtropis. Asia menempati urutan
pertama dalam jumlah penderita demam dengue tiap tahun. Hal ini mungkin disebabkan oleh
karena curah hujan di Asia yang sangat tinggi terutama di Asia timur dan selatan ditambah
dengan sanitasi lingkungan yang tidak bagus. WHO memperkirakan lebih dari 500.000 dari
50 juta kasus demam dengue memerlukan perawatan di rumah sakit. Lebih dari 40%
penduduk dunia hidup di daerah endemis demam dengue. Indonesia sebagai negara tropis
dengan angka kejadian Dengue yang tinggi, memang memiliki potensi tinggi untuk
terjadinya penyebaran wabah Dengue di masyarakat. Jutaan orang mengalami Dengue dan
sebagian besar didominasi oleh anak-anak.

Di Indonesia infeksi virus dengue pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tapi
konfirmasi virology baru pada tahun 1970. Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota
besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di pedesaan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spectrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara penyakit paling ringan ( mild undifferentiated febrile illness ), demam dengue,
demam berdarah dengue ( DBD ) sampai dengan demam berdarah dengue disertai syok ( dengue
shock syndrome = DSS ) . Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan
sebuah fenomena guung es, dengan kasus DBD dan DSS yang dirawat di rumah sakit sebagai
puncak gunung es yang terlihat di atas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan ( silent
dengue infection dan demam dengue ) merupakan dasarnya.

I. DEFINISI

Demam Dengue & Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus Dengue . Yang membedakan Demam Dengue & Demam Berdarah Dengue adalah
pada DBD terdapat perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi.

II. EPIDEMIOLOGI

Istilah haemorrhagic fever di Asia tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada
tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemic penyakit serupa di Bangkok, Setelah tahun 1958
penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemic dibeberapa Negara lain di Asia
Tanggara, di antaranya di Hanoi ( 1958 ), Malaysia ( 1962 – 1964 ), Saigon ( 1965 ) yang
disebabkan virus dengue tipe 2, dan Calcutta ( 19 63 ) dengan virus dengue tipe-2 dan Chikungu
berhasil diisolasi dari beberapa kasus. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya
pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di jakarta kasus
pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut – turut dilaporkan di Bandung
( 1972 ), Yogyakarta ( 1972 ). Epidemi pertama di luar jawa dilaporkan pada tahun 1972 di
Sumatra Barat dan lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara & Bali ( 1973 ). Sejak tahun
1968 angka kesakitan rata – rata DBD id Indonesia terus meningkat dari 0,05 ( 1968 ) manjadi
8,14 ( 1973 ), 8,65 ( 1983 ), & mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per
100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang.

III. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk group B aerthropod borne virus ( arboviruses ) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavirus, family flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis seroptipr yaitu den-
1, den-2, den-3, den-4. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur
hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang
lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4
serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotype virus dengue dapat ditemukan diberbagai
daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamataan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975
di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat seroptipe ditemukan & bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe den-3 merupakan serotype yang dominan & banyak berhubungan
dengan kasus berat.

IV. PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali
mungkin memberi gejala seperti DD. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada
infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi
berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi
anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks
virus antibodi) yang tinggi.

Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :

1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat dilepaskannya


anafilatoksin C3a dan C5a.C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu
keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5
menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan
terdapat penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah
besar, walupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a Dan
c5a agaknya perannya dalam proses terjadinya renjatan telah mendahului proses
inaktivasi tersebut. Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan
histamin dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air
seni 24 jam pada pasien DHF.
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis.
Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem
retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan
agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang
bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang
merangsang koagulasi intravaskular.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan
menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang penghancuran
fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi akan merangsang
sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah.

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody respons

Kompleks virus-antibodi

Aktifasi komplemen
Komplemen menurun
Anafilatoksin (C3a, C5a)
Histamin dalam urin
Permeabilitas kapiler meningkat
Ht meningkat
30% kasus Perembesan plasma Natrium turun
syok
Cairan dalam
Hipovolemia rongga serosa
Anoksia Syok Asidosis

Meninggal
V. PATOFISIOLOGI

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala
karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di
tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial
seperti pembesaran kelenjar–kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan
oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD


dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin,
histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai
dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan
berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya


cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik
yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia
jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi


trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi
agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem
koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh
aktivitasi sistem koagulasi.

DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada awal DHF
pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit
memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga
perannya akan menonjol.
VI. MANIFESTASI KLINIS

Infeksi virus dengue mempunyai spektrum klinis yang luas mulai dari asimptomatik (silent
dengue infection), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan demam berdarah
dengue disertai syok (sindrom syok dengue, SSD).

Manifestasi klinis infeksi virus dengue

Spektrum
Manifestasi Klinis
Klinis

• Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri
kepala, nyeri retroorbita,   mialgia, manifestasi perdarahan, dan leukopenia.
DD
• Dapat disertai trombositopenia.
• Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik.

• Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri retroorbita,
mialgia dan nyeri perut.
• Uji torniquet positif.
• Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.
• Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, melena, hematuri.
DBD • Hepatomegali.
• Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga
peritoneal.
• Trombositopenia.
• Hemokonsentrasi.
• Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat berkembang
menjadi syok

• Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok).


• Gejala syok :

 Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis.


 Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba.
SSD

 Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg.

 Akral dingin, capillary refill turun.

 Diuresis turun, hingga anuria.


Keterangan:

 Manifestasi klinis nyeri perut, hepatomegali, dan perdarahan terutama perdarahan GIT
lebih dominan pada DBD.
 Perbedaan utama DBD dengan DD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga terjadi perembesan plasma yang mengakibatkan haemokonsentrasi,
hipovolemia dan syok.

 Uji torniquet positif : terdapat 10 - 20 atau lebih petekiae dalam diameter 2,8 cm (1
inchi).

VI.1. DEMAM DENGUE

Masa tunas berkisar antara 3 – 5 hari ( pada umumnya 5 – 8 hari ). Awal penyakit biasanya
mendadak, disertai gejalaprodormal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia,
rasa mengigil & malise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan,
dan timbulnya ruam ( rash ). Ruam timbul pada 6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu
pada hari sakit ke 3 – 5 berlangsung selama 3 – 4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang
menghilang pada tekanan.

Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai kenaikan
suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa
mengigil. Pada beberapa penderita dpat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda
atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua
pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik.

Kelainan darah tepi demam dengue ialah leucopenia selama periode pra – demam dan
demam, neutrofilia relative dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relative dan limfositosis
pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens. Eosinofil menurun atau menghilang
pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode
demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya
trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu.
Komplikasi demam dengue walaupun jarang dilaporkan ialah orkhitis atau ovaritis,
keratitis, dan retinitis. Berbagai kelainan neurologis dilaporkan, diantaranya menurunnya
kesadaran, paralisis sensorium yang bersifat sementara, meningismus, dan ensefalopati.
Diagnosis banding mencakup berbagai infeksi virus ( termasuk chicungunya ), bacteria dan
parasit yang memperlihatkan sindrim serupa. Menegakkan diagnosis klinis infeksi virus dengue
rinagn adalah mustahil, terutrama pada kasus – kasus sporadis.

VI.2. DEMAM BERDARAH DENGUE

Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan
terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah ( circulatory failure
).Fenomena patofisiologi utama yang menetukan derajat penyakit dan membedakan DBD & DD
ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
trombositopenia & diathesis hemoragik.

Patokan diagnosis DBD ( WHO, 1975 ) berdasarkan gejala klinis & laboraturium.

KLINIS

Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari.

1. Manifestasi perdarahan, minimal uji turniket positif dan salah satu bentuk perdarahan
lain ( petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi ), hemetemesis dan atau
melena.
2. Pembesaran hati.
3. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun ( ≤ 20
mmHg ), tekanan darah menurun ( tekanan sistolik ≤ 80 mmHg ) disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi
gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.

LABORATORIUM
Trombositopenia ( ≤ 100.000 / ul ) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan nilai
Ht ≥ 20% dibandingkan dengan nilai hematokritpada masa sebelum sakit atau masa konvalesen.
Ditemukannya 2 atau 3 patokan klinis pertamai disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi
sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD.

WHO ( 1975 ) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat :


 Derajat I
 demam tidak khas, uji Tourniquet positif
 Derajat II
 derajat I + perdarahan spontan
 Derajat III
 kegagalan sirkulasi (gelisah, nadi cepat & lembut, tek.drh turun ≥ 20mmHg,
hipotensi, sianosis, akral dingin & lembab)
 Derajat IV
 syok berat, nadi tak teraba, tek.darah tak terukur

Pada DBD syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba –
tiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setalah demam menurun, yaitu diantara
hari sakit ke 3 – 7 hari. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis peningkatan reaksi
imunologis ( the immunological enchancement hypothesis ). Pada sebagian besar kasus
ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab, dan dingin, sianosis sekitar
mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam
fase syok. Pasien seringkali mengelug nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Pemeriksaan Penunjang
Uji laboratorium meliputi :
1. Isolasi virus
Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :

 Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia.


Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang ditunjukkan dengan
immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic effect) pada biakan jaringan
manusia.

 Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk


Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala
nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen.

2. Pemeriksaan Serologi
 Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
 Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)
 Uji Netralisasi (Neutralization Test)
 Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay)
 Uji IgG Elisa indirek

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pada pemeriksaan radiologi dan USG Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang dapat
dideteksi yaitu :

1. Dilatasi pembuluh darah paru


2. Efusi pleura
3. Kardiomegali dan efusi perikard
4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati
5. Caran dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea

Diagnosis

Kriteria klinis :
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah, nyeri pada
punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.
3. Hepatomegali
4. Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi disertai
gelisah dan akral dingin.

Kriteria laboratoris :

1. Trombositopenia (≤ 100.000/µl)
2. Hemokonsentrasi (kadar Ht ≥ 20% dari orang normal)

Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk
menegakkan diagnogsis kerja DBD.

Demam fase akut mencakup spectrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada hari – hari
pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan idiopathic thrombocytopenic purpura
( ITP ) ayng disertai demam. PAda hari demam ke 3 – 4, kemungkinan diagnosis DBD akan
lebih besar, apabila gejala klinis seperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjad
nyata. Kesulitan kadang – kadang dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan sepsis ;
dalam hal ini trombositopenis dan hmokonsentrasi disamping penilaian gejala klinis lain seperti
tipe dan lama demam dapat membantu.

VIII. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien
DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada
ksus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.

DEMAM DENGUE

Pasien DD dapat berobat jalan. Pada fase demam pasien dianjutkan tirah baring, selama
masih demam, obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Pada pasien
dewasa, analgerik atau sedative ringan kadang – kadang diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri
kepala, nyeri otot, atau nyeri sendi. Dianjrkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah,
sirop, susu, selain air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selam 2 hari. Tidak boleh
dilupakan monitor suhu, jumlah trombosit serta kadar hematokrit sampai normal kembali.

Medikamentosa:

 Antipiretik (apabila diperlukan) : paracetamol 10 – 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari. Tidak


dianjurkan pemberian asam asetilsalisilat/ibuprofen pada anak yang dicurigai DD/DBD.

Edukasi orang tua:

 Anjurkan anak tirah baring selama masih demam.


 Bila perlu, anjurkan kompres air hangat.

 Perbanyak asupan cairan per oral: air putih, ASI, cairan elektrolit, jus buah, atau sup.
Tidak ada larangan konsumsi makanan tertentu.

 Monitor keadaan dan suhu anak dirumah, terutama selama 2 hari saat suhu turun. Pada
fase demam, kita sulit membedakan antara DD dan DBD, sehingga orang tua perlu
waspada.

 Segera bawa anak ke rumah sakit bila : anak gelisah, lemas, muntah terus menerus, tidak
sadar, tangan/kaki teraba dingin, atau timbul perdarahan.

2. Demam Berdarah Dengue


Fase demam

 Prinsip tatalaksana DBD fase demam sama dengan tatalaksana DD.


 Antipiretik: paracetamol 10 – 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari.

 Perbanyak asupan cairan oral.

 Monitor keadaan anak (tanda-tanda syok) terutama selama 2 hari saat suhu turun.
Monitor trombosit dan hematokrit secara berkala.

Penggantian volume plasma

 Anak cenderung menjadi dehidrasi. Penggantian cairan sesuai status dehidrasi pasien
dilanjutkan dengan terapi cairan rumatan.
 Jenis cairan adalah kristaloid : RL, 5% glukosa dalam RL, atau NaCl.

Kebutuhan cairan pada rehidrasi ringan-sedang

Jumlah Cairan
Berat Badan (Kg)
(ml/kg BB/hari)

<7 220

7 – 11 165

12 – 18 132

>18 88

Kebutuhan cairan rumatan

Berat Badan (Kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10 – 20 1000 + 50 x kg BB (untuk BB di atas 10 kg)


>20 1500 + 20 x kg BB (untuk BB di atas 20 kg)

Kriteria rawat inap dan memulangkan pasien

Kriteria rawat inap Kriteria memulangkan pasien

Ada kedaruratan:
• Syok Tidak demam selama 24 jam tanpa
• Muntah terus menerus antipiretik
• Kejang Nafsu makan membaik
• Kesadaran turun Secara klinis tampak perbaikan
• Muntah darah Hematokrit stabil
• Berak hitam Tiga hari setelah syok teratasi
Hematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali Trombosit > 50.000/uL
pemeriksaan berturut-turut Tidak dijumpai distres pernafasan
Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)

DEMAM BERDARAH DENGUE

Tatalaksana Tersangka DBD


Demam tinggi, mendadak <7 hari
Lesu, tidak ada ISPA
Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan
Syok Uji Torniquet
Kejang
Kesadaran menurun
positif negatif
perdarahan

Trombosit Trombosit
≤100.000/ul >100.000/ul
Rawat inap Rawat jalan
kontrol tiap hari
sp demam reda
Nasehat orang tua

Demam menetap >3 hari


Periksa Hb, Ht, leukosit, trombosit

Algoritma 2. Tatalaksana DBD Derajat II


Algoritma 3. Tatalaksana DBD Derajat III/IV atau SSD
DAFTAR PUSTAKA

1. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak, Prof. Dr. T. H. Rampengan, Sp. A (K)

2. Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS, WHO

3. Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, treatment, prevention and control, second


edition. WHO: 1997

4. Suhendro,dkk. Dalam :Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Pusat Penerbitan


Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,Jakarta 2006 : 1709-1713

Anda mungkin juga menyukai