Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TROPIS

Nama :
Novia Wahyu Febryanti 1130018040

Dosen Pembimbing :
Erika Martining R, S.Kep.,Ns.,M.Trop

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULATAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengue, merupakan penyakit virus yang diperantarai oleh nyamuk, sering


terjadi pada manusia. Gambaran awal gejala mirip dengue pertama sekali
disebutkan dalam Chinese Encyclopedia and Symptoms selama dinasti chin
(265-420 M). Penyakit ini disebut juga dengan “racun air” dan berhubungan
dengan serangga yang terbang dekat air. Sekarang, dengue diketahui
disebabkan oleh virus RNA strain tunggal dengan nucleocapsid icosahedral
dan ditutupi oleh kapsul lipid.

Dengue merupakan penyakit virus tropis endemik di banyak wilayah di


dunia. Meskipun kasus dapat dideteksi setiap tahun, jumlah kasus jelas
berhubungan dengan perubahan siklik musim: peningkatan jumlah kasus
biasanya terjadi pada musim hujan. Biasanya hal tersebut akan meningkatkan
angka kejadian penyakit tersebut di beberapa wilayah tertentu, termasuk di
Kep. Karibia.

Dengue ata’u epidemik seperti dengue dilaporkan terjadi pada abad 19 dan
awal abad 20 di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania, Asia dan
Australia, dan beberapa pulau di Samudra Hindia, Samudra Pasifik dan
Karibia. DF dan DHF telah meningkat dengan pesat sejak 40 tahun lalu, dan
pada tahun 1996, 2500-3000 masyarakat tinggal di daerah dengan risiko
potensial transmisi virus dengue. Tiap-tiap tahun diperkirakan terdapat sekitar
20 juta kasus infeksi dengue, yang mengakibatkan angka kematian sekitar
24.000.

Di Indonesia kasus DHF pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun


1968, akan tetapi konfirmasi serologis baru di dapat pada tahun 1972. Sejak itu
penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah . Jumlah penderita
menunjukkan kecenderungan naik dari tahun ke tahun. Penyakit ini banyak
terjadi di daerah kota yang padat penduduknya, akan tetapi dalam tahun-tahun
terakhir ini demam berdarah juga berjangkit di daerah pedesaan. Penyebaran
penyakit biasanya dimulai dari sumber-sumber penularan di kota kemudian
menjalar ke daerah-daerah pedesaan. Makin ramai lalu lintas manusia di suatu
daerah, makin besar pula kemungkinan penyebaran penyakit ini.
BAB 2
TINJAUN TEORI
A. Pengertian

Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif &
Kusuma 2015).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak


dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam
akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus
(Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau
oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk


Aedes aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab
kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering
menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian
yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun
(Harmawan 2018).

A. Etiologi

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4


serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody
yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).

B. Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia.
Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus
sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin)
terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada
dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari
intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia
dapat terjadiakibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi
melawan virus (Murwani 2018).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit


seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya
kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani
maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-
8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh,
ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau
hepatomegali (Murwani 2018).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus


antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya
pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta
seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok.
Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani 2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan


ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita
akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak
segera diatasi dengan baik (Murwani 2018).

C. Manifestasi Klinis

Diagnosis penyakit DHF bias ditegakkan jika ditemukan tanda dan gejala
seperti :

a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus


selama 2-7 hari.
b. Manifestasi perdarahan :
a) Uji turniket (Rumple leede) positif berarti fragilitas kapiler
meningkat.Dinyatakan positif apabila terdapat >10 petechie dalam diameter
2,8cm (1 inchi persegi) dilengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.
b) Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.
c) Trombositopenia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3, biasanya
ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.
d) Monokonsentrasi yaitu meningkatnya hematocrit, merupakan indicator yang
peka terhadap jadinya renjatan sehingga perlu dilaksanakan penekanan
berulang secara periodic. Henaikan hematocrit 20% menunjang diagnosis
klinis DHF (Masriadi, 2017).
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma
2015) :

a. Demam dengue : Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro-orbital
3. Myalgia atau arthralgia
4. Ruam kulit
5. Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6. Leukopenia
7. Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang
sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
b. Demam berdarah dengue : Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF
ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
1. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifastik
2. Manifestasi perdarahan yang berupa :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat
bekas suntikan
d. Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia <100.00/ul
4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a. Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan
jenis kelamin
b. Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
5. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
c. Sindrom syok dengue : Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda
kegagalan sirkulasi yaitu:
1. Penurunan kesadaran, gelisah
2. Nadi cepat, lemah
3. Hipotensi
4. Tekanan darah turun < 20 mmHg
5. Perfusi perifer menurun
6. Kulit dingin lembab
D. Klasifikasi DHF

Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :

a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya


manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
himokonsentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada
kulit atau perdarahan di tempat lain.
c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi
cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab
dan anak tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
teratur.
E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk


memperkuat diagnosis. Pemeriksaan penunjang ini digunakan untuk
mengetahui secara pasti strok dan sub-tipenya, untuk mengidentifikasikan
penyebab utamanya dan penyakit penyerta, selain itu juga dapat untuk
menentukan strategi pemilihan terapi dan memantau kemajuan dalam
pengobatan (Bakhtiar, 2016).

a. Pemeriksaan Darah lengkap


1. Hemoglobin
biasanya meningkat, apabila sudah terjadi perdarahan yang banyak dan
hebat Hb biasanya menurun Nilai normal: Hb: 10-16 gr/dL
2. Hematokrit
Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi
kebocoran
plasma Nilai normal: 33- 38%.
3. Trombosit
Trombositnya biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia
kurang dari 100.000/ml Nilai normal: 200.000-400.000/ml.
4. Leukosit
Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal: 9.000-
12.000/mm3
5. Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hyponatremia
F. Penatalaksanaan
a. Medis :

Penatalaksanaan untuk klien dengan DBD adalah penanganan pada derajat I


hingga derajat IV (Hidayat, 2008).

1) Derajat I dan II
a) Pemberian cairan yang cukup dengan infus ringer laktat (RL) dengan
dosis 75 ml/kgBB/hari untuk anak dengan berat badan kurang dari 10kg
atau bersama diberikan oralit, air, buah, atau susu secukupnya, atau
pemberian cairan dalam waktu 24 jam antara lain sebagai berikut :
1. 100ml/kgBB/24 jam
2. untuk anak dengan BB < 25kg.75 ml/kgBB/24 jam
3. untuk anak dengan BB < 26-30kg60 ml/kgBB/24 jam
4. untuk anak dengan BB < 31-40kg.50 ml/kgBB/24 jam
5. untuk anak dengan BB < 41-50kg.
b) Pemberian antibiotik apabila adanya infeksi sekunder.
c) Pemberian antipiretik untuk menurunkan panas.
d) Apabila ada perdarahan hebat maka berikan darah 15cc/kgBB/hari.
2) Derajat III
a) Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis
20ml/kgBb/jam, apabila ada perbaikan lanjutkan pemberian RL 10 ml/
kgBB/jam, jika nadi dan tensi stabil lanjutkan jumlah cairan
berdasarkan kebutuhan dalam waktu 24 jam dikurangi cairan yang
sudah masuk dengan perhitungan sebagai berikut :
1. 100ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 25kg.
2. 75 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 26-30kg.
3. 60 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 31-40kg.
b) Pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainya) sebanyak
10 ml/ kgBB/jam dapat diulang maksimal 30 ml/kgBb dalam 24 jam,
apabila setelah satu jam pemakaian RL 20 ml/kgBB/jam keadaan takanan
darah kurang dari 80 mmHg dan nadi lemah, maka berikan cairan yang
cukup berupa infus RL dengan dosis 20 ml/kgBB/, jika baik lanjutkan RL
sebagaimana perhitungan di atas.
c) Apabila 1 jam pemberian RL 10 ml/kgBb/jam keadaan tensi masih
menurun dan dibawah 80mmHg, maka penderita harus mendapatkan
plasma ekspander sebanyak 10 ml/kgBB/jam diulang maksimal
30ml/kgBB/24 jam. Bila baik, lanjutkan cairan RL sebagaimana
perhitungan di atas.
3) Derajat IV
a) Pemberian cairan cukup dengan infus RL dosis 30 ml/kgBB/jam,apabila
keadaan tekanan darah baik, lanjutkan RL sebanyak 10 ml/kgBb/jam,
sebagaimana perhitungan di atas.
b) Apabila keadaan tensi memburuk maka harus dipasang dua saluran infus
dengan tujuan satu untuk RL 10 ml/kgBb/1jam dan satunya pemberian
plasma ekspander (dextran L) sebanyak 20 ml/kgBb/jam selama 1 jam, jika
membaik lanjutkan RL sebagaimana perhitungan diatas.
c) Apabila keadaan masih juga buruk, maka berikan plasma ekspander
20ml/kgBb/jam, jika membaik lanjutkan Rl sesusai perhitungan di atas
d) Apabila masih tetap buruk, maka berikan plasma ekspander 10
ml/kgBB/jam diulangi maksimum 30 ml/ kgBB/24 jam, jika membaik,
berikan RL sebagaimana perhitungan di atas.
e) Jika setelah dua jam pemberian plasma dan RL tidak menunjukkan
perbaikan, maka konsultasikan ke bagian anastesi untuk perlu tidaknya
dipasang Central Vascular Pressure (CVP).
b. Non Medis

Penyakit infeksi sering disertai penurunan berat badan, peningkatan resiko


dehidrasi dan demam. Sehingga perlu pemberian asupan makanan dan cairan yang
cukup untuk mengurangi keparahan penyakit infeksi (Morris, 2014). Tidak ada
pantangan atau diet khusus untuk pasien DBD, hanya memerlukan makanan yan
memiliki nilai gizi tinggi agar daya tahan tubuh lebih kuat. Semua penyakit yang
disebabkan oleh virus umumnya hanya dilawan oleh pertahanan tubuh. Maka
tubuh perlu memperkuat ketahanannya (Nadesul, 2007). Penatalaksanaan Diet
pada Pasien DBD adalah diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP).

G. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan DHF


1. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama
dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah
sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al. 2017)
a. Identitas pasien :
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan
usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama :
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah
c. Riwayat penyakit sekarang :
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara
hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai
keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau
konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan
pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan
pada kulit, gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.

d. Riwayat penyakit yang pernah diderita :


Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
e. Riwayat Imunisasi :
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan
akan timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat Gizi :
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan
mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan
tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak
dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya
berkurang.
g. Kondisi Lingkungan :
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju
dikamar)
h. Pola Kebiasaan
a) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang
dan menurun.
b) Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang mengalami
diare atau konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi
hematuria.
c) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas
dan kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
d) Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk Aedes aegypty.
e) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.

i. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum dan tanda-tanda vital: Adanya penurunan kesadaran,
kejang dan kelemahan; suhu tinggi: nadi cepat, lemah,kecil sampai
tidak teraba:tekanan darah menurun (sistolok menurunb sampai 80
mmHg atau kurang).
b) Body system :
1) Pernapasan (B1: Breathing) : Anamnesa Pada derajat 1 dan 2 awal
jarang terdapat gangguan pada system pernapasan kecuali bila
pada derajat 3 dan 4 sering disertai keluhan sesak napas sehingga
memerlukan pemasangan 02.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan
pharingitis karena demam yang tinggi.suara napas tambahan
(ronchi; wheezing), pada derajat 3 dan 4 napas dangkal dan cepat
disertai penurunan kesadaran.
2) Cardiovaskuler (B2: Bleeding) : Anamnesa pada derajat 1 dan 2
keluhan memdadak demam tinggi 2 -7 hari. badan
lemah,pusing,mual muntah,derajat 3 dan 4 orang tua/keluarga
melaporkan pasien mengalami penurunan kesadaran gelisah dan
kejang.
Pemeriksaan fisik : Derajat Uji tomiquet positif,merupakan satu -
satunya manifestasi perdarahan.Derajat 2
ptekie.purpura,echymosis dan perdarahan konjungtiva Derajat 3
kulit dingin pada daerah akral, nadi cepat, hipotensi sakit kepala,
menurunnya plasma, meningginya permeabilitas dinding
pembuluh volome darah, trombositopenia dan diatesis hemoragic.
Derajat 4 nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak daapat diukur
3) Persarafan (B3: Brain) : Anamnesa :Pasien gelisah, cengeng dan
rewel karena demam tinggi derajat Idan 2 serta penurunan tingkat
kesadaran pada derajat 3 dan 4.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 2 konjungtiva mengalami
perdarahan, sedang penurun-an Tingkat kesadaran (composmentis,
ke-apatis, ke-somnolent, kesopor kekoma) atau gelisah, GCS
menurun, pupil miosis atau midriasis, reflek fisiologis atau
patologis sering terjadi pada derajat 3 dan 4.
4) Perkemihan - Eliminasi Uri (B4: Bladder) : Anamnesa Derajat 3
dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing.
Pemeriksaan fisik : Produksi urin menurun(oliguria sampai
anuria).warna berubah pakat dan berwana coklat tua pada derajat 3
dan 4.
5) Pencernaan Eliminasi Alvi (B5: Bowel) : Anamnesa pada derajat 1
dan 2 mual dan muntah/tidak ada nafsu makan.haus.sakit
menelan,derajat 3 terdapat nyeri tekan pada ulu hati.
Pemeriksaan fisik : Derajat 1 dan 2 Mukosa mulut
kering,hiperemia tenggorokan, derajat 3 dan 4 terdapat
pembesaran hati dan Nyeri tekan sakitmenelan, pembesaran
limfe,nyeri tekan epigastrik, hematemisis dan melena
6) integumen (B6: Bone) : Anamnesa pasien mengeluh otot.
persendian dan punggung kepanas-an, wajah tampak merah pada
derajat 1 dan 2. derajat 3 dan 4 terdapat kekakuan otot/kelemahan
otot dan tulang akibat kejang atau tirah baring lama.
Pemeriksaan fisik : Nyeri pada sendi, otot, punggung dan kepala:
kulit terasa panas, wajah tampak merah dapat disertai tanda
kesakitan, pegal seluruh tubuh derajat I dan 2 sedangkan derajat 3
dan 4 pasien mengalami parese atau kekakuan bahkan
kelumpuhan.
2. Diagnose Kepeawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit infeksi Virus dengue
ditandai dengan suhu tubuh diatas normal.
3. Intervensi

SDKI SLKI SIKI


Hipertermia b.d Termoregulasi Hipertermia
proses penyakit
Definisi : pengaturan suhu Observasi :
(inveksi virus
dengue/viremia) tubuh agar tetap berada pada 1. Identifikasi penyebab

Definisi : Suhu tubuh rentang normal hipertermia

meningkat di atas Hasil yang diharapkan : 2. Monitor suhu tubuh


rentang normal tubuh Membaik Monitor kadar elektrolit
Kriteria Hasil : 3. Monitor haluaran
1. Menggigil menurun urine
2. Kulit merah menurun 4. Monitor komplikasi
3. Pucat menurun akibat hipertermia
4. Suhu tubuh membaik Terapeutik :
5. Suhu kulit membaik 1. Sediakan lingkungan
6. Tekanan darah membaik yang dingin
2. Berikan cairan oral
3. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila).
4. Hindari pemberia
antisptik atau aspirin.
Edukasi :
1. anjurkan tirah baring
2. ajarkan cara
megompres yang benar
Kolaborasi :
1. kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang di rencanakan dalam
rencana keperawatan (Tarwoto Wartonah, 2015). Perawat melakukan
pengawasan terhadap efektifitas intervensi yang dilakukan, bersamaan pula
menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang
diharapkan. Pelaksanaan atau implementasi keperawatan adalah suatu
komponen dari proses keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku
keperawatan di mana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan
diselesaikan (Perry & Potter, 2015).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan
dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Evaluasi yang dilakukan pada pasien dilakukan untuk
menurunkan suhu tubuh pasien pada anak DHF. Dalam perumusan evaluasi
keperawatan menggunakan SOAP, yaitu:
a) S (Subjektif) merupakan data berupa keluhan pasien,
b) O (Objektif) merupakan hasil dari pemeriksaan,
c) A (Analisa Data) merupakan pembanding data dengan teori,
d) P (Perencanaan) merupakan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan
oleh perawat (Hidayat, 2012).
Woc
Daftar Pustaka

WHO. 2016. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic


Fever.

Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.

Min Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi).
MediAction

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai