Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DHF (DENGUE


HEMORRHAGIC FEVER

OLEH:

I KOMANG BUDI MAHENDRA


NIM. 219012786

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DHF (DENGUE
HEMORRHAGIC FEVER)

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN DHF (DENGUE HEMORRHAGIC FEVER)
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif &
Kusuma 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak
dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam
akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus
(Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh
Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab
kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering
menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian
yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun
(Harmawan 2018).

B. ETIOLOGI
Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk penular dengue tersebut hampir ditemukan di seluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan
laut (Rahayu & Budi, 2017).
Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok Arbovirus B, yaitu
arthropod-bornevirus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini
termasuk genus Flavivirus dan family Flaviviridae. Sampai saat ini dikenal ada 4
serotipe virus yaitu :
1. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
2. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 diisolasi oleh Sather.
4. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.
Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia
dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indoneisa menunjukkan
Dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus DHF
yang berat (Masriadi, 2017). Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain (Wijaya, 2013).

C. KLASIFIKASI
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma
2015) :
1. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
himokonsentrasi.
2. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada
kulit atau perdarahan di tempat lain.
3. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi
cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan
lembab dan anak tampak gelisah.
4. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
teratur.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif &
Kusuma 2015) :
1. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. Myalgia atau arthralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
f. Leukopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang
sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua
hal dibawah ini dipenuhi :
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifastik
b. Manifestasi perdarahan yang berupa :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekie, ekimosis, atau purpura
3) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,
tempat bekas suntikan
4) Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.00/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
1) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur
dan jenis kelamin
2) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
3. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi
yaitu:
a. Penurunan kesadaran, gelisah
b. Nadi cepat, lemah
c. Hipotensi
d. Tekanan darah turun < 20 mmHg
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin lembab

E. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin,
histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan
pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan
dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia.
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai
reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit
seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya
kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani
maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-
8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh,
ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau
hepatomegali (Murwani 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya
pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta
seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok.
Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani 2018).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita
akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak
segera diatasi dengan baik (Murwani 2018).
F. POHON MASALAH

Hipertermi

Risiko
Hipovolemia

Hipovolemia

Risiko Perfusi Perifer


Tidak Efektif

Risiko Perdarahan

Pola napas tidak efektif


Nausea
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF
antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
1. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit
yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya
perembesan plasma.
a. Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari
ketiga.
b. Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan
hemokonsentrasi.
c. Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia,
SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
2. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi
didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah
infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer,
sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang
dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak
dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya
dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen dengan
flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan
lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara
in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier
merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang
bermanifestasi dengan gejala klinik.
3. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat
reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi
hemaglutinasi inhibitor (HI).
4. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test
(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas
yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
5. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination
Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari
metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam
serum penderita.
6. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian
besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

H. PENATALAKSANAAN
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian
permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga
diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :
1. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan
untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak
mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV
maka anak mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk
anak yang dirawat di rumah sakit meliputi :
a. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup,
susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma,
demam, muntah, dan diare.
b. Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
c. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang :
1) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
2) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap
6 jam.
3) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.
d. Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai
dengan tatalaksana syok terkompensasi.
2. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:
a. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
b. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan
secepatnya.
c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid
20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan
pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
d. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan
transfusi darah atau komponen.
e. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi
hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan
tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis laboratorium.
f. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48
jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan
yang terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah
dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom
syok dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun.
Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan
nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun
dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di
sekitar mulut dan kulit ujung jari, hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan
lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Pangaribuan 2017).
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah
sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al. 2017).
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari
ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan
batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola
mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi
(grade III. IV), melena atau hematemesis.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
5. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya.
Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan
tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami
penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.
7. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)
8. Pola Kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan
menurun.
b. Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang mengalami diare
atau konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
c. Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
d. Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk Aedes aegypty.
e. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan
anak adalah sebagai berikut :
a. Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah.
b. Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur.
c. Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
d. Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit tampak biru.
10. Sistem Integumen
a. Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin, dan lembab
b. Kuku sianosis atau tidak
c. Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan
karena demam, mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan
atau epitaksis pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa
mukosa mulut kering , terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan.
Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi
perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV).
d. Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto
thorak terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi
pleura), rales +, ronchi +, yang biasanya terdapat pada grade III dan
IV.
e. Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau hepatomegaly
dan asites
f. Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
11. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a. HB dan PVC meningkat (≥20%)
b. Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
c. Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
d. Ig. D dengue positif
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia
f. Ureum dan pH darah mungkin meningkat
g. Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah
h. SGOT /SGPT mungkin meningkat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
5. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
ditandai dengan kebocoran plasma darah
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
9. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
10. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan
C. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : Manajemen Intervensi Utama : Manajemen Jalan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Jalan Napas Napas
hambatan upaya napas diharapkan pola napas membaik Observasi : Observasi :
dengan kriteria hasil : a) Monitor pola napas (frekuensi, a) Mengetahui tanda dan gejala
a) Kapasitas vital meningkat. usaha napas). awal pola nafas tidak efektif
b) Dispneu menurun. b) Monitor bunyi napas b) Mengetahui adanya sumbatan
c) Frekuensi napas membaik. tambahan (mis, gurgling, pada jalan nafas dan
mengi, wheezing, ronkhi perkembangan status kesehatan
basah). pasien
c) Monitor sputum (jumlah, c) Mengetahui produksi sputum
warna, aroma). yang dihasilkan dan untuk
Terapeutik : menegakkan diagnose
a) Posisikan semi fowler atau Terapeutik :
fowler. a) Memberikan posisi yang nyaman
b) Berikan minum hangat. untuk pasien, mengurangi sesak
c) Berikan oksigen, jika perlu. nafas.
d) Anjurkan asupan cairan 2000 b) Membantu mengencerkan
ml/hari, jika tidak produksi sputum
kontraindikasi. c) Memberikan tambahan oksigen
Kolaborasi : dan mengurangi perburukan
a) Kolaborasi pemberian keadaan.
bronkodilator, ekspektoran, d) Mencukupi jumlah kebutuhan
mukolitik, jika perlu. cairan klien untuk mencegah
dehidrasi
Kolaborasi :
a) Mengencerkan sputum sehingga
melancarkan saluran pernafasan.
2 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : Manajemen Intervensi Utama : Manajemen
dengan proses penyakit. keperawatan selama 3x24 jam Hipertermia Hipertermia
diharapkan termoregulasi Observasi : Observasi :
membaik dengan kriteria hasil : a) Identifikasi penyebab a) Untuk mengetahui penyebab
a) Menggigil menurun. hipertermia (mis. dehidrasi, hipertermi.
b) Kulit merah menurun. terpapar lingkungan panas, b) Untuk memantau keadaan suhu
c) Suhu tubuh membaik. penggunaan incubator). tubuh pasien.
d) Tekanan darah membaik. b) Monitor suhu tubuh. c) Elektrolit sebagai indikator
c) Monitor kadar elektrolit. keadaan status cairan dalam
d) Monitor haluaran urine. tubuh.
d) Untuk mengetahui
Terapeutik:
keseimbangan cairan dan
a) Sediakanlingkungan yang
tingkatan dehidrasi.
dingin.
b) Longgarkan atau lepaskan Terapeutik:
pakaian. a) Irigasi pendingin dan pemajanan
c) Basahi dan kipasi permukaan permukaan kulit ke udara
tubuh. mungkin dibutuhkan untuk
d) Berikan cairan oral. menurunkan suhu.
e) Lakukan pendinginan eksternal b) Mendorong kehilangan panas
(mis, kompres dingin pada melalui konduksi dan konveksi.
dahi, leher, dada, abdomen, c) Mempercepat dalam penurunan
aksila). produksi panas.
f) Hindari pemberian anti piretik d) Untuk mencegah terjadinya
atau aspirin. hidrasi yang akan menyebabkan
g) Berikan oksigen, jika perlu. peningkatan suhu tubuh.
Edukasi : e) Untuk membantu menurunkan
a) Anjurkantirah baring. suhu tubuh.
Kolaborasi : f) Meningkatkan resiko
a) Kolaborasi pemberian cairan perdarahan.
dan elektrolit intravena, jika g) Memberikan tambahan oksigen
perlu. dan mengurangi perburukan
keadaan.
Edukasi :
a) Aktivitas yang tinggi dapat
meningkatkan suhu tubuh anak
dengan demam.
Kolaborasi :
a) Untuk menggantikan kehilangan
cairan.
3 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : Manajemen Intervensi Utama : Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera keperawatan selama 3x24 jam Nyeri Observasi :
fisiologis. diharapkan tingkat nyeri Observasi : a) Mempengaruhi pilihan /
menurun dengan kriteria hasil : a) Identifikasi lokasi, pengawasan keefektifan
a) Keluhan nyeri menurun. karakteristik, durasi, frekuensi, intervensi.
b) Meringis menurun. kualitas, intensitas nyeri. b) Untuk mengetahui berat nyeri
c) Gelisah menurun. b) Identifikasi skala nyeri. yang dialami pasien.
d) Pola napas membaik c) Identifikasi respons nyeri c) Tingkat ansietas dapat
nonverbal. mempengaruhi persepsi/reaksi
d) Identifikasi factor yang terhadap nyeri.
memperberat dan d) Dengan mengetahui faktor-faktor
memperingan nyeri. tersebut maka perawat dapat
melakukan intervensi yang sesuai
Terapeutik :
dengan masalah klien.
a) Berikan teknik non
Terapeutik :
farmakologis untuk
a) Memfokuskan kembali perhatian,
mengurangi rasa nyeri (mis,
terapi musik, kompres meningkatkan kontrol dan
hangat/dingin, terapi bermain). meningkatkan harga diri dan
b) Kontrol lingkungan yang kemampuan koping
memperberat rasa nyeri (mis, b) Memberikan ketenangan kepada
suhu ruangan, pencahayaan, pasien sehingga nyeri tidak
kebisingan). bertambah.
c) Fasilitasi istirahat dan tidur. c) Dapat membantu meningkatkan
istirahat dan tidur.
Edukasi :
Edukasi :
a) Jelaskan strategi meredakan
a) Teknik distraksi dan relaksasi
nyeri.
dapat mengurangi rasa nyeri yang
b) Anjurkan memonitor nyeri
dirasakan pasien.
secara mandiri.
b) Mengetahui perkembangan nyeri.
Rasional : Mengetahui
c) Teknik distraksi dan relaksasi
perkembangan nyeri.
dapat mengurangi rasa nyeri yang
c) Ajarkan teknik non
dirasakan pasien.
farmakologis untuk
Kolaborasi :
mengurangi rasa nyeri.
a) Analgetik dapat mengurangi
Kolaborasi :
pengikatan mediator kimiawi
a) Kolaborasi pemberian
nyeri pada reseptor nyeri sehingga
analgetik, jika perlu.
dapat mengurangi rasa nyeri.
4 Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : Manajemen Intervensi Utama : Manajemen
dengan faktor psikologis keperawatan selama 3x24 jam Nutrisi Nutrisi
(keengganan untuk makan). diharapkan status nutrisi Observasi : Observasi :
membaik dengan kriteria hasil : a) Identifikasi status nutrisi. a) Membantu mengkaji keadaan
a) Porsi makanan yang b) Identifikasi alergi dan pasien
dihabiskan meningkat. intoleransi makanan. b) Menentukan makanan yang cocok
b) Frekuensi makan membaik. c) Identifikasi makanan yang untuk pasien.
c) Nafsu makan membaik disukai. c) Jika makanan yang disukai pasien
d) Monitor asupan makan. dapat dimasukkan dalam
e) Monitor berat badan. perencanaan makan, maka dapat
f) Monitor hasil pemeriksaan meningkatkan nafsu makan
laboratorium. pasien.
Terapeutik : d) Mengetahui jumlah makanan
a) Berikan makanan tinggi yang dikonsumsi hingga dapat
kalori dan tinggi protein. ditetapkan intervensi selanjutnya.
b) Berikan suplemen makanan, e) Untuk mengetahui status gizi
jika perlu. pasien.
Edukasi : f) Monitor status nutrisi.
a) Anjurkan posisi duduk, jika Terapeutik :
mampu. a) Makanan yang tinggi kalori
b) Ajarkan diet yang dibutuhkan untuk sumber energi,
diprogramkan. sedangkan makanan yang tinggi
protein berfungsi untuk
Kolaborasi :
mengganti sel-sel tubuh yang
a) Kolaborasi pemberian telah rusak.
medikasi sebelum makan b) Membantu memenuhi kebutuhan
(mis, Pereda nyeri, nutrisi pasien.
antimietik), jika perlu. Edukasi :
b) Kolaborasi dengan ahli gizi a) Mencegah terjadinya refluksisi
untuk menentukan jumlah lambung.
kalori dan jenis nutrient yang b) Memenuhi kebutuhan asupan
dibutuhkan, jika perlu. nutisi sesuai dengan kebutuhan
Kolaborasi :
a) Mengurangi perasaan tidak
nyaman saat makan.
b) Diet sesuai dengan kebutuhan
nutrisi pasien.
5 Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : Intervensi Utama : Manajemen
dengan peningkatan keperawatan selama 3x24 jam ManajemenHipovolemia Hipovolemia
permeabilitas kapiler. diharapkan status cairan Observasi : Observasi :
membaik dengan kriteria hasil : a) Periksa tanda dan gejala a) Mengetahui adanya tanda-tanda
a) Turgor kulit meningkat. hipovolemia (mis, frekuensi dehidrasi dan mecegah syok
b) Output urine meningkat. nadi meningkat, nadi terasa hipovolemik.
c) Tekanan darah dan nadi lemah, tekanan darah b) Membantu dalam menganalisa
membaik. menurun, tekanan nadi keseimbangan cairan dan derajat
d) Kadar Hb membaik. menyempit, turgor kulit kekurangan cairan.
menurun, membran mukosa Terapeutik :
kering, volume urin menurun, a) Mengganti kehilangan cairan.
hematokrit meningkat, haus Edukasi :
lemah). a) Memenuhi dan mempertahankan
b) Monitor intake dan output kebutuhan cairan tubuh.
cairan. Kolaborasi :
Terapeutik : a) Untuk memberikan hidrasi cairan
a) Berikan asupan cairan oral. tubuh secara parenteral.
Edukasi : b) Tubuh tidak kekurangan pasokan
a) Anjurkanmemperbanyakasup darah sehingga terjadi penurunan
ancairan oral. trombosit.
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian cairan
IV sesuai program.
b) Kolaborasi pemberian produk
darah.
6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : Manajemen Intervensi Utama : Manajemen
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Energi Energi
kelemahan. diharapkan toleransi aktivitas Observasi : Observasi :
meningkat dengan kriteria hasil : a) Monitor kelelahanf isik dan a) Untuk mengetahui status
a) Frekuensi nadi meningkat. emosional. kelelahan klien dan tingkat
b) Kemudahan dalam b) Monitor pola dan jam tidur. emosi.
melakukan aktivitas sehari- Terapeutik : b) Memantau pola tidur klien agar
hari meningkat. a) Sediakan lingkungan nyaman tidak terjadi kelelahan.
c) Frekuensi napas membaik. dan rendah stimulus (mis, Terapeutik :
cahaya, suara, kunjungan). a) Meningkatkan kenyamanan
b) Berikan aktivitas distraksi istirahat serta dukungan
yang menenangkan. fisiologis/psikologis.
Edukasi : b) Meningkatkan kenyamanan klien
a) Anjurkan tirah baring. saat melakukan aktivitas secara
b) Anjurkan melakukan aktivitas bertahap.
secara bertahap. Edukasi :
c) Anjurkan menghubungi a) Meningkatkan kenyamanan
perawat jika tanda dan gejala istirahat serta dukungan
kelelahan tidak berkurang. fisiologis/psikologis.
Kolaborasi : b) Meminimalkan atrofiotot,
a) Kolaborasi dengan ahli gizi meningkatkan sirkulasi,
tentang cara meningkatkan mencegah terjadinya kontraktur
asupan makanan. c) Segera mendapatkan intervensi
lebih lanjut.
Kolaborasi :
a) Mempercepat proses
penyembuhan.
7 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : Edukasi Intervensi Utama : Edukasi
berhubungan dengan kurang keperawatan selama 3x24 jam Kesehatan Kesehatan
terpapar informasi. diharapkan tingkat pengetahuan Observasi : Observasi :
meningkat dengan krieria hasil : a) Identifikasi kesiapan dan a) Memahami kemampuan pasien
a) Kemampuan menjelaskan kemampuan menerima dalam menerima informasi.
pengetahuan tentang suatu informasi. Edukasi :
topik meningkat. Edukasi : a) Klien/keluarga mengetahui factor
b) Perilaku sesuai dengan a) Jelaskan factor risiko yang risiko yang dapat mempengaruhi
pengetahuan meningkat. dapat mempengaruhi kesehatan.
c) Persepsi yang keliru terhadap kesehatan. b) Meningkatkan kualitas kesehatan
masalah menurun b) Ajarkan perilaku hidup bersih dan mecegah timbulnya masalah
dan sehat. kesehatan.
c) Ajarkan strategi yang dapat c) Memotivasi dalam meningkatkan
digunakan untuk perilaku hidup bersih dan sehat.
meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
8 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : Reduksi Intervensi Utama : Reduksi Ansietas
dengan krisis situasional. keperawatan selama 3x24 jam Ansietas Observasi :
diharapkan tingkat ansietas Observasi : a) Untuk menentukan tingkat
menurun dengan kriteria hasil : a) Monitor tanda-tanda ansietas kecemasan yang dialami pasien
a) Verbalisasi khawatir akibat (verbal dan nonverbal). sehingga perawat bisa
kondisi yang dihadapi Terapeutik : memberikan intervensi yang cepat
menurun. a) Ciptakan suasana terapeutik dan tepat.
b) Perilaku gelisah menurun. untuk menumbuhkan Terapeutik :
c) Konsentrasi membaik kepercayaan. a) Agar terbina rasa saling percaya
b) Dengarkan dengan penuh antar perawat-pasien sehingga
perhatian. pasien kooperatif dalam tindakan
c) Gunakan pendekatan yang keperawatan.
tenang dan meyakinkan. b) Dapat meringankan beban pikiran
Edukasi : pasien.
a) Anjurkan keluarga untuk tetap c) Menumbuhkan sikap/rasa saling
bersama pasien. percaya antar perawat-pasien.
b) Anjurkan mengungkapkan Edukasi :
perasaan dan persepsi. a) Rasional : Klien dapat merasa
Kolaborasi : masih ada orang yang
a) Kolaborasi pemberian obat memperhatikannya.
anti ansietas, jika perlu. b) Untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, kecemasan yang
dirasakan klien.
Kolaborasi :
a) Mengurangi kecemasan
9 Risiko perdarahan ditandai Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : Pencegahan Intervensi Utama : Pencegahan
dengan koagulasi keperawatan selama 3x24 jam Perdarahan Perdarahan
(trombositopenia). diharapkan tingkat perdarahan Observasi : Observasi :
menurun dengan kriteria hasil : a) Monitor tanda dan gejala a) Agar tidak terjadi perdarahan.
a) Kelembapan kulit meningkat. perdarahan. b) Untuk mengetahui nilai Hb dan
b) Hemoglobin membaik. b) Monitor nilai hamatokrit atau Ht sesuai dengan nilai normal.
c) Hematokrit membaik. hemoglobin sebelum dan c) Mengetahui keadaan umum
setelah kehilangan darah. pasien.
c) Monitor tanda-tanda vital. Terapeutik :
Terapeutik : a) Aktivitas yang tidak terkontrol
a) Pertahankan bed rest selama dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan. perdarahan.
Edukasi :
Edukasi :
a) Klien mengetahui dan mampu
a) Jelaskan tanda dan gejala
mengidentifikasi tanda dan gejala
perdarahan.
perdarahan secara mandiri.
b) Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K. b) Membantu proses pembekuan
c) Anjurkan segera melapor jika darah.
terjadi perdarahan. c) Agar segera mendapatkan
Kolaborasi : pertolongan oleh tenaga medis.
a) Kolaborasi pemberian obat Kolaborasi :
pengontrol perdarahan, jika a) Mencegah perburukan kondisi
perlu. perdarahan.
b) Kolaborasi pemberian produk b) Tubuh tidak kekurangan pasokan
darah, jika perlu. darah sehingga terjadi penurunan
trombosit.
10 Risiko syok ditandai dengan Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : Pencegahan Intervensi Utama : Pencegahan Syok
kekurangan volume cairan keperawatan selama 3x24 jam Syok Observasi :
diharapkan tingkat syok menurun Observasi : a) Mengetahui keadaan umum
dengan kriteria hasil : a) Monitor status kardiopulmonal pasien
a) Tingkat kesadaran (frekuensi dan kekuatan nadi, b) Untuk mengumpulkan dan
meningkat. frekuensi napas, TD). menganalisis data pasien untuk
b) Tekanan darah, frekuensi b) Monitor status cairan (masukan mengatur keseimbangan cairan.
nadi dan napas membaik. dan haluaran, turgor kulit, c) Mengetahui status kesadaran
CRT). pasien.
c) Monitor tingkat kesadaran dan Terapeutik :
respon pupil. a) Untuk mencegah dan
Terapeutik : memperbaiki hipoksia jaringan.
a) Berikan oksigen untuk Edukasi :
mempertahankan saturasi a) Klien mengetahui penyebab atau
oksigen >94%. faktor risiko terjadinya syok.
Edukasi : b) Agar segera mendapatkan
a) Jelaskan penyebab atau faktor pertolongan oleh tenaga medis.
risiko syok. Kolaborasi :
b) Anjurkan melapor jika a) Untuk memberikan hidrasi cairan
menemukan atau merasakan tubuh secara parenteral.
tanda dan gejala awal syok. b) Tubuh tidak kekurangan pasokan
Kolaborasi : darah sehingga terjadi penurunan
a) Kolaborasi pemberian IV, jika trombosit.
perlu.
b) Kolaborasi pemberian transfusi
darah, jika perlu.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah
direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah,
mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah
keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi merupakan tahap akhir yang
bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak
untuk mengatasi suatu masalah.
DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Drs. H. Syaifuddin, AMK. 2016. ANATOMI FISIOLOGI. Jakarta.

Erdin. 2018. Pathway Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Mendiri N. K. & Prayogi, A. S. 2016. Asuhan Keperawatan Anak & Bayi ResikoTinggi.

Yogyakarta: PT Pustaka Baru.

Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi). MediAction.

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D. Jakarta: Alfabeta.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.


Denpasar, …………….. 2022

Pembimbing klinik/CI Nama Mahasiswa

(Ns. Ni Luh Putu Nova Juliana, S.Kep) (I Komang Budi Mahendra)


NIP: 19780731 2006 04 2023 NIM: 219012786

Clinical Teacher/CT

(Ns. Niken Ayu Merna Eka Sari, S.Kep., M.Biomed)


NIK: 2.04.10.265

Anda mungkin juga menyukai