Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners
Departemen Keperawatan Anak di Ruang Nusa Indah RST Soepraon
Malang

Oleh:
Ainun Umi Lestari MF
22017010001111034
Kelompok 3B

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
A. DEFINISI
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau DBD merupakan infkesi yang
disebabkan oleh virus dengue dimana virus tersebut ditularkan kepada
manusia melalui nyamuk Aedes spp. DHF adalah penyakit infeksi yang
memiliki manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic.
DHF memiliki gejala yang serupa dengan demam dengue, namun DHF
memiliki gejala lain yang berupa sakit/nyeri pada ulu hati yang terjadi secara
terus menerus, perdarahan pada hidung, ulut, gusi atau memar pada kulit
(Indrayani, 2017).
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit) atau penumpukan cairan dirongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue syok syndrome) adalah demam
berdarah yang ditandai oleh renjatan/syok (Sudowo et al, 2009). Suriadi
(2010) menjelaskan bahwa DBD adalah suatu penyakit yang dsebabkan oleh
virus dengue (arbovirus) yang msuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegepty.

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Menurut Soedarto (2012), Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
disebabkan oleh :

1. Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Keempat
tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu
dari yang lainnya. Secara serologis virus dengue yang termasuk dalam
gens flavivirus
ini berdiameter 40 nonometer dan dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang bersal dari sel – sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kiney) maupun sel – sel
Arthrpoda misalnya sel aedes Albopictuus.
Manusia terinfeksi dengue melalui gigitan nyamuk betina pembawa tipe
DENV termasuk Aedes albopictus dan Aedes aegypti. Infeksi berikutnya
dengan serotipe khas DENV telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
komplikasi parah.
2. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkn antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe
jeniis yang lainnya.

Adapun factor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya infeksi dengue adalah
seperti diagram berikut ini:
C. KLASIFIKASI
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu:

1. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya


manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
hemokonsentrasi.
2. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada
kulit atau perdarahan di tempat lain.
3. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi
cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab
dan anak tampak gelisah.
4. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
teratur.

Selain itu, klasifikasi penyakit dengue berdasarkan manifestasi klinisnya


dibedakan menjadi penyakit demam ringan-akut yang tidak terdiferensiasi
hingga demam dengue klasik (DF), demam berdarah dengue (DBD), dan
sindrom syok dengue (DSS).

1. Dengue Fever (DF)


Manifestasi yang muncul berupa sindrom seperti flu, nyeri retro-orbital,
demam, ruam, sakit kepala, nyeri sendi dan otot yang intens, dan mual.
Hal ini dapat terjadi 2-7 hari.
2. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
Manifestasi yang muncul yaitu: adanya kebocoran plasma, efusi pleura,
perdarahan, trombositopenia dengan < 100.000 trombosit/microliter,
hematrokrit meningkat, kegelisahan, sakit perut, muntah, penurunan suhu
secara tiba-tiba. Hal ini dapat terjadi setelah 3-5 hari demam.
3. Dengue Shock Syndrom (DSS)
Manifestasi yang muncul yaitu: suhu bisa mencapai 37,5 – 38 derajat
celcius, hipotensi, penurunan jumlah trombosit yang menyebabkan
kebocoran plasma pada kondisi syok berikutnya, akumulasi cairan dengan
gangguan pernapasan, perdarahan kritis, kerusakan organ, dan gagal
jantung dan henti jantung.

Berikut ini merupakan diagram klasifikasi penyakit infeksi dengue:

D. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin,
trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia
menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang
menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibody melawan virus
(Murwani 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik
kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan
adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme
hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan
jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue
inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada
kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibody dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a duapeptida yang berdaya untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler.
Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta
efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit
>20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena (Murwani 2018). Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskuler di buktikan dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga
serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi
ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian
cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran
plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal
jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung
lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila
tidak segera diatasi dengan
baik (Murwani 2018).
Pathway Masalah Keperawatan Pada Pasien Anak degan DHF
E. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosa DHF dapat ditegakkan apabila ditemukan manifestasi berikut:
1. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, dan terus menerus
2. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena;
maupun berupa uji tourniquet positif.
3. Trombositopenia (Trombosit ≤ 100.000/mm³)
4. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari peningkatan
permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau lebih tanda berikut:
a. Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi ≥ 20% dari nilai baseline
atau penurunan sebesar itu pada fase konvalesens
b. Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia/hypoalbuminemia
Karakteristik gejala dan tanda utama DHF adalah sebagai berikut:
1. Demam
- Demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari.
- Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun, hati-
hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam Hari ke-3
sampai ke-6, adalah fase kritis terjadinya syok.
2. Tanda-tanda perdarahan
- Penyebab perdarahan pada pasien DHF ialah vaskulopati,
trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif (uji Rumple
Leed/ uji bendung), petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai setelah hari ke-3 demam.
- Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk
membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai
dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau dengan
meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat penekanan/
peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain yaitu epitaksis,
perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak yang belum
pernah mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda penting.
Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuria.
3. Hepatomegali (pembesaran hati)
- Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan dibawah procesus
Xifoideus
- Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat
meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak
sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium
kanan disebabkan oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut
lebih tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil.
4. Syok
Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya syok pada penderita Demam Berdarah Dengue adalah Demam
turun tetapi keadaan anak memburuk, nyeri perut dan nyeri tekan
abdomen, muntah persisten, letargi, gelisah, perdarahan mukosa,
pembesaran hati, akumulasi cairan oliguria, peningkatan kadar hematokrit
bersamaan dengan penurunan cepat jumlah trombosit, Hematokrit awal
tinggi.
5. Demam Berdarah Dengue dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/ SSD)
- Memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue
- Ditemukan adanya tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang
terkompensasi maupun yang dekompensasi
- Tanda syok terkompensasi: Takikardia, Takipnea, Tekanan nadi
(perbedaan antara sistolik dan diastolik) 2 detik, Kulit dingin, Produksi
urin (urine output) menurun, Anak gelisah.
- Tanda syok dekompensasi: Takikardia, Hipotensi (sistolik dan
diastolik turun), Nadi cepat dan kecil, Pernapasan Kusmaull atau
hiperpnoe, Sianosis, Kulit lembap dan dingin, Profound shock: nadi
tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah
dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau
sindrom syok dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang
dari 10 tahun. Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak
teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan
darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan
kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari, hidung, telinga, dan
kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Pangaribuan
2017). Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD berupa gagal ginjal, efusi
pleura, hepatomegaly, dan gagal jantung.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT,
SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
2. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang
terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen
didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori,
yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap
awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier.
3. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat
reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi
hemaglutinasi inhibitor (HI).
4. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test
(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas
yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
5. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination
Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari
metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam
serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan
sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

H. PENATALAKSANAAN UMUM
1. Untuk mengurangi kematian dengue dan mengendalikan keparahan
penyakit, diagnosis dini penting untuk manajemen penyakit yang efektif.
Saat ini, tidak ada obat antivirus atau obat untuk menghilangkan virus
dengue, para dokter dapat dengan mudah menghilangkan gejalanya.
Beberapa rekomendasi untuk mengelola demam berdarah adalah dengan
tirah baring, antipiretik atau tepid sponge untuk mengendalikan demam,
analgesik atau obat penenang ringan untuk membantu mengatasi rasa
sakit, dan terapi cairan atau elektrolit untuk membantu hidrasi.
2. Gejala utama yang membedakan DBD dari DF adalah kebocoran plasma,
hemostasis tidak teratur dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Pasien yang mengalami sindrom berat harus diberikan larutan kristaloid
isotonik, seperti salin normal 0,9%, Ringer laktat, atau larutan Hartmann
sesuai dengan pedoman WHO.
3. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan
untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak
mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV
maka anak mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak
yang dirawat di rumah sakit meliputi:
a. Berikan anak larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu untuk
mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah, dan diare.
b. Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
c. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang dengan memberikan
hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat, Pantau tanda
vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematokrit,
trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam. Apabila terjadi
penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan
secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya
hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh
kapiler spontan setelah pemberian cairan.
d. Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai
dengan tatalaksana syok terkompensasi.
4. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok menurut WHO
(2016):
a. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
b. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan
secepatnya.
c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid
20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan
pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
d. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan
transfusi darah atau komponen.
e. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi
hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap
4-6 jam sesuai kondisi klinis laboratorium.
f. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48
jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan
yang terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.

I. PENGKAJIAN SECARA UMUM


1. Identitas: Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak
dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan,
nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi antara hari
ke-3 sampai ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai
dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia,
diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan
pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan
pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematesis.
4. Riwayat kesehatan yang lalu : Penyakit apa saja yang pernah diderita pada
DHF, anak bisa mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang
lain.
5. Riwayat kesehatan keluarga: Penyakit apa saja yang pernah di derita sama
keluarga klien
6. Riwayat Imunisasi : Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindari
7. Pola Nutrisi
Anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan
mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut
dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak
akan mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi
kurang
8. Kondisi Lingkungan: Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya
dan lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang mengenang dan
gantungan baju di kamar).
9. Pola tidur
Anak sering mrngalami kurang tidur karena mengalami sakit/nyeri otot
dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahat
kurang
10. Pola Kebersihan diri dan Eliminasi
Kadang-kadang anak mengalami diar/konstipasi. Sementara DHF pada
Grade III-IV bisa terjadi melena. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu
dikaji apakah sering kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade
IV sering terjadi hematuria. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang
nyamuk aedes aegypti.
11. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum:
Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan nadi lemah.
Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan
tidak teratur.
Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan
kulit. Tanda-tanda vital (TTV):
Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII), nadi tidak teraba (grade IV),
tekanan darah menurun ( sistolik menurun sampai 80mmHg atau kurang),
suhu tinggi (diatas 37,5)
Head to toe:
a. Kepala dan leher: kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala
terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam. Kelenjar getah
bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran.
b. Mata Konjungtiva anemis
c. Telinga, hidung, tenggorokan dan mulut: Hidung kadang mengalami
perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV. Telinga tidak ada
perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada
gangguan pendengaran.
d. Dada dan Thorak:
Inspeksi : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Perkusi : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun
pada paru
Auskultasi : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III,
dan IV.
e. Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Palpasi : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Perkusi : Terdengar redup
Auskultasi : Adanya penurunan bising usus
f. Sistem Integumen: Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan
melakukan uji tourniquet. Turgor kuit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab. Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan
terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan
24 tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang
pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan
timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah (Soedarmo,2008).
g. Genetalia: Biasanya tidak ada masalah
h. Ekstremitas: Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.
Pada kuku sianosis/tidak

J. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal
2. Kekurangan volume cairan (Hipovolemia) berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan)
makanan ditandai dengan berat badan menurun
4. Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan
trombosit) ditandai dengan trombositopenia
K. TUJUAN DAN RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Hipertermia Tujuan: Setelah dilakukan tindakan SIKI: Manajemen Hipertermia


keperawatan selama 1x8 jam diharapkan Observasi:
suhu tubuh tetap berada pada rentang - Identiikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi,
normal, dengan kriteria hasil: terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator)
SLKI: Termoregulasi - Monitor suhu tubuh
1. Menggigil menurun - Monitor kadar elektrolit
2. Suhu tubuh membaik - Monitor haluaran urin
3. Suhu kulit membaik - Monitor komplikasi akibat hipertermia
4. Kulit merah menurun Terapeutik
5. Kejang menurun - Sediakan lingkungan yang dingin
6. Pucat menurun - Longgarkan atau lepaskan pakaian
7. Tekanan darah membaik - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
jika perlu
Hipovolemia Tujuan: Setelah dilakukan tindakan SIKI: Manajemen Hipovolemia
keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan Observasi
Status Cairan membaik dengan kriteria - Periksa tanda dan gejala hipovolemik (tekanan
hasil: darah menurun, membrane mukosa kering,
SLKI: Status Cairan hematocrit meningkat)
1. Turgor kulit membaik - Monitor intake dan output cairan
2. Perasaan lemah menurun Terapeutik
3. Keluhan haus menurun - Hitung kebutuhan cairan
4. Tekanan darah membaik - Berikan posisi modified trendelenburg
5. Intake cairan membaik - Berikan asupan cairan oral
6. Suhu tubuh membaik Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
- Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV 45 isotonis (misalnya :
NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (missal :
glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (misal : albumin,
plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
SIKI: Pemantauan Cairan
Observasi
- Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan
nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa,
turgor kulit, tekanan darah)
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. MAP,
CVP, PAP, PCWP jika tersedia)
Terapeutik
- Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
Defisit Nutrisi Tujuan: Setelah dilakuan tindakan SIKI: Manajemen Nutrisi
keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan Observasi
status nutrisi pasien membaik dengan - Identifikasi status nutrisi
kriteria hasil: - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
SLKI: Status Nutrisi - Identifikasi makanan yang disukai
1. Porsi makanan yang dihabiskan sedang - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
2. Frekuensi makan membaik - Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
3. Nafsu makan cukup membaik - Monitor asupan makanan
4. Mermban mukosa sedang - Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk menjegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat ditoleransi
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk jika mampu
- Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetic), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
Risiko Perdarahan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan SIKI: Pencegahan Perdarahan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Observasi
kehilangan darah baik internal maupun - Monitor tanda dan gejala perdarahan
eksternal menurun, dengan kriteria hasil: - Monitor nilai hemoglobin/hematokrit sebelum dan
SLKI: Tingkat Perdarahan setelah kehilangan darah
1. Hemoglobin membaik - Monitor tanda-tanda vital ortostatik
2. Hematokrit membaik - Monitor koagulasi
3. Tekanan darah membaik Terapeutik
4. Suhu tubuh membaik - Batasi tindakan invasive, jika perlu
5. Kelembapan membrane mukosa - Pertahankan bedrest selama perdarahan
membaik - Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Daruki, M. W. (2020). Case Report: Dengue hemorrhagic fever in children. Rev


Prim Care Prac and Edu, 3(2), 27-29.

Darwis, D. (2016). Kegawatan demam berdarah dengue pada anak. Sari Pediatri,
4(4), 156-162.

Fitriani, T. A. (2020). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Dengue


Hemorrhagic Fever (DHF) yang di Rawat di Rumah Sakit. Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur.

Indrayani, Y. A., & Wahyudi, T. (2017). Situasi Penyakit Demam Berdarah Di


Indonesia Tahun 2017. Jakarta: Infodatin Kemenkes RI.

Kemenkes RI. (2017). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Demam


Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.P

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik (Cetakan III) Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan


Tindakan Keperawatan (Cetakan II) Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan (Cetakan II) Edisis 1. Jakarta: DPP PPNI.

Prayitno, A. dkk. (2012). Update Management of Infectious Diseases and


Gastrointestinal Disorder. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI- RSCM.

Putri, T. G. (2019). Asuhan keperawatan pada An. D dengan demam hemorhagic


fever (DHF) di ruang rawat inap anak RSUD dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi tahun 2019. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang.

Rampengan. (2017). Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever.


LAMPIRAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Anda mungkin juga menyukai