Oleh:
Ainun Umi Lestari MF
22017010001111034
Kelompok 3B
1. Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Keempat
tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu
dari yang lainnya. Secara serologis virus dengue yang termasuk dalam
gens flavivirus
ini berdiameter 40 nonometer dan dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang bersal dari sel – sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kiney) maupun sel – sel
Arthrpoda misalnya sel aedes Albopictuus.
Manusia terinfeksi dengue melalui gigitan nyamuk betina pembawa tipe
DENV termasuk Aedes albopictus dan Aedes aegypti. Infeksi berikutnya
dengan serotipe khas DENV telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
komplikasi parah.
2. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkn antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe
jeniis yang lainnya.
Adapun factor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya infeksi dengue adalah
seperti diagram berikut ini:
C. KLASIFIKASI
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu:
D. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin,
trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia
menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang
menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibody melawan virus
(Murwani 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik
kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan
adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme
hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan
jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue
inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada
kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibody dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a duapeptida yang berdaya untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler.
Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta
efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit
>20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena (Murwani 2018). Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskuler di buktikan dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga
serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi
ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian
cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran
plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal
jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung
lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila
tidak segera diatasi dengan
baik (Murwani 2018).
Pathway Masalah Keperawatan Pada Pasien Anak degan DHF
E. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosa DHF dapat ditegakkan apabila ditemukan manifestasi berikut:
1. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, dan terus menerus
2. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena;
maupun berupa uji tourniquet positif.
3. Trombositopenia (Trombosit ≤ 100.000/mm³)
4. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari peningkatan
permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau lebih tanda berikut:
a. Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi ≥ 20% dari nilai baseline
atau penurunan sebesar itu pada fase konvalesens
b. Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia/hypoalbuminemia
Karakteristik gejala dan tanda utama DHF adalah sebagai berikut:
1. Demam
- Demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari.
- Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun, hati-
hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam Hari ke-3
sampai ke-6, adalah fase kritis terjadinya syok.
2. Tanda-tanda perdarahan
- Penyebab perdarahan pada pasien DHF ialah vaskulopati,
trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif (uji Rumple
Leed/ uji bendung), petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai setelah hari ke-3 demam.
- Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk
membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai
dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau dengan
meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat penekanan/
peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain yaitu epitaksis,
perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak yang belum
pernah mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda penting.
Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuria.
3. Hepatomegali (pembesaran hati)
- Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan dibawah procesus
Xifoideus
- Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat
meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak
sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium
kanan disebabkan oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut
lebih tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil.
4. Syok
Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya syok pada penderita Demam Berdarah Dengue adalah Demam
turun tetapi keadaan anak memburuk, nyeri perut dan nyeri tekan
abdomen, muntah persisten, letargi, gelisah, perdarahan mukosa,
pembesaran hati, akumulasi cairan oliguria, peningkatan kadar hematokrit
bersamaan dengan penurunan cepat jumlah trombosit, Hematokrit awal
tinggi.
5. Demam Berdarah Dengue dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/ SSD)
- Memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue
- Ditemukan adanya tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang
terkompensasi maupun yang dekompensasi
- Tanda syok terkompensasi: Takikardia, Takipnea, Tekanan nadi
(perbedaan antara sistolik dan diastolik) 2 detik, Kulit dingin, Produksi
urin (urine output) menurun, Anak gelisah.
- Tanda syok dekompensasi: Takikardia, Hipotensi (sistolik dan
diastolik turun), Nadi cepat dan kecil, Pernapasan Kusmaull atau
hiperpnoe, Sianosis, Kulit lembap dan dingin, Profound shock: nadi
tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah
dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau
sindrom syok dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang
dari 10 tahun. Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak
teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan
darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan
kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari, hidung, telinga, dan
kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Pangaribuan
2017). Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD berupa gagal ginjal, efusi
pleura, hepatomegaly, dan gagal jantung.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT,
SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
2. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang
terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen
didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori,
yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap
awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier.
3. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat
reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi
hemaglutinasi inhibitor (HI).
4. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test
(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas
yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
5. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination
Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari
metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam
serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan
sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura.
H. PENATALAKSANAAN UMUM
1. Untuk mengurangi kematian dengue dan mengendalikan keparahan
penyakit, diagnosis dini penting untuk manajemen penyakit yang efektif.
Saat ini, tidak ada obat antivirus atau obat untuk menghilangkan virus
dengue, para dokter dapat dengan mudah menghilangkan gejalanya.
Beberapa rekomendasi untuk mengelola demam berdarah adalah dengan
tirah baring, antipiretik atau tepid sponge untuk mengendalikan demam,
analgesik atau obat penenang ringan untuk membantu mengatasi rasa
sakit, dan terapi cairan atau elektrolit untuk membantu hidrasi.
2. Gejala utama yang membedakan DBD dari DF adalah kebocoran plasma,
hemostasis tidak teratur dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Pasien yang mengalami sindrom berat harus diberikan larutan kristaloid
isotonik, seperti salin normal 0,9%, Ringer laktat, atau larutan Hartmann
sesuai dengan pedoman WHO.
3. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan
untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak
mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV
maka anak mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak
yang dirawat di rumah sakit meliputi:
a. Berikan anak larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu untuk
mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah, dan diare.
b. Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
c. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang dengan memberikan
hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat, Pantau tanda
vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematokrit,
trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam. Apabila terjadi
penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan
secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya
hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh
kapiler spontan setelah pemberian cairan.
d. Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai
dengan tatalaksana syok terkompensasi.
4. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok menurut WHO
(2016):
a. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
b. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan
secepatnya.
c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid
20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan
pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
d. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan
transfusi darah atau komponen.
e. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi
hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap
4-6 jam sesuai kondisi klinis laboratorium.
f. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48
jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan
yang terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
J. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal
2. Kekurangan volume cairan (Hipovolemia) berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan)
makanan ditandai dengan berat badan menurun
4. Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan
trombosit) ditandai dengan trombositopenia
K. TUJUAN DAN RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Darwis, D. (2016). Kegawatan demam berdarah dengue pada anak. Sari Pediatri,
4(4), 156-162.