Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM

BERDARAH DENGUE

A. Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dengan manifestasi klinis demam.(Sudoyo, 2006 : 1709)

Demam dengue (dengue fever, selanjutnya di singkat DF) adalah penyakit yang

terutama terdapat pada anak remaja atau dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot

dan/atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati,

demam bifasik, sakit kepala, yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa pengecap yang

terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan.(Hendarwanto,

2000 :417)

Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan,

disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis dan pada kasus

berat, sindrom syok, kehilangan protein. (Nelson, 2000 : 1134)

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut, dengan ciri-ciri demam

manifestasi perdarahan, dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan

kematian.(Mansjoer, 2000 : 419)

Dengue hemoregic fever merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang

termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina. Penyakit ini di kenal

dengan sebutan Demam Berdarah Dengue (DBD).


B. Etiologi

Virus dengue serotype 1,2,3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes

aegypty, nyamuk aedes albopictus, nyamuk polinesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan

vektor lain yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotip akan menimbulkan antibody

seumur hidup terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype

lain. (Mansjoer, 2000 : 419)

C. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

Derajat beratnya penyakit DHF secara klinis dibagi sebagai berikut :

      Derajat I (ringan)

a. Demam didahului demam tinggi mendadak dengan terus menerus berlangsung 2-7 hari

kemudian turun dengan cepat.

b.   Manifestasi perdarahan ringan yaitu uji tourniquet (+) ditemukan pada hari pertama.

c.  Hepatomegali, ditemukan pada permulaan penyakit pembesaran hati tidak sejajar dengan

beratnya penyakit dan nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterik sebab

pembesaran hati dikaitkan dengan serotire virus dengue.

d.   Trombositopenia : Jumlah trombosit kurang dari 150.000/ul, biasanya hari ke-3 dan ke-

7, tanda dan gejala : anoreksia, mual, muntah, lemah sakit perut, diare, atau konstipasi

dan kejang.

   Derajat II (sedang)

Disertai perdarahan spontan diikuti dan perdarahan lain yaitu petekie, purpura, sianosis,

perdarahan sub konjungtiva, epistaksis, hematemesis melena, hemokonsentrasi ( Ht lebih dari

20% yang merupakan indikator terjadinya renjatan ).

   Derajat III

Ditemukan tanda-tanda dini renjatan yaitu ditemukan kegagalan sirkulasi dengan tanda nadi

cepat dan pulsasi lambat, TD menurun atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan

penderita gelisah.

   Derajat IV

Renjatan dengan nadi tidak dapat diukur/diraba dan tekanan darah yang tidak dapat
diukur.(Hendarwanto, 2000 :423-424)

D. Manifestasi klinis

1. Demam tinggi ± 7 hari (38°C-40°C)

2. Adanya manifestasi perdarahan antara lain : perdarahan bawah kulit, petekie,

ekimosis, hematoma, epistaksis, hematemesis, melena, hematuri

3. Mual muntah tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi

4. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen dan ulu hati

5. Sakit kepala

6. Pembengkakan sekitar mata

7. Pembesaran hati, limfa, dan kelenjar getah bening

8. Tanda-tanda renjatan (sianosis kulit lembab dan dingin tekanan darah

menurun, gelisah, nadi cepat dan lemah). (Mansjoer, 2000 :421)

E. Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala

karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal seluruh badan, hyperemia

ditenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada system retikuloendutelial

seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limfa. Ruam pada DF disebabkan

oleh kongesti dibawah pembuluh darah kulit.

Fenomen patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF

dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena penglepasan zat

anafilatosin, histamine dan serotonin serta aktifitas system kalikein yang berakibat ekstravasasi

cairan intravaskuler. Hal ini berakibat mengurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi,

hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama perjalan

penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada

pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30 %.

Adanya kebocoran plasma kedaerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukanya

cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan pleikard yang pada autopsy

ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi berakibat

anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastik setelah pemberian plasma

yang efektif sedangkan pada autopsy ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang ditrotif

atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah

mungkin disebabkan mediate farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian DHF

adalah pendarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak

teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan

fungsi trmbosit dan kelainan system koagulasi.

Trombositopenia dihubungkan dengan peningkatannya megakaliosit muda dalam

sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya

dekstruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotope membuktikan bahwa penghancuran

trombosit terjadinya pada system retikuloendotelial.

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti

dengan terdapatnya komplek imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi

disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh

aktifasi sitem koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/DSS, terutama pada pasien

dengan pendarahan obat, sejak lama telah menjadi bahan perdebatan.

Telah dibuktikan bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF tanpa

renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan

perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan,

maka renjatan akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.

(Hendarwanto, 2000 : 420)


F. Pathway
  Pathways'e ndamel piyambak mawon njeh

G. Pemeriksaan Penunjang

1.      Leukosit : Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative

(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total

leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

2.      Trombosit : Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

3.   Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20%

dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.


4.      Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT,APTT.Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan

yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

5.      Protein/Albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

6.      SGOT/SGPT : Dapat meningkat.

7.      Ureum, Kreatinin : Bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

8.      Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

9.   Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : Bila akan diberikan transfusi darah atau

komponen darah.

10.  IgM : Terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90

hari.

   IgG : Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG

mulai terdeteksi hari ke-2.

11.  Uji HI : Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang

   dari perawatan uji ini digunakan untuk kepentingan surveilens (Sudoyo, 2006:1710)

H. Penatalaksanaan

1. Tirah baring

2. Diit makanan lunak

Bila belum ada nafsu makan di anjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam

(susu, air dengan gula atau sirup) atau air tawar ditambah garam saja.

3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis

Untuk hiperpilaksia dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak dan

inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau

dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya pendarahan

4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi skunder

Transfusi darah dilakukan pada :

1.   Pasien dengan pendarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena

2.   Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukan penurunan kadar Hb

dan HT (Hendarwanto, 2000 :424-425)


I. Komplikasi

1. Perdarahan luas

Faktor penyebab perdarahan yang meluas adalah terjadinya kelainan fungsi trombosit sehingga

akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.

2. Syok

Akibat dari permeabilitas vaskuler yang meningkat maka akan berdampak pada kebocoran

plasma. Volume plasma akan menurun sehingga terjadi hipovolemia dan berakhir syok pada

penderita.

3. Efusi pleura

Infeksi virus dengue mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler. Hal ini

menyebabkan kebocoran plasma sehingga terjadi efusi pleura.

4. Penurunan kesadaran

Penurunan kesadaran pada penderita terjadi pada derajat IV yang ditandai dengan nadi yang

tidak teraba dan tekanan darah yang sulit diukur.(Mansjoer, 2000:428)

J. Pengkajian Fokus

1. Aktifitas / Istirahat

Gejala : Kelelahan umum, kelemahan, ketidakmampuan melakukan aktivitas

Tanda : Perubahan TTV

a. Tekanan darah menurun

b. Nadi meningkat

c. RR menurun

d. Suhu meningkat

2. Sirkulasi

Gejala : Tekanan darah menurun, perdarahan.

Tanda : Petakie, hipotensi, nadi cepat / takhikardi, kaki teraba dingin.

3. Integritas ego

Gejala : Perubahan pola hidup

Peningkatan faktor resiko


Tanda : Ansietas, muntah, anoreksia

4. Makanan / Cairan

Gejala : Mual, muntah, anoreksia

Tanda : Turgor kulit kurang atau jelek, penurunan BB, penurunan lemak / massa otot.

5. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, pusing dan terjadi penurunan kesadaran.

Tanda : Gelisah, ketakutan, disorientasi bahkan dilirium / koma.

6. Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri lokalisasi pada ulu hati, sakit kepala dan pusing.

7. Pernafasan

Gejala : Nafas pendek

Tanda : Dispnea

8. Hyegiene

Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan ADL.

Tanda : Kebersihan buruk, bau badan tidak enak.

( Doengoes, 2000 : 871-873)

K. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan terjadinya proses inflamasi

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

3. Kekurangan volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding

kapiler

4. Resti perdarahan berhubungan dengan trombositopeni

5. Gangguan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akibat proses dan pengobatan penyakit.

L. Fokus Intervensi

1. Hipertermi berhubungan dengan terjadinya proses inflamasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh pasien dapat kembali normal

KH : - suhu tubuh normal (36-37 °C)


- klien bebas dari demam

- Wajah klien tidak tampak kemerahan

Intervensi :

a. Observasi tanda-tanda vital selama 6jam

Rasional : Tanda vital merupakan acuhan untuk mengetahui keadaan umum pasien

b.Berikan kompres hangat

Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh

c. Anjurkan pasien untuk banyak minum 2,5 liter / 24 jam

Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi

dengan asupan cairan yang banyak

d.                        Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan jaket tebal

Rasional : Pasien tipis membantu mengurangi penguapan tubuh

e. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai dengan program dokter

Rasional : Pemberian cairan dan obat penurun panas sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

KH : - Klien menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan

- BB meningkat

- Nafsu makan meningkat

Intervensi :

a. Kaji keluhan mual, muntah yang dialami pasien

Rasional : untuk menetapkan cara mengatasinya

b.Beri makan dalam porsi kecil dan frekuensi sering

Rasional : untuk menghindari mual

c. Berikan makan dalam porsi masih hangat

Rasional : untuk meningkatkan nafsu makan

d.                        Catat jumlah porsi makan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari

Rasional : untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi

e. Timbang berat badan setiap hari


Rasional : untuk mengetahui perubahan berat badan

3. Kekurangan volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding

kapiler

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan volume cairan dalam tubuh dapat terpenuhi

KH : - Cairan tubuh terpenuhi

- Mukosa bibir lembab

- Turgor kulit baik

Intervensi :

a. Monitor vital sign

Rasional : Mengetahui kondisi pasien

b.Observasi tanda – tanda syok

Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok

c. Kaji keadaan umum pasien (lemah,pucat)

Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya

d.   Anjurkan pasien untuk minum yang banyak

Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh

e. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral

Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena

langsung ke dalam pembuluh darah.

4. Resti perdarahan berhubungan dengan trombositopeni

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan perdarahan tidak terjadi

KH : - Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut

- Jumlah trombosit meningkat

- Pasien tidak tampak lemas

Intervensi :

a. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis

Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah


b.Anjurkan pasien untuk banyak istirahat

Rasional : Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan

c. Berikan penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut

Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin

d.                        Kolaborasi pemberian obat

Rasional : Membantu mengurangi perdarahan

5. Gangguan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan aktivitas pasien terpenuhi

KH : - Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi

- Mampu beraktivitas mandiri

- Pasien tidak lemas

Intervensi :

a. Kaji keluhan pasien

Rasional : Untuk mengidentifikasikan masalah – masalah pasien

b. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu untuk dilakukan klien

Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan untuk mengetahui kebutuhanya

c. Bantu pasien memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan

Rasional : Bantuan sangat diperlukan untuk pasien saat kondisi lemah

d. Letakan barang-barang ditempat yang mudah terjangkau pasien

Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain

e. Libatkan keluarga untuk memenuhi kebutuhannya

Rasional : Dapat memotivasi pasien

6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akibat proses dan pengobatan penyakit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak lagi cemas

KH : - Pasien tidak selalu bertanya

- Pasien terlihat tenang

- Rasa cemas pasien dapat berkurang

Intervensi :

a. Kaji rasa cemas yang dialami pasien


Rasional : Tingkat kecemasan yang dialami pasien

b.Berikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaanya

Rasional : Meringankan beban pikiran pasien

c. Beri penjelasan mengenai keadaan yang dialami

Rasional : Memotivasi pasien dalam menghadapi sakitnya

d.   Tunjukkan sifat empati

Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik

e. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien

Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan pasien

Anda mungkin juga menyukai