Anda di halaman 1dari 72

TINJAUAN TEORITIS

Konsep Dasar DHF


1. Pengertian
Demam Dengue Fever (DHF) atau DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue. Manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragic. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematocrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue syok syndrome) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/syokk
(Sudowoet al, 2009).
DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus adengue (arbovirus) yang
masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedesaegepty (suriadi & ritayuliani,
2010).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang ditandai
dengan empat gejala klinis utama yaitu demam tinggi, perdarahan, hepatomegaly,
dan tanda kegagalan sirkulasi sampai timbul renjatan (sindrom renjatan dengue)
sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Padila,
2013).

2. Etiologi
Menurut Soedarto (2012), demam haemorrhagic fever (DHF) disebabkan oleh :
1. Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk kedalam Arbovirus
(Arthropodbornvirus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdpat di Indonesia dan dapat dibedakan
satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam gens
flavirus ini berdiameter 40 nanometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya
sel BHK (Babby Homster Kiney) maupun sel – sel Arthrpoda misalnya sel aedes
Albopictuus.
2. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies
lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe
akan menimbulkn antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi
tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
3. Manifestasi Klinis
Menurut Susilaningrum (2013) manifestasi klinis dari DHF adalah:
1) Demam.
Demam tinggi sampai 40 °C dan mendadak, Demam terjadi secara mendadak
berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih
rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala–gejala klinik yang
tidak spesifik misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan
persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2) Perdarahan.
Uji tourniquet positif. Perdarahan, petekia, epitaksis, perdarahan massif.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia (bintik-bintik merah akibat
perdarahan intradermal / submukosa) purpura (perdarahan dikulit), epistaksis
(mimisan), perdarahan gusi, perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat
pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis, dan
melena (tinja berwarna hitam karena adanya perdarahan. Perdarahan
gastrointestina biasanya didahului dengan nyeri perut yang hebat.
3) Anoreksia
4) Mual muntah
5) Nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut
6) Nyeri kepala
7) Nyeri otot dan sendi
8) Trombositopenia (<100.000/mm3)
9) Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasaanya hati sudah teraba, meskipun pada anak
yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali
dan hati teraba kenyal harus diperhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan
pada penderita.
10) Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda–tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin
pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila
syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang
buruk.
4. Klasifikasi
WHO dalam buku Nurarif (2013) membagi DBD/DHF menjadi 4 derajat, yaitu
sebagai berikut:

 Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan (uji
tourniquiet positif).
 Derajat II
Seperti derajat I disertai perdaarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
 Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah,
tekanan darah menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin dan lembab, gelisah
 Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur

5. Patofisiologi dan WOC


A. Patofisiologi
Menurut Huda dan Kusuma 2015 Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia
akan menyebabkan anak mengalami viremia. Beberpa tanda dan gejala yang
muncul seperti demam, sakit kepla, mual nyeri otot, pegal seluruh tubuh,
timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem vaskuler. Pada
penderita DBD, terdapat kerusakan yang umum pada sistem vaskuler yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah.
Plasma dapat menembus dinding vaskuler selama proses perjalanan penyakit,
dari mulai demam hingga anak mengalami renjatan berat. Volume plasma
dapat menurun hingga 30%. Hal inilah yang dapat mengakibatkan seseorang
mengalami kegagalan sirkulasi. Adanya kebocoran plasma ini jika tidak segera
ditangani dapat menyebabkan hipokisia jaringan, asidosis metabolik yang pada
akhirnya dapat berakibat fatal yaitu kematian. Virmia juga menimbulkan
agresitrombosit dalam darah sehingga menyebabkan trombositopeni yang
berpengaruh pada proses pembekuan darah.Perubahan fungsioner pembuluh
darah akibat kebocoran plasma yang berakhir pada perdarahan, baik pada
jaringan kulit maupun saluran cerna biasanya menimbulkn tanda seperti
munculnya purpura, petekie, hematemesis, atapun melena
B. PATHWAY DHF (Sumber : Huda dan Kusuma2015)
6. Pemeriksaan Penunjang
a) Darah
 Trombosit menurun
 Hb Meningkat lebih20%
 Ht Meningkat Lebih20 %
 Leukosit menurun pada hari ke –2 dan ke– 3
 Protein darah rendah
 Ureum PH bisa meningkat
 Na dan Cl rendah
b) Rontgen thorax
c) Uji tourniket ( Positif )

7. Penatalaksanaan
(Nursalam,2008)
Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan sirkulasi darah,
resiko terjadi pendarahan, gangguan suhu tubuh,akibat infeksi virus dengue,
ganggan rasa aman dan nyaman,kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
a. Kegagalan sirkulasi darah
Dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam jaringan
ekstrovaskular, yang puncaknya terjadi pada saat renjatan akan terlihat pada
tubh pasien menjadi sembab (edema) dan darah menjadi kental. Pengawasan
tanda vital (nadi, TD, suhu dan pernafasan) perlu dilakukan secara kontinu,
bila perlu setiap jam. Pemeriksan Ht, Hb dan trombosit sesuai dokter setiap 4
jam. Perhatikan apakah pasien kencing/ tidak.
b. Risiko terjadi pendarahan
Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya
faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya pendarahan utama
pada traktus gastrointestinal. Pendarahan grastointestinal didahului oleh
adanya rasa sakit perut yang hebat atau daerah retrosternal.
Bila pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu diukur. Karena
melihat seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan secepatnya. Makan
dan minum pasien perlu dihentikan. Bila pasien sebelumnya tidak dipasang
infus segera dipasang. Formulir permintaan darah disediakan. Perawatan
selanjutnya seperti pasien yang menderita syok. Bila terjadi pendarahan
(melena, hematesis) harus
dicatat banyaknya/warnanya serta waktu terjadinya pendarahan. Pasien yang
mengalami pendarahan gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk
membantu mengeluarkan darah dari lambung.
c. Gangguan suhu tubuh
Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakitar atau hari ke-2
sampai ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia yang dapat menyebabkan
pasien kejang. Peningkatan suhu tubuh akibat infeksi virus dengue maka
pengobatannya dengan pemberian antipiretika dan antikonvulsan. Untuk
membantu penurunan suhu dan mencegah agar tidak meningkat dapat
diberikan kompres dingin, yang perlu diperhatikan, bila terjadi penurunan suhu
yang mendadak disertai berkeringat banyak sehingga tubuh teraba dingin dan
lembab, nadi lembut harus waspada karena gejala renjatan. Kontrol TD dan
nadi harus lebih sering dan dicatat secara baik dan memberitahu dokter.
d. Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena penyakitnya dan
akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada pasien DHF menderita lebih
karena pemeriksaan darah Ht, trombosit, Hb secara periodik (setiap 4 jam) dan
mudah terjadi hematom, serta ukurannya mencari vena jika sudah stadium II.
Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenang, yakinkan
dahulu vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi hematom segera oleskan
trombophob gel/kompres dengan alkohol. Bila pasien datang sudah kolaps
sebaiknya dipasang vena seksi agar tidak terjadi coba-coba mencari vena dan
meninggalkan bekas hematom dibeberapa tempat. Jika sudah musim banyak
pasien DHF sebaiknya selalu tersedia set vena seksi yang telah seteril
(Ngastiyah, 2005).

Medis
Pada dasarnya pengobatan pada DB bersifat simtomatis dan suportif
 DHF tanpa renjatan/shock
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi.
 DHF disertai renjatan/shock (DSS)
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah
atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai
kondisi klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48 jam.
Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
8. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue yaitu
perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue
(SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai
dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun
menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau
sampai nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung
jari, hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau
anuria (Pangaribuan 2017).
ASUHAN KEPERAWATAN

Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan DHF


A. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang
penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien
dirawat di rumah sakit (Widyorini et al. 2017).
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari
15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua,
dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit
adalah panas tinggi dan anak lemah
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam
kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak
semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati,
dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit,
gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami serangan
ulangan DHF dengan tipe virus lain.
5. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
koplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun
buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya. Anak yang menderita
DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila kondisi
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak
dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.
7. Kondisi Lingkungan Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)
8. Pola Kebiasaan
a) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan menurun.
b) Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang mengalami diare atau
konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria. Riwayat
penyakit keluarga
c) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit
atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun
istirahatnya berkurang.
d) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk Aedes
aegypty.
e) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :
a) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan
nadi lemah.
b) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
c) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,
kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
d) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tekanan darah
tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit
tampak biru.
10. Sistem Integumen
a) Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab
b) Kuku sianosis atau tidak
11. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis, hidung
kadang mengalami perdarahan atau epitaksis pada grade II,III,IV. Pada mulut
didapatkan bahwa mukosa mulut kering , terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan.
Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan ditelinga
(pada grade II,III,IV).

12. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak terdapat cairan yang
tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales +, ronchi +, yang biasanya
terdapat pada grade III dan IV.
13. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau hepatomegaly dan asites
14. Ekstremitas
Dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
15. Pemeriksaan laboratorium
16. Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a) HB dan PVC meningkat (≥20%)
b) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
c) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
d) Ig. D dengue positif
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia
f) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
g) Asidosis metabolic : pCO2

B. Konsep Hospitalisasi Pada Anak


1. Pengertian hospitalisasi
Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan
kembali kerumah.
Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan
yang asing, lingkungannya yang asing, orang tua yang kurang mendapat dukungan
emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress
anak meningkat. Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak
terapi juga pada orang tuanya terjadi (Mendiri & Prayogi 2016).
2. Faktor yang menyebabkan stress
Faktor yang menyebabkan stress akibat hospitalisasi yaitu (Mendiri & Prayogi 2016) :
a. Lingkungan
Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang baru bagi
dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.

b. Berpisah dengan Keluarga


Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian, jauh dari
keluarga dan suasana rumah yang akrab dan harmonis.
c. Kurang Informasi
Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh
perawat atau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya dan kuatir akan akibat
yang mungkin timbul karena penyakitnya.
d. Masalah Pengobatan
Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena anak merasa
bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan menyakitkan.
3. Faktor risiko yang meningkatkan anak lekas tersinggung pada stress hospitalisasi
(Mendiri & Prayogi 2016).
a. Temperamen yang sulit
b. Ketidakcocokan antara anak dengan orang tua
c. Usia antara 6 bulan – 5 tahun
d. Anak dengan jenis kelamin laki-laki
e. Intelegensi dibawah rata-rata
f. Stres yang berkali-kali dan terus-manerus.
4. Reaksi-reaksi saat hospitalisasi (di RS) sesuai dengan perkembangan anak (Mendiri &
Prayogi 2016).
a. Bayi (0-1 tahun)
Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan
pembinaan kasih sayangnya terganggu. Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk
memahami secara maksimal bagaimana reaksi bayi bila dirawat, Karena bayi belum
dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya. Sedangkan pada bayi dengan usia
yang lebih dari 6 bulan, akan banyak menunjukkan perubahan. Pada bayi usia 8
bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang yang berbeda-beda dengan
dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger Anxiety” (cemas pada orang yang tidak
dikenal), sehingga bayi akan menolak orang baru yang belum dikenal. Kecemasan
ini dimanifestasikan dengan menangis, marah dan pergerakan yang berlebihan.
Disamping itu bayi juga telah merasa memiliki ibunya ibunya, sehingga jika
berpisah dengan ibunya akan menimbulkan Separation Anxiety (cemas akan
berpisah). Hal ini akan kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka akan
menangis sejadijadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.

b. Toddler (1-3 tahun)


Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang memadai
dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak dengan ibu sangat dekat
sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan orang yang
terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal serta akan mengakibatkan
perasaan tidak aman dan rasa cemas. Disebutkan bahwa sumber stress utama pada
anak yaitu akibat perpisahan (usia 15-30 bulan). Anxietas perpisahan disebut juga
Analitic Depression respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3 tahap,
yaitu :
 Tahap Protes Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit
dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain
tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian
orang lain.
 Tahap Putus Asa (Despair) Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis
berkurang, tidak aktif, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, menarik
diri, sedih dan apatis.
 Tahap menolak (Denial/Detachment) Pada tahap ini secara samar-samar anak
menerima perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain serta
kelihatan mulai menyukai lingkungan. Toddler telah mampu menunjukkan
kestabilan dalam mengontrol dirinya dengan mempertahankan kegiatan rutin
seperti makan, tidur, mandi, toileting dan bermain. Akibat sakit dan dirawat di
Rumah Sakit, anak akan kehilangan kebebasan dan pandangan egosentrisnya
dalam mengembangkan otonominya. Hal ini kan menimbulkan regresi.
Ketergantungan merupakan karakteristik dari peran sakit. Anak akan bereaksi
terhadap ketergantungan dengan negatifistik dan agresif. Jika terjadi
ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit kronik) maka anak
akan berespon dengan menarik diri dari hubungan interpersonal.
c. Pra Sekolah (3-6 tahun)
Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan orang tuannya dan
anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan orang lain. Walaupun demikian
anak tetap membutuhkan perlindungan dari keluarganya. Akibat perpisahan akan
menimbulkan reaksi seperti : menolak makan, menangis pelan-pelan, sering
bertanya misalnya : kapan orang tuanya berkunjung, tidak kooperatif terhadap
aktifitas sehari-hari. Kehilangan kontrol terjadi karena adanya pembatasan aktifitas
sehari-hari dan karena kehilangan kekuatan diri. Anak pra sekolah membayangkan
bahwa dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak
aman dan kemandiriannya dihambat. Anak akan berespon dengan perasaan malu,
bersalah dan takut. Anak usia pra sekolah sangat memperhatikan penampilan dan
fungsi tubuh. Mereka menjadi ingin tahu dan bingung melihat seseorang dengan
gangguan penglihatan atau keadaan tidak normal. Pada usia ini anak merasa takut
bila mengalami perlukaan, anak menganggap bahwa tindakan dan prosedur
mengancam integritas tubuhnya. Anak akan bereaksi dengan agresif, ekspresif
verbal dan depandensi. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa infeksi,
mengukur tekanan darah, mengukur suhu perrektal dan prosedur tindakan lainnya
tidak akan menimbulkan perlukaan.
d. Sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa khawatir akan
perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan ketrampilan,
merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan rasa aman dan perlindungan dari
orang tua namun tidak memerlukan selalu ditemani oleh orang tuanya. Pada usia ini
anak berusaha independen dan produktif. Akibat dirawat di rumah sakit
menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan kekuatan. Hal ini terjadi karena
adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut mati dan kehilangan
kegiatan dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah sakit seperti bedrest,
penggunaan pispot, kurangnya privasi, pemakaian kursi roda, dll. Anak telah dapat
mengekpresikan perasaannya dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri. Anak
akan berusaha mengontrol tingkah laku pada waktu merasa nyeri atau sakit dengan
cara menggigit bibir atau menggengam sesuatu dengan erat. Anak ingin tahu alasan
tindakan yang dilakukan pada dirinya, sehingga ia selalu mengamati apa yang
dikatakan perawat.
e. Remaja (12-18 tahun)
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah sakit adalah
akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan kelompok. Anak tidak merasa
takut berpisah dengan orang tua akan tetapi takut kehilangan status dan hubungan
dengan teman sekelompok. Kecemasan lain disebabkan oleh akibat yang
ditimbulkan oleh akibat penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya privasi. Sakit dan
dirawat merupakan ancaman terhadap identitas diri, perkembangan dan kemampuan
anak. Reaksi yang timbul bila anak remaja dirawat, ia akan merasa kebebasannya
terancam sehingga anak tidak kooperatif, menarik diri, marah atau frustasi. Remaja
sangat cepat mengalami perubahan body image selama perkembangannya. Adanya
perubahan dalam body image akibat penyakit atau pembedahan dapat menimbulkan
stress atau perasaan tidak aman. Remaja akan berespon dengan banyak bertanya,
menarik diri dan menolak orang lain.
5. Reaksi keluarga pada hospitalisasi anak (Mendiri & Prayogi 2016).
Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap anggota dalam keluarga :
a. Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat dirumah sakit.
Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang informasi tentang prosedur dan
pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa depan anak. Orang tua bereaksi
dengan tidak percaya terutama jika penyakit anaknya secara tiba-tiba dan serius.
Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka akan bereaksi dengan marah
dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri karena tidak mampu merawat anak
sehingga anak menjadi sakit.
b. Reaksi Sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit adalah marah,
cemburu, benci dan bersalah. Orang tua seringkali mencurahkan perhatiannya lebih
besar terhadap anak yang sakit dibandingkan dengan anak yang sehat. Hal ini akan
menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang sehat dan anak merasa ditolak.

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP
PPNI 2017) :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas
nilai normal
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan)
5. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan
kebocoran plasma darah
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
9. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
10. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan
D. INTERVENSI (RENCANA KEPERAWATAN)

NO DIAGnoSA TUJUAN INTERVENSI


1. Pola napas tidak efektif Mempertahankan pola pernafasan Observasi
berhubungan dengan hambatan normal/efektif  Monitor pola napas (frekuensi, usaha napas)
upaya napas  Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing)
Kriteria Hasil :  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik
 Kapasitas vital meningkat  Posisikan semi fowler atau fowler
 Dispneu menurun  Berikan minum hangat
 Frekuensi napas membaik  Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
2 Hipertermia berhubungan dengan Suhu tubuh agar tetap berada pada Observasi
proses penyakit rentang normal  Identifikasi penyebab hipertermia
 Monitor suhu tubuh
Kriteria Hasil :  Monitor kadar elektrolit
 Menggigil menurun  Monitor haluaran urine Terapeutik
 Kulit merah menurun  Sediakan lingkungan yang dingin
 Suhu tubuh membaik  Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Tekanan darah membaik  Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
3 Nyeri akut berhubungan dengan Diharapkan nyeri yang dirasakan klien
Observasi
agen pencedera fisiologis berkurang  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
Kriteria Hasil :  Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri menurun  Identifikasi respons nyeri non verbal
 Meringis menurun  Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Gelisah menurun Terapeutik
 Pola napas membaik  Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
terapi musik, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4 Defisit nutrisi berhubungan denganAnoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat
Observasi
faktor psikologis (keengganan teratasi.  Identifikasi status nutrisi
untuk makan)  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Kriteria Hasil :  Identifikasi makanan yang disukai
 Porsi makanan yang dihabiskan  Monitor asupan makan
meningkat  Monitor berat badan
 Frekuensi makan membaik  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik
 Nafsu makan membaik  Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu

Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,
antimietik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
5 Hipovolemia berhubungan dengan Gangguan volume cairan tubuh dapatObservasi
peningkatan permeabilitas teratasi  Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis, frekuensi nadi meningkat,
kapiler nadi terasa lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
Kriteria Hasil : turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin
 Turgor kulit meningkat menurun, hematokrit meningkat, haus lemah)
 Output urine meningkat  Monitor intake dan output cairan Terapeutik
 Tekanan darah dan nadi  Berikan asupan cairan oral
membaik
 Kadar Hb membaik Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL) f)
Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis, glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis, albumin, plasmanate) h)
Kolaborasi pemberian produk darah
6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Observasi:
berhubungan dengan keperawatan - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelemahan fisik diharapkan intoleransi aktivitas kelelahan
meningkat. - Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
Kriteria Hasil - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
Toleransi aktivitas
aktivitas Terapeutik:
 Frekuensi nadi - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya,
 Kemudahan dalam suara, kunjungan)
melakukan aktivitas sehari- - Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
hari - Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi:
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
FORMAT PENGAKJIAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
II. Hasil lab
III. Analisa Data

Nama pasien : An. N

No. RM : 211xxxxx

Tanggal Lahir/umur : 8 th

DATA ETIOLOGI PROBLEM


Data Subjektif : Thrombosis mengalami kerusakan Resiko Syok
Pasien mengatakan lemas metamorfosis

Data Objektif :
- Nadi teraba lemah Trombositopenia
- TD : tdk terdeteksi (MAP :
82) Resiko syok
- CRT : > 2 detik
- HR : 110x/mnt
- Nadi radialis teraba lemah
- Akral dingin
- Suhu : 37,7º c

Data Subjektif : pelepasan neurotrnsamintter Nyeri akut


Pasien mengatakan badan sakit (histamine, bradikinin,
prostaglandin)
semua
Data objektif :
Pasien tampak meringis, bersikap berikatan dengan reseptor nyeri
waspada
Comfort scale : 15
impuls nyeri masuk ke thalamus

nyeri akut

IV. Diagnosa Keperawatan


V. Implementasi
VI. Evaluasi Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai