2. Etiologi
Menurut Soedarto (2012), demam haemorrhagic fever (DHF) disebabkan oleh :
1. Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk kedalam Arbovirus
(Arthropodbornvirus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdpat di Indonesia dan dapat dibedakan
satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam gens
flavirus ini berdiameter 40 nanometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya
sel BHK (Babby Homster Kiney) maupun sel – sel Arthrpoda misalnya sel aedes
Albopictuus.
2. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies
lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe
akan menimbulkn antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi
tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
3. Manifestasi Klinis
Menurut Susilaningrum (2013) manifestasi klinis dari DHF adalah:
1) Demam.
Demam tinggi sampai 40 °C dan mendadak, Demam terjadi secara mendadak
berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih
rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala–gejala klinik yang
tidak spesifik misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan
persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2) Perdarahan.
Uji tourniquet positif. Perdarahan, petekia, epitaksis, perdarahan massif.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia (bintik-bintik merah akibat
perdarahan intradermal / submukosa) purpura (perdarahan dikulit), epistaksis
(mimisan), perdarahan gusi, perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat
pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis, dan
melena (tinja berwarna hitam karena adanya perdarahan. Perdarahan
gastrointestina biasanya didahului dengan nyeri perut yang hebat.
3) Anoreksia
4) Mual muntah
5) Nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut
6) Nyeri kepala
7) Nyeri otot dan sendi
8) Trombositopenia (<100.000/mm3)
9) Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasaanya hati sudah teraba, meskipun pada anak
yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali
dan hati teraba kenyal harus diperhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan
pada penderita.
10) Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda–tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin
pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila
syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang
buruk.
4. Klasifikasi
WHO dalam buku Nurarif (2013) membagi DBD/DHF menjadi 4 derajat, yaitu
sebagai berikut:
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan (uji
tourniquiet positif).
Derajat II
Seperti derajat I disertai perdaarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah,
tekanan darah menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin dan lembab, gelisah
Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur
7. Penatalaksanaan
(Nursalam,2008)
Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan sirkulasi darah,
resiko terjadi pendarahan, gangguan suhu tubuh,akibat infeksi virus dengue,
ganggan rasa aman dan nyaman,kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
a. Kegagalan sirkulasi darah
Dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam jaringan
ekstrovaskular, yang puncaknya terjadi pada saat renjatan akan terlihat pada
tubh pasien menjadi sembab (edema) dan darah menjadi kental. Pengawasan
tanda vital (nadi, TD, suhu dan pernafasan) perlu dilakukan secara kontinu,
bila perlu setiap jam. Pemeriksan Ht, Hb dan trombosit sesuai dokter setiap 4
jam. Perhatikan apakah pasien kencing/ tidak.
b. Risiko terjadi pendarahan
Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya
faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya pendarahan utama
pada traktus gastrointestinal. Pendarahan grastointestinal didahului oleh
adanya rasa sakit perut yang hebat atau daerah retrosternal.
Bila pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu diukur. Karena
melihat seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan secepatnya. Makan
dan minum pasien perlu dihentikan. Bila pasien sebelumnya tidak dipasang
infus segera dipasang. Formulir permintaan darah disediakan. Perawatan
selanjutnya seperti pasien yang menderita syok. Bila terjadi pendarahan
(melena, hematesis) harus
dicatat banyaknya/warnanya serta waktu terjadinya pendarahan. Pasien yang
mengalami pendarahan gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk
membantu mengeluarkan darah dari lambung.
c. Gangguan suhu tubuh
Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakitar atau hari ke-2
sampai ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia yang dapat menyebabkan
pasien kejang. Peningkatan suhu tubuh akibat infeksi virus dengue maka
pengobatannya dengan pemberian antipiretika dan antikonvulsan. Untuk
membantu penurunan suhu dan mencegah agar tidak meningkat dapat
diberikan kompres dingin, yang perlu diperhatikan, bila terjadi penurunan suhu
yang mendadak disertai berkeringat banyak sehingga tubuh teraba dingin dan
lembab, nadi lembut harus waspada karena gejala renjatan. Kontrol TD dan
nadi harus lebih sering dan dicatat secara baik dan memberitahu dokter.
d. Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena penyakitnya dan
akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada pasien DHF menderita lebih
karena pemeriksaan darah Ht, trombosit, Hb secara periodik (setiap 4 jam) dan
mudah terjadi hematom, serta ukurannya mencari vena jika sudah stadium II.
Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenang, yakinkan
dahulu vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi hematom segera oleskan
trombophob gel/kompres dengan alkohol. Bila pasien datang sudah kolaps
sebaiknya dipasang vena seksi agar tidak terjadi coba-coba mencari vena dan
meninggalkan bekas hematom dibeberapa tempat. Jika sudah musim banyak
pasien DHF sebaiknya selalu tersedia set vena seksi yang telah seteril
(Ngastiyah, 2005).
Medis
Pada dasarnya pengobatan pada DB bersifat simtomatis dan suportif
DHF tanpa renjatan/shock
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi.
DHF disertai renjatan/shock (DSS)
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah
atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai
kondisi klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48 jam.
Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
8. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue yaitu
perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue
(SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai
dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun
menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau
sampai nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung
jari, hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau
anuria (Pangaribuan 2017).
ASUHAN KEPERAWATAN
12. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak terdapat cairan yang
tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales +, ronchi +, yang biasanya
terdapat pada grade III dan IV.
13. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau hepatomegaly dan asites
14. Ekstremitas
Dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
15. Pemeriksaan laboratorium
16. Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a) HB dan PVC meningkat (≥20%)
b) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
c) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
d) Ig. D dengue positif
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia
f) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
g) Asidosis metabolic : pCO2
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP
PPNI 2017) :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas
nilai normal
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan)
5. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan
kebocoran plasma darah
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
9. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
10. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan
D. INTERVENSI (RENCANA KEPERAWATAN)
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
2 Hipertermia berhubungan dengan Suhu tubuh agar tetap berada pada Observasi
proses penyakit rentang normal Identifikasi penyebab hipertermia
Monitor suhu tubuh
Kriteria Hasil : Monitor kadar elektrolit
Menggigil menurun Monitor haluaran urine Terapeutik
Kulit merah menurun Sediakan lingkungan yang dingin
Suhu tubuh membaik Longgarkan atau lepaskan pakaian
Tekanan darah membaik Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Berikan cairan oral
Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen, aksila)
Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
3 Nyeri akut berhubungan dengan Diharapkan nyeri yang dirasakan klien
Observasi
agen pencedera fisiologis berkurang Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
Kriteria Hasil : Identifikasi skala nyeri
Keluhan nyeri menurun Identifikasi respons nyeri non verbal
Meringis menurun Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
Gelisah menurun Terapeutik
Pola napas membaik Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
terapi musik, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4 Defisit nutrisi berhubungan denganAnoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat
Observasi
faktor psikologis (keengganan teratasi. Identifikasi status nutrisi
untuk makan) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Kriteria Hasil : Identifikasi makanan yang disukai
Porsi makanan yang dihabiskan Monitor asupan makan
meningkat Monitor berat badan
Frekuensi makan membaik Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik
Nafsu makan membaik Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,
antimietik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
5 Hipovolemia berhubungan dengan Gangguan volume cairan tubuh dapatObservasi
peningkatan permeabilitas teratasi Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis, frekuensi nadi meningkat,
kapiler nadi terasa lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
Kriteria Hasil : turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin
Turgor kulit meningkat menurun, hematokrit meningkat, haus lemah)
Output urine meningkat Monitor intake dan output cairan Terapeutik
Tekanan darah dan nadi Berikan asupan cairan oral
membaik
Kadar Hb membaik Edukasi
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL) f)
Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis, glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis, albumin, plasmanate) h)
Kolaborasi pemberian produk darah
6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Observasi:
berhubungan dengan keperawatan - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelemahan fisik diharapkan intoleransi aktivitas kelelahan
meningkat. - Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
Kriteria Hasil - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
Toleransi aktivitas
aktivitas Terapeutik:
Frekuensi nadi - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya,
Kemudahan dalam suara, kunjungan)
melakukan aktivitas sehari- - Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
hari - Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi:
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
FORMAT PENGAKJIAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
II. Hasil lab
III. Analisa Data
No. RM : 211xxxxx
Tanggal Lahir/umur : 8 th
Data Objektif :
- Nadi teraba lemah Trombositopenia
- TD : tdk terdeteksi (MAP :
82) Resiko syok
- CRT : > 2 detik
- HR : 110x/mnt
- Nadi radialis teraba lemah
- Akral dingin
- Suhu : 37,7º c
nyeri akut