Anda di halaman 1dari 27

2023

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN


KEPERAWATAN PADA PENYAKIT DENGUE
HAEMORAGIC FEVER (DHF)

OLEH :
NI WAYAN SUMARNI, A.MD.KEP
NIK. 2022.02.02.368

RS BaliMéd KARANGASEM
DAFTAR ISI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF) ....................................... 3


1. Definisi ........................................................................................................................................... 3
2. Etiologi ........................................................................................................................................... 3
3. Patofisiologi .................................................................................................................................... 4
4. Pathway........................................................................................................................................... 6
5. Klasifikasi ....................................................................................................................................... 7
6. Manifestasi Klinis ........................................................................................................................... 7
7. Tanda Dan Gejala ........................................................................................................................... 8
8. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................................. 8
9. Penatalaksanaan ............................................................................................................................ 11
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DHF.................................................................................. 12
1. Pengkajian..................................................................................................................................... 12
2. Diagnosa Keperawatan.................................................................................................................. 17
3. Intervensi Keperawatan ................................................................................................................. 18
4. Implementasi Keperawatan ........................................................................................................... 21
5. Evaluasi......................................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 22

2
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT
DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)

A. KONSEP PENYAKIT DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)


1. Definisi Penyakit DHF

Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi


masalah kesehatan di Indonesia dengan insiden dan angka kematian cukup tinggi.
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa
penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda
perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechie), lebam (echymosis), atau
ruam (purpura), kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran
menurun atau renjatan (shock).
Demam dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali ditandai
dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam, dan leukopenia
sebagai gejalanya. Demam berdarah dengue (DHF) ditandai dengan empat gejala
klinis utama: demam tinggi, fenomena hemoragi, sering dengan hepatomegali dan
pada kasus berat disertai tanda – tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat
mengalami syok yang diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut
sindrom syock dengue (DSS) dan sering menyebabkan fatal ( Sitio, 2008).

2. Etiologi

a. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer
dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan
baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
3
b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis
yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang –
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia
masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun
virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika
seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38).

4
3. Patofisiologi

Virus Dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegepty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks
virus antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktifasi sistem komplemen. Akibat
aktifasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, 2 peptida berdaya untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel
dinding itu.

Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya


faktor koagulasi (protrobin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen ) merupakan
faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah permeabilitas dinding pembuluh
darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan
diatesis hemoragik, Renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat
bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi
bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. (Suriadi dan Rita
Yuliani, 2006).
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan demam karena
proses infeksi. Hal tersebut akan merangsang hipotalamus sehingga terjadi
termoregulasi yang akan meningkatkan reabsorsi Na dan air sehingga terjadi
hipovolemi, selain itu juga terjadi kebocoran plasma karena terjadi peningkatan
permeabilitas membran yang juga mengakibatkan hipovolemi, syok dan jika tak
teratasi akan terjadi hipoksia jaringan yang dapat mengakibatkan kematian.
Selain itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan trombositopenia
yang akan mengakibatkan perdarahan, dan jika virus masuk ke usus akan
mengakibatkan gastroenteritis sehingga terjadi mual dan muntah.

5
4. Pathway

Arbovirus (melalui Beredar dalam aliran darah Infeksi virus dengue (viremia)
nyamuk aedes aegepty)

PGE2, hipotalamus Membentuk dan melepaskan zat Mengaktifkan sistem komplemen


C3a, C5a

HIPERTERMI Peningkatan reabsorpsi Na+ dan H20 Permeabilitas membrane ↑

Agregasi trombosit Kerusakan endotel pembuluh RESIKO SYOK


darah HIPOVOLEMIK

Trombositopeni Merangsang dan mengaktivasi Renjatan hipovolemik dan


faktor pembekuan hipotensi

DIC Kebocoran plsma

RESIKO perdarahan
PERDARAHAN

Resiko perfusi jaringan


tidak efektif

Asidosis metabolik Hipoksia jaringan

RESIKO SYOK
KEKURANGAN VOLUME Ke ekstravaskuler
HIPOVOLEMIK
CAIRAN

Paru-paru Hepar Abdomen

Efusi pleura hepatomegali ascites

Mual muntah
KETIDAKEFEKTIFAN Penekanan intra abdomen
POLA NAFAS
Ketidakseimbangan nutrisi
Nyeri dari kebutuhan tubuh

6
5. Klasifikasi Penyakit
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF)
dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :

1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan
seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena,
perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan
darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

6. Manifestasi Klinis

a. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian
turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung
demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri
punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).
b. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. (
Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada
saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993

7
; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut
yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).
c. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan
tejadi renjatan pada penderita . (Soederita, 1995 ; 39).
d. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).

7. Tanda Dan Gejala

1. Demam tinggi dan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
Manifestasi perdarahan : uji rumpeleede positif, ptekiae, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena
2. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, diare atau
konstipasi, nyeri ulu hati
3. Nyeri sendi , nyeri kepala, nyeri otot, rasa sakit di daerah belakang bola mata
(retro orbita), hepatomegali, splenomegali.
4. Kadang ditemui keluhan batuk pilek dan sakit menelan.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun
obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto, 1995 ; 39).

8. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Darah Lengkap


a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu
menggunakan darah atau disebut lab serial yang terdiri dari hemoglobin,
PCV, dan trombosit. Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia

8
(100.000 / ml atau kurang) dan hemotoksit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematoksit pada masa konvaselen.
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti
pada DHF dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi
hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Asidosis metabolic
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan

2) Tes NS1
Di dalam virus dengue, terdapat protein yang bernama NS1 yang akan masuk ke
darah saat terjadi infeksi. Tes NS1 dilakukan untuk mendeteksi keberadaan protein ini
dalam darah. Tes ini direkomendasikan untuk dilakukan pada masa awal infeksi..
3) Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012) Sumsum tulang pada
awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5 dengan
gangguan maturasi dan pada hari ke 10 sudah kembali normal untuk semua system
4) Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
5) USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena tidak
menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ
pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat
digunakan sebagai alat menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih
berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedudan penebalan pancreas

9
6) Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif
namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun)
sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk
diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau
tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai
pesumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(Vasanwala dkk. 2012).
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan
butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa
tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Dan biasanya memakai
cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) (Vasanwala dkk. 2012)
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus dengue
karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negatif maka
uji harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif maka dilaporkan
sebagai negatif. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah
adanya infeksi (Vasanwala dkk. 2012)
e. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction
(RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil
cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA
dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk
(Vasanwala dkk. 2012).
10
9. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi
dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter dalam 24 jam.
Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang
diberikan antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur < 12
bulan 50 mg IM, anak umur > 1tahun 75 mg. Jika kejang lebih dari 15 menit
belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus
diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien terus menerus
muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat .
b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai pengganti cairan
hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL, jika
pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma
ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat
pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas
teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, maka tetesan infus dikurangi
menjadi 10 mL/kg BB/jam (Ngastiyah 2005)
c. Cairan (Rekomendasi WHO, 2007)
1). Kristaloid
- Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Laktat (D5/RL).
- Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Asetat (D5/RA).
- Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutan
Faali (d5/GF).
2). Koloid
- Dextran 40%
- Plasma

11
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb
dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam
dan kompres hangat.
b) Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang
pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka
tetesan infus tetap tidak lancar maka jika 2 tempat akan membantu
memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah
dan yang lain cairan biasa.
c) Derajat III dan IV
- Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit
(RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
- Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
- Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
- Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
- Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat – obatan maupun darah yang diperlukan.
- Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu pengeluaran
darah dari lambung. NGT bisa dicabut apabila perdarahan telah
berhenti. Jika kesadaran telah membaik sudah boleh diberikan diet
cair.

12
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT DHF
1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat.
Hasil pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk menentukan masalah
keperawatan yang muncul pada pasien. Konsep keperawatan anak pada klien
DHF menurut Ngastiyah (2005) yaitu sebagai berikut :
1) Pengkajian Keperawatan

Pengkajian dengan Penyakit infeksi Demam Berdarah Dengue Menurut Nursalam


2005 adalah sebagai berikut :
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang utama pada pasien Demam Berdarah Dengue untuk
datang ke Rumah Sakit adalah hipertermi dan lemah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil, dan
saat demam kesadaran komposmentis. Turunnya panas terjadi antara hari
ke 3 dan ke 7 dan semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan
batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri uluh hati, dan pergerakan
bola mata terasa pegal, serta adanya manisfestasi perdarahan pada kulit,
gusi (grade 3 dan 4), melena, atau hematemesis.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Demam Berdarah Dengue,
bisa mengalami serangan ulangan Demam Berdarah Dengue dengan tipe
virus yang lain.
5. Riwayat imunisasi
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
13
6. Riwayat gizi
Status gizi yang menderita Demam Berdarah Dengue dapat bervariasi.
Semua dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila
terdapat faktor predisposisinya. yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut, dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi,
maka dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya
menjadi kurang.

7. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).
8. Pola kebiasaan
a) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
• Tanyakan kepada pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan dan
kondisi tubuh tetap baik dan datang ke pelayanan kesehatan untuk
melakukan perawatan apabila terjadi perburukan kondisi. Kaji
pengetahuan pasien tentang penyakitnya, saat pasien sakit tindakan
yang dilakukan pasien untuk menunjang kesehatannya.
• Tanyakan pada pasien bagaimana pandangannya tentang penyakit
yang dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi pasien. Biasanya
pasien yang datang ke rumah sakit sudah mengalami gejala pada
stadium lanjut.
b) Pola Nutrisi/metabolik
• Yang dikaji pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis
makanan (kalori, protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi, konsumsi
snack (makanan ringan), nafsu makan, pola minum, jumlah,
frekuensi.
c) Pola eliminasi
• Eliminasi atau buang air besar.Kadang-kadang mengalami diare
atau konstipasi. Sementara Demam Berdarah Dengue pada grade III-
IV bisa terjadi melena.
• Eliminasi urine atau buang air kecil perlu dikaji apakah sering
14
kencing sedikit atau banyak sakit atau tidak. Pada Demam Berdarah
Dengue grade IV sering terjadi hematuria.
d) Pola aktivitas dan latihan
• Data Subjektif : Rasa lemah cepat lelah
• Data Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea, sesak, demam hilang
timbul.
e) Pola tidur dan istirahat
• Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur,kapan (malam, siang),
rasa tidak nyaman yang mengganggu istirahat, apakah mudah
terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur.Insomnia mungkin
teramati.Biasanya pasien mengalami sulit tidur, perubahan pada pola
istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti
demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
f) Pola kognitif-perseptual
• Kaji tingkat kesadaran pasien dan status mental klien. Kaji nyeri
dengan Provokasi (penyebab), Qualitas nyerinya seperti apa), Region
(di daerah mana yang nyeri), Scale (skala nyeri 1-10), Time (kapan
nyeri terasa bertambah berat).
• Data Subjektif : Nyeri pada kepala dan abdomen. Data Obiektif :
Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Sikap penerimaan pasien terhadap dirinya. Pola persepsi diri perlu dikaji,
meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri. Masalah
tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak
berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah. Kaji
bagaimana pasien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya.
Apakah pasien merasa rendah diri. Biasanya pasien akan merasa sedih
dan rendah diri karena penyakit yang dideritanya.
h) Pola seksual dan reproduksi
Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi
frekuensi hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, kesulitan
melakukan seks, continuitas hubungan seksual. Kaji apakah ada masalah
hubungan dengan pasangan. Apakah ada perubahan kepuasan pada
15
pasien. Biasanya pasien akan mengalami gangguan pada hubungan
dengan pasangan karena sakit yang diderita.
i) Pola peran-hubungan
Pasien biasanya akan terganggu karena ketidakmampuannya dalam
melakukan perawatan pada dirinya. Begitu juga hubungannya dengan
pasangan, keluarga maupun orang lain disekitarnya. Kaji bagaimana
peran fungsi pasien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di
rumah sakit, serta bagaimana hubungan sosial pasien dengan masyarakat
sekitarnya. Biasanya pasien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan
orang lain.
j) Pola manajemen koping stress
Perubahan peran, respon keluarga, yang bervariasi dapat menjadi
pendukung berkurang atau meningkatnya stress yang dapat dialami oleh
pasien. Kaji apa yang biasa dilakukan pasien saat ada masalah dan orang
terdekat pasien. Biasanya pasien akan sering bertanya tentang
pengobatan.
k) Sistem nilai dan keyakinan
Tanyakan pada pasien tentang nilai dan kepercayaan yang diyakininya.
Ini sering kali berpengaruh terhadap intervensi yang akan kita berikan
nantinya. Kaji bagaimana pengaruh budaya, nilai dan keyakinannya
terhadap pasien menghadapi penyakitnya. Apakah ada pantangan budaya,
nilai dan keyakinannya dalam proses penyembuhan pasien. Biasanya
pasien lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

9. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari


ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan atau (grade)
Demam Berdarah Dengue, keadaan fisik adalah sebgai berikut:
➢ Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah.
➢ Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, dan
perdarahan spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil dan tidak teratur.
➢ Grade III : kesadaran apatis, somnolent, keadaan umum lemah, nadi
16
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
➢ Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat,
dan kulit tampak biru.

10. Sistem integumen


➢ Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab.
➢ Kuku sianosis/tidak
➢ Kepala dan leher. Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan
(epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa
mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri telan.
Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing ( pada Grade II,
III, IV).
➢ Dada: Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto
thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (
efusi pleura), rales (+), Ronchi (+), yang biasanya terdapat pada grade
III dan IV.
➢ Abdomen: Mengalami nyeri tekan, Pembesaran hati (hepetomegali),
asites.
➢ Ekstremitas: Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF (Nanda, 2015)
yaitu sebagai berikut :

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan


intravaskuler ke ekstravaskuler.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat
spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.
d. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis (penekanan intra abdomen)
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
17
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran
plasma darah.
g. Resiko syok (hipovolemik)
h. Resiko perdarahan

18
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Aktivitas (NIC)


1 Hipertermi berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor suhu tubuh dan warna kulit
jam diharapkan suhu tubuh dalam rentang normal 2. Monitor WBC , Hb, Hct
dengan proses infeksi virus
dengan kriteria hasil : 3. Monitor intake dan output
dengue. a. Suhu tubuh dalam rentang normal 4. Lakukan tapid sponge
b. Nadi dan RR dalam rentang normal 5. Kompres hangat/dingin bila perlu
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak 6. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
ada pusing
2 Kekurangan volume cairan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor status hidrasi (kelembaban
jam diharapkan volume cairan dalam tubuh membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan
berhubungan dengan
seimbang dengan kriteria hasil : darah ortostatik)
pindahnya cairan a. Mempertahankan urine output sesuai dengan 2. Monitor vital sign
usia dan BB, HT normal 3. Monitor intake dan output cairan
intravaskuler ke
b. Tanda-tanda vital dalam rentang normal 4. Monitor status nutrisi
ekstravaskuler. c. Tidak ada tanda dehidrasi 5. Kolaborasi dalam pemberian cairan per IV
d. Elastisitas turgor baik, membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa haus berlebihan
3 Ketidakefektifan pola nafas Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
jam diharapkan pola nafas dalam rentang normal ventilasi
berhubungan dengan jalan
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi perlunya alat bantu nafas buatan
nafas terganggu akibat a. Mampu mendemonstrasikan batuk bersih dan 3. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
suara nafas bersih, tidak ada sisnosis dan 4. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
spasme otot-otot pernafasan,
dispneu 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
nyeri, hipoventilasi. b. Menunjukan jalan nafas yang paten tambahan
c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal 6. Kolaborasi dalam pemberian terapi

19
4 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif (lokasi,
jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
dengan cidera biologis
: faktor presipitasi)
(penekanan intra abdomen) a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab 2. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri, mampu menggunakan teknik non 3. Ajarkan teknik non farmakologi dalam
farmakologi untuk mengurangi nyeri) mengurangi nyeri
b. Melaporkan nyeri berkurang 4. Tingkatkan istirahat
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 5. Kolaborasi dalam pemberian terapi
frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
5 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 1. Kaji adanya alergi makanan
jam diharapkan nutrisi tubuh dalam keadaan 2. Monitor adanya penurunan berat badan
kurang dari kebutuhan tubuh
seimbang dengan kriteria hasil : 3. Monitor mual muntah
berhubungan dengan intake a. Adanya peningkatan BB 4. Monitor turgor kulit
b. Tidak ada menunjukan malnutrisi 5. Monitor nilai albumin, HB dan HT
nutrisi yang tidak adekuat
c. Menunjukan peningkatan fungsi menelan dan 6. Monitor jaringan konjungtiva
akibat mual dan nafsu makan pengecapan 7. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai
d. Tidak terjadi penurunan BB berarti kebutuhan nutrisi
yang menurun.
6 Ketidakefektifan perfusi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 1. monitor bila adanya daerah tertentu yang
jam diharapkan perfusi jaringan perifer dalam peka terhadap rangsangan
jaringan perifer berhubungan
rentang normal dengan kriteria hasil : 2. monitor adanya peretese
dengan kebocoran plasma a. Tekanan diastole dan systole dalam rentang 3. monitor adanya tromboplebitis
normal 4. kolaborasi dalam pemberian analgetik
darah.
b. tidak ada ortostatik hipertensi
c. tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial (tidak lebih dari 15mmHg)

20
7 Resiko syok (hipovolemik) Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor status sirkulasi BP, warna dan suhu
jam diharapkan penurunan resiko syok dengan kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi
kriteria hasil : perifer dan CRT.
a. Nadi dalam rentang normal 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
b. Irama jantung dalam rentang normal 3. Monitor nilai AGD, HT, HB, dan elektrolit
c. Frekuensi nafas dalam rentang normal 4. Monitor tanda gejala asites
d. Irama pernafasan dalam batas normal 5. Monitor fungsi neurologis
e. Natrium, kalium, klorida, kalsium, 6. Monitor fungsi renal (BUN dan Cr level)
magnesium dan pH darah dalam batas normal 7. Kolaborasi dalam pemberian terapi
8. Kolaborasi dalam pemberian cairan per IV
8 Resiko perdarahan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor tanda-tanda perdarahan
jam diharapkan terjadinya penurunan resiko 2. Catat nilai HB dan HT sebelum dan sesudah
pendarahan dengan kriteria hasil : terjadinya perdarahan
a. Tidak ada hematuria dan hematemesis 3. Monitor tanda vital (RR, nadi TD, dan suhu)
b. Tanda vital dalam batas nirmal 4. Monitor nilai PT, PTT, dan koagulasi
c. Tidak ada perdarahan pervagina 5. Monitor status cairan
d. Tidak ada distensi abdominal 6. Kolaboasi dalam pemberian terapi
e. HB dan HT dalam rentang normal 7. Kolaborasi dalam pemberian transfusi
f. Plasma, PT, PTT dalam batas normal 8. Kolaborasi dalam pemberian cairan per IV

21
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana – rencana perawatan (Tarwoto Wartonah, 2006).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan sebagai
pengukuran dari keberhasilan rencana tindakan keperawatan. Hasil evaluasi dapat
berupa
a. Tujuan tercapai
Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan
b. Tujuan tercapai sebagian
Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standart yang telah
ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai
Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali bahkan
timbul masalah baru

22
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC

Effendi, Christantie. (1995). Ensiklopedia Demam Berdarah. Edisi Revisi. Jakarta


: Insan Utama.

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jakarta : EGC

Nelson. (1997). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. Jakarta : EGC

Tjokronegoro Arjatmo, Utama Hendra. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : FKUI

23
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF) DI RUANG RATNA
RUMAH SAKIT BALIMED KARANGASEM

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tanggal MRS : 24-03-2023 Jam Masuk : Pk. 16.00 wita


Tanggal Pengkajian : 24-03-2023 No. RM : 00.16.84
Jam Pengkajian : Pk. 17.00 Wita
Hari rawat ke : I (satu)
Diagnosa masuk : DHF grade I H-2

a. IDENTITAS PASIEN

1. Nama : Ganadipha Putra Pringgaswara Putu (An)


2. Jenis Kelamin : Laki-Laki
3. Umur : 7 Tahun
4. Suku/ Bangsa : Indonesia
5. Agama : Hindu
6. Pendidikan : SD
7. Pekerjaan : Siswa
8. Alamat : Br. Dinas Bengkel, Antiga Kelod, Manggis
9. Sumber Biaya : Orang Tua

b. IDENTITAS KELUARGA PASIEN (Yang dapat Dihubungi)

1. Nama : I Nyoman Kerta Widnyana


2. Jenis Kelamin : Laki-Laki
3. Umur : 40 Tahun
4. Agama : Hindu
5. Pendidikan : Sarjana
6. Pekerjaan : Swasta
7. Alamat : Br. Dinas Bengkel, Antiga Kelod, Manggis
8. Hub dengan pasien : Orang Tua (Ayah)
24
c. KELUHAN UTAMA
Keluhan utama : Demam

d. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dikatakan demam sejak tanggal 22 Maret 2023, demam dirasakan
naik turun, pasien tidak mau makan dan minum, BAK dirasakan kurang.

e. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah dirawat sebelumnya : tidak
2. Riwayat penyakit kronik : tidak
3. Riwayat Alergi
- Obat-obatan : tidak
- Makanan : tidak

f. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium)

1. Rapid Antigen : Non-Reaktif

2. Pemeriksaan Darah Lengkap (DL) (terlampir)

3. Pemeriksaan Blood Smear (malaria) : negatif

g. TERAPI MEDIS
1. IVFD RL 500 (30 tpm)
2. Ceftriaxone 2 x 750 mg
3. Ondancentron 3 x 2 mg
4. Paracetamol (IV) 250mg

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme ditandai dengan
demam naik turun, kulit teraba hangat, mukosa bibir kering.

25
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan
Hasil
1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitor suhu tubuh
berhubungan tindakan keperawatan 2. Monitor tekanan darah,
dengan selama 3 x 24 jam, maka nadi, dan RR
peningkatan laju diharapkan hipertermi 3. Monitor penurunan tingkat
metabolisme teratasi dengan kriteria kesadaran
ditandai dengan hasil : 4. Monitor intake dan output
demam naik turun. 1. Suhu tubuh dalam 5. Kaji tanda-tanda phlebitis
rentang normal 6. Kompres hangat pada
(36,50C – 37,50C) lipatan paha dan aksila
2. Nadi dalam rentang 7. Kolaborasi :
normal (60-100 - Pemberian antipiretik
x/menit) - Cairan intravena
3. RR dalam rentang - Pemeriksaan DL
normal 16-20
x/menit)
4. Tidak ada perubahan
warna kulit

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Memonitor KU dan vital sign pasien
2. Memonitor tingkat kesadaran pasien
3. Memonitor intake dan output pasien
4. Mengkaji tanda-tanda phlebitis
5. Memberikan kompres hangat pada dahi, aksila, dan lipatan paha.
6. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena (Ringer Lactat) dan terapi
antipiretik (Paracetamol)

26
E. EVALUASI KEPERAWATAN
➢ S : Pasien dikatakan masih demam, makan minum menurun.
BAK dalam batas normal
➢ O : KU : stabil
TD : 100/60 mmHg
N : 96 x/menit
RR : 20 x/menit
SPO2 : 98%
S : 37,70C
Kulit teraba hangat, mukosa bibir kering
➢ A : Tujuan belum tercapai sebagian, masalah belum teratasi
➢ P : Lanjutkan Intervensi
a. Monitor suhu tubuh
b. Monitor tekanan darah, nadi, dan RR
c. Monitor penurunan tingkat kesadaran
d. Monitor intake dan output
e. Kaji tanda-tanda phlebitis
f. Kompres hangat pada lipatan paha dan aksila
g. Kolaborasi :
- Pemberian antipiretik (paracetamol)
- Cairan intravena (RL)
- Pemeriksaan DL secara berkala

27

Anda mungkin juga menyukai