Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN PASIEN DHF (DENGUE

HEMORAGIC FEVER) DI RUANG AYODYA

RSUD DHARMA YADNYA

OLEH :

I KOMANG GEDE ALEX MAHAYASA

223213453

A16-B

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA SEKOLAH

TINGGI KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR

2023
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian DHF

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue


haemorhagic fever//DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi
yang disetai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau penumpukan cairan
dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Sudoyo
Aru, dkk 2009)

Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak


dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa
demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi
Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegepty atau oleh Aedes Albopictus (Titik Lestari, 2016)

DHF adalah infeksi arbovirus( arthropoda-borne virus) akut,


ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005). Dengue
Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes
albopictus. Virus ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan sistem
pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis, seperti Asia Tenggara,
India, Brazil, Amerika, termasuk diseluruh pelosok Indonesia, kecuali di
tempat- tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan air
laut. Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia
dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya
dapat ditularkan melalui nyamuk (Prasetyono 2012).
2. Klasifikasi

Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue menurut (Nurarif &


Hardhi,

2015) yaitu :

DD/DBD Derajat Derajat Laoratorium


DD Demam disertai 2 Leukopenia Serologi dengue
atau lebih tanda : Trombositopenia, positif
mialgia, Sakit tidak
kepala nyeri ditemukan bukti
retroorbital, ada kebocoran
artralgia plasma

DBD I Gejala diatas Trombositopenia (<100.000/ul)


ditambah uji
bukti ada kebocoran plasma
bendung positif
DBD II Gejala diatas
ditambah
perdarahan spontan

DBD III Gejala diatas


ditambah
kegagalan sirkulasi
(kulit dingin
dan lembab
DBD IV Syok berat
disertai dengan
tekanan darah dan
nadi
tidak teratur
3. Etiologi

Empat virus dengue yang berbeda diketahui menyebabkan


demam berdarah. Demam berdarah terjadi ketika seseorang digigit oleh
nyamuk yang terinfeksi virus. Nyamuk Aedes aegypti adalah spesies
utama yang menyebar penyakit ini. Ada lebih dari 100 juta kasus baru
demam berdarah setiap tahun di seluruh dunia. Sejumlah kecil ini
berkembang menjadi demam berdarah. Kebanyakan infeksi di Amerika
Serikat yang dibawa dari negara lain. Faktor risiko untuk demam berdarah
termasuk memiliki antibodi terhadap virus demam berdarah dari infeksi
sebelumnya (Vyas, et al, 2014).

Virus dengue termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae terdapat


4 serotipe virus dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, keempatnya
ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah
epidermis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Nurarif & Hardhi,2015).

4. Patofisologi
Fenomena patologis menurut (Herdman , 2012), yang utama pada
penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang
mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan
permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma
yang secara otomatis jumlah trombosit berkurang, terjadinya hipotensi
(tekanan darah rendah) yang dikarenakan kekurangan haemoglobin,
terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%) dan renjatan
(syok). Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh
penderita adalah penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit
(petekie), sakit tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran limpa (splenomegali).
Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran atau perembesan plasma ke ruang ekstra seluler sehingga nilai
hematocrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau
hematocrit darah berkala untuk mengetahuinya. Setelah pemberian cairan
intravena peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma
telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan
dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung.
Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang
buruk bahkan bisa mengalami renjatan dan apabila tidak segera ditangani
dengan baik maka akan mengakibatkan kematian. Sebelumnya terjadinya
kematian biasanya dilakukan pemberian transfusi guna menambah semua
komponen-komponen di dalam darah yang telah hilang.
5. Gejala Klinis
1. Masa Inkubasi
Sesudah nyamuk menggigit penderita dan memasukkan virus
dengue ke dalam kulit , terdapat masa laten yang berlangsung 4 – 5 hari
diikuti oleh demam , sakit kepala dan malaise.

2. Demam

Demam terjadi secara mendadak berlagsung selama 2 – 7 hari


kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsungnya demam , gejala- gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
, anoreksia , nyeri punggung , nyeri tulang dan persendian , nyeri kepala
dan rasa lemah dapat menyertainya.

3. Perdarahan

Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua dari demam dan


umumnya terjadi pada kulit , dan dapat berupa uji turniket yang positif ,
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena , petekia dan purpura.
Selain itu juga dapat dijumpai epstaksis dan perdarahan gusi ,
hematomesis dan melena.

4. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba , meskipun


pada anak yang kurang gizi hati juga sudah teraba. Bila terjadi
peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal , harus diperhatikan
kemungkinan akan terjadinya renjatan pada penderit
5. Renjatan ( syok )
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ketiga sejak sakitnya
penderita , dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab , dingin pada ujung hidung , jari tangan dan jari kaki serta cyanosis
di sekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukkan prognosis yang buruk. Nadi menjadi lembut dan cepat , kecil
bahkan sering tidak teraba. Tekanan darah sistolik akan menurun sampai
di bawah angka 80 mmHg.
6. Gejala klinik lain

Nyeri epigastrum , muntah – muntah , diare maupun obstipasi dan


kejang – kejang. Keluhan nyeri perut yang hebat seringkali menunjukkan
akan terjadinya perdarahan gastrointestinal dan syok.
( Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002 ).

6. Pemeriksaan Fisik

a) Kepala
1. Rambut
Pada klien dengan DHF biasanya pemeriksaan pada rambut akan terlihat
sedikit berminyak karena klien belum mampu mencuci rambut karena
demam dan lemas.
2. Mata
Pada klien dengan DHF pada pemeriksaan mata, penglihatan klien baik,
mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik.
3. Telinga
Pada klien dengan DHF tidak ada gangguan pendengaran, tidak adanya
serumen, telinga klien simetris, dan klien tidak merasa nyeri ketika di
palpasi.
4. Hidung
Klien dengan DHF biasanya pemeriksaan hidung simetris, bersih, tidak
ada sekret, tidak ada pembengkakan.
5. Mulut
Klien dengan DHF kebersihan mulut baik, mukosa bibir kering dan mulut
selalu terbuka.
6. Leher
Klien dengan DHF tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid.
b) Thorax
 Paru- paru
Inspeksi : Klien dengan DHF dadanya simetris kiri kanan.

Palpasi : Pada klien dengan DHF saat dilakukan palpasi tidak


teraba massa.

Perkusi : Pada klien dengan DHF saat diperkusi di atas lapang paru
bunyinya normal.

Auskultasi : Klien dengan DHF suara nafasnya normal.

 Jantung

Inspeksi : Klien dengan DHF ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Klien dengan DHF ictus cordis tidak teraba.

Perkusi : Suara jantung dengan kasus DHF berbunyi normal.

Auskultasi : Reguler, apakah ada bunyi tambahan atau tidak.

 Abdomen

Inspeksi : Klien dengan DHF abdomen tidak membesar atau


menonjol, simetris.

Auskultasi : Peristaltik normal.

Palpasi : Klien tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : Klien dengan DHF suara abdomennya normal (Timpani).

 Ekstremitas

Klien dengan DHF biasanya ekstremitasnya dalam keadaan normal.

 Genitalia

Pada klien dengan DHF klien tidak ada mengalami gangguan pada genitalia.

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Centers for Disease Control and Prevention, 2009), Pada setiap
penderita dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Pada penderita yang
disangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematocrit,
dan trombosit setiap 2-4 jam pada hari pertama perawatan. Selanjutnya
setiap 6-12 jam sesuai dengan pengawasan selama perjalanan penyakit.
Misalnya dengan dilakukan uji tourniquet.
1. Uji tourniquet
Perocbaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan
cara mengenakan pembendungan kepada vena sehingga darah menekan
kepada dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu penyebab kurang
kuat akan rusak oleh pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu
keluar dari kapiler dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga.
Nampak sebagai bercak kecil pada permukaan kulit.
Pandangan mengenai apa yang boleh dianggap normal sering
berbeda-beda. Jika ada lebih dari 10 petechia dalam lingkungan itu maka
test biasanya baru dianggap abnormal, dikatakan juga tes itu positif.
Seandainya dalam lingkungan itu tidak ada petechial, tetapi lebih jauh
distal ada, percobaan ini (yang sering dinamakan Rumpel-Leede) positif
juga.
2. Hemoglobin
Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan
bermacammacam cara yaitu dengan cara sahli dan sianmethemoglobin.
Dalam 28 laboratorium cara sianmethemoglobin (foto elektrik) banyak
dipakai karena dilihat dari hasilnya lebih akurat disbanding sahli, dan lebih
cepat. Nilai normal untuk pria 13-15 gr/dl dan wanita 12-14 gr.dl.
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau
sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti
peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling
awal yang dapat ditemukan pada penderita demam berdarah atau yang
biasa disebut dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau DHF.
3. Hematokrit
Nilai hematokrit ialah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah
dan disebut dengan persen dan dari volume darah itu. Biasanya nilai itu
ditentukan dengan darah vena atau darah kapiler. Nilai normal untuk pria
40-48 vol% dan wanita 37-43 vol%. penetapan hematocrit dapat dilakukan
sangat teliti, kesalahan metodik rata-rata kurang lebih 2%. Hasil itu
kadang-
kadang sangat penting untuk menentukan keadaan klinis yang menjurus
kepada tindakan darurat.
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari
perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan
penyakit demam berdarah. Seperti telah disebutkan bahwa peningkatan
nilai hematocrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi
akibat kebocoran plasma. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi
berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan 29
kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah disertai perdarahan,
umumnya nilai hematocrit tidak meningkat bahkan menurun.
Telah ditentukan bahwa pemeriksaan Ht secara berkala pada
penderita DHF mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a. Pada saat pertama kali seorang anak dicurigai menderita DHF,
pemeriksaan ini turut menentukan perlu atau tidaknya anak itu dirawat.
b. Pada penderita DHF tanpa rejatan pemeriksaan hematocrit berkala ikut
menentukan perlu atau tidaknya anak itu diberikan cairan intravena.
c. Pada penderita DHF pemeriksaan Ht berkala menentukan perlu atau
tidaknya kecepatan tetesan dikurangi, menentukan saat yang tepat untuk
menghentikan cairan intravena dan menentukan saat yang tepat untuk
memberikan darah.
4. Trombosit
Trombosir sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar
dibedakan deari kotoran kecil. Lagi pula sel-sel itu cenderung melekat
pada permukaan asing (bukan endotel utuh) dan menggumpal-gumpal.
Jumlah trombosit dalam keadaan normal sangat dipengaruhi oleh
cara menghitungnya, sering dipastikan nilai normal itu antara 150.000 –
400.000/µl darah. Karena sukarnya dihitung, penelitian semukuantitatif
tentang jumlah trombosit dalam sediaan apus darah sangat besar artinya
sebagai pemeriksaan penyaring. Cara langsung menghitung trombosit 30
dengan menggunakan electronic particle counter mempunyai keuntungan
tidak melelahkan petugas laboratorium (Sofiyatun, 2008).
Diagnosis tegas dari infeksi dengue membutuhkan konfirmasi
laboratorium, baik dengan mengisolasi virus atau mendeteksi
antibodidengue spesifik. untuk virus isolasi atau deteksi DENV RNA
dalam serum spesimen oleh serotipe tertentu, real-time terbalik
transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), an-fase akut spesimen
serum harus dikumpulkan dalam waktu 5 hari dari onset gejala. Jika virus
tidak dapat diisolasi atau dideteksi dari sampel ini, spesimen serum fase
sembuh diperlukan setidaknya 6 hari setelah timbulnya gejala untuk
membuat diagnosis serologi dengan tes antibodi IgM untuk dengue dengan
IgM antibodi-capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA)
(Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Pemeriksaan diagnosis dari infeksi dengue dapat dibuat hanya
dengan pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada isolasi virus,
terdeteksinya antigen virus atau RNA di dalam serum atau jaringan, atau
terdeteksinya antibody yang spesifik pada serum pasien. Pada fase akut
sample darah diambil sesegera mungkin setelah serangan atau dugaan
penyakit demam berdarah dan pada fase sembuh idealnya sample diambil
2-3 minggu kemudian. Karena terkadang sulit untuk mendapatkan sampel
pada fase sembuh, bagaimanapun, sampel darah kedua harus selalu
diambil dari pasien yang dirawat pada saat akan keluar dari rumah sakit.

I. Diagnosis serologis

Lima tes serologi dasar telah secara rutin digunakan untuk


diagnosis infeksi dengue; hemaglutinasi-inhibisi (HI), complement
fixation (CF), uji netralisasi (NT), imunoglobulin M (IgM) enzyme-linked
immunosorbent assay capture (MAC-ELISA), dan imunoglobulin G
langsung ELISA. Terlepas dari uji yang digunakan, diagnosis serologi
tegas tergantung signifikan (empat kali lipat atau lebih) kenaikan titer
antibodi spesifik antara sampel serum fase akut dan fase sembuh. Antigen
baterai untuk sebagian besar tes serologi harus mencakup semua serotipe
dengue empat virus, flavivirus lain (seperti virus demam kuning, virus
ensefalitis Jepang, atau St Louis ensefalitis virus), nonflavivirus (seperti
virus Chikungunya atau timur
kuda virus ensefalitis ), dan idealnya, kontrol jaringan antigen yang tidak
terinfeksi.
Dari tes di atas, HI paling sering digunakan; karena sensitif, mudah
untuk dilakukan, hanya membutuhkan peralatan minim, dan sangat tepat
jika dilakukan dengan benar. Karena antibodi HI bertahan untuk waktu
yang lama (hingga 48 tahun dan mungkin lebih lama), tes ini ideal untuk
studi seroepidemiologic.
Tes CF tidak sering digunakan untuk pemeriksaan diagnostic
serologis secara rutin. Karena lebih sulit untuk dilakukan, dibutuhkan
tenaga yang sangat terlatih, dan karena itu tidak digunakan di sebagian
besar laboratorium dengue.
NT adalah tes serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Protokol yang paling umum digunakan di laboratorium dengue
adalah serum pengenceran pengurangan plak NT. Secara umum, titer
antibodi penetral-naik pada waktu yang sama atau sedikit lebih lambat dari
titer antibodi HI dan ELISA tetapi lebih cepat daripada titer antibodi CF
dan bertahan selama setidaknya 48 tahun.
MAC ELISA adalah tes serologis yang sangat sering digunakan
untuk mendiagnosis dengue yang terjadi pada beberapa tahun yang lalu.
Karena mudah dan cepat. Anti dengue IgM berkembang menjadi sedikit
lebih cepat daripada antibody IgG. Kespesifikan dari MAC-ELISA sama
dengan HI. I
I. PCR Reverse transcriptase PCR (RT-PCR) telah dikembangkan
untuk sejumlah virus RNA dalam beberapa tahun terakhir dan memiliki
potensi untuk merevolusi diagnosis laboratorium; untuk demam berdarah,
RTPCR menyediakan diagnosis-serotipe spesifik yang cepat. Metode ini
cepat, sensitif, sederhana, dan direproduksi jika dikontrol dengan baik dan
dapat digunakan untuk mendeteksi RNA virus dalam sampel manusia
klinis, jaringan otopsi, atau nyamuk. Meskipun RT-PCR memiliki
sensitivitas yang mirip dengan sistem isolasi virus yang menggunakan C6 /
36 kultur sel, penanganan yang buruk, penyimpanan yang buruk, dan
adanya antibodi biasanya tidak mempengaruhi hasil PCR seperti yang
mereka lakukan
isolasi virus. Sejumlah metode yang melibatkan primer 33 dari lokasi yang
berbeda dalam genom dan pendekatan yang berbeda untuk mendeteksi
produk RT-PCR telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir.
Harus ditekankan, bagaimanapun RT-PCR tidak boleh digunakan sebagai
pengganti isolasi virus. Ketersediaan virus isolat penting untuk
karakteristik perbedaan strain virus, karena informasi ini sangat penting
untuk pengawasan dan patogenesis studi virus. Sayangnya, banyak
laboratorium sekarang melakukan tes RT-PCR tanpa kontrol yang tepat
kualitas, yaitu, isolasi virus atau pengujian serologis. Sejak RT-PCR
sangat sensitif terhadap kontaminasi amplikon, tanpa kontrol yang tepat
hasil positif palsu dapat terjadi. Perbaikan dalam teknologi ini,
bagaimanapun, harus membuatnya lebih berguna di masa depan.
8. Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I
dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara
cepat maka pasien dapat ditolong. Hepatomegali sebagai salah satu
patokan WHO untuk diagnosis DBD dilaporkan sangat bervariasi.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa mungkin hepatomegali berkaitan
dengan galur dan serotipe virus. Hasil analisis regresi logistik
memperlihatkan bahwa parameter klinis yang bermakna sebagai faktor
prognosis adalah hepatomegali dan perdarahan saluran cerna (Raihan et
al., 2016).

9. Penatalaksanaan

1. Medis

a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien


dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter dalam
24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik. Jika terjadi
kejang diberikan antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak
umur < 12 bulan 50 mg IM, anak umur > 1tahun 75 mg. Jika kejang lebih
dari 15 menit belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3
mg/kgBB. Infus
diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien terus menerus
muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat .
b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai pengganti
cairan hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya
RL, jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau
plasma ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan
renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi,
nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, maka tetesan
infus dikurangi menjadi 10 mL/kg BB/jam (Ngastiyah 2005)
c. Cairan (Rekomendasi WHO, 2007)
1). Kristaloid
- Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Laktat (D5/RL).
- Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Asetat (D5/RA).
- Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutan
Faali (d5/GF).
2). Koloid
- a). Dextran 40
- b). Plasma
2. Keperawatan
a) Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb
dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam
dan kompres hangat.
b) Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang
pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka
tetesan infus tetap tidak lancar maka jika 2 tempat akan membantu
memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah
dan yang lain cairan biasa.
c) Derajat III dan IV
- Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit
(RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
- Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
- Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
- Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
- Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat – obatan maupun darah yang diperlukan.
Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu pengeluaran
darah dari lambung. NGT bisa dicabut apabila perdarahan telah berhenti.
Jika kesadaran telah membaik sudah boleh diberikan makanan cair.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Oleh karena itu,
pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat
penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan
pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu. Berikut ini adalah
pengkajian keperawatan pada pasien dengan dengue hemorrhagic fever menurut
(Widyorini et al., 2017):

a. Pengumpulan data
1. Identitas

Data klien, mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,


pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No
RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian dan ruangan tempat klien dirawat.

2. Riwayat kesehatan klien

Riwayat kesehatan pada klien dengan DHF sebagai berikut :


a) Keluhan utama

Alasan spesifik untuk kunjungan klien ke klinik atau rumah sakit.


Biasanya klien dengan DHF mengeluhkan demam/ panas naik turun.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Data yang didapat biasanya klien mengeluh demam disertai dengan


menggigil, mual, muntah, lemas, pusing, dan pegal- pegal. Selain itu
terdapat tanda perdarahan seperti petekie, epistaksis, diare bercampur
darah dan gusi berdarah.

3. Data biologis dan fisiologis Meliputi hal-hal sebagai berikut :


a) Pola nutrisi

Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, makanan pantangan


dan nafsu makan, serta diet yang diberikan. Pada klien dengan DHF
biasanya mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah.

b) Pola eliminasi

Dikaji mengenai pola BAK dan BAB klien, pada BAK yang dikaji
mengenai frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau serta keluhan saat
berkemih, sedangkan pada pola BAB yang dikaji mengenai frekuensi,
konsistensi, warna dan bau serta keluhan- keluhan yang dirasakan. Pada
klien dengan DHF biasanya BAK sedikit dan BAB diare bahkan sampai
melena.

c) Pola istirahat dan tidur

Dikaji pola tidur klien, mengenai waktu tidur, lama tidur, kebiasaan
mengantar tidur serta kesulitan dalam hal tidur. Pada klien dengan DHF
biasanya mengalami gangguan pola istirahat tidur karena pusing dan
pegal- pegal di badan.

d) Pola Aktivitas

Dikaji perubahan pola aktivitas klien. Pada klien dengan DHF

klien mengalami gangguan aktivitas karena badan lemas.


e) Pola Personal Hygiene

Kaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene


(mandi, oral hygiene, gunting kuku, keramas). Pada klien dengan DHF
biasanya ia jarang mandi karena demam.

4. Pemeriksaan fisik
c) Kepala
7. Rambut
Pada klien dengan DHF biasanya pemeriksaan pada rambut akan terlihat
sedikit berminyak karena klien belum mampu mencuci rambut karena
demam dan lemas.
8. Mata
Pada klien dengan DHF pada pemeriksaan mata, penglihatan klien baik,
mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik.
9. Telinga
Pada klien dengan DHF tidak ada gangguan pendengaran, tidak adanya
serumen, telinga klien simetris, dan klien tidak merasa nyeri ketika di
palpasi.
10. Hidung
Klien dengan DHF biasanya pemeriksaan hidung simetris, bersih, tidak
ada sekret, tidak ada pembengkakan.
11. Mulut
Klien dengan DHF kebersihan mulut baik, mukosa bibir kering dan mulut
selalu terbuka.
12. Leher
Klien dengan DHF tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid.
d) Thorax
 Paru- paru

Inspeksi : Klien dengan DHF dadanya simetris kiri kanan.

Palpasi : Pada klien dengan DHF saat dilakukan palpasi tidak teraba massa.
Perkusi : Pada klien dengan DHF saat diperkusi di atas lapang paru
bunyinya normal.

Auskultasi : Klien dengan DHF suara nafasnya normal.

 Jantung

Inspeksi : Klien dengan DHF ictus cordis tidak terlihat. Palpasi : Klien
dengan DHF ictus cordis tidak teraba.

Perkusi : Suara jantung dengan kasus DHF berbunyi normal. Auskultasi :


Reguler, apakah ada bunyi tambahan atau tidak.

 Abdomen

Inspeksi : Klien dengan DHF abdomen tidak membesar atau menonjol,


simetris.

Auskultasi : Peristaltik normal. Palpasi : Klien tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : Klien dengan DHF suara abdomennya normal (Timpani).

 Ekstremitas

Klien dengan DHF biasanya ekstremitasnya dalam keadaan normal.

 Genitalia

Pada klien dengan DHF klien tidak ada mengalami gangguan pada genitalia.

5. Data Psikologis

Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu :

a) Citra tubuh
Sikap ini mencakup persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai dan tidak disukai.
b) Ideal diri
Persepsi klien terhadap tubuh, posisi, status, tugas, peran, lingkungan
dan terhadap penyakitnya.
c) Harga diri
Penilaian/ penghargaan orang lain, hubungan klien dengan orang lain.
d) Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum dirawat dan kepuasan klien terhadap
status dan posisinya.
e) Peran
Seperangkat perilaku/tugas yang dilakukan dalam keluarga dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas.
6. Data Sosial dan Budaya
Dikaji mengenai hubungan atau komunikasi klien dengan keluarga,
tetangga, masyarakat dan tim kesehatan termasuk gaya hidup, faktor sosial
kultural dan support system.
7. Stresor
Setiap faktor yang menentukan stress atau mengganggu keseimbangan.
Seseorang yang mempunyai stresor akan mempersulit dalam proses suatu
penyembuhan penyakit.
8. Koping Mekanisme
Suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan
stres yang dihadapi.
9. Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan Perlu dikaji agar
tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan efisien.
10. Data Spiritual
Pada data spiritual ini menyangkut masalah keyakinan terhadap tuhan
Yang Maha Esa, sumber kekuatan, sumber kegiatan keagamaan yang biasa
dilakukan dan kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan selama sakit serta
harapan klien akan kesembuhan penyakitnya.
11. Data Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. HB dan PVC meningkat (>20%)
2. Trombositopenia (<100.000/ml)
3. Leukopenia
4. Ig. D dengue positif
5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia dan hyponatremia
6. Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7. Asidosis metabolik : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah
8. SGOT/SGPT mungkin meningkat
b) Uji serologi
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita yang
terjadi setelah infeksi.
c) Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat
reaksi hemaglutinasi darah oleh virus dengue yang disebut reaksi
hemaglutinasi inhibitor (HI).
d) Uji netralisasi
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test
(PRNT).
e) Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination
Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitif dari pada uji HI. Prinsip dari
metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi IgM dan IgG di dalam
serum penderita.
f) Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/IV dan sebagian
besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang sering muncul pada kasus DHF menurut ((Erdin, 2018;
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), yaitu :
a) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
b) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
c) Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
ditandai dengan kebocoran plasma darah
d) Resiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
e) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur operasi dibuktikan dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur.

3. RENCANA TINDAKAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Menurut
Keperawata Hasil SIKI
n
1 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen
tindakan keperawatan Hipertermia
selama 3 x 24 jam maka
termoregulasi membaik Observasi
dengan kriteria hasil :  Identifikasi
1. Menggigil menurun penyebab
2. Takikardi menurun hipertermia
3. Suhu tubuh membaik  Monitor suhu tubuh
(36,0) Terapeutik
4. Tekanan darah  Longgarkan atau
membaik lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Lakukan
pendinginan
eksternal
 Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
Edukasi
 Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena
2. Defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Nutrisi tindakan keperawatan Observasi :
selama 3 x 24 jam  Identifikasi
dengan kriteria hasil : status nutrisi
1. Nafsu makan  Identifikasi
meningkat alergi dan
2. Porsi makan intoleransi
bertambah makanan
3. Berat badan  Monitor asupan
menigkat makan
 Monitor berat
badan
 Monitor hasil
pemeriksaan
laboratoriun
Terapeutik
 Lakukan oral
care
 Fasilitasi
menentukan
pedoman-
pedoman diet
Edukasi
 Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan jika
perlu
3. Resiko Setelah dilakukan Observasi
Hipovolemia tindakan keperawatan  Periksa tanda dan
selama 3 x 24 jam gejala hipovolemia
dengan kriteria hasil : (mis: frekuensi nadi
 Kekuatan nadi meningkat, nadi
meningkat teraba lemah,
 Output urin tekanan darah
meningkat menurun, tekanan
 Membran nadi menyempit,
mukosa lembab turgor kulit
meningkat menurun, membran
 Ortopnea mukosa kering,
menurun volume urin
 Dispnea menurun,
menurun hematokrit
 Paroxysmal meningkat, haus,
nocturnal lemah)
dyspnea (PND)  Monitor intake dan
menurun output cairan
 Edema anasarka
menurun Terapeutik
 Edema perifer
menurun
 Frekuensi nadi  Hitung
membaik kebutuhan
 Tekanan darah cairan
membaik  Berikan posisi
 Turgor kulit modified
membaik Trendelenburg
 Jugular venous  Berikan asupan
pressure cairan oral
membaik Edukasi
 Hemoglobin  Anjurkan
membaik memperbanyak
 Hematokrit asupan cairan
membaik oral
 Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak

Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
cairan IV
isotonis (mis:
NaCL, RL)
 Kolaborasi
pemberian
cairan IV
hipotonis (mis:
glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
 Kolaborasi
pemberian
cairan koloid
(albumin,
plasmanate)
 Kolaborasi
pemberian
produk darah

4. Resiko Setelah dilakukan Observasi


Pendarahan tindakan keperawatan  Monitir tanda
selama 3 x 24 jam dan gejala
dengan kriteria hasil : pendarahan
1. Kemampuan  Monitor nilai
melakukan hematokrit/
strategi control hemoglobin
meningkat sebelum dan
2. Kemampuan setelah
mengidentifikas kehilangan
i faktor resiko darah
meningkat  Monitor tanda
3. Kemampuan tanda vital
mencari ortostatik
informasi  Monitor
tentang faktor koagolasi
resiko (mis. Protombin
meningkat time (PTT),
partial
thromboplastin
Tim (PTT),
fibrinogen,
degradasi fibrin
dan/ atau
platelet)
Terapeutik
 Pertahankan
bedrest selama
pendarahan
 Batasi tindakan
invasif, jika
perlu
 Hingga
pengukuran
suhu rektal
Edukasi
 Jelaskan tanda
dan gejala
perdarahan
 Anjurkan
menggunakan
kaus kaki saat
ambulasi
 Ajurkan
meningkat
cairan untuk
menghidari
konstipasi
 Anjurkan
menghindari
aspirin atau
antikoagulan
 Anjurkan
meningkatkan
makanan dan
vit
K
 Anjurkan segera
melapor jika
terjadi
perdarahan
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian obat
pengontrolan
perdarahan, jika
perlu
 Kolaborasi
pemberian
produk darah,
jika perlu

5. Nyeri Akut Setelah dilakukan Observasi


intervensi keperawatan  Identifikasi
selama 3 x 24 jam, lokasi,
maka tingkat nyeri karakteristik,
menurun, dengan durasi,
kriteria hasil: frekuensi,
1. Keluhan nyeri kualitas,
menurun intensitas nyeri
2. Meringis  Identifikasi
menurun skala nyeri
3. Sikap protektif  Idenfitikasi
menurun respon nyeri non
4. Gelisah verbal
menurun  Identifikasi
5. Kesulitan tidur faktor yang
menurun memperberat
6. Frekuensi nadi dan
membaik
memperingan
nyeri
 Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan
tentang nyeri
 Identifikasi
pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
 Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
 Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
 Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
 Berikan Teknik
nonfarmakologi
s untuk
mengurangi
nyeri (mis:
TENS,
hypnosis,
akupresur, terapi
music,
biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
 Kontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri (mis:
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi
istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan
jenis dan
sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgesik secara
tepat
 Ajarkan Teknik
farmakologis
untuk
mengurangi
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyususun rencana keperawatan. Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawatat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan
pengumpulan data dan memilih tindakan keperawatan yang sesuai dengan
kebutuhan klien. Semua tindakan keperawatan dicatat dalam format yang
telah ditetapkan oleh institusi (Aziz, 2017)
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai ke
efektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif (data hasil
pemeriksaan), analisi data dan perencanaa (Aziz, 2017). Perawat
melaksanakan evaluasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan
terdapat 3 kemungkinan hasil, menurut Hidayat, A. (2007) yaitu:
a) Tujuan tercapai
Apabila pasien telah menunjukkan perubahan dan kemajuan yg sesuai
dengan kriteria yang telah di tetapkan.
b) Tujuan tercapai sebagian
Jika tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari
berbagai masalah atau penyebabnya.
c) Tujuan tidak tercapai
Jika pasien tidak menunjukkan suatu perubahan ke arah kemajuan
sebagaimana dengan kriteria yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Maryana, & E. (2019). Persepsi Perawat tentang Spiritual Care. 7–36.

NinaDwiana. (2021). Asuhan keperawatan pada ny.l dengan dengue


hemorrahagic fever di ruang lily.

Yasriq, L. (2019). Faktor – faktor yang mempengaruhi penerapan


keselamatan pasien Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia : definisi dan indicator diagnostik. Jakarta Selatan :
DPP PPNI dirumah sakit. Jurnal Ilmu Kesehatan.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
: definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta Selatan : DPP PPNIaryanto
dan Rosad (2015. (2020). NIFAS. Suparyanto Dan Rosad (2015, 5(3), 248–
253.

Anda mungkin juga menyukai