Anda di halaman 1dari 103

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn.

T DENGAN
ANAK S YANG MENDERITA KUSTA TYPE MB” DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUUWATU
KOTA KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Pendidikan Program Studi Diploma III Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan

OLEH :

RAYATI
P003200190320

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2020

i
1
2
3
RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1. Nama : RAYATI

2. Tempat, tanggal lahir : Pomalaa, 22 September 1979

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Suku / Bangsa : Bugis / Indonesia

6. Alamat : Dr. Sutomo Kendari Sultra

B. Pendidikan

1. Sekolah Dasar Negeri Lasusua Tamat Tahun 1996

2. SMP Negeri Lasusua Tamat Tahun 1999

3. SPK Filial Kolaka Tahun 2012

4. Poltekkes Kemenkes Kendari 2019 sampai sekarang

4
ABSTRAK
Rayati, NIM : P003200190320. “Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. T
dengan dengan anak S yang menderita kusta type MB di wilayah Kerja
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari” Tahun 2020. Pembimbing 1 Indriono
Hadi, S. Kep., NS., M. Kes. Pembimbing II Ibu Asminarsih Zainal
Prio.,M.Kep., SP.Kom. + XIV + 78 halaman + 4 tabel + 1 gambar + 5
lampiran. Penyakit kusta masalah bagi kesehatan anggota keluarga karena
kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang penyakit kusta. Penyakit kusta
menimbulkan gejala adanya kelainan kulit yang mati rasa atau bercak pada kulit
yang mati rasa, Rumusan Masalah bagaimana melakukan asuahan keperawatan
keluarga dengan anggota keluarga yang menderita penyakit kusta Tujuan :
Mampu menerapkan asuhan keperawatan keluarga dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang komprehensif pada keluarga Tn. T dengan
Anak S yang menderita kusta type MB. Metode : penelitian dilakukan
menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan asuhan keperawatan. Hasil
setelah di lakukan tindakan asuhan keperawatan keluarga selama 1x 24 jam di
temukan hasil, diagnosa keperawatan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
keluarga dan diagnosa keperawatan Nyeri akut dan defisit pengetahuan pada
keluarga Tn. T dengan Anak S yang menderi kusta type MB telah teratasi dengan
pemberian intervensi perlibatan keluarga dan edukasi proses penyakit.
Kesimpulan : Berdasarkan kajian yang di lakukan dalam studi kasus ini, data
objektif yang ditemukan terjadi peningkatan pengetahuan dan pemahaman serta
keterampilan perawat sehingga penanganan yang diberikan pada klien dengan
kasus Kusta dapat dilaksanakan secara komprehensif dan berkualitas.

Kata kunci : asuhan keperawatan pada Tn.T, KUSTA

Daftar pustaka : 21 literatur (2009-2019)

5
ABSTRAK

Rayati, NIM: P003200190320. “Mr. Family Nursing Care. T with S's child
suffering from type MB leprosy in the Puuwatu Public Health Center, Kendari
City in 2020. Supervisor 1 Indriono Hadi, S. Kep., NS., M. Kes. Second Advisor,
Mrs. Asminarsih Zainal Prio., M.Kep., SP.Kom. + XIV + 78 pages + 4 tables + 1
picture + 5 attachments. Leprosy is a problem for the health of family members
due to a lack of knowledge and understanding of leprosy. Leprosy causes
symptoms of numb skin disorders or numbed skin patches. Problem formulation of
how to do family nursing care with family members suffering from leprosy
Objectives: Able to apply family nursing care using a comprehensive nursing
process approach to the family of Mr. T with S child who suffers from leprosy type
MB. Methods: the research was conducted using a case study method with a
nursing care approach. The results after doing family nursing care for 24 hours
found the results, nursing diagnoses increased understanding and knowledge of
families and nursing diagnoses. Acute pain and knowledge deficits in the family of
Mr. T with Child S suffering from type MB leprosy has been resolved by providing
intervention, family involvement and education on the disease process.
Conclusion: Based on the study conducted in this case study, the objective data
found that there was an increase in the knowledge and understanding and skills of
nurses so that the treatment given to clients with leprosy cases could be carried
out comprehensively and with quality.
Keywords: nursing care at Mr. T, KUSTA
Bibliography: 21 literatures (2009-2019)

6
MOTTO

BERI RIBUAN KESEMPATAN BAGI MUSUHMU UNTUK


MENJADI TEMAN, TAPI JANGAN BERI SATU KESEMPATAN
BAGI TEMANMU UNTUK MENJADI MUSUHMU.

LEBIH BAIK KEHILANGAN SESUATU DEMI TUHAN.


DARIPADA KEHILANGAN TUHAN DEMI MENDAPATKAN
SESUATU

7
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

limpahan, rahmat dan karuni-Nya sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan

dengan judul “Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. T dengan dengan anak S

yang menderita kusta type MB ” Di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu

Kota Kendari .”

Karya Tulis Ilmiah dalam bentuk laporan studi kasus ini dapat

terselesaikan dengan baik, tidak terlepas dari bantuan oleh berbagai pihak.

Sehubungan dengan hal ini, maka dengan segala kerendahan hati penulis

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar - besarnya

kepada Bapak. Indriono Hadi, S. Kep., NS., M. Kes dan Ibu Asminarsih Zainal

Prio.,M.Kep.,S.Kom. selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu

untuk membimbing dan memberikan arahan dalam proses penyusunan dan

penyelesaian Karya Tulis ini.

Pada kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati penulis ingin

menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Askrening, SKM, M. Kes., selaku Direktur Politeknik kesehatan

Kemenkes Kendari.

2. Bapak Indriono Hadi, S. Kep, Ns, M. Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Kendari.

3. Keluarga Bapak Tn. Tabara, beserta istri Ny. Misna dan anak Supriadi, yang

telah memberikan ijin pada penelitian dalam melakukan penelitian asuhan

keperawatan keluarga

8
4. Bapak Sahmad., S.Kep, Ns., M.Kep, Bapak Samsuddin. S.Kep. Ns., M.Kep

dan Ibu Dwi Yanti. S.Kep. Ns,. M. Sc sebagai penguji karya tulis ilmiah

5. Kepala Puskesmas Puuwatu Kendari yang telah memberikan izin dalam

kegiatan pengambilan kasus.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari

yang telah memotivasi dan memberikan ilmu pengetahuan selama penulis

mengikuti pendidikan.

7. Teman-teman Mahasiswa D-III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari

angkatan 2019 tercinta lainnya yang tidak bias saya sebutkan satu persatu atas

dukungan dan kerjasama kepada penulis selama penulis menempuh

pendidikan dibangku kuliah dan sampai pada penyelesaian Karya Tulis

Ilmiah.

8. Kepada kedua orang tuaku, Suami dan Anak-anakku, saudara-saudaraku serta

seluruh keluarga besarku yang telah memberikan cinta kasih, perhatian,

pengorbanan dan doa restu serta dukungan moril dan materi.

Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah/ studi kasus ini

dapat bermafaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa yang akan

datang.

Kendari, 7 Juli 2020

Penulis

9
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................... iii
KEASLIAN PENELITIAN ................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP .............................................................................. v
ABSTRAK .......................................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ......................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 3
C. Tujuan Studi Kasus ................................................................. 5
D. Metode Studi Kasus ................................................................ 6
E. Metode dan Teknik Penelitian ................................................. 8
F. Sistematika Penulisan ……………………………………….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD) ............................. 10
B. Etiologi .................................................................................... 11
C. Patofisiologi ............................................................................ 11
D. Manifestasi Klinik ................................................................... 12
E. Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 15
F. Komplikasi .............................................................................. 16
G. Penatalaksanaan ..................................................................... 18
H. Fokus Pengkajian .................................................................... 21
I. Fokus Diagnosa Keperawatan ................................................. 23
J. Fokus Intervensi Keperawatan ................................................ 24

BAB III LAPORAN KASUS


A. Pengkajian ................................................................................ 34
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................ 40

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................... 42
B. Diagnosa .................................................................................. 44
C. Perencanaan ............................................................................. 47
D. Pelaksanaan ............................................................................. 48
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................. 49
F. Intervensi Keperawatan ........................................................... 63

10
G. Implementasi Keperawatan ..................................................... 64
H. Evaluasi Keperawatan ............................................................. 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan .............................................................................. 50
B. Saran ........................................................................................ 51

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

11
DAFTAR GAMBAR

2.1 Patway ........................................................................................... 34


3.1 Genogram ..................................................................................... 34

12
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Fokus .......................................................................... 38


Tabel 3.2 Analisa Data ........................................................................ 39
Tabel 3.3 Intervensi Keperawatan........................................................ 43
Tabel 3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ............................ 46

13
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan telah melakukan penelitian

Lampiran 2. Surat keterangan bebas pustaka

Lampiran 3. Surat keterangan bebas administrasi

Lampiran 4. Dokumentasi

14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kusta atau morbus hansen adalah penyakit infeksi yang di

sebabkan oleh infeksi Mycobakterium leprae. Bakteri ini mengalami proses

pembelahan cukup lama antara 2-3 minggu, daya tahan hidup kuman kusta

mencapai 9 hari diluar tubuh manusia. Kuman kusta memiliki masa inkubasi 2-

5 tahun bahkan lebih. Penatalaksanaan kasus kusta buruk dapat menyebabkan

kasus kusta menjadi progresif, sehingga menyebabkan kerusakan permanen

pada kulit, saraf anggota gerak dan mata. (Pedoman nasional program

pengendalian penyakit kusta, 2015)

Penyakit kusta menyebar luas diseluruh dunia, dengan sebagian besar

kasus terdapat di daerah tropis dan sub tropis, tetapi dengan adanya

perpindahan penduduk, penyakit ini dapat menyerang di manapun. Pada

umumnya terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar

penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. (WHO, 2016)

Peran keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami penyakit

Kusta, yaitu untuk memberikan motivasi kepada pasien kusta untuk minum

obat secara teratur. Dukungan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam

perawatan kesehatan yaitu fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan,

fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap

memiliki produktivitas tinggi. Hal yang penting dalam keperawatan kesehatan

keluarga adalah pemberian asuhan keperawatan (askep) keluarga secara

langsung sesuai dengan kebutuhan keluarga masing-masing.Asuhan

15
keperawatan keluarga merupakan inti dari segala tindakan keperawatan dan

praktek keperawatan dan juga aplikasi dari berbagai tindakan dan kerangka

kerja dari referensi, konsep dan teori keperawatan keluarga. (Friedman, 2010)

Prevalensi kusta baru yang terdaftar secara global sebanyak 232.857

kasus dan pada empat bulan pertama tahun 2013 jumlah kasus yang tercatat

yaitu 189.018 kasus (WHO, 2013). Penyebaran penderita kusta di Indonnesia

tidak merata pada tiap propinsi berdasarkan data tahun 2012 prevalensi kusta

terbesar di Irian Jaya (6,8 per 10.000 penduduk), Maluku sebesar 5,43 per

10.000 penduduk, Daerah Istimewa Aceh sebesar 2,77 per 10.000 penduduk,

dan Sulawnesi Tenggara pada peringkat ke-enam dengan prevalensi 2,2 per

10.000 penduduk (Depkes RI,2012). Keluarga harus memiliki peran aktif

dalam permasalahan ini yaitu salah satunya tidak mengucilkan penderita kusta.

Stigma dan diskriminasi dapaat menghambat penemuan kasus kusta secara

dini, pengobatan pada penderita, dan penanganan medis yang dialami oleh

penderita maupun orang yang pernah menderita kusta.

Pada tahun 2017, jumlah kasus kusta baru di Sulawesi Tenggara

sebesar 327 kasus dengan angka penemuan kasus baru kusta Tipe PB

(paucibacillary) sebanyak 41 kasus, dan kusta tipe MB (multibacillary)

sebanyak 286 kasus, beban kasus kusta tinggi (high burden) kab.kolaka (68

kasus), kolaka utara (48 kasus), kota bau-bau (42 kasus), bombana (30 kasus),

buton (26 kasus) dan kota kendari (23 kasus), pada tahun 2018 di temukan

kasus kusta baru sebesar 292 kasus terdiri dari kasus baru kusta tipe PB 33

tipe MB 259 kasus beban kasus kusta tinggi (high burden) kab.wakatobi (48

kasus), bau-bau (34 kasus), kota kendari (26 kasus), kolaka (25 kasus), muna

16
(25 kasus), bombana (25 kasus), kolaka utara (20 kasus). Pada tahun 2019

penemuan kasus baru kusta dengan jumlah 238 dengan tipe PB (pauci

basiler) sebanyak 18 kasus dan tipe MB (multi basiler) sebanyak 220 kasus,

beban kasus kusta tinggi (high burden) kab. konawe utara (32 kasus), kota

bau-bau (27 kasus), kolaka (25 kasus), kolaka utara (18 kasus), bombana (17

kasus), kota kendari (17 kasus) . (Profil Dinkes Prov. Sultra).

Peran keluarga dalam perawatan penderita kusta dirumah yaitu

mendampingi minum obat rutin sesuai jangka waktunya, berkunjung

kepetugas kesehatan di puskesmas setiap 1 (satu) bulan untuk melakukan

pemeriksaan POD (Prevention Of Disability ) dan pencegahan cacat ada 3

yaitu memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur, melindungi mata, tangan

dan kaki dari trauma dan merawat diri.

Dinas Kesehatan Kota Kendari mempunyai jumlah puskesmas sebanyak

15. Data kasus baru kusta tahun 2017 sejumlah 24 kasus yaitu 3 kasus baru

kusta tipe PB (pausi baciler) dan 21 kasus baru kusta dengan tipe MB (multi

basiler). Tahun 2018 di temukan kasus baru sebesar 26 kasus untuk tipe PB

((pausi baciler) sebesar 4 kasus baru kusta dan tipe MB (multi basiler)

sebanyak 22 kasus. kasus baru kusta tahun 2017 sejumlah 24 kasus yaitu 3

kasus baru kusta tipe PB (pausi baciler) dan 21 kasus baru kusta dengan tipe

MB (multi basiler). Tahun 2018 di temukan kasus baru sebesar 26 kasus

untuk tipe PB ((pausi baciler) sebesar 4 kasus baru kusta dan tipe MB (multi

basiler) sebanyak 22 kasus. Dan pada tahun 2019 ditemukan kasus baru

sebesar 16 kasus. (Data Dinkes Kota Kendari 2020). Berdasarkan latar

belakang di atas penulis tertarik melakukan studi kasus kusta pada keluarga

17
dalam judul “Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. T dengan Anak S yang

menderita kusta type MB” Di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota

Kendari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah “Asuhan Keperawatan

Pada keluarga Tn. T dengan anak S yang menderita kusta Type MB di

wilayah kerja Puskesmas Puuwatu.”

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Menerapkan asuhan keperawatan keluarga dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan yang komprehensif pada keluarga

dengan anggota keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Puuwatu .

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian keluarga dengan anggota

keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Puuwatu .

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan keluarga dengan

anggota keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Puuwatu .

c. Penulis mampu menyusun rencana keperawatan keluarga dengan

anggota keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Puuwatu .

d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan keluarga dengan

anggota keluarga yang menderita kusta di puskesmas puuwatu .

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan keluarga dengan

anggota keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Puuwatu .

18
D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat Bagi Penulis

Dapat di jadikan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu

dalam menerapkan asuhan keperawatan keluarga sehingga dapat

mengembangkan dan menambah wawasan penulis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat / Klien

Menambah pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam upaya

pencegahan, perawatan serta pemanfaatan fasilitas kesehatan dalam

merawat anggota keluarga yang menderita kusta.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi tambahan guna meningkatkan informasi dan

pengetahuan sebagai referensi perpustakan Poltekkes Kemenkes

Kendari, yang bisa di gunakan oleh mahasiswa sebagai bahan bacaan

dan dasar untuk studi kasus selanjutnya.

c. Bagi Puskesmas

Dapat memberikan sumbangan pikiran dalam meningkatkan

Asuhan Keperawatan Keluarga dengan kasus kusta di Wilayah Kerja

Puskesmas Puuwatu.

E. Metode Dan Teknik Penelitian

1. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan Studi Kasus

a. Tempat Pelaksanaan

Studi kasus ini di lakukan di Wilayah kerja Puskesmas Puuwatu

Kota Kendari

19
b. Waktu Pelaksanaan

Studi kasus ini di lakukan pada tanggal 26, 27, 28 Maret 2020.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada studi kasus keluarga dengan

anggota keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Puuwatu.

Dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai

berikut :

a. Studi Kepustakaan

Yaitu mempelajari literature - literatur yang berhubungan dengan

karya tulis ini.

b. Studi Kasus

Menggunakan pendekatan proses keperawatan keluarga yang

meliputi pengkajian, analisa data, penerapan diagnosa keperawatan,

penyusunan rencana tindakan keperawatan, penerapan rencana

tindakan keperawatan dan evaluasi asuhan keperawatan keluarga.

Untuk melengkapi data / informas dalam pengkajian

menggunakan beberapa cara antara lain :

1. Observasi

Mengadakan pengamatan langsung pada keluarga dengan

cara melakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan

perkembangan dan keadaan klien.

2. Wawancara

Mengadakan wawancara dengan klien dan keluarga, dengan

mengadakan pengamatan langsung.

20
3. Kusta

Melakukan pemeriksaan terhadap anggota keluarga yang

sakit melalui : Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

4. Studi Dokumentasi

Penulis memperoleh data dan medical record hasil

pemeriksaan di Puskesmas.

5. Metode Diskusi

Diskusi dengan tenaga kesehatan yang terkait yaitu perawat

yang bertugas di Program P2 Kusta.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ini dibagi dalam 5 (lima) BAB yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

BAB III : LAPORAN KASUS

BAB IV : PEMBAHASAN

BAB V : PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keluarga

1. Pengertian keluarga

Keluarga adalah yang terdiri dari atas individu yang bergabung

bersama oleh ikatan penikahan, darah, atau adopsi dan tinggal didalam

satu rumah tangga yang sama (Friedman, 2010). Sedangkan menurut Wall,

(1986) dalam Yolanda (2017), keluarga adalah sebuah kelompok yang

mengidentifikasi diri dan terdiri atas dua individu atau lebih yang memiliki

hubungan khusus, yang dapat terkait dengan hubungan darah atau hukum

atau dapat juga tidak, namun berfungsi sebagai sedemikian rupa sehingga

mereka menganggap dirinya sebagai keluarga.

UU No. 10 Tahun 1992, mengemukakan keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau suami

istri, atau ayah dan anak-anaknya, atau ibu dan anak-anaknya. Lain halnya

menurut BKKBN (1999) dalam Yolanda (2017), keluarga adalah dua

orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah,

mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak,

bertakwa kepada tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang

antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya. (Yolanda,

2017)

2. Macam-Macam Struktur/Tipe/Bentuk Keluarga

a. Tradisional

1. The nuclear family ( keluarga inti )

22
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.

2. The dyad family

Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang

hidupbersama dalam satu rumah.

3. Keluarga usila

Kelurga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak

sudah memisahkan diri.

4. The childless family

Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan

untukmendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan

karena mengejar karier/pendidikan yang terjadi pada wanita.

5. The extended family ( keluarga luas/besar)

Keluarga yang terdiri dari 3 generasi yang hidup bersama

dalamsatu rumah seperti nuclear family disertai paman, tante,

orang tua (kakek-nenek), keponakan dan lain-lain.

6. The single parent family ( keluarga duda/janda )

Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu)

dengan anak. Hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian,

kematian dan ditinggalkan ( menyalahi hukum pernikahan).

7. Commuter family

Kedua orang tua bekerja dikota yang berbeda, tetapi salah satu kota

tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar

kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan

(weekend).

23
8. Multigenerational family

Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang

tinggal bersama dalam satu rumah.

9. Kin-network family

Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau

salingberdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan

pelayanan yang sama. Misalnya : kamar mandi, dapur, televisi,

telepon.

10. Blended family

Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah

kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.

11. The single adult living alone/single- adult family

Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena

pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian, atau

ditinggal mati.

b. Non-tradisional

1. The unmarried teenage mother

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak

tanpa hubungan nikah.

2. The stepparent family

Keluarga dengan orang tua tiri

3. Commune family

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada

hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah,

24
sumberdan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi

anakdengan melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.

4. The nonmarital heterosexual cohabiting family

Keluarga yang hidup bersama, berganti-ganti pasangan tanpa melalui

pernikahan.

5. Gay and lesbian family

Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama

sebagaimana pasangan suami istri (marital patners).

6. Cohabiting couple

Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan, karena

beberapa alasan tertentu.

7. Group-marriage family

Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga

bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan yang

lainnya, berbagi sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan

anaknya.

8. Group network family

Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan atau nilai-nilai hidup

berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang -

barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab

membesarkan anaknya.

9. Foster family

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau

saudara dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak

25
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali

keluarga aslinya.

10. Homeless family

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang

permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan

keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

11. Gang

Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda

yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai

perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan criminal

dalam kehidupannya.

2. Fungsi Keluarga.

Ada lima fungsi keluarga menurut (Friedman, 2010) dalam Yolanda 2017:

a. Fungsi afektif

Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan

maupun untuk berkelanjutan unit keluarga itu sendir, sehingga fungsi

afektif merupakan salah satu fungsi keluarga yang paling

penting.Peran utama orang dewasa dalam keluarga adalah fungsi

afektif, fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga dan

kepedulian terhadap kebutuhan sosioemosional semua anggota

keluarganya.

b. Fungsi sosialisasi dan status social.

Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang

diberikan dalam keluarg yang ditunjuk untuk mendidik anak–anak

26
tentang cara menjalankan fungsi dan memikul peran social orang

dewasa seperti peran yang di pikul suami-ayah dan istri-ibu. Status

sosial atau pemberian status adalah aspek lain dari fungsi sosialisasi.

Pemberian status kepada anak berarti mewariskan tradisi, nilai dan hak

keluarga, walaupun tradisi saat ini tidak menunjukan pola sebagian

besar orang dewasa Amerika.

c. Fungsi reproduksi

Untuk menjamin kontiniutas antar generasi kleuarga dan masyarakat

yaitu menyediakan angagota baru untuk masyarakat.

d. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan,

pakaian, tempat tinggal, perawatan terhadap kesehatan dan

perlindungan terhadap bahaya.Pelayanan dan praktik kesehatan adalah

fungsi keluarga yang paling relafan bagi perawat keluarga.

e. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya

yang cukup finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai

melalui proses pengambilan keputusan.

3. Struktur keluarga

Ada empat struktur keluarga menurut (Friedman, 2010) adalah struktur

peran, struktur nilai keluarga, proses komunikasi dan struktur

kekuasaan dan pengambilan keputusan.

a. Struktur peran.

27
Peran adalah perilaku yang dikaitkan dengan seseorang yang

memegang sebuah posisi tertentu, posisi mengidentifikasi status atau

tempat seseorang dalam suatu system social.

b. Struktur nilai keluarga

Nilai keluarga adalah suatu system ide, perilaku dan keyakinan

tentang nilai suatu hal atau konsep yan secara sadar maupun tidak

sadar mengikat anggota keuarga dalam kebudayaan sehari-hari atau

kebudayaan umum.

c. Struktur komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila : jujur,

terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan ada hirarki kekuatan.

d. Struktur kekuasaan dan pengambilan keputusan.

Kekuasaan keluarga sebagai arakteristik system keluarga adalah

kemampua atau potensial, actual dari individu anggota keluarga yang

lain. Terdapat 5 unit berbeda yang dapat dianalisis dalam

karakteristik kekuasaan keluarga yaitu : kekuasaan pernikahan

(pasangan orang dewasa), kekuasaan orang tua, anak, saudara

kandung dan kekerabatan. Sedangkan pengambil keputusan adalah

teknik interaksi yang digunakan anggota keluarga dalam upaya

mereka untuk memperoleh kendali dan bernegosiasi atau proses

pembuatan keputusan.

Lain halnya menurut menurut Padila (2012) dalam Yolanda (2017),

struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan

fungsi keluarga dimasyarakat.

28
Ada beberapa struktur keluarga yang ada di Indonnesia diantaranya adalah

a. Patrilineal

Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalambeberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui

jalurayah.

b. Matrilineal

Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalambeberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur

ibu.

c. Matriloka

Sepasang suami istri yang tinggal besama keluarga sedarah ibu.

d. Patrilokal

Sepasang suami istri yang tinggal besama keluarga sedarah ayah.

e. Keluarga kawin

Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan

beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya

hubungan dengan suami atau istri.

4. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Ada 5 pokok tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut

Friedman (1998) dalam Dion & Betan (2013) adalalah sebagai berikut:

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan

perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun

29
yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi

perhatian keluarga dan orang tua.Sejauh mana keluarga mengetahui

dan mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi

pengertian, tanda dan gejala, factor penyebab yang

mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah.

b. Membuat keputusan tindakan yang tepat

Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai

masalah kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji

keadaan keluarga tersebut agar dapat menfasilitasi keluarga dalam

membuat keputusan.

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

Ketika memberiakn perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,

keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :

1) Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis

dan perawatannya).

2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.

3) Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan.

4) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang

bertanggung jawab, sumber keuangan dan financial, fasilitas ,

psikososial).

5) Sikap keluarga terhadap yang sakit.

d. Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang sehat

Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah

yang sehat, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :

30
1) Sumber-sumber yang dimilki oleh keluarga.

2) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan.

3) Pentingnya hiegine sanitasi.

4) Upaya pencegahan penyakit.

5) Sikap atau pandangan keluarga terhadap hiegine sanitasi.

6) Kekompakan antar anggota kelompok.

e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat

Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus

mengetahui hal-hal sebagai berikut :

1) Keberadaan fasilitas keluarga.

2) Keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh fasilitas kesehatan.

3) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.

4) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.

5. Peran perawat keluarga

Ada tujuh peran perawat keluarga menurut Sudiharto (2012) dalam

Yolanda (2017) adalah sebagai berikut:

a. Sebagai pendidik

Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada

keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga dalam merawat

anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan

b. Sebagai koordinator pelaksan pelayanan kesehatan

Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang

komprehensif. Pelayanan keperawatan yang bersinambungan

31
diberikan untuk menghindari kesenjangan antara keluarga dan unit

pelayanan kesehatan.

c. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan

Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui

kontak pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki

masalah kesehatan.Dengan demikian, anggota keluarga yang sakit

dapat menjadi “entry point” bagi perawatan untuk memberikan asuhan

keperawatan keluarga secara komprehensif.

d. Sebagai supervisor pelayanan keperawatan

Perawat melakukan supervisi ataupun pembinaan terhadap melalui

kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi

maupun yang tidak. Kunjungan rumah tersebut dapat direncanakan

terlebih dahulu atau secara mendadak, sehingga perawat mengetahui

apakah keluarga menerapkan asuhan yang diberikan oleh perawat.

e. Sebagai pembela (advokat)

Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hak-hak

keluarga klien.perawat diharapkan mampu mengetahui harapan serta

memodifikasi system pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi

hak dan kebutuhan keluarga. Pemahaman yang baik oleh keluarga

terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai klien mempermudah

tugas perawat untuk memandirikan keluarga.

f. Sebagai fasilitator

Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan

masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan

32
yang mereka hadapi sehari-hari serta dapat membantu jalan keluar

dalam mengatasi masalah.

g. Sebagai peneliti

Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahai masalah

masalah kesehatan yang dialami oleh angota keluarga. Masalah

kesehatan yang muncul didalam keluarga biasanya terjadi menurut

siklus atau budaya yang dipraktikkan keluarga. Peran perawat keluarga

dalam asuhan keperawatan berpusat pada keluarga sebagai unit

fungsional terkecil dan bertujuan memenuhi kebutuhan dasar manusia

pada tingkat keluarga sehingga tercapai kesehatan yang optimal untuk

setiap anggota keluarga. Melalui asuhan keperawatan keluarga, fungsi

keluarga menjadi optimal, setiap individu didalam keluarga tersebut

memiliki karakter yang kuat, tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal

yang sifatnya negative sehingga memiliki kemampuan berpikir yang

cerdas.

6. Tahap perkembangan keluarga

a. Tahap I ( Keluarga dengan pasangan baru )

Pembentukan pasangan menandakan pemulaan suatu keluarga baru

dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan

intim yang baru.Tahap ini juga disebut sebagai tahap pernikahan.

Tugas perkembangan keluarga tahap I adalah membentuk pernikahan

yang memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan secara harmonis

dengan jaringan kekerabatan, perencanaan keluarga

b. Tahap II (Childbearing family)

33
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut samapi berusia 30

bulan.Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci

menjadi siklus kehidupan keluarga. Tugas perkembangan tahap II

adalah membentuk keluarga muda sebagai suattu unit yang stabil (

menggabungkan bayi yang baru kedalam keluarga), memperbaiki

hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas perkembangan

dan kebutuhan berbagai keluarga, mempertahankan hubungan

pernikahan yang memuaskan, memperluas hubungan dengan

hubungan dengan keluarga besar dengan menambah peran menjadi

orang tua dan menjadi kakek/nenek.

c. Tahap III (Keluarga dengan anak prasekolah)

Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama

berusia 2½ tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga

saat ini dapat terdiri dari tiga sampai lima orang, dengan posisi

pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-saudara lakilaki, dan putri-

saudara perempuan. Tugas perkembangan keluarga tahap III adalah

memenuhi kebutuhan anggota keluarga akan rumah, ruang, privasi

dan keamanan yang memadai, menyosialisasikan anak, mengintegrasi

anak kecil sebagai anggota keluarga baru sementara tetap memenuhi

kebutuhan anak lain, mempertahankan hubungan yang sehat didalam

keluarga dan diluar keluarga

d. Tahap IV (Keluarga dengan anak sekolah)

Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam

waktu penuh, biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia

34
mencapai pubertas, sekitar 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai

jumlah anggota keluarga maksimal dan hubungan keluarga pada tahap

ini juga maksimal.Tugas perkembangan keluarga pada tahap IV

adalah menyosialisasikan anak- anak termasuk meningkatkan restasi,

mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan

e. Tahap V (Keluarga dengan anak remaja)

Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau

perjalanan kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini

berlangsung selama enam atau tujuh tahun, walaupun dapat lebih

singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama,

jika anak tetap tinggal dirumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun.

Tujuan utama pada keluarga pada tahap anak remaja adalah

melonggarkan ikatan keluarga untuk meberikan tanggung jawab dan

kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi

seorang dewasa muda

f. Tahap VI ( keluarga melepaskan anak dewasa muda)

Permulaan fase kehidupan keluarga in ditandai dengan perginya anak

pertama dari rumah orang tua dan berakhir dengan “kosongnya

rumah”, ketika anak terakhir juga telah meninggalkan rumah. Tugas

keluarga pada tahap ini adalah memperluas lingkaran keluarga

terhadap anak dewas muda, termasuk memasukkan anggota keluarga

baru yang berasal dari pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk

memperbarui dan menyesuaikan kembali hubungan pernikahan,

membantu orang tua suami dan istri yang sudah menua dan sakit.

35
g. Tahap VII (Orang tua paruh baya)

Merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika

anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau

kematian salah satu pasangan.Tugas perkembangan keluarga pada

tahap ini adalah menyediakan lingkungan yang meningkatkan

kesehatan, mempertahankan kepuasan dan hubungan yang bermakna

antara orangtua yang telah menua dan anak mereka, memperkuat

hubungan pernikahan.

h. Tahap VIII (Keluarga lansia dan pensiunan)

Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pension

salah satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai salah satukehilangan

pasangan dan berakhir dengan kematian pasangan lain.Tujuan

perkembangan tahap keluarga ini adalah mempertahankapenataan

kehidupan yang memuaskan (Yolanda, 2017).

B. Konsep Asuhan KeperawatanKeluarga.

1. Fokus Pengkajian

I. Data umum

1. Nama KK:

2. Pekerjaan KK:

3. Pendidikan KK:

4. Agama KK:

5. Alamat:

36
6. Komposisi anggota keluarga

Tabel 2.1 Komposisi anggota keluarga

No Nama JK Umur Pdkn Status imunisasi Penyakit/

BCG DPT Polio Hepatitis Campak keluhan

7. Genogram:

8. Tipe keluarga

9. Suku bangsa

10. Agama

11. Status social ekonomi

12. Aktifitas rekreasi keluarga

II. Riwayat tahap perkembangan keluarga

1. Tahap perkembangan keluarga saat ini

2. Tugas perkembangan keluarga

Tugas perkembangan keluarga yang sudah terpenuhi:

Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi:

3. Riwayat keluarga inti

4. Riwayat keluarga sebelumnya

III. Lingkungan

37
1. Karakteristik rumah

2. Denah rumah

3. Karakteristik tetangga dan komunitas RT/RW/Dusun

4. Mobilitas geografis keluarga

5. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

6. System pendukung keluarga

IV. Struktur kelurga

1. Pola komunikasi keluarga

2. Struktur kekuatan keluarga

3. Struktur peran

4. Nilai dan norma keluarga

V. Fungsi keluarga

1. Fungsi afektif

2. Fungsi sosialisasi

3. Fungsi reproduksi

4. Fungsi ekonomi

5. Fungsi perawatan kesehatan keluarga

a. Kemampuan keluarga mengenal masalah

b. Kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai

tindakan yang tepat

c. Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit

d. Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan/memelihara

lingkungan yang sehat untuk perawatan anggota keluarga yang

sakit

38
e. Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan di masyarakat

VI. Stress dan koping keluarga

1. Stressor jangka pendek dan jangka panjang

a. Stressor jangka pendek (<6 bln)

b. Stressor jangka panjang (≥6 bln)

2. Respon keluarga terhadap stressor dan mekanisme koping yang

digunakan

a. Respon keluarga terhadap stressor

b. Strategi koping yang digunakan

3. Strategi adaptasi disfungsional

VII. Pemeriksaan

VIII. Harapan keluarga

2. Fokus Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada askep keluarga dengan

kasus Kusta yaitu:

a. Nyeri Akut

b. Defisit Pengetahuan

Tabel 2.2 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga berdasarkan SDKI,

2017

No Diagnosa SLKI SIKI


(Standar Luaran (Standar Intervensi
Keperawatan Keperawatan

39
Keperawatan Indonnesia) Indonnesia)

1. Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri


- Klien Tingkat Nyeri - Identifikasi nyeri
mengatakan - Melaporkan nyeri yang
nyeri pada yang terkontrol komprehensif
lengan, kaki Dengan skala : (P,Q,R,S,T)
- Tanda - tanda 1 = menurun - Berikan teknik
vital: 2 = cukup menurun non farmakologis
TD : 130/80 3 = sedang untuk
mmHg 4 = cukup meningkat mengurangi rasa
N : 80x/m 5 = meningkat nyeri ( Therapy
RR : 22x/m - Menggunakan teknik nafas dalam)
SB : 36.6 oC non-farmakologi - Kontrol
- P : Reaksi dalam mengurangi lingkungan yang
kusta nyeri memperberat
Q: Nyeri seperti - Menggunakan teknik rasa nyeri ( Mis.
tertusuk- farmakologi dalam Suhu ruangan,
tusuk mengurangi nyeri pencahayaan,
R : Mata, - Frekuensi pernafasan kebisingan)
tangan dan - Tekanan darah - Kolaborasi
pemberian
kaki
analgetik.
S : Skala nyeri
6.
T : Hilang timbul

2. Defisit Tingkat Kepatuhan Edukasi Proses


Pengetahuan - Verbalisasi kemauan Penyakit
- Klien dan memenuhi program - Identifikasi
keluarga perawatan atau knesiapan dan
mengatakan pengobatan kemampuan

40
tidak - Perilaku mengikuti menerima
mengetahui program perawatan informasi
tentang penyakit atau pengobatan - Sediakan materi
kusta dan media
- Klien dan pendidikan
keluarga tidak kesehatan
mengetahui - Berikan
tentang proses kesempatan
penyakit kusta untuk bertanya
- An. S dan - Jelaskan
keluarga tampak penyebab dan
bingung dan faktor rnesiko
tidak mengerti penyakit kusta
ketika ditanya - Ajarkan cara
mengenai meredakan atau
penyakit Kusta. mengatasi gejala
yang di rasakan.

A. Konsep Kusta

1. Definisi Kusta

Kusta (Lepra) adalah penyakit infeksi yang kronik penyebabnya

ialah Mycobacterium leprae yang intraselular obligat. Saraf perifer

sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktur respiratorius

bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali sususan saraf pusat.

(KMB II, Hadi Herdianto, 2016).

a. Etiologi

41
M.leprae atau kuman HaNsen adalah kuman penyebab penyakit

kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia GH Armauer HaNsen

pada tahun 1873 . Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang

dengan ukuran 1-8 u, lebar 0,2-0,5 u, biasanya berkelompok dan ada

yang tersebar satu – satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang

bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. Kuman ini

juga dapat menyebabkaninfeksi sistimik pada binatang armadilo.

M. leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat

intraselular, menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti

mukosa, saluran nafas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali

susunan saraf pusat. Masa membelah diri M. leprae 12-21 hari dan masa

tunasnya antara 40 hari-40 tahun.

Kuman penyebabnya adalah mycobacterium leprae yang ditemukan oleh

G.A HaNsen pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum

juga dapat dibiakkan dalam media artificial. M. leprae bebentuk basil

dengan ukuran 3-8 μm x 0,5 µm, tahan asam dan alcohol, serta positif-

Gram.

Masa Tunas: masa belah diri kuman kusta memerlukan waktu yang

sangat lama dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Oleh

karena itu masa tunas menjadi lama, yaitu rata – rata 2-5 tahun.

c. Patofisiologi

42
Setelah M. leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit

kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa

tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular

mediated immune) pasien. Kalau system imunitas selular tinggi penyakit

berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang arah

lepromatosa. Mikobakterium Leprae berpredileksi didaerah-daerah yang

relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.

Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena

respon imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding

dengan tingkat reaksi selular dari pada iteNsitas infeksi. Oleh karena itu,

penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologi.

d. Macam-macam Leprae

1. Lepra Tuberkuloid

Lepra tuberkuloid terjadi pada pasien yang memiliki respon sel T

yang baik terhadap bakteri. Organisme ini terletak ditempat masuk,

jumlah lnesi kecil, dan penyebaran bakterimia jarang terjadi. Secara

klinik, lnesi kulit merupakan macula anestetik hipopigmentasi. (macula

adalah daerah datar, berbatas tegas yang mengalami perubahan warna).

Keterlibatan saraf perifer besar (ulnaris, peronealis komunis, aurikularis

magnus) menimbulkan penebalan dan palsi saraf yang dapat diraba

(lumpuh pada pada tangan atau Wristdrop dan kaki atau footdrop

merupakan gambaran yang sering. Lepra tuberkuloid memiliki

43
perjalanan penyakit yang lambat tanpa pengobatan. Lepra ini dapat

sembuh bila diobati.

2. Lepra
Lepromatosa
Lepra ini terjadi pada pasien pada pasien yang memiliki kadar

imunitas selular rendah. Pada keadaan tidak adanya respon sel T yang

ektif, bakteri berkembang tidak terkendali didalam makropag kulit,

membentuk ‘sel lepra’ besar yang berbusa yang banyak ditemukan pada

bakteri tahan asam. Agregasi makropag menyebabkan penebalan

noduralitas kulit. Limposit ada tetapi tidak banyak. Bakteri menyebar

melalui aliran darah, menimbulkan lnesi didalam kulit, mata, saluran

napas atas, dan testis. Bakteri lepra timbul terutama pada suhu dibawah

370c, dan organ dalam (limpa dan hati) yang jarang terserang pada

suhu tubuh inti. Lepra lepromatosa merupakan penyakit serius yang

menyebabkan kerusakan luas pada jaringan. Terkenanya jari, hidung

dan telinga menimbulkan perubahan bentuk pengobatan tidak

memuaskan.

3. Lepra Borderline

Lepra borderline memiliki gambaran antara lepra lepromatosa

dan tuberkulosa.

e. Manifestasi Klinis

44
Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis,

bakterioskopis, dan histopatologis. Menurut WHO (1995), diagnosis

kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda cardinal berikut:

1. Adanya lnesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lnesi kulit

dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi

kadang-kadang lnesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lnesi dapat

bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul, atau nodul.

2. Kehilangan sensibilitas pada lnesi kulit merupakan gambaran khas.

Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai

kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf

tepi saja tanpa disertai kehilangan seNsibilitas dan/atau kelemahan otot

juga merupakan tanda kusta.

3. Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan

kulit. Bila ragu- ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan

diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau

penyakit lain.

F.

Komplikasi

Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta

akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi

reaksi kusta.

G. Penatalaksanaan

45
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah

menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta

memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang

menular kepada orang lain untuk menurunkan insidensi penyakit. Tujuan

utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta

dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan

dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk

menurunkan insidens penyakit.

Program Multy Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi

rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. program ini

bertujuan untuk mengatasi rnesistensi dapson yang semakin meningkat,

mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan

mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Rejimen pengobatan MDT di indonnesia sesuai rekomendasi WHO

(1995) sebagai berikut :

1. Tipe B

Jenis obat dan dosis untuk dewasa :

a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan

petugas.

b. DSS tablet 100 mg/hari diminum dirumah.

46
c. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai

minum 6 dosis dinyatakan RFT (released from treatment = berhenti

minum obat kusta) meskipun secara klinis lnesinya masih aktif.

Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi

menggunakan istilah completion of treatment cure dan pasien tidak

lagi dalam pengawasan.

2. Tipe MB

Jenis obat dan dosis :


a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan petugas.
b. Klofazimin 300 mg/bulan diminum didepan petugas

dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg/hari diminum dirumah.

c. DSS 100 mg/hari diminum dirumah.

d. Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan.

Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara

klinis lnesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif.

Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12

dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien

langsung dinyatakan RFT (Release From Treatment).

3. Pencegahan dan tatalaksana cacat

Penyakit kusta dapat menimbulkan kecacatan, penderita

tanpa menyadari bahwa kerusakan pada mata, tangan maupun kaki

dan ini dapat dicegah, bila dikenali dan diobati secara dini.

47
Walaupun sudah terjadi kerusakan fungsi saraf masih mungkin

untuk menghindari terjadinya kerusakan atau kecacatan lebih lanjut.

Ada 2 jenis cacat kusta yaitu primer yang di sebabkan

langsung oleh aktivitas penyakit, terutama kerusakan akibat respon

jaringan terhadap Micobakterium leprae seperti anastnesi, cloaw

hand dan kulit kering; sedangkan cacat sekunder terjadi akibat cacat

primer, terutama akibat adanya kerusakan saraf, seperti ulkus dan

kontraktur.

Proses terjadinya cacat kusta :

Terjadinya cacat tergantung dari fungsi serta saraf mana

yang rusak. Diduga kecacatan akibat penyakit kusta dapat terjadi

lewat 2 proses :

a. Infiltrasi langsung Mycobakterium ke susunan saraf tepi dan

organ (misalnya: mata)

b. Melalui reaksi kusta

Secara umum fungsi saraf ada 3 macam, yaitu motoric

memberikan kekuatan pada otot, fungsi sensorik memberi sensasi

raba, nyeri dan suhu serta fungsi otonom mengurus kelenjar

keringat dan kelenjar minyak. Kecacatan yang terjadi tergantung

pada komponen saraf yang terkena, dapat sensoris, motoris,

otonom, maupun kombinasi antara ketiganya.

48
Tingkat cacat menurut WHO pembagian tersebut adalah :

1. Tingkat 0 : tidak ada kelainan pada mata (termasuk visus)


2. Tingkat I : Ada kelainan pada mata, tetapi tidak terlihat, visus
sedikit berkurang.

3. Tingkat 2 : Ada kelainan mata yang terlihat (misalnya


lagoptalmus
kekeruhan kornea) dan atau visus yang terganggu.
Cacat tingkat 1 pada telapak kaki bernesiko terjadinya ulkus

plantaris, namun dengan perawatan diri secara rutin hal ini dapat dicegah.

Mati rasa pada bercak bukan merupakan cacat tingkat 1 karena bukan

disebabkan oleh kerusakan saraf perifer utama, tetap rusaknya cabang

saraf kecil pada kulit.

Cacat tingkat 2 berarti cacat atau kerusakan yang terlihat

a. Untuk mata :

1) Tidak mampu menutup mata dengan rapat (lagoptalmus)

2) Kekeruhan kornea

3) Kemerahan yang jelas pada mata (terjadi ulserasi kornea atau uveitis)

4) Gangguan penglihatan berat atau kebutaan

b. Untuk tangan dan kaki

1) Luka dan ulkus di telapak

49
2) Deformitas yang disebabkan oleh kelumpuhan otot (kaki semper atau

jari kontraktur) dan atau hilangnya jaringan (atropi0 atau reabsorpsi

parsial dari jari-jari.

Upaya Pencegahan cacat yaitu :

Komponen pencegahan cacat

1. Penemuan dini pasien sebelum cacat

2. Pengobatan pasien dengan MDT-WHO sampai RFT

3. Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan funsi saraf secara

rutin

4. Kegiatan Pencegahan cacat dirumah

Dilakukan penderita kusta secara mandiri di rumah. Perawat

memberikan bimbingan sekaligus mengajarkan teknik perawatan diri

sendiri.

Prinsip pencegahan cacat dan bertambah cacat pada dasarnya adalah

3 M yaitu :

1. memeriksa, tangan dan kaki secara teratur

2. Melindungi mata, tangan dan trauma

3. Merawat diri

4. Penanganan reaksi

5. Perawatan diri

50
4. Latihan

Latihan dengan cara mencegah terjadinya kecacatan pada

penderita kusta tergantung pada komponen saraf yang terkena daerah

sensoris, motoris dan otonom maupun kombinasi antara ketiganya.

Melakukan pencegahan cacat dan bertambahnya cacat pada dasarnya

adalah : melakukan latihan pada penderita kusta cacat baik tingkat I dan 2

untuk mengajarkan teknik-teknik perawatan diri pada daerah yang

terkena cacat.

5. Pendidikan

Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien kusta

sangat diperlukan karena penatalaksanaan penyakit kusta memerlukan

perilaku penanganan yang khusus yaitu teknik perawatan diri. Pasien tidak

hanya belajar ketrampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari

kecacatan, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup

untuk menghindari dari menutup diri dan mau beradaptasi dengan

masyarakat.

9. Asuhan Keperawatan Kusta

1. Pengkajian
a. Biodata

Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang

diberikan, anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda.

Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat

51
kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian

besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan

keluhan adanya lnesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri

tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita

(demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh.

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika

dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat

imunisasi.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun

yang disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang masa

inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga

yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.

e. Riwayat Psikososial

Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang

menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar

masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan

penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri,

52
sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena

penurunan.

f. Pola Aktivitas Sehari-hari

Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan

pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami

ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena

kondisinya yang tidak memungkinkan.

g. Pemeriksaan

Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena

reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen.

Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.

1) Sistem penglihatan.

Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata

anastnesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi

mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan

mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus

hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ

tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler

jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.

2) Sistem pernafasan

53
Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan

terdapat gangguan pada tenggorokan.

3) Sistem persarafan:

a) Kerusakan fungsi sensorik

Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/

mati rasa. Akibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan

kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan

kurang/ hilangnya reflek kedip.

b). Kerusakan fungsi motorik

Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan

lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan.

Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat

terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata

akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan

(lagophthalmos).

c) Kerusakan fungsi otonom

Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan

gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering,

menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.

4) Sistem muskuloskeletal.

54
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya

kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan

akan atropi.

5) Sistem integumen

Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu),

bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul

(benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar

keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit

kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati

kerontokan jika terdapat bercak.

a. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan.

Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan

keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut. Diagnosa keperawatan

adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah diperoleh

pada tahap pengkajian untuk menegakan diagnosis keperawatan. Diagnosis

keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang

dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan

kesehatan yang lain. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada

berdasarkan (Standar diagnosis keperawatan indonnesia (SDKI). Masalah

keperawatan utama pada kasus Kusta adalah:

55
a. Nyeri Akut

a. Defisit pengetahuan

56
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

1. Data Umum

a. Nama KK : Tn. T

b. Umur : 60 Tahun

c. Pekerjaan KK : Kuli Bangunan

d. Pendidikan KK : SMP

e. Agama : Islam

f. Alamat : Watulondo Kec. Punggulaka

g. Tanggal Berobat : 13 Agustus 2019

h. Tanggal Pengkajian : 25 Maret 2020

i. Komposisi anggota keluarga :

Tabel 3.1 Komposisi Anggota Keluarga

NO Nama L/P Umur Hub. Kel. Pekerjaan Pendidikan

1. Tn. T L 60 Suami KK Buruh tani SMP

2. Ny. M P 48 Istri Ibu rumah tangga SD

3. An. S L 24 Anak I Belum nikah SMP

4. An. A P 19 Anak 2 Belum nikah SMA

1. Genogram:

Suami Istri

57
?

? ? ? ? ? ? ?

60 48

24 19
9

Keterangan:

= Laki-laki
= Perempuan
X = Meninggal dunia
------ = Tinggal bersama
= Menikah
= Laki-laki
? = umur tidak diketahui

G1: Ayah dari Tn. T telah meninggal dunia karena factor umur dan ibu
dari Tn.T meninggal dunia dan Ibu dari Ny. Meninggal karna sakit
dan ayah meninggal karena usia.
G2: Tn. T anak sulung dari 4 bersaudara, Ny. M anak sulung dari 5
bersaudara
G3: keluarga Tn. T memiliki 2 orang anak 1 orang anak perempuan dan 1
anak laki laki. Tn. T dan Ny. M tinggal bersama dengan anak –
anaknya.

58
9. Tipe keluarga

Tipe keluarga Tn. T merupakan keluarga inti (nuclear family) yang

terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah.

10. Suku bangsa

Keluarga Tn. T berasal dari Bugis, dan bahasa yang di gunakan sehari –

hari adalah bahasa Indonnesia dan bahasa daerah bugis.

11. Agama

Seluruh keluarga Tn. T beragama Islam, dan menjalani ibadah sesuai

dengan agama yang di anut.

12. Status sosial ekonomi

Tn. T bekerja sebagai petani, Ny. M bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Penghasilan keluarga dalam sebulan ± 1.500.000 tidak menentu.

13. Aktivitas rekreasi keluarga

Keluarga Tn. T hanya sekali setahun untuk pergi rekreasi, dan keluarga

mendapatkan sarana hiburan dari menonton TV.

II. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga

1. Tahap perkembangan keluarga sat ini (ditemukan dengan anak tertua):

anak tertua saat ini sudah dewasa dan terkena/menderita penyakit kusta

tipe MB.

2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi dan kendalanya:

keluarga memberikan kebebasan pada anak-anaknya.

3. Riwayat keluarga inti

- Tn. T: Hingga saat ini mengatakan tidak ada keluhan.

59
- Ny. M: Hingga saat ini mengatakan tidak ada keluhan.

- Tn.S mengatakan mengalami hipertensi sejak 3 tahun yang lalu.

P : Reaksi kusta.

Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk

R : Mata, tangan dan kaki

S:6

T : Hilang timbul

Nn. A : Hingga saat ini mengatakan tidak ada keluhan.

4. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya Tn.T. mengatakan bahwa

ayahnya pernah menderita kusta menyelesaikan pengobatan tuntas

meninggal bukan kustanya namun karena factor umur, saudara dari Tn. T

juga pernah menderita kusta menyelesaikan pengobatan tuntas mempunyai

riwayat penyakit yang lama atau menular. Keluarga Tn. T. mengatakan

bahwa anaknya Sdr. S. awal mulanya hanya mengeluh mati rasa pada

kulit (bercak) dan kedua telapak kaki sakit. Klien mengatakan bahwa

kakek dan neneknya tinggal serumah.

III. Lingkungan

1. Karakteristik rumah

1). Luas rumah: 7 mm x 10 mm

2). Type rumah: permanen

3). Kepemilikan: milik sendiri

4). Jumalah dan rasio kamar/ruangan :6 ruangan antara lain: 3 kamar, 1

ruang tamu, 1 dapur, dan 1 kamar mandi.

60
5).Ventilasi/jendela: cukup hampir semua ruangan ada ventilasi dan

terang.

6). Pemanfaatan ruangan: ruang tamu jadi satu dengan ruang keluarga.

7). Septic tank: ada di belakang rumah.

8). Sumber air minum: sumur

9). Kamar mandi/WC:ada

10). Sampah: dikumpulkan dibelakang rumah dan di bakar.

11). Kebersihan lingkungan: bersih, hanya perabotan dapur kurang

tertata rapi.

2. Dena Rumah

Teras Ruang Tamu Kamar II

Kamar I Dapur WC

Gambar 3.2. Denah Rumah

3. Karakteristik tetangga dan komunitas RT/RW

Tidak ada karakteristik khusus tetangga atau komunitas, hubungan

bertetangga dan komunitas berjalan rukun, tidak ada aturan khusus yang

mengikat individu dalam bermasyarakat selama tidak menimbulkan

keresahan bagi masyarakat lainnya.

4. Mobilitas geografis keluarga

Keluarga Tn. T merupakan penduduk asli Kel. Watulondo Kec.

Punggulaka dan tidak pernah pindah rumah.

61
5. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Tidak ada perkumpulan yang diikuti keluarga, interaksi keluarga dengan

masyarakat terjalin baik, interaksi antar warga banyak dilakukan pada

saat selesai sholat bersama di masjid.

6. Sistem pendukung keluarga

Jika ada masalah maka keluarga akan menyelesaikan dengan

musyawarah. Keluarga memanfaatkan layanan kesehatan BPJS yang

tersedia yaitu di Puskesmas Puuwatu.

IV. Struktur Keluarga

1. Pola komunikasi keluarga

Keluarga Tn. T selalu berkomunikasi dengan baik dan selalu

berkomunikasi dengan keluarga yang lainnya, bahasa sehari-hari yang

digunakan adalah bahasa daerah bugis dan bahasa indonnesia.

Komunikasi dilakukan dengan cara terbuka, jika ada masalah maka

keluarga akan menyelesaikan dengan musyawarah dengan penentu

keputusan Tn. T.

2. Struktur kekuatan keluarga

Pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan dengan cara

musyawarah seluruh anggota keluarga. Tn. T selaku kepala keluarga

memiliki kekuatan untuk mengendalikan dan mempengaruhi anggota

keluarga untuk merubah prilaku.

62
3. Struktur peran

Peran formal :

Tn. T berperan sebagai kepala keluarga dan mencari nafkah sebagai

petani.

Ny. M berperan sebagai istri yang mengurus rumah tangga.

An. S berperan sebagai anak dan sudah tamat SMP.

4. Nilai dan norma

Di dalam keluarga Tn. T selalu mengajarkan kesopanan pada anak –

anak, terutama nilai kesopanan terhadap orang tua. Ny. M mengajarkan

nilai kejujuran sejak kecil pada anak anak. tidak ada nilai dan norma

khusus yang mengikat anggota keluarga, untuk masalah kesehatan

keluarga juga tidak memiliki praktik yang harus dilakukan. Sistem nilai

yang dianut dipengaruhi oleh adat dan agama.

5. Fungsi Keluarga

1. Fungsi afektif

Keluarga Tn. T dengan istri, beserta anaknya terjalin dengan baik,

angota keluarga saling menghormati, memperhatikan, menyayangi

dan menyemangati.

2. Fungsi sosialisasi

Interaksi dalam keluarga terjalin dengan akrab dan disiplin, saling

mengenal dengan masyarakat lainnya.

3. Fungsi reproduksi

63
Tn. T memiliki 2 anak tinggal bersama, Ny. M memakai KB

Implant. Dan kedua anaknya perempuan dan laki-laki

4. Fungsi ekonomi

Ny. M mengatakan penghasilan suami sebagai kuli bangunan cukup

untuk kehidupan sehari – hari. Keluarga memanfaatkan pelayanan

kesehatan yang ada, keluarga menggunakan kartu BPJS untuk

berobat di Puskesmas / Rumah Sakit.

V. Fungsi perawatan kesehatan keluarga

1). Pengetahuan dan persepsi keluarga tentang penyakit/masalah

kesehatan keluarga: keluarga Tn.T masih kurang tentang

mengenal tentang penyakit kusta hal ini disbabkan pendidikan

yang rendah hanya sebatas SD, dan pemahaman keluarga terhadap

masalah yang diderita oleh anaknya Sdr.S. tidak begitu banyak.

2). Kemampuan keluarga mengambil keputusan tindakan kesehatan

yang tepat: keluarga Tn.T. dan keluarga membawah Sdr. S ke

tenaga kesehatan (mantri dan dokter).

3). Kemampuan keluarga merawat anggota keluarganya yang sakit:

keluarga Tn.T. tidak tahu cara merawat Sdr.S dan hanya

memberi obat ke toko, bila tidak sembuh dibawah ke mantri,

kadang-kadang ke dokter.

64
4). Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat:

keluarga Tn.T memahami kebersihan lingkungan di buktikan

dengan rumah bersih, kamar mandi dan WC bersih.

5). Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan di

masyarakat: keluarga kurang mampu memanfaatkan fasilitas

kesehatan karena jarak pelayanan kesehatan yang jauh.

VI. Stres Dan Koping Keluarga

a. Stresor jangka pendek: tidak merasakan adanya ganguan.

b. Stresor jangka panjang: keluarga Tn.T salah satu anaknya Sdr.S.

menderita penyaki kusta.

c. Respon keluarga terhadap stressor : Keluarga Tn.T bingung dan

cemas apakah anaknya Sdr.S dengan sakit kusta apa ada obatnya.

d. Strategi koping: dibawak ke puskesmas.


e. Strategi adaptasi disfungsional: tidak ada.

65
VII. Pemeriksaan Fisik
Tabel 3.2 Pemeriksaan Keluarga

Data Tn. T Ny. M An. S


TTV TD : 110/80 mmHg TD : 110/80 mmHg TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/m N : 72 x/m N : 80 x/m
P : 20 x/m P : 20 x/m P : 22 x/m
SB : 36.8oC SB : 36.7oC SB : 36.6oC
Kepala Bentuk simetris, bersih, Bentuk simetris, bersih, Bentuk simetris, bersih,
rambut warna putih rambut warna putih dan rambut warna hitam
panjang
Leher Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening dan kelenjar getah bening dan kelenjar getah bening
vena jugularis vena jugularis dan vena jugularis
Aksila Tidak ada lnesi dan Tidak ada lnesi dan Tidak ada lnesi dan
pembengkakan pada Axial pembengkakan pada Axial pembengkakan pada axial
Dada Dada tampak simetris, tidak Dada tampak simetris, Dada tampak simetris,
terdengar suara nafas tidak terdengar suara nafas Terdengar suara nafas
tambahan, tidak ada lnesi dan tambahan, tidak ada lnesi tambahan ronkhi,tidak ada
pembengkakkan atau berupa dan pembengkakkan atau lnesi dan pembengkakan
benjolan, tidak ada retraksi berupa benjolan, tidak ada atau berupa benjolan, tidak
dinding dada retraksi dinding dada ada retraksi dinding dada
Abdome Tidak ada asietes, tidak ada Tidak ada asietes, tidak Tidak ada asietes, tidak
n nyeri nyeri tekan dan nyeri ada nyeri nyeri tekan dan ada nyeri nyeri tekan
lepas disetiap kuadran nyeri lepas disetiap dan nyeri lepas disetiap
kuadran kuadran
Ekstrem Simetris kiri dan kanan, Simetris kiri dan kanan, Simetris kiri dan kanan,
itas Atas Tidak oedema, pergerakan Tidak oedema, pergerakan Tidak oedema,
baik baik pergerakan baik
Ekstremit Simetris kiri dan kanan, Simetris kiri dan kanan, Simetris kiri dan kanan,
as Bawah Tidak oedema, varises tidak Tidak oedema, varises Tidak oedema, varises
ada, turgor kulit baik tidak ada, turgor kulit baik tidak ada, turgor kulit
baik
VIII. Harapan Keluarga

66
Keluarga memiliki harapan dengan adanya mahasiswa yang

melakukan praktek keluarga dapat memiliki pengetahuan lebih tentang

pentingnya menjaga kesehatan dan berharap sangat membantu

keluarga mencegah penyakit.

B. Data Fokus
Nama Pasien : An. S

Kepala Keluarga : Tn. T

Anggota Keluarga Sakit : An. S

Table 3.3 Data Fokus Hasil Pengkajian Keperawatan Keluarga

Data Subjektif Data Objektif

- An.S mengatakan. saat ini dalam keadaan kurang Pemeriksaan rasa raba pada kelainan
sehat sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu. kulit
- An. S mengeluh penyakitnya menimbulkan adanya - Kulit/bercak pada tubuh saat dites
kelainan kulit bercak-bercak, dan warna putih dengan menggunakan kapas
seperti panu. ujungnya dilancipkan terjadi mati
- An. S mengatakan daerah mata, tangan dan kaki rasa dan hampir kelihatan
terasa sakit sekali seperti tertusuk-tusuk (nyeri) disemua tubuh.
P : Reaksi Kusta
- Pada pemeriksan saraf ada
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk penebalan pada saraf tangan
R : Mata, tangan dan kaki kanan (saraf ulnaris) dan kaki
S : Skala Nyeri 6 kanan (saraf perinius)
T : Hilang Timbul
- Pendidikan keluarga Tn.T rendah.
- An. S mengatakan hampir semua kulit tubuh ada
- Tanda-tanda Vital
bercak keputihan mati rasa.
- TD: 110/80 mmHg
- keluarga belum mengerti bagaimna cara merawat
- Nadi: 80 x/menit
keluarga yang sedang sakit kusta.
- Respirasi: 20 x/menit
- keluarga tidak tau apa itu kusta, apa saja faktor
- Suhu: 36 C

67
penyebabnya, serta cara menanganinya - BB:42 kg
- Penebalan syaraf tepi

C. Perumusan Masalah
Nama Pasien : An. S
Kepala Keluarga : Tn. T
Anggota Keluarga Sakit : An. S

No Data Etiologi Masalah


1. Nyeri akut Reaksi kusta Nyeri Akut
DS :
- Klien mengatakan
nyeri pada daerah Terjadinya peningkatan
mata, tangan dan celluler-mediatedimmunity

kaki.
DO : Saraf tepi
- Tanda - tanda vital:
TD : 130/80 mmHg
N : 80x/m Gangguan fungsi saraf
RR : 22x/m
SB : 36.5 oC
- P : Reaksi kusta Cacat
Q:Nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R: Saraf tepi
S : Skala nyeri 6.
T : Hilang timbul
2. DS : Status Kesehatan Menurun Defisit
- Klien dan keluarga Pengetahuan
mengatakan tidak
mengetahui tentang Kurang Terpajan Informasi

68
penyakit kusta Terkait Penyakit
- Klien dan keluarga
tidak mengetahui
tentang proses
penyakit Kusta
- Keluarga merasa Kurang Pengetahuan
cemas dengan
penyakit An. S
DO :
- An. S dan keluarga
tampak bingung dan
tidakmengerti ketika
ditanya mengenai
penyakit kusta.

69
Intervensi Keperawatan
Tabel 3.5 Intervensi Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Objektif Intervensi

1. Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri


Di tandai dengan : - Melaporkan nyeri yang terkontrol - Identifikasi nyeri yang komprehensif
- Klien mengatakan nyeri pada Dengan skala : (P,Q,R,S,T)
mata, tangan dan kaki 1 = menurun - Berikan teknik non farmakologis
- Tanda - tanda vital: 2 = cukup menurun untuk mengurangi rasa nyeri
TD : 130/80 mmHg 3 = sedang (Therapy nafas dalam)
N : 80x/m 4 = cukup meningkat - Kontrol lingkungan yang
RR : 22x/m 6 = meningkat memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
SB : 36.6 oC - Menggunakan teknik non-farmakologi ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- P : Reaksi kusta dalam mengurangi nyeri - Kolaborasi pemberian analgetik
Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk - Menggunakan teknik farmakologi dalam
R : saraf tepi mengurangi nyeri
S : Skala nyeri 6. - Frekuensi pernafasan

70
T : Hilang timbul - Tekanan darah

2. Defisit Pengetahuan Tingkat Kepatuhan Edukasi Proses Penyakit


DS : - Verbalisasi kemauan memenuhi program Observasi
- Klien dan keluarga mengatakan - Identifikasi knesiapan dan
perawatan atau pengobatan
tidak mengetahui tentang kemampuan menerima informasi
- Perilaku mengikuti program perawatan
penyakit kusta Terapeutik
atau pengobatan
- Sediakan materi dan media
- Klien dan keluarga tidak
pendidikan kesehatan
mengetahui tentang proses
- Berikan kesempatan untuk bertanya
penyakit kusta.
Edukasi
DO :
- Jelaskan penyebab dan faktor rnesiko
- An. S dan keluarga tampak
penyakit kusta
bingung dan tidak mengerti
- Ajarkan cara meredakan atau
ketika ditanya mengenai
mengatasi gejala yang di rasakan.
penyakit Kusta.

71
D. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.6 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Hari Ke I

No. Diagnosa Hari /


Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tanggal
1. Nyeri akut Kamis, 26 09.00 - Mengidentifikasi nyeri yang S : - Klien mengatakan nyeri
Di tandai dengan : Maret 2020 komprehensif (P,Q,R,S,T) pada mata, tangan dan
- Klien mengatakan Hasil : kaki
nyeri pada mata, P : Reaksi kusta O : - Klien nampak meringis
tangan dan kaki Q : Nyeri seperti tertekan dan memegang daerah
- Tanda - tanda vital: benda berat nyeri
TD : 130/80 mmHg R : Saraf tepi - Skala 6
N : 80x/m S : Skala nyeri 6. A : Masalah nyeri akut belum
RR : 22x/m T : Hilang timbul teratasi
SB : 36.6 oC - Memonitor keberhasilan P : Intervensi di lanjut dengan :
- P : Reaksi kusta therapy komplementer yang - Kontrol lingkungan di
Q:Nyeri seperti sudah di berikan. pertahankan
tertusuk-tusuk Hasil : - Therapy perawatan diri di

72
R : Saraf tepi TD : 130/80 mmHg pertahankan
S : Skala nyeri 6. RR : 22x/menit - Therapy pengobatan
T : Hilang timbul N : 80 x/m prednison sesuai protap
SB : 36.5 oC penatalaksanaan program
- Memberikan teknik non kusta.
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Perawatan diri (pencegahan
cacat dan bertambahnya
cacat pada dasarnya 3 M,
memeriksa, melindungi &
merawat)
Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika nyeri
timbul.
- Mengontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,

73
kebisingan)

Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika nyeri
timbul.
- Mengontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Hasil :
Suhu ruangan di atur,
pencahayaan di atur dan
kebisingan di kurangi guna
meningkatkan kenyamanan
klien.
- Kolaborasi pemberian
analgetik
Hasil :

74
Pemberian prednison sesuai
protap penatalaksaan
program kusta ketika nyeri
timbul
2. Defisit Pengetahuan Kamis, 26 10.00 - Mengidentifikasi knesiapan dan S : Klien dan keluarga
Ditandai dengan : Maret 2020 kemampuan menerima mengatakan tidak
DS : informasi mengetahui tentang
1. Keluarga An. S Hasil : Klien dan keluarga penyakit kusta
mengatakan tidak bersedia untuk di berikan O : Klien dan keluarga nampak
mengetahui tentang edukasi bingung dan tidak tau
penyakit kusta. - Menyediakan materi dan tentang penyakit kusta
2. Keluarga media pendidikan kesehatan A : Masalah defisit
mengatakan tidak Hasil : Pemberian penyuluhan pengetahuan belum
tahu cara merawat terkait penyakit kusta dengan teratasi
anggota keluarga leaflet P : Intervensi di lanjut dengan :
yang sakit dengan - Memberikan kesempatan - Jadwalkan kembali
kusta untuk bertanya pertemuan selanjutnya
DO : Hasil : Klien dan keluarga di untuk penyuluhan.
An. S dan keluarga berikan kesempatan untuk - Lakukan evaluasi di akhir

75
tampak bingung dan bertanya terkait materi yang di penyuluhan
tidak mengerti tentang berikan.
penyakitnya. - Menjelaskan penyebab dan
faktor rnesiko penyakit (kusta)
Hasil : Klien dan keluarga di
jelaskan penyebab dan faktor
rnesiko penyakit (kusta).

Hari Ke II

No. Diagnosa Hari /


Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tanggal
1. Nyeri akut Jumat, 27 09.00 - Mengidentifikasi nyeri S : - Klien mengatakan nyeri pada
Di tandai dengan : Maret 2020 yang komprehensif mata, tangan dan kaki
- Klien (P,Q,R,S,T) O : - Klien nampak meringis dan
mengatakan Hasil : memegang daerah nyeri Skala 4
nyeri pada P : Reaksi kusta A : Masalah nyeri akut belum teratasi
mata, tangan Q : Nyeri seperti tertekan P : Intervensi di lanjut dengan :
dan kaki benda berat - Kontrol lingkungan di pertahankan

76
- Tanda - tanda R : Saraf tepi - Therapy perawatan diri di
vital: S : Skala nyeri 6. pertahankan
TD : 130/80 T : Hilang timbul - Therapy pengobatan prednison
mmHg - Memonitor keberhasilan sesuai protap penatalaksanaan
N : 80x/m therapy komplementer program kusta.
RR : 22x/m yang sudah di berikan.
SB : 36.6 oC Hasil :
- P : Reaksi kusta TD : 120/80 mmHg
Q:Nyeri seperti RR : 22x/menit
tertusuk-tusuk N : 80 x/m
R : Saraf tepi SB : 36.5 oC
S : Skala nyeri 6. - Memberikan teknik non
T : Hilang timbul farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Perawatan diri
(pencegahan cacat dan
bertambahnya cacat pada
dasarnya 3 M,
memeriksa, melindungi

77
& merawat)
Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika
nyeri timbul.
- Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika
nyeri timbul.
- Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)

78
Hasil :
Suhu ruangan di atur,
pencahayaan di atur dan
kebisingan di kurangi
guna meningkatkan
kenyamanan klien.
- Kolaborasi pemberian
analgetik
Hasil :
Pemberian prednison
sesuai protap
penatalaksaan program
kusta ketika nyeri timbul
2. Defisit Pengetahuan Jumat, 27 10.00 - Mengidentifikasi S : Klien dan keluarga mengatakan
Ditandai dengan : Maret 2020 knesiapan dan tidak mengetahui tentang penyakit
DS : kemampuan menerima kusta
1. Keluarga An. S informasi O : Klien dan keluarga nampak
mengatakan tidak Hasil : Klien dan bingung dan tidak tau tentang

79
mengetahui keluarga bersedia untuk penyakit kusta
tentang penyakit di berikan edukasi A : Masalah defisit pengetahuan belum
kusta. - Menyediakan materi dan teratasi
2. Keluarga media pendidikan P : Intervensi di lanjut dengan :
mengatakan tidak kesehatan - Jadwalkan kembali pertemuan
tahu cara merawat Hasil : Pemberian selanjutnya untuk penyuluhan.
anggota keluarga penyuluhan terkait penyaki - Lakukan evaluasi di akhir
yang sakit dengan kusta dengan leaflet penyuluhan
kusta - Memberikan kesempatan
DO : untuk bertanya
An. S dan keluarga Hasil : Klien dan
tampak bingung dan keluarga di berikan
tidak mengerti kesempatan untuk
tentang penyakitnya. bertanya terkait materi
yang di berikan.
- Menjelaskan penyebab
dan faktor rnesiko
penyakit (kusta)
Hasil : Klien dan

80
keluarga di jelaskan
penyebab dan faktor
rnesiko penyakit (kusta).

Hari Ke III

No. Diagnosa Keperawatan Hari /


Jam Implementasi Evaluasi
Tanggal
1. Nyeri akut Sabtu, 28 09.00 - Mengidentifikasi nyeri S : Klien mengatakan nyeri
Di tandai dengan : Maret yang komprehensif pada mata, tangan dan
- Klien mengatakan nyeri 2020 (P,Q,R,S,T) kaki
pada mata, tangan dan Hasil : O : Klien nampak meringis
kaki P : Reaksi kusta dan memegang daerah
- Tanda - tanda vital: Q : Nyeri seperti tertekan nyeri skala 2
TD : 130/80 mmHg benda berat A : Masalah nyeri akut belum
N : 80x/m R : Saraf tepi teratasi
RR : 22x/m S : Skala nyeri 6. P : Intervensi di lanjut dengan :
SB : 36.6 oC T : Hilang timbul - Kontrol lingkungan di
- Memonitor keberhasilan pertahankan

81
- P : Reaksi kusta therapy komplementer - Therapy perawatan diri di
Q:Nyeri seperti tertusuk- yang sudah di berikan. pertahankan
tusuk Hasil : - Therapy pengobatan
R : Saraf tepi TD : 120/80 mmHg prednison sesuai protap
S : Skala nyeri 6. RR : 22x/menit penatalaksanaan program
T : Hilang timbul N : 80 x/m kusta.
o
SB : 36.5 C
- Memberikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Perawatan diri
(pencegahan cacat dan
bertambahnya cacat pada
dasarnya 3 M, memeriksa,
melindungi & merawat)
Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika
nyeri timbul.

82
- Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika
nyeri timbul.
- Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Hasil :
Suhu ruangan di atur,
pencahayaan di atur dan
kebisingan di kurangi guna
meningkatkan kenyamanan
klien.
- Kolaborasi pemberian

83
analgetik
Hasil :
Pemberian prednison
sesuai protap
penatalaksaan program
kusta ketika nyeri timbul
2. Defisit Pengetahuan Sabtu, 28 10.00 - Mengidentifikasi S : Klien dan keluarga
Ditandai dengan : Maret knesiapan dan mengatakan tidak
DS : 2020 kemampuan menerima mengetahui tentang
1. Keluarga An. S mengatakan informasi penyakit kusta.
tidak mengetahui tentang Hasil : Klien dan keluarga O : Klien dan keluarga nampak
penyakit kusta. bersedia untuk di berikan bingung dan tidak tau
2. Keluarga mengatakan tidak edukasi tentang penyakit kusta
tahu cara merawat anggota - Menyediakan materi danA : Masalah defisit
keluarga yang sakit dengan media pendidikan kesehatan pengetahuan teratasi
kusta Hasil : Pemberian P : Intervensi di hentikan
DO : penyuluhan terkait penyakit - Perawatan diri tetap di
An. S dan keluarga tampak kusta dengan leaflet pertahankan.
bingung dan tidak mengerti - Memberikan kesempatan

84
tentang penyakitnya. untuk bertanya
Hasil : Klien dan keluarga
di berikan kesempatan
untuk bertanya terkait
materi yang di berikan.
- Menjelaskan penyebab
dan faktor rnesiko
penyakit (kusta)
Hasil : Klien dan keluarga
di jelaskan penyebab dan
faktor rnesiko penyakit
(kusta).

85
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data

dan menganalisanya. Pengkajian merupakan tahap awal dari proses

keperawatan. Pada tahap ini semua data dikumpulkan secara sistematis guna

menentukan kesehatan klien. Pengkajian harus dilakukan secara

komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, social maupun

spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan

membuat data dasar klien (Manurung, 2011).

Sesuai dengan teori yang dijabarkan diatas penulis melakukan

pengkajian pada Tn. T dengan menggunakan format pengkajian keperawatan

medikal bedah, metode wawancara, observasi dan Pemeriksaan untuk

menambah data yang diperlukan. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 25

Maret 2020 Tn. T keluarga An. S mengatakan saat ini dalam keadaan kurang

sehat sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu, An. S mengeluh penyakitnya

menimbulkan adanya kelainan kulit bercak-bercak, dan warna putih seperti

panu, An. S mengatakan daerah mata, tangan dan kaki terasa sakit sekali

seperti tertusuk-tusuk (nyeri), P : Reaksi Kusta, Q : Nyeri seperti tertusuk-

tusuk, R : Mata, tangan dan kaki, S : Skala Nyeri 6, T : Hilang Timbul, An. S

mengatakan hampir semua kulit tubuh ada bercak keputihan mati rasa,

keluarga belum mengerti bagaimana cara merawat keluarga yang sedang sakit

kusta, keluarga tidak tau apa itu kusta, apa saja faktor penyebabnya, serta cara

menanganinya.

86
Saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah didapatkan hasil 130/80

mmHg, Nadi 0 x/m, Suhu 36.6 oC dan Pernapasan 24 x/m. Keluhan yang

disampaikan tersebut sesuai dengan tanda dan gejala menurut Wijaya &

Putri, (2013) namun tidak semua gejalah muncul dalam kasus keluarga Tn.

T adalah tanda dan gejalah kusta. Tanda dan gejala yaitu nyeri yang

dirasakan penderita kusta daerah mata, tangan dan kaki.

Pada pemeriksaan POD (prention of disability) mata, tangan dan

kaki mengalami adanya penebalan saraf pada daerah tangan dan kaki. Hasil

pemeriksaan menyatakan bahwa penderita mengalami cacat tingkaat 1

sehingga dianjurkan perawatan diri pada mata, tangan dan kaki.

Analisa data pada tinjauan pustaka hanya menguraikan teori saja

sedangkan pada tinjauan kasus disesuaikan dengan keluhan nyata yang

dialami klien karena penulis menghadapi klien secara langsung.

Pengkajian Keluarga merupakan suatu tahapan dimana perawat suatu

mengambil informasi dari keluarga dengan pendekatan sistematis untuk

mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat di ketahui kebutuhan

keluarga yang di binanya. Metode dalam pengkajian bisa melalui wawancara,

observasi vasilitas dan keadaan rumah, Pemeriksaan dari anggota keluarga

dan measurement dari data sekunder (hasil lab, papsmear, dll). (Susanto,

2012).

Sesuai dengan teori yang dijabarkan diatas penulis melakukan

pengkajian keluarga pada Tn. T khususnya pada keluarga An. S dengan

penyakit kusta menggunakan format pengkajian keperawatan Keluarga,

87
metode wawancara, observasi dan Pemeriksaan untuk menambah data yang

diperlukan. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 25 Maret 2020 An. S

mengatakan seluruh badannya ada bercak putih kemerahan dan pada bagian

saraf terasa nyeri bila di sentuh. Dilakukan pemeriksaan tekanan darah

130/80 mmHg, Nadi 80 x/m, suhu 36,6oC, Pernapasan 22x/m, pemeriksaan

klinis dan charting untuk menegakkan diagnosa pada klien, melakukan

pemeriksaan kulit dengan melakukan pemeriksaan kulit pada bagian seluruh

badan pasien setiap bercak (macula) bintil-bintil (nodulus) petugas

melakukan pemeriksaan rasa raba pada bercak pasien dengan menggunakan

sepotong kapas secara tegak lurus pada daerah kulit yang dicurigai.

Kemudian melakukan pemeriksaan saraf tepi pada saat meraba saraf apakah

ada penebalan/pembesaran, apakah saraf pada bagian sisi kiri dan kanan sama

besar atau berbeda, adakah nyeri atau tidak pada saraf.

Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat dan menahun. Saraf

tepi/perifer sebagai afinitas pertama, kemudian kulit dan mukosa saluran

nafas bagian atas, kemudian dapat ke organ lainnya kecuali susunan saraf

pusat. Atas dasar definisi tersebut, maka untuk mendiagnosis kusta dicari

kelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepid an kelainan yang

tampak pada kulit. Pada pengkajian keperawatan keluarga didapatkan data

klien dan keluarga tidak mengetahui tentang penyakit kusta, tidak

mengetahui tentang proses penyakit kusta, dan Keluarga mengatakan tidak

tau cara merawat anggota keluarga yang sakit, dan secara objektif An. S dan

88
keluarga tampak bingung dan tidak mengerti ketika ditanya mengenai

penyakit Kusta.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data pada An. S maka dirumuskan diagnosa

keperawatan sebagai berikut :

1. Nyeri Akut

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI).

Nyeri terjadi diawali adanya fakor predisposisi yang menyebabkan

terjadinya reaksi kusta (bagian mata, tangan dan kaki), reaksi kusta tidak

ditangani dengan baik dan benar akan menyebabkan kecacatan. Nyeri akut

di akibatkan terjadinya reaksi kusta, tergantung dari fungsi saraf mana

yang rusak. Dimana kecacatan akibat adanya nyeri melalui infiltrasi

langsung micobakterium leprae ke susunan saraf tepi dan organ. Melalui

reaksi kusta. Masalah bersifat aktual dan sangat dirasakan, perawatan diri

segera perlu dilakukan untuk menghindari semakin parahnya masalah.

Berdasarkan data tersebut maka penulis mengangkat masalah

keperawatan nyeri akut sebab berdasarkan teori SDKI (2017), menyatakan

bahwa batasan karakteristik untuk mengangkat masalah keperawatan nyeri

akut yaitu terdapat salah satu tanda atau data seperti apabila terdapat salah

satu tanda atau data seperti mengeluh nyeri.

2. Defisit pengetahuan

89
Diagnosa keperawatan ini diangkat oleh penulis sebab berdasarkan

hasil pengkajian diperoleh data secara subjektif keluarga An. S

mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit secara objektif klien dan

keluarga tampak bingung tentang penyakit Kusta.

Berdasarkan data tersebut maka penulis mengangkat masalah

keperawatan Defisit pengetahuan sebab berdasarkan teori SDKI (2017),

menyatakan bahwa batasan karakteristik untuk mengangkat masalah

keperawatan Defisit pengetahuan yaitu terdapat salah satu tanda atau data

seperti apabila terdapat salah satu tanda atau data seperti keluarga tidak

mengetahui tentang penyakit Kusta.

C. Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan

keperawatan yang ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam

memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah di

identifikasikan (Nasrul Effendi, 2008). Setelah dilakukan tindakan asuhan

keperawatan selama 1x 24 jam masalah manajemen Nyeri, Identifikasi nyeri

yang komprehensif (P,Q,R,S,T), Berikan teknik non farmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri (perawatan diri) dan kontrol lingkungan yang

memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan),

Kolaborasi pemberian pengobatan menghilangkan nyeri.

Defisit pengetahuan

Intervensi dilapangan pada diagnosa Defisit pengetahuan terhadap

penyakit kusta dilakukan 1 x 24 jam dimana tindakan yang di lakukan yaitu

90
Identifikasi knesiapan dan kemampuan menerima informasi, sediakan materi

dan media pendidikan kesehatan, berikan kesempatan untuk bertanya, jelaskan

penyebab dan faktor rnesiko penyakit kusta, ajarkan cara meredakan atau

mengatasi gejala yang di rasakan. Intervensi yang disebutkan dalam teori sudah

sesuai dengan kondisi yang terjadi di studi lapangan sehingga intervensi dapat

digunakan untuk diagnosa tersebut.

D. Implementasi

Implementasi hari pertama yang didapat pada An. S tanggal 26 Maret

2020 adalah dilapangan pada diagnosa Mengidentifikasi nyeri yang

komprehensif (P,Q,R,S,T) P : Reaksi kusta, Q : Nyeri seperti tertekan benda

berat, R : Saraf tepi, S : Skala nyeri 6, Hilang timbul, memonitor keberhasilan

therapy komplementer yang sudah di berikan. TD : 130/80 mmHg, RR :

22x/menit, N : 80 x/m, SB : 36.6 oC, memberikan teknik non farmakologis

untuk mengurangi rasa nyeri Perawatan diri (pencegahan cacat dan

bertambahnya cacat pada dasarnya 3 M, memeriksa, melindungi & merawat)

Klien diajarkan teknik perawatan diri, ketika nyeri timbul, mengontrol

lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,

kebisingan). Klien diajarkan teknik perawatan diri, ketika nyeri timbul.

Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan), Suhu ruangan di atur, pencahayaan di atur dan

kebisingan di kurangi guna meningkatkan kenyamanan klien, kolaborasi

pemberian analgetik, Pemberian prednison sesuai protap penatalaksaan

program kusta ketika nyeri timbul.

91
Berdasarkan implementasi yang ada dilapangan dan teori terdapat

kesenjangan karena implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi.

Implementasi sudah sesuai dengan situasi dan kondisi.

Defisit Pengetahuan

Implementasi hari pertama yang didapat pada An. S tanggal 26 Maret

2020 adalah mengidentifikasi knesiapan dan kemampuan menerima informasi

dengan hasil Klien dan keluarga bersedia untuk di berikan edukasi,

Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan dengan hasil Pemberian

penyuluhan terkait penyakit kusta dengan leaflet, Memberikan kesempatan

untuk bertanya dengan hasil Klien dan keluarga telah mengerti dan tidak lagi

bertanya, menjelaskan penyebab dan faktor rnesiko penyakit (kusta) dengan

klien dan keluarga mengerti penyebab dan faktor rnesiko penyakit (kusta),

mengajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang di rasakaan hasil

klien sudah mengerti dan memahami tentang penanganan dan pencegahan

kusta.

E. Evaluasi

Tujuan dan kriteria hasil asuhan keperawatan pada masalah diagnosa

semuanya teratasi.

1. Nyeri Akut

Pada diagnosa keluarga terlibat dalam proses perawatan anggota

keluarga yang sakit dalam hal ini keluarga memberikan dukungan penuh

pada penderita serta keluarga bersikap asertif dan kooperatif untuk

mengatasi masalah manajemen kesehatan keluarga tidak efektif dapat

92
teratasi setelah diberikan asuhan keperawatan keluarga.

2. Defisit Pengetahuan

Pada diagnosa Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kusta ini

teratasi, dimana An. S dan keluarga mengatakan sudah mengetahui tentang

penyakit kusta masalah dapat teratasi setelah klien dan keluarga di berikan

edukasi.

93
BAB V
PENUTUP
A. Knesimpulan

1. Pengkajian

Dalam melakukan pengkajian pada pasien dengan kasus kusta,

keluhan yang muncul dari responden An. S mengatakan saat ini dalam

keadaan kurang sehat sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu, An. S mengeluh

penyakitnya menimbulkan adanya kelainan kulit bercak-bercak, dan warna

putih seperti panu. Pasien mengatakan daerah mata, tangan dan kaki terasa

sakit sekali seperti tertusuk-tusuk (nyeri). Keluarga mengatakan tidak tau

cara merawat anggota keluarga yang sakit, dan secara objektif An. S dan

keluarga tampak bingung dan tidak mengerti ketika ditanya mengenai

penyakit Kusta.

2. Diagnosa Keperawatan

Dalam merumuskan diagnosa keperawatan harus melihat kondisi

pasien. Pada pasien ini prioritas diagnosa keperawatan yang muncul adalah:

a. Nyeri Akut

b. Defisit pengetahuan

3. Intervensi

Dari intervensi dan masing-masing diagnosa dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. Nyeri Akut

Intervensi yang direncanakan adalah Fasilitasi keluarga membuat

keputusan perawatan, Informasikan tingkat ketergantungan pasien

94
kepada keluarga, Anjurkan keluarga bersikap asertif dalam perawatan,

Anjurkan keluarga terlibat dalam perawatan.

b. Defisit Pengetahuan

Intervensi yang direncanakan adalah Identifikasi knesiapan dan

kemampuan menerima informasi, Sediakan materi dan media pendidikan

kesehatan, berikan kesempatan untuk bertanya, jelaskan penyebab dan

faktor rnesiko penyakit kusta, ajarkan cara meredakan atau mengatasi

gejala yang di rasakan.

4. Implementasi

Berdasarkan perencanaan yang dibuat pada tinjauan kasus dapat

terlaksana dengan baik, semua itu tidak lepas dari peran keluarga yang

banyak membantu dalam pelaksanaan intervensi.

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk memonitor keberhasilan yang tercapai

selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan atau intervensi, dan

tindakan keperawatan.

B. Saran

1. Diharapkan untuk kedepannya pasien lebih kooperatif agar setiap asuhan

keperawatan yang diberikan mencapai hasil yang optimal.

2. Perawat harus lebih memperhatikan pasien, dalam memberikan asuhan

keperawatan hendaknya harus sesuai standar yang berlaku dan

meningkatkan kerja sama dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan

lainnya.

95
3. Diharapkan keluarga dapat lebih mengerti tentang perkembangan

kesehatan tiap anggota keluarganya dan dapat merawat anggota keluarga

yang sakit sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

4. Diharapkan dengan adanya karya tulis ilmiah ini dapat memberi

pengetahuan kepada masyarakat tentang penyakit Kusta.

96
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Susanto, 2012. Perkembangan Anak Usia Dini. Kencana Prenada Media
Group. Jakarta.
Ali Muhammad (2010 ) Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan Bandung:
Pustakan Cendikia UtamaBKKBN. 1999. Masalah Kependudukan
Indonnesia. Pusat Jaringan Nasional
Informasi dan Dokumentasi Bidang Keluarga Berencana dan
Kependudukan. Jakarta
Amiruddin, M.D.(2012. Penyakit Kusta Sebuah Pendekatan Klinis. Surabaya :
Brililian Internasional.

Andarmoyo, S. (2012). KeperawatanKeluarga: Konsep Teori, Proses,dan Praktik


Keperawatan.Yogyakarta: Graha Ilmu

Depkes RI Ditjen PPM dan PLP Buku Pedoman Pemberantas Penyakit


Kusta.. Jakarta. 2015.
Friedman, Marilyn M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga : Riset, Teori dan
Praktek. Jakarta : EGC
Friedman, Marilyn M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga : Riset, Teori dan
Praktek. Jakarta : EGC
https://nasional.republika.co.id/berita/q4ypul368/20-ribu-orang-indonnesia-
menderita-kusta Jumat 31 Jan 2020 [serial online]. diakses pada
tanggal 26 Maret 2020
Manurung, S. (2011). Buku ajar keperawatan maternitas asuham keperawatan
intranatal. Jakarta : Trans Info Media.
Modul 2. (2009). Diagnosis, Klasifikasi, Pemeriksaan dan Pengobatan. Pusat
Latihan Kusta Nasional Makasar.

Nasrul Efendi . 2008. Dasar-Dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran ECG
PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonnesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonnesia
Edisi1 : Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonnesia Edisi
1 : Jakarta: DPP PPNI
Profil Kesehatan provinsi Sulawnesi Tenggara Tahun 2017 - 2019. Sulawesi
Tenggara: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawnesi Tenggara; 2019.

97
Purwanto, Hadi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta : Kemenkes
Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta, Kementrian Kesehatan
RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan 2015
Rekam Medik Puskesmas puuwatu. 2019. Profil Puskesmas puuwatu

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:


Nuha Medika.
WHO.(2016).Artikel Kusta.Diakses pada tanggal 23 Januari 2020.http://://artikel
kusta.blogspot.co.id/2016/03/Pengertian-melitus-menurut.htm?m=1
World Health Organization (WHO). 2010. Leprosy. [serial online].
http://www.who.int/mediacentre/factshets/fs101/en/index.html.

World Health Organization (WHO). 2011. Depression. {serial online].


http://www.who.int/mental_health/management/depression/definition/
en/.

98
DOKUMENTASI

99
100
101
102

Anda mungkin juga menyukai