Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

PARKINSON DISEASE

Disusun oleh:
Ana Raniri Utari, S.Ked
102120068

Pembimbing:
dr. Dyan Roshinta Laksmi Dewi, Sp.S
dr. Sabar Nababan, Sp.S
dr. Simon Djeno, Sp.S
dr. Dini Astriani, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
PONTIANAK
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul:

PARKINSON DISEASE

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Neurologi

Telah disetujui,
Pontianak, Mei 2021

Pembimbing, Penulis,

dr. Dyan Roshinta Laksmi Dewi, Sp.S Ana Raniri Utari

1
BAB I
PENYAJIAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. DS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Parit H. Husein 2
Tanggal Lahir / Usia : 22 Juni 1952 / 69 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Periksa : 11 Mei 2021

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Kedua tangan sering gemetar

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli saraf RS Umum Daerah dr. Soedarso
Pontianak untuk kontrol penyakit yang dideritanya. Pasien telah
melakukan kontrol di poli saraf RSUD dr. Soedarso sejak 7 bulan yang
lalu.
Saat 7 bulan yang lalu, pasien merasa kedua tangannya sering
gemetar, sehingga sedikit menganggu aktivitasnya. Getaran mula-mula
dirasakan di jari-jari tangan kiri kemudian lama-lama getaran dirasakan
di seluruh tangan dan dirasakan ketika sedang beristirahat. Hal ini
membuat pasien menjadi sukar melakukan aktivitas sehari-hari seperti
memegang sendok dan garpu ketika makan. Pasien merasa membaik
dengan meminum obat secara rutin tetapi terkadang keluhan kembali
saat terlambat meminum obat.
Saat 4 bulan yang lalu pasien merasa badannya membungkuk
condong ke depan dan terdapat kesulitan berjalan sehingga berjalan

2
menjadi kaku dan lebih lambat. Pasien juga merasa sulit melakukan
perpindahan posisi dari duduk ke berdiri atau berdiri ke duduk. 2 bulan
terakhir pasien merasa gangguan pergerakannya telah menetap namun
ketika meminum obat dapat meminimalisasikan keluhan.
Keluhan sulit menelan disangkal, mulut berliur disangkal. keluhan
sulit tidur disangkal. Keluhan lain seperti kesulitan saat mengingat,
gangguan proses pikir atau bicara kacau disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan serupa.
Pasien memiliki stroke dan osteoartrithis lutut. Riwayat diabetes
mellitus, kejang, vertigo, dan trauma kepala sebelumnya disangkal.
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit atau menjalani operasi
sebelumnya.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan maupun penyakit yang
serupa dengan pasien. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus dalam
keluarga disangkal.

5. Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat triheksifenidil 2mg/8 jam po , sifrol
0,375mg/8 jam po, mecobalamin 500mcg/8jam po.

6. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap obat ataupun
makanan.

7. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

3
Pasien sudah tidak berkerja lagi. Riwayat paparan peptisida
disangkal, riwayat tinggal Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi
alkohol.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 127/75 mmHg
Frekuensi Nadi : 84 kali/menit, regular
Frekuensi Napas : 22 kali/menit
Suhu : 36,6oC

2. Status Generalisata
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Leher : JVP normal
KGB : Pembesaran KGB (-)
Paru
 Inspeksi : Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
 Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/ -, wheezing - / -
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
 Perkusi : Batas pinggang jantung pada ICS III linea parasternalis
sinistra, batas jantung kanan pada ICS V linea sternalis dextra, batas
jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra.
 Auskultasi : SI/SII regular, murmur sistolik (-), gallop (-).

4
Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Palpasi : Supel, nyeri tekan , hepar dan lien tidak teraba membesar
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus ( + ) normal
Ekstremitas
 Superior : Akral hangat + / +, edema - / -, tremor + / + saat istirahat
 Inferior : Akral hangat + / +, edema - / -, tremor - / -

3. Pemeriksaan Neurologis
a. Pemeriksaan Nervus Kranialis

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri


N. I Olfaktorius Daya penciuman Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N. II Optikus Daya penglihatan Baik Baik
Pengenalan warna Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Lapang pandang Baik Baik
N. III Okulomotor Ptosis – –
Gerakan mata ke Baik Baik
medial
Gerakan mata ke atas Baik Baik
Gerakan mata ke Baik Baik
bawah
Ukuran pupil Isokor Isokor
3mm 3mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Ref. cahaya langsung + +
Ref. cahaya + +
konsensual
N. IV Troklearis Strabismus divergen – –
Gerakan mata ke Baik Baik
lateral bawah
Strabismus konvergen – –
N. V Trigeminus Deviasi rahang - -
Kekuatan otot rahang Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Refleks Dagu Tidak Tidak
dilakukan dilakukan

5
Refleks Kornea Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N. VI Abdusen Gerakan mata ke + +
lateral
Strabismus konvergen – -
N. VII Fasialis Kedipan mata Baik Baik
Lipatan nasolabial Simetris Simetris
Sudut mulut Baik Baik
Mengerutkan dahi Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Meringis Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Menggembungkan Baik Baik
pipi
Daya kecap lidah 2/3 Tidak Tidak
anterior dilakukan dilakukan
N. VIII Nistagmus - -
Vestibulotroklearis Daya Pendengaran Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N. IX Daya kecap lidah 1/3 Tidak Tidak
Glossopharyngeus posterior dilakukan dilakukan
N. X Vagus Refleks muntah Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Suara serak/lemah - -
N. XI Accesorius Otot bahu, leher Baik Baik
N. XII Hipoglossus Sikap lidah Tidak dilakukan
Artikulasi Baik
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah Tidak ada deviasi
Trofi otot lidah Baik
Fasikulasi lidah -

b. Refleks Fisiologis
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
Refleks Ulna dan Radialis Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Achilles Normal Normal

6
c. Refleks Patologis
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -

d. Fungsi Sensorik
+ +

+ +

e. Fungsi Motorik
Kekuatan Otot : Superior (555/555), Inferior (555/555)
Tonus Otot : Hipertonus (cogwheel rigidity)
Gaya berjalan : Simian postur (+), camprocormia (-), festination
(-), Retropulsi test (+) 2 langkah
Gerakan spontan normal: Tremor (+/+), khorea (-), atetosis (-),
bradykinesia (+)

f. Pemeriksaan Rangsang Meningeal


Pemeriksaan Hasil
Kaku kuduk -
Kernig sign -
Lasegue sign -
Brudzinski I -
Brudzinski II -
Brudzinski III -
Brudzinski IV -

g. Pemeriksaan Fungsi Luhur dan Vegetatif


Fungsi luhur : Baik
Fungsi vegetatif : Terdapat keluhan pada BAK. BAB dalam batas
normal

7
D. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Sindrom Parkinson dengan gejala resting tremor
(+), rigiditas (+), bradikinesia (+), gangguan
posturnal (+)
Diagnosis Topis : Substansia nigra
Diagnosis Etiologis : Degenerasi neuron di substansia nigra

E. Tatalaksana
a. Terapi Non Farmakologi
Nutrisi : Diet yang sehat berupa buah-buahan dan sayur-sayuran.
Aktifitas : Edukasi, aerobik, penguatan, peregangan, latihan
keseimbangan.

b. Terapi Farmakologi
Triheksifenidil 2mg/8 jam po
Sifrol 0,375mg/8 jam po
Mecobalamin 500mcg/8jam po

F. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

8
Penyakit Parkinson adalah penyakit degenerasi otak terbanyak kedua
setelah penyakit Alzheimer. Pada Penyakit Parkinson terjadi penurunan
jumlah dopamine di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai
akibat kerusakan sel saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak.
Penyakit ini berlangsung kronik dan progresif, dan belum ditemukan obat
untuk menghentikan progresifitasnya. Progresifitas penyakit bervariasi dari
satu orang ke orang yang lain.1 Penyakit Parkinson adalah penyakit
progresif yang belum diketahui penyebabnya, dimulai pada usia 45 sampai
55 tahun.2

B. Etiologi
Etiologi penyakit parkinson belum diketahui, atau idiopatik. Terdapat
beberapa dugaan, di antaranya ialah infeksi oleh virus yang non-
konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah
umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui, serta
terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat. Beberapa hal yang
diduga dapat menyebabkan timbulnya penyakit parkinson adalah sebagai
berikut:3
1. Usia
Penyakit Parkinson adalah penyakit neuro degeneratif yang
paling lazim setelah penyakit Alzheimer, dengan insidens di Inggris
kira-kira 20/100.000 dan prevalensinya 100-160/100.000.
Prevalensinya kira-kira 1% pada umur 65 tahun dan meningkat 4-5%
pada usia 85 tahun.
2. Genetik
Komponen genetik pada penyakit Parkinson telah lama
dibicarakan, karena kebanyakan pasien memiliki penyakit sporadis
dan penelitian awal pada orang kembar memperlihatkan persamaan
rata-rata rendah dari concordance pada kembar monozigot dan dizigot.
Pandangan bahwa genetik terlibat pada beberapa bentuk penyakit
Parkinson telah diperkuat dengan penelitian bahwa kembar monozigot

9
dengan onset penyakit sebelum usia 50 tahun memiliki pembawa
genetik yang sangat tinggi, lebih tinggi dari kembar dizigot dengan
penyakit early onset.
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan
pada penyakit Parkinson, yaitu mutasi pada gen α-sinuklein pada
lengan panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan
Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal
resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin
(PARK 2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi
mitokondria. Adanya riwayat penyakit Parkinson pada keluarga
meningkatkan faktor resiko menderita penyakit Parkinson sebesar 8,8
kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70
tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala
parkinsonism tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetik di
USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100
penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di
Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari
penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena
kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.4
3. Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan agrikultural.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi
faktor predisposisi penyakit parkinson melalui kerusakan
substansia nigra.
d. Diet

10
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stres
oksidatif, salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada
penyakit parkinson. Sebaliknya, kopi merupakan neuroprotektif.
e. Stress dan Depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat
mendahului gejala motorik. Depresi dan stres dihubungkan
dengan penyakit parkinson karena pada stres dan depresi terjadi
peningkatan turnover katekolamin yang memacu stres oksidatif.

C. Epidemiologi
Penyakit parkinson diakui sebagai salah satu gangguan neurologis
yang paling umum, mempengaruhi sekitar 1% dari orang yang lebih dari 60
tahun. Insiden dan prevalensi penyakit Parkinson meningkat dengan usia.
Suatu kepustakaan menyebutkan prevalensi tertinggi penyakit parkinson
terjadi pada ras kaukasian di Amerika Utara dan ras Eropa 0,98% hingga
1,94%, menengah terdapat pada ras Asia 0,018%, dan prevalensi terendah
terdapat pada ras kulit hitam di Afrika 0,01%. Penyakit parkinson 1,5 kali
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.

D. Patofisiologi
Penyakit Parkinson disebabkan oleh degenerasi neuron di dalam
substansia nigra dan sedikit lebih luas pada globus pallidus, putamen, dan
nucleus caudatus. Degenerasi neuron substansia nigra yang mengirimkan
aksonnya ke corpus striatum mengakibatkan berkurangnya pelepasan
neurotransmitter dopamine di dalam corpus striatum. Hal ini menyebabkan
hipersensitifitas reseptor dopamine pada neuron-neuron pascasinaptik di
dalam striatum, sehingga menjadi hiperaktif.2
Dalam kondisi normal, pelepasan dopamine dari ujung saraf
nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2
(inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum
disalurkan ke globus pallidus interna atau substansia nigra pars retikularis

11
melalui 2 jalur, yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek yang berkaitan
dengan reseptor D2. Apabila masukan direk dan indirek seimbang, maka
tidak ada kelainan gerakan.6
Pada penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia
nigra pars kompakta dan saraf dopaminergic nigrostriatum sehingga tidak
ada rangsangan terhadap reseptor D1 dan D2. Reseptor D1 yang eksitatorik
tidak terangsang sehingga jalur langsung dengan neurotransmitter GABA
(inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang,
sehingga jalur indirek dari putamen ke globus pallidus eksterna yang
GABAnergik tidak ada yang menghambat dan membuat fungsi inhibitorik
globus pallidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf
GABAnergik dari globus pallidus eksterna ke nucleus subtalamikus
melemah dan kegiatan neuron nucleus subtalamikus meningkat akibat
inhibisi.6
Terjadi peningkatan output nucleus subtalamikus ke globus pallidus
interna atau substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik
yang eksitatorik, akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus
pallidus/substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh lemahnya fungsi
inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia basalis menjadi
berlebihan kea rah thalamus. Saraf eferen dari globus pallidus interna ke
thalamus adalah GABAnergik, sehingga kegiatan thalamus akan tertekan
dan selanjutnya rangsangan dari thalamus ke korteks lewat saraf
glutamatergik akan menurun dan output korteks motoric ke neuron motoric
medulla spinalis melemah.6

E. Manifestasi Klinis
Pasien-pasien memiliki tanda dan gejala khas sebagai berikut:2
1. Tremor
Tremor terjadi akibat kontraksi agonis dan antagonis secara
bergantian. Tremor lambat dan paling jelas terlihat saat ekstremitas
dalam keadaan istirahat. Tanda ini hilang pada waktu tidur. Tremor

12
pada Parkinson harus dibedakan dengan intention tremor yang
ditemukan pada penyakit serebelum, yang hanya timbul bila dilakukan
gerakan yang bertujuan.
2. Rigiditas
Rigiditas pada penyakit Parkinson berbeda dengan rigiditas yang
disebabkan oleh lesi-lesi upper motor neuron. Pada lesi UMN,
kelompok otot yang berlawanan mengalami rigiditas yang sama. Jika
tremor tidak ada, rigiditas dirasakan sebagai resistensi terhadap
gerakan pasif dan kadang-kadang disebut rigiditas plastik. Jika
terdapat tremor, tahanan otot terlihat sebagai rangkaian hentakan,
disebut rigiditas cogwheel.
3. Bradikinesia
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi pada
impuls optik, labirin, propioseptif dan impuls sensoris di ganglia
basalis. Hal ini mengakibatkan berubahan aktivitas refleks yang
mempengaruhi motorneuron gamma dan alfa. Kedua gejala di atas
biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul.
Pasien sulit memulai (akinesia) dan melakukan gerakan-gerakan
baru. Gerakannya lambat, wajah tanpa ekspresi, serta suaranya tidak
jelas dan tidak bertenaga. Ayunan lengan saat berjalan hilang.
tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju,
langkah menjadi pendek dan diseret. Kedipan dan lirikan mata
berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga
sering keluar air liur.
4. Gangguan Postural
Pasien berdiri dengan membungkuk dan lengannya berada
dalam keadaan fleksi. Ia berjalan dengan langkah pendek-pendek dan
sering tidak dapat berhenti. Bahkan, pasien tiba-tiba dapat berlari
dengan menyeret kakinya untuk mempertahankan keseimbangan.
hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf

13
proprioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada
level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu
kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita
mudah jatuh.
5. Tidak terjadi penurunan kekuatan otot dan kehilangan sensibilitas.
Refleks abdomen superfisialis normal dan tidak terdapat refleks
patologis babinski karena traktus kortikospinalis normal.

F. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala awal Penyakit Parkinson sangat ringan dan perjalanan
penyakitnya berlangsung perlahan-lahan, sehingga sering terlepas dari
perhatian. Biasanya hanya mengeluhkan perasaan kurang sehat atau
sedikit murung atau hanya sedikit gemetar. Seiring waktu gejala
menjadi lebih nyata sehingga pasien berobat ke dokter dalam kondisi
yang sedikit lebih parah.
Anamnesis yang mengarahkan pada Penyakit Parkinson antara
lain:
 Awitan keluhan atau gejala tidak diketahui dengan pasti
 Perjalanan gejala semakin memberat
 Gejala dimulai pada satu sisi anggota gerak, tetapi seiring waktu
akan mengenai kedua sisi atau batang tubuh.
 Jenis gejala yang mungkin timbul:
1) Merasakan tubuh kaku dan berat
2) Gerakan lebih kaku dan lambat
3) Tulisan tangan mengalami mengecil dan tidak terbaca
4) Ayunan lengan berkurang saat berjalan
5) Kaki diseret saat berjalan
6) Suara bicara pelan dan sulit dimengerti
7) Tangan atau kaki gemetar
8) Merasa goyah saat berdiri

14
9) Merasakan kurang bergairah
10) Berkurang fungsi penghidu / penciuman
11) Keluar air liur berlebihan
 Faktor yang memperingan gejala: istirahat, tidur, suasana tenang
 Faktor yang memperberat gejala: kecemasan, kurang istirahat
 Riwayat penggunaan obat antiparkinson dan respon terhadap
pengobatan.
Anammesis yang mengarahkan pada penyebab lain:
 Riwayat stroke
 Riwayat trauma kepala
 Riwayat infeksi otak
 Riwayat ada tumor otak
 Riwayat gangguan keseimbangan
 Riwayat mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat anti
muntah, obat psikosis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pengamatan saat pasien duduk:
 Tremor saat istirahat, terlihat di tangan atau tungkai
bawah.
 Ekspresi wajah seperti topeng / face mask (kedipan mata
dan ekspresi wajah menjadi datar),
 Postur tubuh membungkuk,
 Tremor dapat ditemukan di anggota tubuh lain (meskipun
relatif jarang), misalnya kepala, rahang bawah, lidah, leher
atau kaki.
b. Pemeriksaan bradikinesia:
 Gerakan tangan mengepal-membuka-mengepal dan
seterusnya berulangulang, makin lama makin berkurang
amplitudo dan kecepatannyanya.

15
 Gerakan mempertemukan jari telunjuk-ibu jari (pada satu
tangan) secara berulang-ulang makin lama makin
berkurang amplitudo dan kecepatannyanya.
 Tulisan tangan makin mengecil.
 Kurang trampil melakukan gerakan motorik halus, seperti
membuka kancing baju.
 Ketika berbicara suara makin lama makin halus, dan
artikulasi mejadi tidak jelas, kadang-kadang seperti gagap.
c. Pengamatan saat pasien berjalan:
 Kesulitan / tampak ragu-ragu saat mulai berjalan
(hesitancy), berjalan dengan kaki diseret (shuffling), jalan
makin lama makin cepat (festination),
 Ayunan lengan berkurang baik pada 1 sisi anggota gerak
maupun di keduanya.
d. Ditemukan rigiditas pada pemeriksaan tonus otot: gerakan
secara pasif oleh pemeriksa, dengan melakukan fleksi-ekstensi
secara berurutan, maka akan dirasakan tonus otot seperti ‘roda
gigi’. Biasanya dikerjakan di persendian siku dan lengan.
e. Pemeriksaan instabilitas postural / tes retropulsi : pasien ditarik
dari belakang pada kedua bahunya untuk melihat apakah pasien
tetap mampu mempertahankan posisi tegak.
f. Pemeriksaan fisik lain untuk menemukan tanda negatif dari
Penyakit Parkinson:
 Pemeriksaan refleks patologis: refleks patologis negatif
 Pemeriksaan gerakan bola mata ke atas: gerakan
okulomotor normal
 Pemeriksaan tekanan darah postural
 Pemeriksaan fungsi otonom, misalnya pengontrolan miksi
apakah terdapat inkontinensia

16
 Pemeriksaan fungsi serebelum, misalnya ataksia saat
berjalan
 Pemeriksaan fungsi kognitif yang muncul pada permulaan
penyakit.
3. Kriteria Diagnosis
Penyakit parkinson adalah diagnosis klinis. Tidak terdapat
biomarker laboratoriumdan temuan rutin pada Magnetic Resonance
Imaging (MRI) ataupun Computed Tomography (CT Scan). Adapun
kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes
(1992):
A. Gejala klinis kelompok A
1) Didapatkan 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motoric:
tremor, rigiditas, bradikinesia, atau
2) 3 dari 4 tanda motoric: tremor, rigiditas, bradikinesia dan
instabilitas postural.
B. Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa
alternatif, terdiri dari:
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak (freezing) pada 3 tahun
pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan)
dalam 3 tahun pertama
4) Demensia sebelum gejala motoric pada tahun pertama
Dari kriteria tersebut, dapat ditegakkan diagnosis possible,
probable, dan definit dari Parkinson.
 Possible, bila didapatkan paling sedikit 2 dari gejala kelompok
A dimana salah satu di antaranya adalah tremor atau
bradikinesia dan tidak terdapat gejala kelompok B, lama gejala
kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levodopa atau
dopamine agonis.

17
 Probable, bila didapatkan paling sedikit 3 dari 4 gejala
kelompok A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama
penyakit paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap
levodopa atau dopamine agonis.
 Definit, bila memenuhi semua kriteria probable dan
pemeriksaan histopatologis yang positif.
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat
ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis
berdasarkan Hoehn and Yahr (1967), yaitu:
 Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang
ringan, terdapat gejala yang mengganggu, tetapi menimbulkan
kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak,
gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)
 Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan
minimal, sikap/cara berjalan terganggu
 Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
 Stadium 3: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan
hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak
mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan
stadium sebelumnya
 Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total,
tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Terdapat beberapa kriteria klinis untuk menegakkan diagnosis
penyakit Parkinson antara lain dari UKPDS Brain Bank Clinical Criteria,
atau yang terbaru MDS Clinical Diagnostic Criteria for Parkinson Disease
(2015). Menurut UKPDS (United Kingdom Parkinsons Disease Society)
Brain Bank Clinical Criteria untuk menegakkan penyakit Parkinson secara
klinis terdiri dari 3 tahap.
Tahap I. Menentukan adanya Penyakit Parkinson yang meliputi gejala:
 Bradikinesia

18
 ditambah paling sedikit satu dari gejala berikut : tremor istirahat,
, instabilitas postural yang tidak disebabkan karena gangguan
visual, vestibuler, propioseptif dan serebeler.
Tahap II. Memastikan tidak ada gejala atau tanda yang menjelaskan ada
penyebab lain:
 riwayat stroke berulang
 riwayat trauma kepala berulang
 riwayat ensefalitis
 krisis okulogirik
 terapi neuroleptik saat awitan gejala,
 lebih dari satu anggota keluarga
 remisi yang terus berlanjut
 gejala unilateral menetap lebih dari 3 tahun
 supranuclear gaze palsy
 gejala cerebellar
 gangguan otonom berat pada awal penyakit
 dementia berat pada awal penyakit dengan gangguan memori,
bahasa dan praksis
 tanda Babinski, ada tumor otak atau hidrosefalus komunikans
dari hasil pencitraan otak
 tidak memberikan respon terhadap terapi levodopa dosis besar,
meskipun tanpa disertai gangguan malabsorbsi saluran cerna
 paparan bahan kimia mengandung komponen MPTP (1-methyl-
4-phenyl-1,2,3,6 tetrahydropyridine
Tahap III: Kriteria penyokong positif prospektif Penyakit Parkinson.
Dibutuhkan 3 atau lebih kriteria dibawah ini untuk diagnosis definit
Penyakit Parkinson dalam kombinasi dengan tahap pertama.
 awitan unilateral
 tremor istirahat
 penyakit progresif

19
 gejala sejak awitan menetap secara asimetris
 memberikan respon baik (70-100%) terhadap pemberian
levodopa
 timbul diskinesia yang diinduksi levodopa
 respon terhadap levodopa 5 tahun atau lebih
 perjalanan klinis berlangsung 10 tahun atau lebih.

2.8 Tatalaksana
Pada stadium penyakit masih awal dimana gejala belum menyebabkan
gangguan fungsional yang berarti bagi pasien maka terapi farmakologi mungkin
belum diperlukan. Keputusan memulai terapi farmakologi pada pasien dengan
penyakit Parkinson harus disesuaikan individu dengan tujuan mengurangi gejala
motorik dan memperbaiki kualitas hidup tanpa menyebabkan efek samping.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk memulai terapi adalah
beratnya gejala, apakah gejala mempengaruhi tangan dominan, kemampuan untuk
meneruskan bekerja, biaya dan pilihan pasien (setelah pasien diberikaninformasi).
1. Stadium penyakit awal :
1. Non farmakologi dan non pembedahan :
 Nutrisi : diet yang sehat berupa buah-buahan dan sayur-sayuran.
 Aktifitas : edukasi, aerobik, penguatan, peregangan, latihan
keseimbangan.
Rekomedasi :
a. Fisioterapi
 Terapi fisik dan exercise sebaiknya diberikan pada pasien PD, berupa :
edukasi cara berjalan, perbaikan keseimbangan dan fleksibilitas,
peningkatan kapasitas aerob, peningkatan permulaan gerakan,
peningkatan kemandirian termasuk mobilitas dan aktivitas sehari-hari.
(NICE, level B)
 Terapi okupasi diberikan dengan tujuan untuk menjaga peran keluarga
dan lingkungan kerja, homecare dan aktivitas hobi, meningkatkan

20
mobilitas, meningkatkan aktivitas pribadi seperti makan, minum,
mencuci dan memakai baju, keamanan lingkungan sekitar dan fungsi
motorik, penilaian kognitif dan penanganannya. (NICE, level D)
 Terapi wicara dan bahasa diberikan untuk meningkatkan volume suara
dan intonasi meningkatkan kemampuan bicara dan menggunakan alat
komunikasi, memperbaiki cara menelan untuk meminimalkan risiko
aspirasi. (NICE, level D)
 Tidak cukup bukti yang mendukung atau menyangkal bahwa
akupunktur, terapi manual, biofeedback sebagai terapi Penyakit
Parkinson (AAN, level U)
2. Farmakolologi
• Terapi untuk tujuan modifikasi penyakit dan neuroproteksi.
• Terapi simptomatis awal (motorik) : Levodopa, MAO-B inhibitor
(selegiline, rasagiline), agonis dopamin (pramipexol, ropinirole,
rotigotine).
Rekomendasi :
• Levodopa dapat dipakai sebagai terapi simptomatik pada pasien dengan
penyakit Parkinson stadium awal. (NICE, level A)
• Pasien dengan penyakit Parkinson awal dengan gejala motoric dapat
diberikan kombinasi levodopa dan dopa-decarboxilase inhibitor. (NHS
level A). untuk mencegah levodopa tidak diubah menjadi dopamine di luar
otak oleh dopa dekarboksilase.
• Dosis levodopa harus dipertahankan serendah mungkin untuk
mempertahankan fungsi normal untuk mengurangi berkembangnya
komplikasi motorik. (NICE level A).
• Sediaan levodopa yang sudah dimodifikasi tidak boleh digunakan untuk
menunda onset komplikasi motorik pada pasien dengan penyakit
Parkinson stadium awal. (NICE level A).
• Agonis dopamin non ergot (ropinirole, pramipexole, rotigotine) lebih
dianjurkan daripada golongan agonis dopamin golongan ergot. (NHS
levelA).

21
• Agonis dopamin golongan ergot tidak dianjurkan sebagai terapi lini
pertama pada penyakit Parkinson. (NHS, level B)
• Pasien dengan penyakit Parkinson dengan gejala motorik dapat diberi
agonis dopamin oral atau transdermal dan dapat dipertimbangkan
pemberian inhibitor MAO-B.(NHS, level A.
• Inhibitor MAO-B dapat digunakan sebagai terapi simptomatik penyakit
Parkinson awal. (NICE, level A).
2. Stadium penyakit lanjut :
a. Terapi simptomatik lanjut (komplikasi motorik)
• Terapi farmakologi : levodopa, antivirus (amantadin), MAO-B
inhibitor (selegilin, rasagilin), COMT inhibitor (entacapon), agonis
dopamin (pramipeksol, ropinirol, rotigotin)
• Pembedahan Fungsional : palidotomi unilatral, deep brain
stimulation (palidum posteroventral, nukleus subtalamikus)
• Non farmakologi : fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan
bahasa.
Rekomendasi :
• Agonis dopamin dapat diberikan untuk manajemen komplikasi
motorik pada pasien PD lanjut.(NHS, level A)
• Pramipexole dan ropinirole dapat mengurangi durasi off. (AAN,level
B)
• Pasien PD dengan fluktuasi motorik sebaiknya diberikan entacapone
atau rasagiline untuk mengurangi durasi off. (AAN,level A)
• Dokter harus mewaspadai munculnya sindrom disregulasi akibat
pemberian obat dopaminergik yang berupa gangguan tingkah laku,
seperti hiperseksual, pathological gambling dan aksi motorik
stereotipik. (NICE, level D)
• Amantadin dapat diberikan pada pasien PD yang mengalami
fluktuasi motorik untuk mengurangi diskinesia. (AAN, level D)

22
• Pemberian antiparkinson sebaiknya tidak dihentikan langsung untuk
menghindari risiko akinesia akut atau sindrom neuroleptic maligna.
(NICE, level D)

2. Terapi simptomatik lanjut (non motorik)


• Demensia : penghambat kolinesterase, rivastigmin, donepezil,
galantamin, memamtin
• Psikosis : quetiapin, clozapine (dosis rendah), risperidon, olanzapine
(tidak dianjurkan)
• Depresi : antidepresan trisiklik (amitriptilin), SSRIs
• Hipotensi ortostatik : antihipertensi, dopaminergic, antikolinergik,
antidepresan, PPI, midodrine, fludrokortison
• Mual dan muntah : donperidon, ondasentron
• Konstipasi : polyethylene glycol solution, suplemen serat
• Disfungsi ereksi : sildenafil, vardefanil, papaverin i.v.
• Kantuk di siang hari : modafinil
• Gangguan perilaku tidur REM : klonazepam
 Rekomendasi Tatalaksana Psikosis
• Gelaja psikosis ringan belum perlu diberi terapi antipsikostik apabila
masih dapat ditoleransi oleh pasien dan pengasuh. (NICE, level D)
• Clozapin dapat digunakan untuk terapi PD dengan gejala psikosis
namun membutuhkan monitor ketat. (NICE, level B)
• Pasien PD dengan psikosis, pemberian olanzapin sebaiknya tidak
diberikan secara rutin. (AAN, level B)
• Pasien PD dengan psikosis dipertimbangkan pemberian quetiapine.
(AAN, level C)
• Pertimbangkan penurunan dosis obat yang dapat menyebabkan
psikosis pada pasien PD. (NICE, level D)
• Obat antipsikotik atipikal (fenotiazin, butirofenon) sebaiknya jangan
diberikan pada pasien PD karena dapat menyebabkan gejala motorik.
(NICE, level D)

23
 Rekomendasi Tatalaksana Demensia
• Donepezil dapat diberikan pada pasien PD dengan demensia. (AAN,
level B)
• Rivastigmin dapat diberikan pada pasien PD dengan demensia atau
pada demensia Lewy body. (AAN, level B)
• Pada PD dengan demensia harus menghindari obat yang
memperburuk kondisi seperti antikolinergik. (AAN, level B)
• Pada PD dengan demensia hindari obat yang memperburuk kondisi
seperti amantadin, antidepresan trisiklik, benzodiazepine, tolterodin
dan oksibutinin. (EFNS, level C)
 Rekomendasi Tatalaksana Depresi
• Amitriptilin dapat diberikan pada pasien PD dengan depresi.(AAN,
level C)
• Penanganan depresi pada pasien PD bersifat individual tergantung
pada obat yang sedang dikonsumsi. (NICE, level D)
 Rekomendasi Tatalaksana Gangguan otonom
• Terapi farmakologi untuk hipotensi ortostatik yaitu modidrine dan
fludrokortinson. (EFNS, level A)
• Terapi farmakologi untuk disfungsi ereksi pada PD yaitu sildenafil.
(EFNS, level A)
• Penyakit Parkinson dengan gangguan motilitas gastrointestinal perlu
penanganan konstipasi termasuk diet dan pemberian obat pencahar,
menurunkan dosis atau menghentikan obat antikolinergik dan
ditambah donperidon. (EFNS, level B)
• Perlu penanganan gangguan otonom pada PD seperti disfungsi
kandung kemih, penurunan berat badan, disfagia, konstipasi, disfungsi
ereksi, hipotensi ortostatik, keringat berlebihan, sialorrhea. (NICE,
level D)

 Rekomendasi Tatalaksana Gangguan tidur

24
• Sleep hygiene yang baik perlu diterapkan pada pasien PD dengan
gangguan tidur yang meliputi:
• Menghindari stimulan (kopi, teh, kafein) pada sore hari
• Pola tidur yang teratur, tempat tidur dan suhu kamar yang nyaman,
• Menyediakan beberapa alat yang membuat tidur nyaman seperti
pengungkit atau roda tempat tidur agar tempat tidur bisa dipindah-
pindah, membatasi waktu tidur siang, latihan cukup dan rutin dapat
memperbaiki tidur.
• Menelaah kembali dan menghindari obat-obat yang menyebabkan
kantuk atau sulit tidur (terjaga), interaksi antar obat (selegiline,
antihistamin, antagonis H2, antipsikotik dan sedatif). (NICE, level
D)
• Pasien yang sering mengalami tidur mendadak sebaiknya
menghindari aktivitas seperti mengendarai dan aktivitas lain yang
berbahaya, sebaiknya minum obat yang dapat mengurangi kantuk.
(NICE, level D)
 Penanganan Non Farmakologi
Rekomendasi Pembedahan
• Respon terhadap levodopa sebelum operasi menjadi predictor
keberhasilan tindakan deep brain stimulation (DBS) substansia
nigra. (AAN, level B)
• Stimulasi globus palidus bilateral diterapkan pada pasien yang
mengalami komplikasi motorik yang refrakter setelah pemberian
obat terbaik, secara biologis tidak ada penyakit komorbiditas, respon
baik terhadap levodopa, secara klinis tidak ada masalah dengan
kesehatan mental seperti depresi, demensia. (NICE, level D)
• Tindakan DBS lebih ditargetkan pada daerah substansia nigra dan
globus palidus dengan mempertimbangkan karakteristik pasien,
pilihan pasien setelah mendapatkan informasi mengenai prosedur
operasi. (NICE, level D)

25
• DBS pada thalamus dilakukan pada pasien yang mengalami tremor
yang parah apabila stimulasi substansia nigra tidak dapat dilakukan.
(NICE, level D)
• DBS pada substansia nigra dipertimbangkan sebagai pilihan terapi
untuk meningkatkan fungsi motorik dan mengurangi fluktuasi
motorik, diskinesia, dan penggunaan obat. Pasien diberi edukasi
mengenai risiko dan keuntungan prosedur tindakan. (AAN, level D)
• Usia dan durasi penyakit parkinson dipertimbangkan sebagai faktor
prediktor keberhasilan tindakan DBS substansia nigra. Pasien yang
lebih muda dengan masa awitan lebih pendek mempunyai
keberhasilan lebih baik daripada usia tua dan masa awitan yang lebih
lama. (AAN, level C)

26
BAB III

PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berusia 47 tahun datang ke poli saraf RS Umum Daerah


dr. Soedarso Pontianak untuk kontrol penyakit yang dideritanya. Pasien memiliki
keluhan rasa gemetar pada tangan sejak 7 bulan yang lalu sehingga sedikit
menganggu aktivitasnya. Getaran mula-mula dirasakan di jari-jari tangan kiri
kemudian lama-lama getaran dirasakan di seluruh tangan dan dirasakan ketika
sedang beristirahat. Hal ini membuat pasien menjadi sukar melakukan aktivitas
sehari-hari seperti memegang sendok dan garpu ketika makan. Saat 4 bulan yang
lalu pasien merasa badannya membungkuk condong ke depan dan terdapat
kesulitan berjalan sehingga berjalan menjadi kaku dan lebih lambat. Pasien juga
merasa sulit melakukan perpindahan posisi dari duduk ke berdiri atau berdiri ke
duduk. Keluhan sulit menelan disangkal, mulut berliur disangkal. keluhan sulit
tidur disangkal. Keluhan lain seperti kesulitan saat mengingat, gangguan proses
pikir atau bicara kacau disangkal.

Keluhan pada pasien ini sesuai dengan sindrom parkinson. Sindrom


parkinson terdiri dari tremor, rigiditas, bradikinesia dan gangguan postur tubuh.
Pasien memiliki keluhan rasa gemetar pada tangan yaitu tremor , tremor yang
dialami pada pasien ini merupakan resting tremor (tremor saar beristirahat).
Pasien juga mengeluhkan badannya membungkuk condong ke depan dan terdapat
kesulitan berjalan sehingga berjalan menjadi kaku dan lebih lambat. Hal ini
merupakan bentuk dari pengaruh intabilitas postural dan rigiditas yaitu
peningkatan tonus otot di lingkup gerak sendi yang dapat mengakibatkan postur

27
simian. Gestur dan gerakan pasien berkurang juga menandakan adanya
perlambatan gerakan volunter pada pasien yang merupakan tanda bradikinesia.

Tanda dan gejala pada pasien mengklasifikasikan pasien pada kriteria


hughes possible yaitu didapatkan paling sedikit 2 dari 4 gejala, salah satu
diantaranya adalah tremor atau bradikinesia. Gejala kurang dari 3 tahun disertai
respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak


sakit ringan dengan kesadaran compos mentis dan tanda – tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan nervus kranialis tidak didapatkan kelainan. Pada
pemeriksaan motorik didapatkan hipertonus (cogwheel rigidity), simian postur (+),
pull test (+) 2 langkah retropulsi. Hasil pemeriksaan motorik ini
mengklasifikasikan pasien kedalam stadium klinis Hoehn dan Yahr menunjukkan
pada stadium 3 yaitu gerakan tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan/berdiri. (Pull test positif, retropulsi 1-2 langkah).

Pasien diberikan terapi berdasarkan algoritma tatalaksana penyakit


parkinson dimana terdapat gangguan fungsional, maka diterapi simtomatik, pasien
terdapat tremor dominan maka diberi terapi berupa antikolinergik, pramipeksol
dengan respons terhadap pengobatan yang baik sehingga dosis rendah
dipertahankan. Antikolinergik yang diberikan adalah triheksifenidil dengan dosis
maksimal yang 2mg/8 jam po , merupakan antimuskarinik antiparkinsonian
mekanisme kerjanya, diperkirakan memblok impuls efferent dan menghambat
pusat motor serebral. Agonis dopamine , pramipeksol 0,375mg/8 jam po bekerja
langsung pada reseptor dopamine. Mecobalamin 500mcg/8 jam merupakan
bentuk vitamin B12 yang bekerja untuk meningkatkan fungsi otak.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSSI. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta. 2016.


2. Snell, Richard S. Neuroanatomi Klinik. –Ed. 7. Jakarta: EGC, 2011.
3. Ginsberg Lecture Notes: Neurologi. –Ed. 8 Jakarta: Erlangga, 2008.
4. Laksono S Qea. Persentase Distribusi Penyakit Genetik dan Penyakit Yang
Dapat Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di RSUD Serang, 2011.
5. Thomas, B and M. Flint Beal. Parkinson’s Disease. Review issue: Human
Molecular Genetics. 2007; 16: 1-12.
6. Sunaryati, Titiek. Penyakit Parkinson. Jurnal Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya, 2011.
7. Canadian Guideline on Parkinson’s disease, Can J Neurol Sci. 2012; 39:
Suppl 4:S1-S30.
8. Consensus Guideline for Treatment of Parkinson Disease. Movement
Disorders Concil. Malaysia Society of Neuroscience. 2012.
9. Diagnosis and pharmacological management of Parkinson’s disease. A
national clinical guideline. Scottish Intercollegiate Guidelines Network.
2010.
10. Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI. 2013 Buku Panduan
Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya, Desantara Utama.
11. National Institute for Health and Clinical Excellence – Parkinson”s Disease:
diagnosis and management in primary and secondary care. June 2006.

29

Anda mungkin juga menyukai