Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS

PARKINSON DISEASE

Disusun oleh:
Safira Sukma Dewinda
I4061191068

Pembimbing:
dr. Dyan Roshinta Laksmi Dewi, Sp.S
dr. Sabar Nababan, Sp.S
dr. Simon Djeno, Sp.S
Dr. Dini, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul:


PARKINSON DISEASE

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Neurologi

Telah disetujui,
Pontianak, Mei 2021

Pembimbing, Penulis

dr. Dyan Roshinta Laksmi Dewi, Sp.S Safira Sukma Dewinda

2
BAB I
PENYAJIAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. OS
No RM : 048895
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir / Usia : 20 Maret 1969 / 52 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jln. Aliayang
Pekerjaan : Polisi
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Periksa : 10 Mei 2021
1.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Tremor sejak 4 tahun yang lalu
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli saraf RS Umum Daerah dr. Soedarso Pontianak
dengan keluhan tremor yang dirasakan sejak 4 tahun lalu. Pasien rutin kontrol
di poli saraf RSUD dr. Soedarso sejak 2 tahun yang lalu, dimana sebelumnya
pasien kontrol di RS Antonius sejak 2017-2019. Pasien merasa tremor yang
lebih kuat ditangan. Tremor dirasakan jika pasien tidak mengonsumsi obat.
Tremor dirasakan saat pasien istirahat dan mengangkat tangannya. Pasien
sulit menulis dan berbicara dengan cepat. Pasien mengeluhkan perasaan agak
berat saat berjalan. Pasien sering mengeluhkan kaku dijari kakinya. Pasien
juga mengeluhkan pusing mengambang setelah meminum obat. Pasien
pernah berobat ke Jakarta untuk MRI dan hasilnya normal. Pasien didiagnosis
menderita parkinson’s disease sejak 4 tahun yang lalu dan rutin mengonsumsi
obat. Sebelum didiagnosis Parkinson’s disease pasien mengeluhkan kesulitan
tidur selama kurang dari 1 bulan, merasa stress dan juga sering merasa cemas.
Keluhan depresi disangkal oleh pasien. Kesulitan menelan dan banyak air liur
disangkal oleh pasien.

3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan keluhan yang dialaminya sudah dirasakan sejak
sekitar 4 tahun yang lalu. Kemudian keluhan semakin bertambah, dan
dirasakan memberat 2 tahun lalu. Sejak saat itu pasien selalu rutin kontrol ke
dokter saraf dan minum obat untuk meringankan gejala yang dialaminya.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, stroke,
kejang, vertigo, dan trauma kepala sebelumnya. Pasien memiliki riwayat
kolesterol dan asam urat.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan maupun penyakit yang
serupa dengan pasien.
5. Riwayat Pengobatan
Pasien rutin mengonsumsi obat stalevo, siprol dan alprazolam
6. Riwayat Alergi
Pasien memiliki riwayat alergi terhadap obat tetapi tidak mengetahui
obat yang mana. Ia mengonsumsi obat tersebut 4 tahun lalu kemudian
dihentikan. Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan.
7. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien adalah seorang polisi. Pasien merokok dan mengonsumsi
alkohol serta kopi namun sudah berhenti sekarang.
1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 116/73 mmHg
Frekuensi Nadi : 68 kali/menit, regular
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,6oC
Saturasi Oksigen : 98%
2. Status Generalisata
Kepala : Normocephale

4
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP normal
KGB : Pembesaran KGB (-)
Pulmo
 Inspeksi : Simetris kanan dan kiri baik statis maupun dinamis
 Palpasi : Fremitus taktil normal, massa (-), nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi: Suara nafas dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
 Perkusi : Batas pinggang jantung pada ICS III linea parasternalis
sinistra, batas jantung kanan pada ICS V linea sternalis dextra, batas
jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra.
 Auskultasi : SI/SII regular, murmur sistolik (-), gallop (-).
Abdomen
 Inspeksi : Datar, sikatrik (-)
 Auskultasi : Bising usus normal 8 kali per menit
 Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), hepatomegali (-)
 Perkusi : Timpani di seluruh lapang perut
Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), tremor
(+/+) saat istirahat
Ekstremitas bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), tremor (-
/-)
Postur : Sedikit condong ke depan (membungkuk)
3. Status Neurologis
a. Pemeriksaan Nervus Cranialis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I Olfaktorius Daya penciuman Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N. II Optikus Daya penglihatan Baik Baik

5
Pengenalan warna Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Lapang pandang Baik Baik
N. III Okulomotor Ptosis – –
Gerakan mata ke Baik Baik
medial
Gerakan mata ke atas Baik Baik
Gerakan mata ke Baik Baik
bawah
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil isokor Isokor
Ref. cahaya langsung Baik Baik
Ref. cahaya Baik Baik
konsensual
N. IV Troklearis Strabismus divergen – –
Gerakan mata ke Baik Baik
lateral bawah
Strabismus konvergen – –
N. V Trigeminus Deviasi rahang – –
Kekuatan otot rahang Baik Baik
Refleks Dagu Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Refleks Kornea Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N. VI Abdusen Gerakan mata ke + +
lateral
Strabismus konvergen - -
N. VII Fasialis Kedipan mata Baik Baik
Lipatan nasolabial Simetris Simetris
Sudut mulut Simetris Simetris
Mengerutkan dahi Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Meringis Simetris Simetris
Menggembungkan Baik Baik
pipi
Daya kecap lidah 2/3 Tidak Tidak
anterior dilakukan dilakukan
N. VIII Nistagmus - -
Vestibulotroklearis Daya Pendengaran Baik Baik
N. IX Daya kecap lidah 1/3 Tidak Tidak
Glossopharyngeus posterior dilakukan dilakukan
N. X Vagus Refleks muntah Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Suara serak/lemah - -
N. XI Accesorius Otot bahu, leher Baik Baik

6
N. XII Hipoglossus Sikap lidah Tremor didalam mulut
Artikulasi Tidak jelas
Tremor lidah +
Menjulurkan lidah Baik
Trofi otot lidah Eutrofi
Fasikulasi lidah -

b. Refleks Fisiologis
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
Refleks Ulna dan Radialis Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Achilles Normal Normal

c. Refleks Patologis
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Hofman Trommer - -

d. Fungsi Motorik
Motorik Tonus otot Atrofi

5 5 - -
↑ ↑
5 5 - -
N N

Klonus

Kaki Kanan Kaki Kiri


N N

Sensibilitas : Dalam batas normal


Gaya berjalan : Hesitancy (+), shuffling (-), festination (-),
ayunan lengan berkurang
Gerakan spontan normal: Tremor (+/+), chorea (-), atetosis (-),
bradikinesia (+)

7
e. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Pemeriksaan Hasil
Kaku kuduk -
Kernig sign -
Lasegue sign -

f. Pemeriksaan Fungsi Luhur dan Vegetatif


Fungsi luhur : Baik
Fungsi vegetatif : BAK dan BAB normal
1.4 Pemeriksaan Penunjang
MRI tidak ditemukan kelainan saat itu, namun hasil MRI hilang
1.5 Resume Medis
Seorang laki-laki berusia 52 tahun datang ke poli saraf RS Umum
Daerah dr. Soedarso Pontianak untuk kontrol penyakit yang dideritanya.
Pasien merasa tremor yang lebih kuat ditangan. Tremor dirasakan jika pasien
tidak mengonsumsi obat. Tremor dirasakan saat pasien istirahat dan
mengangkat tangannya. Pasien sulit menulis dan berbicara dengan cepat.
Pasien mengeluhkan perasaan agak berat saat berjalan. Pasien sering
mengeluhkan kaku dijari kakinya. Pasien juga mengeluhkan pusing
mengambang setelah meminum obat. Pasien pernah berobat ke Jakarta untuk
MRI dan hasilnya normal. Pasien didiagnosis menderita parkinson’s disease
sejak 4 tahun yang lalu dan rutin mengonsumsi obat. Sebelum didiagnosis
Parkinson’s disease pasien mengeluhkan kesulitan tidur selama kurang dari 1
bulan dan juga sering merasa cemas. Keluhan depresi disangkal oleh pasien.
Kesulitan menelan dan banyak air liur disangkal oleh pasien. Sebelum
menderaita penyakitnya, pasien sulit tidur selama kurang dari sebulan, merasa
stress dan sering kali merasa cemas. Pasien rutin mengonsumsi obat stalevo,
siprol dan alprazolam. Pasien sering mengonsumi rokok, alkohol dan kopi
namun sudah lama berhenti. Pada pasien ditemukan tremor pada kedua
tangan saat istirahat dan mengangkat tangan. Postur tubuh sedikit
membungkuk. Pemeriksaan tonus otot didapatkan rigid di persendian siku.
Ditemukan tremor pada lidah. Pasien juga sulit untuk meringis dan ekspresi
wajah yang berkurang. Pada pemeriksaan gaya berjalan, ayunan kedua tangan

8
sedikit berkurang. Pada pemeriksaan bradikinesia ditemukan amplitudo dan
kecepatan gerakan tangan mengepal-membuka-mengepal berkurang.
1.6 Diagnosis
Diagnosis Klinis : Sindrom Parkinson dengan gejala resting tremor
(+), rigiditas (+), bradikinesia (+)
Diagnosis Topis : Substansia nigra
Diagnosis Etiologis : Parkinson’s Disease
1.7 Tatalaksana
a. Terapi Non Farmakologi
Nutrisi :Diet yang sehat berupa buah-buahan dan sayur-sayuran.
Aktifitas :Edukasi, aerobik, penguatan, peregangan, latihan
keseimbangan.
b. Terapi Farmakologi
 Levodopa 100 mg + carbidopa 25 mg + entacapone 200 mg, 2x1
p.o.
 Levopar 3x100mg p.o.
 Sifrol 3x1 p.o.
 Alprazolam 3x1 p.o.
 Lansoprazol 2x1 p.o.
 Rindobion 2x1 p.o.
1.8 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Parkinson adalah penyakit degenerasi otak terbanyak kedua
setelah penyakit Alzheimer. Pada Penyakit Parkinson terjadi penurunan
jumlah dopamine di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai
akibat kerusakan sel saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak.
Penyakit ini berlangsung kronik dan progresif, dan belum ditemukan obat
untuk menghentikan progresifitasnya. Progresifitas penyakit bervariasi dari
satu orang ke orang yang lain.1 Penyakit Parkinson adalah penyakit progresif
yang belum diketahui penyebabnya, dimulai pada usia 45 sampai 55 tahun.2
2.2 Etiologi
Pada penyakit Parkinson, sel saraf tertentu (neuron) di otak secara
bertahap rusak atau mati. Banyak gejala yang disebabkan oleh hilangnya
neuron yang menghasilkan pembawa pesan kimiawi di otak yang disebut
dopamin. Ketika kadar dopamin menurun, hal itu menyebabkan aktivitas
otak tidak normal, yang menyebabkan gangguan gerakan dan gejala
penyakit Parkinson lainnya.3
Etiologi dari penyakit parkinson belum diketahui secara pasti,
namun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
etiologi penyakit ini berhubungan dengan faktor genetik, faktor lingkungan,
umur, ras, dan stress emosional. Faktor lingkungan yang berisiko
menimbulkan penyakit parkinson adalah paparan toksin terutama pestisida
pertanian yang berbahaya bagi sistem neurologis.4
 Gen
Para peneliti telah mengidentifikasi mutasi genetik spesifik yang dapat
menyebabkan penyakit Parkinson. Tetapi ini jarang terjadi kecuali
dalam kasus yang jarang terjadi dengan banyak anggota keluarga yang
terkena penyakit Parkinson. Namun, variasi gen tertentu tampaknya
meningkatkan risiko penyakit Parkinson tetapi dengan risiko penyakit
Parkinson yang relatif kecil untuk masing-masing penanda genetik ini.3
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit Parkinson, yaitu mutasi pada gen α-sinuklein pada lengan
panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism
autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson,
ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK 2) di
kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit Parkinson pada keluarga meningkatkan faktor
resiko menderita penyakit Parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang
dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun.5
 Pemicu lingkungan
Paparan racun atau faktor lingkungan tertentu dapat meningkatkan
risiko penyakit Parkinson di kemudian hari, tetapi risikonya relatif kecil.
Beberapa mekanisme pestisida yang dapat menyebabkan penyakit
parkinson diantaranya yaitu menyebabkan disfungsi mitokondria
sehingga mengganggu respirasi seluler, stress oksidatif yang
mengakibatkan kematian sel dan mengganggu kadar dopamin. Dopamin
berfungsi untuk komunikasi elektrokimia antar sel neuron di otak yang
mengatur pergerakan, keseimbangan, refleks postural dan kelancaran
berbicara.Pada penyakit parkinson, terjadi penurunan kadar dopamin,
sehingga fungsi neuron di sistem saraf pusat ikut menurun dan
menghasilkan kelambanan gerak, kelambanan berpikir, kelambanan
bicara, tremor dan kekakuan.6,7
Para peneliti juga mencatat bahwa banyak perubahan terjadi pada
otak penderita penyakit Parkinson, meski tidak jelas mengapa perubahan ini
terjadi. Perubahan tersebut meliputi:3
 Kehadiran Lewy bodies. Gumpalan zat tertentu di dalam sel otak adalah
penanda mikroskopis penyakit Parkinson. Ini disebut badan Lewy, dan
peneliti percaya Lewy bodies ini memegang petunjuk penting untuk
penyebab penyakit Parkinson.

11
 Alpha-synuclein ditemukan di dalam Lewy bodies. Meskipun banyak
zat yang ditemukan di dalam Lewy bodies, para ilmuwan percaya bahwa
yang penting adalah protein alami dan tersebar luas yang disebut alpha-
synuclein (a-synuclein). Itu ditemukan di semua badan Lewy dalam
bentuk menggumpal yang tidak bisa dipecah sel. Ini saat ini menjadi
fokus penting di antara para peneliti penyakit Parkinson.
Ada beberapa jenis penyakit Parkinson yang penyebabnya telah
diketahui. Parkinsonisme pascaensefalitik terjadi setelah ensefalitis viral pada
tahun 1916-1917 dengan kerusakan pada nuclei basales. Parkinsonisme
iatrogenic dapat terjadi akibat efek samping obat-obatan antipsikotik. Analog
meperedin (digunakan oleh orang-orang yang ketergantungan obat), dan
keracunan karbon monoksida serta mangan dapat juga menimbulkan gejala-
gejala Parkinson. Parkinsonisme aterosklerotik dapat terjadi juga pada pasien
tua dengan hipertensi.2

2.3 Faktor Resiko


a. Merokok
Merokok telah dipelajari secara ekstensif sehubungan dengan PD,
dengan hasil yang sebagian besar konsisten. Sebagian besar laporan
epidemiologi adalah studi kasus kontrol yang menunjukkan penurunan
risiko pengembangan PD. Alasan yang mendasari penurunan risiko ini tidak
sepenuhnya dipahami. Aktivasi reseptor asetilkolin nikotinat pada neuron
dopaminergik oleh nikotin atau agonis selektif telah terbukti menjadi
pelindung saraf dalam model eksperimental PD. Namun demikian, nikotin
juga dapat merangsang pelepasan dopamin; Oleh karena itu sulit untuk
memastikan apakah merokok mencegah PD atau apakah PD membantu
mencegah kebiasaan menggunakan rokok.8
b. Kafein
Beberapa penelitian telah menyelidiki efek kafein pada
perkembangan PD dan melaporkan penurunan risiko pengembangan PD di
antara peminum kopi. Kafein adalah antagonis reseptor A2A adenosin, yang

12
diyakini sebagai pelindung pada PD dan telah terbukti menjadi pelindung
saraf pada model tikus dari PD. Telah dilaporkan sebelumnya bahwa ada
penurunan risiko sebesar 25% dalam mengembangkan PD di kalangan
peminum kopi.8
Seperti halnya merokok, peran penyebab kafein dalam mencegah
PD masih harus ditetapkan. Selain itu, ada perbedaan yang dicatat antara
studi yang berkaitan dengan gender. Dalam dua studi kohort, ada korelasi
terbalik yang kuat antara kopi dan perkembangan PD pada pria, sedangkan
pada wanita hubungan ini lebih lemah. Selain itu, pada wanita
pascamenopause, efek kafein bergantung pada apakah wanita tersebut
menggunakan terapi penggantian hormon termasuk estrogen. Karena
estrogen secara kompetitif menghambat metabolisme kafein, interaksi
antara estrogen dan kafein dapat menjelaskan sebagian mengapa risiko PD
bergantung pada terapi penggantian hormon pada wanita pascamenopause.8
c. Pestisida, herbisida, dan logam berat
Pada tahun 1983, 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine
(MPTP) pertama kali ditemukan terkait dengan degenerasi nigrostriatal
ketika beberapa orang mengembangkan tanda-tanda PD yang khas setelah
obat yang terkontaminasi MPTP. MPTP dimetabolisme menjadi
neurotoksin, MPP + (1-methyl-4-phenylpyridinium), yang merupakan
inhibitor kompleks-I mitokondria yang secara selektif merusak sel
dopaminergik di substansia nigra. Identifikasi MPTP sebagai penyebab
degenerasi nigral memunculkan gagasan bahwa PD dapat disebabkan oleh
toksin lingkungan. Sejak itu, beberapa penelitian telah menunjukkan
hubungan antara pestisida dan PD, dengan satu studi kasus kontrol
menunjukkan hubungan yang meningkat dengan paparan pestisida
profesional pada pria dan PD yang onsetnya terlambat. Paraquat (herbisida
yang secara struktural sangat mirip dengan MPP +) dan rotenone (pestisida)
juga merupakan inhibitor kompleks-I selektif dan menyebabkan penipisan
dopaminergik pada model hewan PD. Pengelasan dan paparan logam berat

13
(misalnya, besi, tembaga, timbal, aluminium, dan seng) juga telah diselidiki,
tetapi hubungan antara keduanya dan PD tetap tidak meyakinkan.8
d. Genetik
Meskipun PD umumnya merupakan gangguan idiopatik, ada sebagian kecil
kasus (10-15%) yang melaporkan riwayat keluarga, dan sekitar 5%
memiliki warisan Mendelian. Selain itu, risiko seseorang terkena PD
sebagian merupakan produk dari faktor risiko poligenik yang belum
didefinisikan dengan baik. Gen-gen yang telah ditemukan berpotensi
menyebabkan PD diberi nama "PARK" dalam urutan mereka diidentifikasi.
Sampai saat ini, 23 gen PARK telah dikaitkan dengan PD. Mutasi pada gen
PARK menunjukkan dominan autosomal (mis., SCNA, LRRK2, dan
VPS32) atau pewarisan resesif autosom (mis., PRKN, PINK1, dan DJ-1).8
e. Usia
Orang dewasa muda jarang mengalami penyakit Parkinson. Ini biasanya
dimulai pada usia pertengahan atau akhir, dan risikonya meningkat seiring
bertambahnya usia. Orang biasanya mengembangkan penyakit ini sekitar
usia 60 atau lebih. Penyakit Parkinson adalah penyakit neuro degeneratif
yang paling lazim setelah penyakit Alzheimer, dengan insidens di Inggris
kira-kira 20/100.000 dan prevalensinya 100-160/100.000. Prevalensinya
kira-kira 1% pada umur 65 tahun dan meningkat 4-5% pada usia 85 tahun.3
f. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predisposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada
hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi
Nocardia astroides.4
g. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stres oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya, kopi
merupakan neuroprotektif.4

14
h. Stress dan Depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.
Depresi dan stres dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stres
dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stres
oksidatif.4
2.4 Epidemiologi
Penyakit parkinson diakui sebagai salah satu gangguan neurologis yang
paling umum, mempengaruhi sekitar 1% dari orang yang lebih dari 60 tahun.
Insiden dan prevalensi penyakit Parkinson meningkat dengan usia. Suatu
kepustakaan menyebutkan prevalensi tertinggi penyakit parkinson terjadi
pada ras kaukasian di Amerika Utara dan ras Eropa 0,98% hingga 1,94%,
menengah terdapat pada ras Asia 0,018%, dan prevalensi terendah terdapat
pada ras kulit hitam di Afrika 0,01%. Penyakit parkinson 1,5 kali lebih sering
terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.9,10,11
2.5 Patofisiologi
Penyakit Parkinson disebabkan oleh degenerasi neuron di dalam
substansia nigra dan sedikit lebih luas pada globus pallidus, putamen, dan
nucleus caudatus. Degenerasi neuron substansia nigra yang mengirimkan
aksonnya ke corpus striatum mengakibatkan berkurangnya pelepasan
neurotransmitter dopamine di dalam corpus striatum. Hal ini menyebabkan
hipersensitifitas reseptor dopamine pada neuron-neuron pascasinaptik di
dalam striatum, sehingga menjadi hiperaktif.2
Dalam kondisi normal, pelepasan dopamine dari ujung saraf
nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2
(inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum
disalurkan ke globus pallidus interna atau substansia nigra pars retikularis
melalui 2 jalur, yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek yang berkaitan
dengan reseptor D2. Apabila masukan direk dan indirek seimbang, maka
tidak ada kelainan gerakan.12
Pada penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia nigra
pars kompakta dan saraf dopaminergic nigrostriatum sehingga tidak ada

15
rangsangan terhadap reseptor D1 dan D2. Reseptor D1 yang eksitatorik tidak
terangsang sehingga jalur langsung dengan neurotransmitter GABA
(inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang,
sehingga jalur indirek dari putamen ke globus pallidus eksterna yang
GABAnergik tidak ada yang menghambat dan membuat fungsi inhibitorik
globus pallidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf
GABAnergik dari globus pallidus eksterna ke nucleus subtalamikus melemah
dan kegiatan neuron nucleus subtalamikus meningkat akibat inhibisi.12
Terjadi peningkatan output nucleus subtalamikus ke globus pallidus
interna atau substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang
eksitatorik, akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus
pallidus/substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh lemahnya fungsi
inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia basalis menjadi
berlebihan kearah thalamus. Saraf eferen dari globus pallidus interna ke
thalamus adalah GABAnergik, sehingga kegiatan thalamus akan tertekan dan
selanjutnya rangsangan dari thalamus ke korteks lewat saraf glutamatergik
akan menurun dan output korteks motoric ke neuron motoric medulla spinalis
melemah.12
Penurunan dopamine pada basal ganglia menyebabkan abnormalitas
koneksi antara thalamus dan koretks motorik, sehingga menimbulkan
parkinsonisme. Ganglia basal merupakan system ekstrapiramidal yang terdiri
dari beberapa komponen yaitu striatum (mencangkup nucleus caudatus dan
putamen), globus pallidus segmen interna dan eksterna (GPi dan GPe),
nucleus subtalamikus (STN), substansia nigra pars kompakta dan retikulata
(SNc dan SNr) dan thalamus. Dalam sirkuit bangsal ganlia tersebut terdapat
jaras direk yang memfasilitasi eksekusi pergerakan dan jaras indirek yang
menghambat pergerakan yang tidak diinginkan. Pada jaras direk, neuron dari
korteks akan mengeksitasi striatum yang selanjutnya menginhibisi GPi/SNr.
GPi/SNr mengandung neuron yang menginhibisi nucleus ventral anterior
thalamus, yang akan mengeksitasi neuron kortikal dan memfasilitasi suatu
gerakan.14

16
Sebaliknya jaras indirek striatum juga tereksitasi oleh neuron korteks,
tetapi striatum akanmenginhibisi GPe. Gpe memiliki neuron yang
menginhibisi STN. Hasilnya ialah inhibisi kortikal suatu gerakan.
SNc memodulasi aktivitas bangsal ganglia melalui neuron
dopaminergic. SNc akan meningkatkan aktivitas dari jaras direk melalui
reseptor dopamine D1 dan menghambat aktivitas jaras indirek melalui
reseptor D2. Pada PP, terdapat pemrosesan protein alfa-sinuklein yang
abnormal sehingga terbentuk badan lewy dalam neuron dopaminergic SNc.
Adanya badan lewy akan menyebabkan degenerasi neuron dopaminergic
pada SNc, sehingga terjadi penurunan jaras direk dan peningkatan jaras
indirek. Inhibisi berlebihan dari jaras talamokortikal akan menyebabkan
banyak manifestasi klinis dari penyakit Parkinson seperti bradikinesia. 14
2.6 Manifestasi Klinis
a. Gejala Motorik dan Terkait PD 13
1) Gejala motorik primer
Ada lima gejala motorik utama PD: tremor, rigiditas, bradikinesia
(gerakan lambat), ketidakstabilan postural (masalah keseimbangan), dan
masalah berjalan / gaya berjalan. Mengamati satu atau lebih gejala ini
adalah cara utama dokter mendiagnosis PD.

17
Gambar manifestasi klinis Parkinson’s disease
a) Tremor
Tremor khas pada PD adalah tremor ritmis yang lambat yang
biasanya dimulai di satu tangan, kaki, atau tungkai dan akhirnya dapat
memengaruhi kedua sisi tubuh. Gemetar juga bisa terjadi di rahang,
dagu, mulut, atau lidah. Tremor klasik PD adalah tremor istirahat, yang
paling kuat saat anggota tubuh yang terkena sedang istirahat, dan
mungkin menjadi kurang jelas atau bahkan hilang selama gerakan yang
disengaja. Action Tremor (tremor yang terjadi dengan gerakan yang
disengaja) juga bisa menjadi ciri PD. Selain itu, beberapa orang dengan
PD dapat mengalami perasaan tremor internal, yang tidak selalu terlihat
oleh orang lain. Pola : pill rolling tremor.
b) Rigiditas
Rigiditas mengacu pada kaku pada anggota badan atau batang
tubuh. Rigiditas disebabkan karena tonus otot meningkat. Rigiditas
pada penyakit Parkinson berbeda dengan rigiditas yang disebabkan oleh
lesi-lesi upper motor neuron. Pada lesi UMN, kelompok otot yang
berlawanan mengalami rigiditas yang sama. Jika tremor tidak ada,

18
rigiditas dirasakan sebagai resistensi terhadap gerakan pasif dan
kadang-kadang disebut rigiditas plastik. Jika terdapat tremor, tahanan
otot terlihat sebagai rangkaian hentakan, disebut rigiditas cogwheel.
c) Bradikinensia
Gerakan menjadi lambat dan tidak lengkap, sulit memulai gerakan dan
gerakan yang sedang berlangsung dapat berhenti tiba-tiba. Selain
kelambatan gerakan secara umum, bradikinesia PD biasanya
ditunjukkan oleh ekspresi wajah yang berkurang atau seperti topeng
(hipomimia), penurunan kecepatan kedipan mata, dan masalah dengan
koordinasi motorik halus (misalnya, kesulitan mengancingkan kemeja).
Kesulitan membalikkan badan di tempat tidur dan tulisan tangan kecil
yang lambat (mikrografi) adalah tanda lain bradikinesia.
d) Instabilitas postural
Lebih terlihat pada tahap selanjutnya dari PD, ketidakstabilan postur
termasuk ketidakmampuan untuk mempertahankan postur tubuh yang
stabil dan tegak atau untuk mencegah jatuh. Masalah keseimbangan
seperti itu pada PD dikaitkan dengan kecenderungan untuk mundur atau
mundur (retropulsi); Faktanya, dorongan ringan dapat menyebabkan
individu dengan PD terus melangkah mundur atau bahkan jatuh.
Ketidakstabilan postural yang menonjol pada awal penyakit mungkin
menunjukkan bahwa diagnosis yang benar adalah salah satu sindrom
parkinsonian lain daripada PD.
2) Gejala motorik sekunder13
Tidak semua pasien dengan Parkinson mengalami gejala motoric
sekunder.
a) Postur bungkuk, condong ke depan
b) Dystonia
c) Kelelahan
d) Gangguan ketangkasan motorik halus dan koordinasi motoric; salah
satu yang khas adalah micrographia
e) Gangguan koordinasi motorik kasar

19
f) Penurunan swing arm
g) Akatisia
h) Masalah berbicara: suara menjadi lembut, bicara cadel karena
control otot, berkurang
i) Kesulitan menelan: dapat menyebabkan aspirasi dan pneumonia
j) Drooling: mengeluarkan air liur, biasanya disebabkan oleh
kelemahan. Eksulitan menelan dan postur tubuh yang membungkuk
b. Gejala Non Motorik PD13
Karena PD adalah jenis gangguan gerakan, gejala non-motorik yang
terkait dapat diabaikan. Namun, ada beberapa gejala umum PD yang
tidak melibatkan gerakan. Beberapa gejala non-motorik seperti
penurunan bau, depresi, gangguan tidur, dan masalah GI dapat
mendahului gejala motorik selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan
tahun.
1) Gangguan pada Indera Penciuman
Sensitivitas yang berkurang terhadap bau (hiposmia) atau hilangnya bau
(anosmia) seringkali merupakan gejala awal PD.
2) Masalah Tidur
Masalah tidur umumnya dialami oleh penderita PD. Ketidakmampuan
untuk tidur, atau insomnia primer, lebih jarang terjadi dibandingkan
ketidakmampuan untuk tetap tidur, atau insomnia sekunder. Beberapa
orang dengan PD mengganggu siklus tidur-bangun yang normal dengan
tidur siang sepanjang hari; ini dapat menyebabkan ketidakmampuan
untuk tidur di malam hari. Orang lain dengan PD memiliki mimpi yang
jelas, meskipun ini lebih sering terjadi karena efek samping obat untuk
PD. Orang dengan PD juga dapat berbicara atau gelisah saat tidur,
terutama selama tahap tidur gerakan mata cepat (REM) (gangguan
perilaku tidur REM).
3) Depresi dan Kecemasan
Depresi adalah gejala PD non-motorik yang cukup umum. Tingkat
keparahannya dapat bervariasi dan dapat membaik dengan pengobatan

20
PD, obat antidepresan, atau psikoterapi, seperti terapi perilaku kognitif
(CBT). Terapi kelompok atau keluarga juga dapat membantu
meringankan depresi. Kecemasan juga terjadi pada PD dan, seperti
depresi, bisa ringan atau parah. Dalam beberapa kasus, kecemasan
mungkin memerlukan pengobatan. Seperti halnya depresi, psikoterapi
seperti CBT dapat membantu mengatasi kecemasan.
4) Kelelahan
Kelelahan adalah gejala PD yang kompleks yang tidak sepenuhnya
dipahami. Namun, diketahui bahwa kelelahan secara signifikan
dikaitkan dengan depresi dan gangguan tidur.
5) Penurunan Kognitif
Khususnya pada PD yang lebih lanjut atau pada orang tua dengan PD,
masalah dengan pemikiran, pencarian kata, dan penilaian sering terjadi.
Banyak individu melaporkan kesulitan dalam multitasking dan
mengatur aktivitas sehari-hari. Kebingungan juga bisa menjadi efek
samping dari beberapa obat PD.
6) Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan adalah gejala umum PD, terutama pada stadium
lanjut penyakit. Ada beberapa penyebab penurunan berat badan pada
pasien PD, termasuk penurunan nafsu makan (anoreksia), kesulitan
menelan, masalah gastrointestinal seperti sembelit kronis, atau depresi.
Gerakan konstan dari tremor istirahat lanjutan atau gerakan tak sadar
dapat membakar banyak kalori dan juga bisa menjadi penyebab
penurunan berat badan.
7) Masalah Gastrointestinal
Gangguan sistem gastrointestinal sering terjadi pada PD. Konstipasi,
khususnya, sering terjadi karena PD dapat memperlambat pergerakan
otomatis sistem pencernaan; Namun, efek samping obat juga dapat
menyebabkan sembelit. Berkurangnya menelan dan air liur atau
pengumpulan air liur yang terkait sering terlihat pada PD. Mual dan
muntah kadang-kadang terjadi pada PD yang tidak diobati, tetapi lebih

21
sering gejala ini terkait dengan efek samping pengobatan. Mual dan
muntah paling sering terjadi saat pengobatan PD pertama kali dimulai.
8) Sakit kepala ringan
Terlepas dari masalah keseimbangan ketidakstabilan postural tetapi
berkontribusi pada masalah gaya berjalan, pusing atau perasaan pingsan
sering terjadi pada PD. Gejala ini terkait dengan ketidakmampuan tubuh
untuk mengatur tekanan darah dengan cepat, terutama saat duduk dari
posisi berbaring atau berdiri dari posisi duduk. Fenomena ini dikenal
sebagai hipotensi ortostatik atau postural. Perasaan pusing juga dapat
meningkat dengan obat-obatan tertentu untuk PD. Jika parah, pusing
dapat menyebabkan pingsan atau pingsan.
9) Masalah Kemih
Frekuensi buang air kecil (sering buang air kecil) dan urgensi buang air
kecil (perasaan bahwa seseorang harus segera buang air kecil, meskipun
kandung kemih tidak penuh) adalah kemungkinan gejala PD lainnya.
Gejala ini terjadi karena mekanisme refleks normal yang mengontrol
kandung kemih terganggu. Masalah kencing mungkin lebih buruk di
malam hari, ketika seseorang berbaring telentang. Mungkin juga ada
masalah dengan memulai aliran urin (keragu-raguan kencing),
kelambatan buang air kecil, dan kandung kemih terlalu penuh.
10) Masalah Seksual
Perubahan hasrat seksual, atau libido, adalah gejala non-motorik lain
dari PD yang sering kurang dikenali. Hasrat seksual dapat berkurang
dalam beberapa kasus karena masalah psikologis yang kompleks. Dalam
kasus lain, penurunan libido bisa menjadi efek langsung dari PD.
Pengobatan dengan obat PD sering kali meningkatkan hasrat seksual.
Pada pria, ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan ereksi
(impotensi) dapat terjadi.
11) Berkeringat
Keringat berlebihan adalah tanda PD yang relatif umum, terutama jika
penyakit ini tidak diobati. Ini paling sering terjadi di tubuh bagian atas.

22
12) Melanoma
Orang dengan PD mungkin memiliki peningkatan risiko melanoma,
jenis kanker kulit yang serius. Akibatnya, penderita PD harus menjalani
pemeriksaan kulit tahunan dengan dokter kulit.
13) Tidak terjadi penurunan kekuatan otot dan kehilangan sensibilitas.
Refleks abdomen superfisialis normal dan tidak terdapat refleks
patologis Babinski karena traktus kortikospinalis normal.

2.7 Diagnosis
1. Anamnesis1
Gejala awal Penyakit Parkinson sangat ringan dan perjalanan
penyakitnya berlangsung perlahan-lahan, sehingga sering terlepas dari
perhatian. Biasanya hanya mengeluhkan perasaan kurang sehat atau
sedikit murung atau hanya sedikit gemetar. Seiring waktu gejala
menjadi lebih nyata sehingga pasien berobat ke dokter dalam kondisi
yang sedikit lebih parah.
Anamnesis yang mengarahkan pada Penyakit Parkinson antara
lain:1
 Awitan keluhan atau gejala tidak diketahui dengan pasti
 Perjalanan gejala semakin memberat
 Gejala dimulai pada satu sisi anggota gerak, tetapi seiring waktu
akan mengenai kedua sisi atau batang tubuh.
 Jenis gejala yang mungkin timbul:
1) Merasakan tubuh kaku dan berat
2) Gerakan lebih kaku dan lambat
3) Tulisan tangan mengalami mengecil dan tidak terbaca
4) Ayunan lengan berkurang saat berjalan
5) Kaki diseret saat berjalan
6) Suara bicara pelan dan sulit dimengerti
7) Tangan atau kaki gemetar
8) Merasa goyah saat berdiri

23
9) Merasakan kurang bergairah
10) Berkurang fungsi penghidu / penciuman
11) Keluar air liur berlebihan
 Faktor yang memperingan gejala: istirahat, tidur, suasana tenang
 Faktor yang memperberat gejala: kecemasan, kurang istirahat
 Riwayat penggunaan obat antiparkinson dan respon terhadap
pengobatan.
Anammesis yang mengarahkan pada penyebab lain:1
 Riwayat stroke
 Riwayat trauma kepala
 Riwayat infeksi otak
 Riwayat ada tumor otak
 Riwayat gangguan keseimbangan
 Riwayat mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat anti
muntah, obat psikosis
2. Pemeriksaan Fisik1
a. Pengamatan saat pasien duduk:
 Tremor saat istirahat, terlihat di tangan atau tungkai bawah.
 Ekspresi wajah seperti topeng / face mask (kedipan mata
dan ekspresi wajah menjadi datar),
 Postur tubuh membungkuk,
 Tremor dapat ditemukan di anggota tubuh lain (meskipun
relatif jarang), misalnya kepala, rahang bawah, lidah, leher
atau kaki.
b. Pemeriksaan bradikinesia:
 Gerakan tangan mengepal-membuka-mengepal dan
seterusnya berulangulang, makin lama makin berkurang
amplitudo dan kecepatannyanya.

24
 Gerakan mempertemukan jari telunjuk-ibu jari (pada satu
tangan) secara berulang-ulang makin lama makin
berkurang amplitudo dan kecepatannyanya.
 Tulisan tangan makin mengecil.
 Kurang trampil melakukan gerakan motorik halus, seperti
membuka kancing baju.
 Ketika berbicara suara makin lama makin halus, dan
artikulasi mejadi tidak jelas, kadang-kadang seperti gagap.
c. Pengamatan saat pasien berjalan:
 Kesulitan / tampak ragu-ragu saat mulai berjalan
(hesitancy), berjalan dengan kaki diseret (shuffling), jalan
makin lama makin cepat (festination),
 Ayunan lengan berkurang baik pada 1 sisi anggota gerak
maupun di keduanya.
d. Ditemukan rigiditas pada pemeriksaan tonus otot: gerakan secara
pasif oleh pemeriksa, dengan melakukan fleksi-ekstensi secara
berurutan, maka akan dirasakan tonus otot seperti ‘roda gigi’.
Biasanya dikerjakan di persendian siku dan lengan.
e. Pemeriksaan instabilitas postural / tes retropulsi : pasien ditarik
dari belakang pada kedua bahunya untuk melihat apakah pasien
tetap mampu mempertahankan posisi tegak.
f. Pemeriksaan fisik lain untuk menemukan tanda negatif dari
Penyakit Parkinson:
 Pemeriksaan refleks patologis: refleks patologis negatif
 Pemeriksaan gerakan bola mata ke atas: gerakan
okulomotor normal
 Pemeriksaan tekanan darah postural
 Pemeriksaan fungsi otonom, misalnya pengontrolan miksi
apakah terdapat inkontinensia

25
 Pemeriksaan fungsi serebelum, misalnya ataksia saat
berjalan
 Pemeriksaan fungsi kognitif yang muncul pada permulaan
penyakit.
g. Pemeriksaan Parkinson’s Disease16-19
1) Observasi
Saat memeriksa pasien pria lanjut usia yang lebih sering ini, orang
mungkin memperhatikan kurangnya ekspresi wajah. “Wajah seperti
topeng” ini (hipomimia adalah istilah yang lebih tepat) berasal dari
penurunan tingkat kedipan (hitung) seperti halnya kelambatan relatif
ekspresi emosional.
2) Tremor
Pemeriksaan finger-nose test berguna karena tremor parkinsonian akan
berkurang sedangkan tremor esensial menjadi lebih buruk dengan
manuver ini.
3) Rigiditas
Tremor karena sebab apapun (termasuk tremor esensial) mungkin teraba
ketika anggota tubuh digerakkan secara pasif. Inilah yang disebut
cogwheeling. Kekakuan aksial dapat ditimbulkan dengan memutar
pasien secara pasif dari sisi ke sisi. Berdirilah menghadap pasien dengan
tangan di bahu pasien. Dengan memelintir pasien ke kiri dan ke kanan
dan ke belakang lagi, mungkin untuk merasakan peningkatan tonus
aksial dan mengamati penurunan ayunan lengan yang biasanya asimetris

26
Dalam menilai rigiditas juga dengan cara menggerakan sendi siku
ekstremitas atas serta sendi lutut pada ekstremitas bawah. Nilai kekauan
otot. Terdapat cogwheel rigidity jika rigiditas diserta tremor.
4) Bradikinensia
Pertama, minta pasien membuat penjepit besar dengan jari tangan dan
ibu jari kemudian lepaskan seperti yang ditunjukkan pada Gambar.
Kecepatan dan amplitude nya semakin melambat pada penderita PD.

Selain itu dapat dilakukan test dengan meminta pasien untuk melakukan
supinasi dan pronasi berulang lalu nilai kecepatannya. Test lain dengan
mempertemukan jari telujuk dan jempol tangan dan nilai kecepatannya.

27
5) Mikrografi adalah tanda awal yang sensitif dan sementara di tangan,
penting untuk meminta pasien menulis untuk Anda dengan pena dan
kertas. Ciri pembeda tidak hanya pada ukuran tulisan tetapi juga
bradikinesis yang memudar dengan tulisan yang memanjang,
sehingga meminta beberapa kalimat.
6) Tes lain yang relevan dari fungsi jika tersedia adalah
mengancingkan dan membuka kancing kemeja atau blus atau tes
serupa untuk kontrol motorik halus.
7) Gait
Meminta mereka untuk berjalan beberapa langkah dan amati gaya
berjalan mereka. Pada penyakit lanjut mungkin melihat keterlambatan
dalam memulai berjalan dan sekali bergerak pasien bergerak dengan
postur membungkuk dan dalam langkah-langkah kecil, cepat, terseok-
seok. Pada penyakit ringan satu-satunya tanda sering berkurangnya
lengan mengayun di satu sisi dan ini harus diperhatikan dengan
seksama.
8) Pull test
Penting juga untuk menilai stabilitas postural yang semakin memburuk
seiring dengan kemajuan penyakit. Berdiri di belakang pasien dengan
mereka menghadap jauh dari Anda (setelah memperingatkan mereka)
dengan tajam menarik ke depan bahu mereka untuk membuat mereka
kehilangan keseimbangan. Karena refleks meluruskan postural, pasien
bisa jatuh ke belakang seperti tiang tanpa menggerakkan kakinya.
Mereka tidak dapat mengambil satu langkah besar, dan mengambil
beberapa langkah kecil sebelum jatuh (retropulsi).
9) Refleks primitive
Seseorang harus menghilangkan respons ancaman visual dengan berdiri
di belakang pasien kemudian dengan ibu jari di satu pelipis dan jari
tengah di sisi lain, jari-jari mengarah ke bawah, pemeriksa mengetuk
dahi dengan jari telunjuk mereka. Kontraksi refleks orbicularis oculi
biasanya berhenti setelah sekitar 5 ketukan tetapi kedipan terus-menerus

28
yang tidak membiasakan adalah hasil positif, (tanda Myerson). Refleks
ini berfungsi untuk menilai fungsi korteks frontalis.

3. Kriteria Diagnosis1
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
klinis, berupa ditemukannya kumpulan gejala berupa tremor,
bradikinesia, rigiditas dan ketidakseimbangan postural. Pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium maupun imaging biasanya
dalam batas normal.
A. Adapun kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria
Hughes (1992):
1) Gejala klinis kelompok A
 Didapatkan 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motoric: tremor,
rigiditas, bradikinesia, atau
 3 dari 4 tanda motoric: tremor, rigiditas, bradikinesia dan instabilitas
postural.

2) Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa


alternatif, terdiri dari:
 Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
 Fenomena tak dapat bergerak (freezing) pada 3 tahun pertama
 Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3
tahun pertama
 Demensia sebelum gejala motoric pada tahun pertama
Dari kriteria tersebut, dapat ditegakkan diagnosis possible,
probable, dan definit dari Parkinson.
 Possible, bila didapatkan paling sedikit 2 dari gejala kelompok A
dimana salah satu di antaranya adalah tremor atau bradikinesia
dan tidak terdapat gejala kelompok B, lama gejala kurang dari 3
tahun disertai respon jelas terhadap levodopa atau dopamine
agonis.

29
 Probable, bila didapatkan paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok
A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit
paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap levodopa atau
dopamine agonis.
 Definit, bila memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan
histopatologis yang positif.
B. Kriteria Hoehn and Yahr
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya
penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and
Yahr, yaitu:
 Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang
ringan, terdapat gejala yang mengganggu, tetapi menimbulkan
kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak,
gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)
 Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu
 Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
 Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan
hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak
mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan
stadium sebelumnya
 Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total,
tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
C. UKPDS Brain Bank Clinical Criteria,
Menurut UKPDS (United Kingdom Parkinsons Disease Society) Brain
Bank Clinical Criteria untuk menegakkan penyakit Parkinson secara klinis
terdiri dari 3 tahap.1
Langkah 1: diagnosis Langkah 2: Kriteria ekslusi Langkah 3: Kriteria
sindrom Parkinson penyakit parkinson pendukung positif untuk
penyakit Parkinson

30
Bradikinesia ditambah Satu atau lebih gambaran berikut Tiga atau lebih tanda
satu atau lebih dari : menunjukan diagnosis alternatif: dibawah untuk diagnosis
 Rigiditas  Riwayat stroke berulang definit penyakit parkinson:
muscular dengan progresivitas  Tremor istirahat
 Tremor istirahat gejala parkinsonisme  Awitan unilateral
 Instabilitas  Riwayat cedera kepala  Asimetri presisten
postural yang berulang melibatkan sisi
tidak disebabkan  Riwayat ensefalitis awitan lebih lambat
oleh disfungsi  Pengobatan neuroleptic  Gejala progresif
visual primer, pada awitan gejala  Perjalanan klinis
vestibular, atau  Paparan MPTP penyakit 10 tahun
proprioseptif  Respon negative atau lebih
levodopa dosis tinggi  Respon sangat baik
(dengan eksklusi dengan levodopa
malabsorbsi)  Respon levodopa
 >1 anggota keluarga selama 5 tahun atau
terlibat lebih
 Remisi menetap  Chorea hebat yang
 Gejala tetap unilateral diinduksi
selama 3 tahun pemberian levodopa
 Gejala otonom berat pada
tahap dini
 Dementia berat dengan
gangguan memori,
Bahasa dan praktis pada
tahap dini
 Krisis okulogirik
 Tanda Babinski, tanda
serebelar
 Tumor serebelaratau
hidrosefalus komunikans
pada CT scan atau MRI

D. MDS (Movement Disorders Society)


Diperlukan pemeriksaan klinis untuk mencari :
 Kriteria esensial / wajib
 Kriteria Pendukung (supportive criteria)

31
 Kriteria Pengecualian Mutlak
 Kriteria Red flag
1. Kriteria esensial/wajib :
Bradikinesia, disertai paling tidak salah satu dari Resting Tremor
atau rigiditas
2. Kriteria pendukung :
a. Respon klinis yang jelas (dramatik) dengan terapi dopaminergic.
Pada terapi awal pasien seperti kembali normal atau dapat kembali
berfungsi seperti sebelum sakit
b. Perbaikan nyata dengan peningkatan dosis atau perburukan nyata
dengan pengurangan dosis. Perubahan yang ringan atau tidak jelas
tidak termasuk kualifikasi
c. Klinis yang jelas adanya fluktuasi ON / OFF, termasuk adanya
wearing off yang bisa diprediksi (predictable end-of-dose wearing
off)
d. Adanya dyskinesia yang diinduksi oleh levodopa
e. Resting tremor pada anggota gerak (baik ditemukan pada saat
pemeriksaan maupun dari laporan cacatan medis sebelumnya)
f. Terdapatnya baik gangguan penciuman atau denervasi saraf
simpatis jantung dari pemeriksaan MIBG scintigrafi
3. Kriteria pengecualian mutlak
a. Gangguan serebelum yang jelas seperti cerebellar gait, ataksia
anggota gerak, gangguan gerakan bola mata khas serebelum
b. Gangguan gerak mata jenis downward vertical supra nuclear atau
selektif melambatnya downward vertical saccades
c. Diagnosis dari adanya kemungkinan variant fortotemporal demensia
atau afasia progresif primer; yang muncul pada 5 tahun pertama
perjalanan penyakit
d. Gejala Penyakit Parkinson hanya terbatas mengenai anggota gerak
bawah saja selama lebih dari 3 tahun perjalanan penyakit

32
e. Pengobatan dengan preparat jenis penghambat reseptor dopamine
maupun dopamine depleting agent, pada kurun waktu tertentu yang
konsisten dengan kemunculan gejala parkinsonism
f. Ketiadaan respon terhadap pemberian dosis besar levodopa
meskipun pada kondisi perjalanan penyakit yang masih ringan
g. Terdapat gangguan sensorik tipe kortikal yang cukup jelas (misalnya
graphesthesia, stereognosis dengan modalitas sensori yang masih
normal)
h. Pemeriksaan fungsional otak dengan pemeriksaan pencitraan otak
pada system presinaptik dopamine terlihat hasil yang normal
i. Terdokumentasinya kondisi alternatif lain yang dapat menimbulkan
gejala penyakit Parkinson dan terhubungnya dengan gejala pasien
secara masuk akal (dapat diterima), atau evaluasi ahli berdasarkan
penilaian diagnosis yang lengkap bahwa syndrome alternatif
tersebut lebih mungkin menjadi penyebab dari pada Penyakit
Parkinson sendiri
3. Kriteria Red flags
a. Perburukan yang cepat pada fungsi berjalan (gait) sehingga
memerlukan kursi roda dalam 5 tahun pertama perjalanan penyakit
b. Secara nyata tidak ditemukan perburukan gejala motoric dalam
kurun waktu 5 tahun perjalanan penyakit, meskipun kestabilan
gejala berhubungan dengan pengobatan
c. Gangguan jenis bulbar, seperti disfoni, disartria, disfagia (sehingga
memerlukan NGT, makanan yang lunak maupun gastrotomi) dalam
5 tahun pertama perjalanan penyakit
d. Gangguan pernafasan (inspirasi atau ekspirasi), baik diurnal atau
nocturnal stridor saat inspirasi maupun desahan saat inspirasi yang
sering muncul
e. Kegagalan fungsi otonom yang cukup berat pada 5 tahun pertama
perjalanan penyakit

33
f. Episode jatuh yang berulang (lebih dari 1 kali pertahun) yang
disebabkan karena gangguan keseimbangan dalam 3 tahun pertama
perjalanan penyakit
g. Disproporsional gerakan anterocollis (dystonik) atau kontraktur di
tangan dan kaki pada 10 tahun pertama perjalanan penyakit
h. Ketiadaan dari gejala non motor yang lazim dari penyakit Parkinson
dalam 5 tahun perjalanan penyakit. Gejala non motor ini termasuk
diantaranya gangguan tidur, gangguan otonom, hiposmia atau
gangguan psikiatrik
i. Tanda gangguan traktus piramidalis yang (walaupun) tidak dapat
dijelaskan, kelumpuhan motorik karena sistem pyramidal yang
nyata atau reflek meningkat yang patologis (terkecuali asimetri
reflex yang ringan atau reflek plantar saja)
j. Gejala parkinsonism yang simetris bilateral. Pasien atau
pendamping melaporkan gejala bilateral saat onset tanpa dominansi
satu sisi dan dominansi tersebut tidak ditemukan saat pemeriksaan
klinis.

Diagnosis klinis Establish Penyakit Parkinson dapat ditegakkan bila


/ diperlukan syarat:
1. Kriteria esensial / wajib Parkinsonism
2. Tidak ditemukan gejala dari kriteria pengecualian mutlak
3. Paling tidak 2 gejala dari kriteria pendukung
4. Tidak ditemukan gejala kriteria red flags

Diagnosis Klinis Probable Penyakit Parkinson akan ditegakkan bila :


1. Kriteria esensial / wajib Parkinsonism
2. Tidak ditemukan gejala dari kriteria pengecualian mutlak
3. Adanya gejala dari kriteria red flags dengan perimbangan gejala dari
kriteria pendukung :
a. Jika terdapat 1 kriteria red flags maka harus ada paling tidak 1 kriteria

34
pendukung
b. Jika terdapat 2 kriteria red flags maka harus ada paling tidak 2 kriteria
pendukung
c. Tidak boleh ada lebih dari 2 kriteria red flags
3. Pemeriksaan Penunjang1
Beberapa uji diagnostik yang telah diusulkan bermanfaat untuk
menegakkan diagnosis penyakit Parkinson dan atau membedakan antara
penyakit Parkinson dengan sindrom parkinson yang lain. Namun demikian,
sampai sekarang ini belum ada satu uji yang memperlihatkan mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang cukup yang dapat dipercaya untuk diagnosis
penyakit Parkinson atau membedakan penyakit Parkinson dengan jenis
parkinsonism yang lain. Secara tradisional, ada beberapa pemeriksaan pencitraan
otak yang sering digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit
Parkinson dan atau membedakannya dari sindroma parkinson yang lain. Secara
umum pemeriksaan pencitraan otak dibagi 2 yaitu pencitraan struktural dan
pencitraan fungsional.
a. Pencitraan struktural :
• CT scan kepala
• MRI kepala
• Ultrasonografi transkranial
b. Pencitraan fungsional :
• PET
• SPECT

2.8 Tatalaksana
Pada stadium penyakit masih awal dimana gejala belum menyebabkan
gangguan fungsional yang berarti bagi pasien maka terapi farmakologi
mungkin belum diperlukan. Keputusan memulai terapi farmakologi pada
pasien dengan penyakit Parkinson harus disesuaikan individu dengan tujuan
mengurangi gejala motorik dan memperbaiki kualitas hidup tanpa
menyebabkan efek samping. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan

35
untuk memulai terapi adalah beratnya gejala, apakah gejala mempengaruhi
tangan dominan, kemampuan untuk meneruskan bekerja, biaya dan pilihan
pasien (setelah pasien diberikan informasi). 1,14
Dalam penatalaksanaan penyakit Parkinson, pengobatan
dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu bekerja pada system
dopaminergic, system kolinergik, dan system glutamatergik. Ketiga macam
pengobatan ini memiliki tujuan yang sama, yaitu memperbaiki keseimbangan
neurotransmitter asetilkolin dan dopamine sehingga mengurangi gejala
motorik dari penyakit Parkinson. 1,14
1. Stadium Penyakit Awal1,14
a. Farmakologi
 Pasien dengan gejala awal penyakit Parkinson dapat
dipertimbangkan untuk pengobatan dengan levodopa yang
dikombinasikan dengan inhibitor dopa dekarboksilase untuk
mencegah levodopa tidak diubah menjadi dopamine di luar otak
oleh dopa dekarboksilase.
 Pasien dengan gejala awal penyakit parkinson dapat
dipertimbangkan untuk pengobatan dengan oral/transdermal agonis
dopamine (pramipexole, ropinirole, rotigotine). Agonis dopamin
juga sebagai tambahan levodopa pada pasien yang memburuk dan
pada mereka yang mengalami fluktuasi dalam respon terhadap
levodopa.

36
Gambar Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson14

 Pasien dengan gejala awal penyakit parkinson dapat


dipertimbangkan untuk pengobatan dengan inhibitor monoamine
oksidase B. Inhibitor monoamine oksidase B seperti rasagiline dan
selegiline memberikan manfaat sebagai tambahan untuk levodopa
pada pasien yang mengalami fluktuasi motorik.
b. Fisioterapi1,14
 Terapi fisik dan exercise sebaiknya diberikan pada pasien PD,
berupa : edukasi cara berjalan, perbaikan keseimbangan dan
fleksibilitas, peningkatan kapasitas aerob, peningkatan permulaan

37
gerakan, peningkatan kemandirian termasuk mobilitas dan aktivitas
sehari-hari. (NICE, level B)
 Terapi okupasi diberikan dengan tujuan untuk menjaga peran
keluarga dan lingkungan kerja, homecare dan aktivitas hobi,
meningkatkan mobilitas, meningkatkan aktivitas pribadi seperti
makan, minum, mencuci dan memakai baju, keamanan lingkungan
sekitar dan fungsi motorik, penilaian kognitif dan penanganannya.
(NICE, level D)
 Terapi wicara dan bahasa diberikan untuk meningkatkan volume
suara dan intonasi meningkatkan kemampuan bicara dan
menggunakan alat komunikasi, memperbaiki cara menelan untuk
meminimalkan risiko aspirasi. (NICE, level D)
2. Stadium Lanjut1,14
 Antikolinergik menghambat sistem kolinergik di ganglia basal
dan menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut
asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi
keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat
mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang
banyak digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu
thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat
lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon
(akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin).
 Inhibitor Catekol-o-metil transferase (COMT) dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit parkinson tingkat
lanjut yang memiliki fluktuasi motorik. COMT inhibitor seperti
entacapone dan tolcapone juga dapat digunakan untuk
meningkatkan waktu paruh levodopa, sehingga memberikan efek
levodopa ke otak dalam waktu yang lebih lama.
 Antagonis glutamate (amantadine), berperan sebagai pengganti
dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini dulu
ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat

38
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan
gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit
Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena
on-off) dan diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat
dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau
agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan
mengantuk.
 Pembedahan fungsional palidotomi. Oleh karena sebagian besar
gejala-gejala penyakit Parkinson disebabkan oleh peningkatan
input inhibisi dari nuclei basalis ke thalamus dan korteks motoric
prasentral, pembedahan lesi pada globus pallidus (pallidotomi)
efektif untuk mengurangi tanda-tanda Parkinson. Saat ini,
tindakan tersebut hanya terbatas pada pasien-pasien yang tidak
memberikan reaksi terhadap terapi medis.
 Non farmakologi: fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan
bahasa.
 Terapi simptomatik lanjut non motorik

39
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berusia 52 tahun datang ke poli saraf RS Umum Daerah


dr. Soedarso Pontianak untuk kontrol penyakit yang dideritanya. Pasien merasa
tremor yang lebih kuat ditangan. Tremor dirasakan jika pasien tidak mengonsumsi
obat. Tremor dirasakan saat pasien istirahat dan mengangkat tangannya. Pasien sulit
menulis dan berbicara dengan cepat. Pasien mengeluhkan perasaan agak berat saat
berjalan. Pasien sering mengeluhkan kaku dijari kakinya. Pasien juga mengeluhkan
pusing mengambang setelah meminum obat. Pasien pernah berobat ke Jakarta
untuk MRI dan hasilnya normal. Pasien didiagnosis menderita parkinson’s disease
sejak 4 tahun yang lalu dan rutin mengonsumsi obat. Sebelum didiagnosis
Parkinson’s disease pasien mengeluhkan kesulitan tidur selama kurang dari 1 bulan
dan juga sering merasa cemas. Keluhan depresi disangkal oleh pasien. Kesulitan
menelan dan banyak air liru disangkal oleh pasien. Sebelum menderaita
penyakitnya, pasien sulit tidur selama kurang dari sebulan dan sering kali merasa
cemas. Pasien rutin mengonsumsi obat starlevo, levodopa, siprol dan alprazolam.
Pasien sering mengonsumi rokok, alkohol dan kopi namun sudah lama berhenti.
Pada pasien ditemukan tremor pada kedua tangan saat istirahat dan mengangkat
tangan. Postur tubuh sedikit membungkuk. Pemeriksaan tonus otot didapatkan rigid
di persendian siku. Ditemukan tremor pada lidah. Pasien juga sulit untuk meringis
dan ekspresi wajah yang berkurang. Pada pemeriksaan gaya berjalan, ayunan kedua
tangan sedikit berkurang. Pada pemeriksaan bradikinesia ditemukan amplitudo dan
kecepatan gerakan tangan mengepal-membuka-mengepal berkurang.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien mengalami
Parkinson’s disease, dimana keluhan telah berlangsung selama 4 tahun. Penyebab
dari Parkinson’s disease masih belum diketahui dengan pasti atau idiopatik. Pada
Penyakit Parkinson’s disease terjadi penurunan jumlah dopamine di otak yang
berperan dalam mengontrol gerakan sebagai akibat kerusakan sel saraf di substansia
nigra pars kompakta di batang otak.1 Ketika kadar dopamin menurun, hal itu
menyebabkan aktivitas otak tidak normal, yang menyebabkan gangguan gerakan

40
dan gejala penyakit Parkinson lainnya.3 Ada lima gejala motorik utama PD: tremor,
rigiditas, bradikinesia (gerakan lambat), ketidakstabilan postural (masalah
keseimbangan), dan masalah berjalan / gaya berjalan.13 Pada pasien ditemukan
resting tremor, re-emergent tremor, rigiditas, bradikinesia, dan masalah gaya
berjalan, namun saat dilakukan pull test hasilnya baik atau pasien mampu menjaga
keseimbangan. Pada pasien juga ditemukan tanda meyerson positif. Pada awal
penyakitnya pasien juga memiliki gejala non motoric seperti gangguan cemas dan
gangguan tidur.
Substrat patologis klasik untuk PD adalah akumulasi inklusi neuronal yang
terdiri dari 𝛼-synuclein,badan Lewy dan kehilangan saraf. Kehilangan neuronal
paling menonjol di SNc, tetapi badan Lewy dapat meluas jauh di luar wilayah ini
Berdasarkan distribusi patologi 𝛼-synuclein, skema pementasan untuk PD telah
diusulkan. Menurut skema ini, patologi neuronal terjadi di awal nukleus motorik
dorsal vagus dan bulbus olfaktorius, kemudian menyebar ke lokus coeruleus dan
SNc ketika tanda-tanda motorik muncul, kemudian meluas ke otak depan basal,
amigdala, dan struktur lobus temporal medis, dan akhirnya mempengaruhi daerah
kortikal konveksitas pada tahap akhir. Selain sejumlah area otak, kehilangan
neuronal dan deposisi 𝛼-synuclein juga melibatkan sistem saraf perifer,
menunjukkan bahwa PD adalah proses penyakit multiorgan, bukan hanya gangguan
sistem saraf pusat.15
Bradykinesia mengacu pada kelambatan gerakan yang sedang berlangsung,
akinesia menunjukkan kegagalan volunter, spontan (misalnya, dalam ekspresi
wajah), atau gerakan terkait (misalnya, ayunan lengan saat berjalan) terjadi, dan
hipokinesia mengacu pada gerakan yang lebih kecil dari yang diinginkan,
khususnya dengan gerakan berulang. Selain kelambatan seluruh tubuh, bradikinesia
dapat mengganggu gerakan motorik halus, yang biasanya ditunjukkan pada pasien
PD selama gerakan cepat bergantian jari, tangan, atau kaki sebagai pengurangan
progresif kecepatan dan amplitudo gerakan. Bradykinesia diwakili secara kranial
dengan hilangnya ekspresi wajah (hipomimia), penurunan frekuensi berkedip,
bicara monotonik dan hipofonik, dan air liur karena penurunan menelan spontan.
Manifestasi lain dari bradikinesia adalah lambatnya mengangkat dari kursi,

41
hilangnya gerakan spontan, berkurangnya tulisan tangan (mikrografi),
berkurangnya ayunan lengan saat berjalan, dan amplitudo dan kecepatan berjalan
berkurang. Patofisiologi bradikinesia tidak sepenuhnya dipahami. kegagalan
keluaran BG untuk memperkuat mekanisme kortikal mungkin melibatkan
persiapan gerakan atau pelaksanaannya. Kekurangan dalam eksekusi gerakan
termasuk kesulitan dalam menghasilkan kontraksi volunter maksimal. 15
Patofisiologi tremor belum diketahui dengan jelas. Beberapa laporan
menunjukkan hilangnya peran dopaminergik di bidang A8 retrorubral otak tengah,
yang memproyeksikan ke pallidum dan terpisah dari jalur nigrostriatal merupakan
asal-usul tremor istirahat. Burst yang berkorelasi dengan tremor telah dibuktikan di
sejumlah area kortikal dan subkortikal, tetapi lokalisasi pasti dari pacemaker tremor
primer masih diperdebatkan. 15
Rigiditas pada PD ditandai dengan peningkatan tonus otot saat palpasi saat
istirahat. Fenomena Cogwheel adalah hasil dari kekakuan dan tremor yang hidup
berdampingan. Patogenesis rigiditas PD telah dihipotesiskan termasuk perubahan
dalam sifat mekanik pasif sendi, tendon, dan otot, peningkatan refleks dari aktivitas
spinal atau supraspinal segmental, dan kelainan pada input sensorik perifer yang
dapat mempengaruhi respons terhadap peregangan otot. Bagaimana perubahan ini
dikaitkan dengan defisiensi dopamin dan kelainan keluaran BG, yang ditentukan
oleh model patofisiologi BG klasik, masih belum jelas. 15
Gangguan postur, keseimbangan, dan gaya berjalan sering terjadi pada PD
dan sebagian besar berkontribusi pada gangguan motorik, risiko jatuh, dan kualitas
hidup yang lebih buruk. Pasien PD umumnya menunjukkan penampilan
membungkuk. Patofisiologi kelainan postural aksial pada PD tidak dipahami
dengan baik, dan sejumlah penyebab sentral dan perifer telah diusulkan, termasuk
asimetri aliran keluar BG, rigiditas, distonia, pemrosesan abnormal aferen
vestibular atau proprioseptif, kognisi spasial abnormal, miopati fokal di otot
paraspinal, perubahan jaringan tulang belakang dan lunak, dan efek samping dari
obat dopaminergik dan nondopaminergik. 15
Pasien diberikan terapi medikamentosa berupa stalevo yang terdiri dari
Levodopa 100 mg, carbidopa 25 mg , entacapone 200 mg. Stalevo digunakan untuk

42
membantu terapi pengobatan parkinson’s disease dan fluktuasi motorik “end of
dose”, yakni pasien yang memiliki berbagai variasi dalam respons terhadap
levodopa lalu memberikan “off times” yang menunjukan keadaan penurunan
mobilitas. Levodopa salah satu obat dopaminergik berupa asam amino prekursor
dopamin yang bekerja dengan cara menggantikan dopamine striatal yang hilang.
Karbidopa bersama dengan entacapone bekerja dengan cara membantu levodopa
untuk masuk kedalam otak, yang selanjutnya akan dipecah menjadi dopamine.
Mekanisme ini akan membantu mengurangi keluhan dan gejala Parkinson’s
disease. Krabidopa merupakan salah satu inhibito dopa-dekarboksilase
menghambat metabolisme dari levodopa sehingga lebih banyak levodopa perferal
yang masuk ke sawar darah otak. Entacapone adalah inhibitor COMT. Obat ini
bekerja untuk menghalangi enzim COM yang memiliki kemampuan untuk
memecah levodopa tubuh.
Levopar adalah obat yang mengandung benserazide HCl 25 mg dan
levodopa 100 mg. Benserazide adalah inhibitor dopa-dekarboksilase dapat
membantu mengurangi efek samping perifer seperti mual dan muntah. Inhibitor
dopa-dekarboksilase akan mencegah konversi perifer levodopa menjadi dopamine
sehingga efek samping seperti mual, muntah dan efek kardiovaskular dapat
dikurangi.
Sifrol merupakan sediaan obat yang mengandung zat aktif pramipexole.
Pramipexol termasuk dalam golongan agonis dopamine yang bekerja dengan
membantu mengembalikan keseimbangan dopamine diotak. Obat ini juga
menurunkan kejadian sindrom on-off dimana penderita parkinson’s disease tidak
bisa bergerak.
Alprazolam bekerja didalam otak untuk menghasilkan efek menenagkan
dengan meningkatkan GABA. Lansoprazol merupakan salah satu obat golongan
PPI yang menghambat sekresi asam lambung. Rindobion mengandung vitamin B1,
B6, dan B12 yang merupakan vitamin neutropik.

43
BAB IV
KESIMPULAN

Tn OS berusia 52 tahun mengalami Parkinson’s disease. Dari anamnesis dan


pemeriksaan fisik diketahui gejala dan tanda yang ada pada pasien berupa resting
tremor, re-emergent tremor, rigiditas, bradikinesia, berpostur bungkuk, gangguan
gaya berjalan, tanda meyerson positif, serta gangguan cemas dan gangguan tidur
pada awal penyakit. Diagnosis klinis pasien ialah Sindrom Parkinson dengan gejala
resting tremor (+), rigiditas (+), bradikinesia (+). Diagnosis topis substansia nigra.
Diagnosis etiologis parkinson’s disease.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSSI. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta: Perdossi. 2016. Hal.


216-242
2. Snell, Richard S. Neuroanatomi Klinik. –Ed. 7. Jakarta: EGC, 2011.
3. Mayo Clinic. Diseases and Conditions. Parkinson's Disease. 2018.
4. Wan N, Lin G. Parkinson’s Disease and Pesticides Exposure: New Findings
From a Comprehensive Study in Nebraska, USA. J Rural Heal.
2016;32(3):303–13.
5. Laksono S Qea. Persentase Distribusi Penyakit Genetik dan Penyakit Yang
Dapat Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di RSUD Serang, 2011.
6. Handayani Rahayu R. Penyakit parkinson. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2009. hlm. 1383–7
7. Dick FD. Parkinson’s disease and pesticide exposures. Br Med Bull.
2006;79–80(1):219–31.
8. Gray CW. Parkinson’s Disease: Pathogenesis and Clinical Aspects.
Australia: Codon Publication. 2018.
9. Kelompok Studi Movement Disorder (Perdossi). Buku Panduan Tatalaksana
Penyakit Parkinson. 2013: 9-24
10. Dewanto G. Manajemen gejala motorik dan non-motorik pada Penyakit
Parkinson. Neurona Vol 29 No. 3 April 2012: 15-30
11. Massano J, Bhatia KP. Clinical approach to Parkinson's disease: features,
diagnosis, and principles of management. Cold Spring Harbor perspectives in
medicine. 2012 (6): 10-15
12. Consensus Guideline for Treatment of Parkinson Disease. Movement
Disorders Concil. Malaysia Society of Neuroscience. 2012.
13. APDA. Parkinson disease handbook. APDA. 2019: 8-15
14. Liwang F, Patria W, Yuswar dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 5. Jakarta:
Media Aesculapius
15. Magrinellu F, Picelli A, Tocco P, et al. Pathophysiology of Motor
Dysfunction in Parkinson’s Disease as the Rationale for Drug Treatment and
Rehabilitation. Parkinson’s disease. 2016 : 1-18.
http://dx.doi.org/10.1155/2016/9832839
16. APDA. Parkinson disease handbook. APDA. 2019: 8-15

45
17. Budiman Y. Pedoman standar pelayanan medik dan standar prosedur
operasional neurologi. Jakarta: Refika Aditama. 2013
18. Zakaria R. Examination of the patient with Parkinson's disease. The
Journal of Clinical Examination 2007; 2: 15-19
19. IDI. Panduan ketreampilan klinis bagi dokter difasilitas pelayatan
kesehatan tingkat pertama. Ed 1. Jakarta: IDI. 2017.

46

Anda mungkin juga menyukai