Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

LOW BACK PAIN ET CAUSA HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Disusun oleh:
Muhammad Irfan Zailani
I4061202010

Pembimbing:
dr. Dyan Roshinta Laksmi Dewi, Sp.S
dr. Sabar Nababan, Sp.S
dr. Simon Djeno, Sp.S
dr. Dini A., Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul:

Low Back Pain et causa Hernia Nukleus Pulposus

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Neurologi

Telah disetujui,
Pontianak, Mei 2021

Pembimbing, Penulis

dr. Dyan Roshinta Laksmi Dewi, Sp.S Muhammad Irfan Zailani

1
BAB I
PENYAJIAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. J
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 140709
Tanggal Lahir / Usia : 7 Mei 1964 / 56 tahun
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Tanjungraya II, Komp Bali Lestari Blok i
no. 12, Kelurahan Saigon, Pontianak Timur
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Driver taxi online
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Periksa : 4 Mei 2021

1.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri pinggang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. J usia 56 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang sejak 4
bulan yang lalu dan memberat sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan
hilang timbul dan seperti dicubit, serta nyeri dirasakan tidak menjalar. Nyeri
dirasakan memberat pada saat melangkahkan kaki, membungkuk, dan
berpindah posisi terutama dari posisi duduk ke posisi berdiri. Pasien
mengeluh nyeri pinggang mengganggu aktivitas hariannya karena nyeri
dirasakan setelah duduk terlalu lama yang berhubungan dengan
pekerjaannya. Pasien memberikan nilai 5 untuk skala nyeri antara 1-10.
Pasien mengaku nyeri berkurang saat beristirahat dengan berbaring
terlentang dan meminum obat anti nyeri.
Pasien juga mengeluhkan pusing seperti melayang, serta cara berjalan
agak miring ke kanan. Tidak ada keluhan pada BAB dan BAK. Tidak ada
keluhan kesemutan, dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya.

2
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat hipertensi terkontrol dan vertigo. Riwayat diabetes melitus
(-), dan dislipidemia (-).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga disangkal.
5. Riwayat Pengobatan
Pasien telah mengonsumsi obat histigo sejak 1 tahun yang lalu untuk
mengurangi keluhan pusing. Pasien juga mengkonsumsi obat candesartan
untuk riwayat hipertensinya. Pasien telah berobat sebelumnya ke dokter
sejak 3 bulan yang lalu untuk mengurangi nyeri pinggang, dan sudah
menjalani fisioterapi sejak 1 bulan yang lalu.
6. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap obat ataupun
makanan.
7. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien adalah seorang driver taxi online. Pasien berobat menggunakan
BPJS.

1.3 Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
BB : 67 kg
TB : 165 cm
IMT : 24,6 kg/m2
Tekanan Darah : 122/69 mmHg
Frekuensi Nadi : 81 kali/menit
Frekuensi Napas : 21 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Saturasi Oksigen : 99%

3
2. Status Generalisata
Kepala : Normocephale
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP normal
KGB : Pembesaran KGB (-)
Pulmo
 Inspeksi : Simetris kanan dan kiri baik statis maupun dinamis
 Palpasi : Fremitus taktil normal, massa (-), nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi: Suara nafas dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
 Perkusi : Batas pinggang jantung pada ICS III linea parasternalis
sinistra, batas jantung kanan pada ICS V linea sternalis dextra, batas
jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra.
 Auskultasi : SI/SII regular, murmur sistolik (-), gallop (-).
Abdomen
 Inspeksi : Datar, sikatrik (-)
 Auskultasi : Bising usus normal 8 kali per menit
 Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), hepatomegali (-)
 Perkusi : Timpani di seluruh lapang perut
Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT < 2 detik
Ekstremitas bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik
3. Status Neurologis
a. Motorik
Gerakan Tonus Otot
N N + +

N N + +

Kekuatan otot Atrofi otot


4
Klonus

N N

N N

b. Refleks Fisiologis
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Refleks Biceps + +
Refleks Triceps + +
Refleks Patella + +
Refleks Achilles + +

c. Refleks Patologis
Refleks Patologis Kanan Kiri
Chaddock - -
Babinski - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Hofman Trommer - -

d. Pemeriksaan Rangsang Meningeal


Pemeriksaan Hasil
Kaku kuduk -
Brudzinski I -
Brudzinski II -

e. Pemeriksaan Provokasi Nyeri

5
Pemeriksaan Hasil
Kernig sign +/+
Lasegue sign +/+

f. Sensibilitas:

+ +

+ +

g. Pemeriksaan Nervus Cranialis


Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I Olfaktorius Daya penciuman Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N. II Optikus Daya penglihatan Baik Baik
Pengenalan warna Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Lapang pandang Baik Baik
N. III Okulomotor Ptosis – –
Gerakan mata ke Baik Baik
medial
Gerakan mata ke atas Baik Baik
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Ref. cahaya langsung + +
Ref. cahaya konsensual + +
N. IV Troklearis Strabismus divergen – –
Gerakan mata ke lateral Baik Baik
bawah
Strabismus konvergen – –
N. V Trigeminus Deviasi rahang – –
Kekuatan otot rahang Tidak Tidak

6
dilakukan dilakukan
Refleks Dagu Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Refleks Kornea Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N. VI Abdusen Gerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen – –
N. VII Fasialis Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial Simetris Simetris
Sudut mulut + +
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis + +
Menggembungkan pipi + +
Daya kecap lidah 2/3 Tidak Tidak
anterior dilakukan dilakukan
N.VIII Nistagmus Tidak Tidak
Vestibulotroklearis dilakukan dilakukan
Daya Pendengaran Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N.IX Daya kecap lidah 1/3 Tidak Tidak
Glossopharyngeus posterior dilakukan dilakukan
N. X Vagus Refleks muntah Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Suara serak/lemah - -
N. XI Accesorius Otot bahu, leher Baik Baik
N. XII Hipoglossus Artikulasi Jelas
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah Tidak deviasi
Trofi otot lidah Eutrofi
Fasikulasi lidah -

7
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Foto Lumbosacral AP/Lat

Interpretasi:
Alignment vertebra Lumbosacral baik
Corpus dan pedikel baik, tak tampak lesi litik / blastik
Discus intervertebra L5-S1 menyempit
Line of weight bearing jatuh di anterior promomtorium
Kalsifikasi aorta abdominal
Kesan:
Curiga HNP L5-S1
Lumbar Instability

1.5 Diagnosis
Diagnosis Klinis : Low back pain dengan skala nyeri 5
Diagnosis Topis : Vertebra L5-S1

8
Diagnosis Etiologis : Low back pain ec. Susp HNP L5-S1
Diagnosis Banding : Low back pain ec. Muskulogenik
Low back pain ec. Neurogenik
Low back pain ec. Osteogenik

1.6 Tatalaksana
a. Terapi Non Farmakologi
1. Korset lumbal
2. Fisioterapi
3. Edukasi pasien agar tidak mengangkat beban berat, tidak duduk terlalu
lama, dan sering beraktivitas fisik secara rutin
b. Terapi Farmakologi
1. Meloxicam 1 x 7,5 mg p.o.
2. Mecobalamin 2 x 500 mcg p.o.
3. Eperison HCl 3 x 50 mg p.o.
4. Amitriptilin 1 x 25 mg p.o.
5. Ibuprofen 1 x 400 mg p.o.
6. Klobazam 1 x 10 mg p.o.

1.7 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Low Back Pain
9
1.1. Definisi
Low back pain adalah nyeri yang dirasakan pada punggung bawah
yang sumbernya adalah tulang, otot, saraf, atau struktur lainnya di sekitar
daerah tersebut. Nyeri yang dirasakan dapat berupa nyeri lokal, maupun
nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri yang berasal dari punggung bawah
dapat dirasakan ke daerah lain, atau sebaliknya nyeri yang berasal dari
daerah lain dapat dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain).1
Nyeri punggung bawah juga disebut sebagai sakit pinggang, dapat
mengakibatkan rasa nyeri atau sakit di manapun di daerah antara tulang
rusuk bawah dan di atas kaki. Ketidaknyamanan pada pinggang atau
punggung disebabkan oleh sifat pekerjaan yang sebagian besar aktivitas
dilakukan dengan sikap duduk dan diperlukan gerakan yang berulang-
ulang.2

1.2. Etiologi
Penyebab low back pain dapat dibagi menjadi beberapa kategori
sebagai berikut:3

- Mekanis: Hal ini paling sering terjadi karena cedera pada tulang
belakang, diskus intervertebralis, atau jaringan lunak. Fraktur seperti
spondylolisthesis dapat menjadi proses akut atau kronis. Sakit
pinggang sering disebut sebagai nyeri punggung akut atau
ketegangan pada otot quadratus lumborum atau otot
paraspinal. Herniasi diskus adalah jenis nyeri punggung traumatik
yang umum. Kehamilan juga merupakan penyebab mekanis nyeri
punggung. 

- Degeneratif: Osteoartritis tulang belakang termasuk osteoartritis


sendi facet, osteoartritis sendi sakroiliaka, stenosis spinal, dan
penyakit diskus degeneratif. Selain itu, patah tulang kompresi karena
osteoporosis juga merupakan proses degeneratif.

- Inflamasi: Hal ini disebabkan terutama karena spondiloartropati


seronegatif seperti ankylosing spondylitis. Sakroiliitis paling sering

10
ditemukan. Patofisiologi nyeri punggung tergantung pada
etiologinya. Paling sering, ini mungkin merupakan bagian dari
proses inflamasi akut.

- Onkologis: Ini disebabkan oleh lesi litik pada tulang belakang,


kanker sumsum tulang belakang, atau fenomena saraf terjepit dari
lesi yang menempati ruang yang berdekatan. Sering muncul sebagai
fraktur patologis.

- Infeksi: Infeksi pada tulang belakang, diskus, abses epidural, atau


abses otot / jaringan lunak

Namun, penting untuk dicatat bahwa banyak gangguan yang tidak


berhubungan dengan punggung dapat menyebabkan nyeri yang dirasakan
pasien di punggung, seperti kolik bilier, pneumonia, dan penyakit ginjal
obstruktif atau infeksius. Oleh karena itu, penting untuk tidak
mengecualikan proses ini dari diagnosis banding saat mengevaluasi
pasien.3

1.3. Epidemiologi
Low back pain (LBP) dialami hampir oleh setiap orang selama
hidupnya. Di Negara barat misalnya, kejadian LBP telah mencapai
proporsi epidemik. Prevalensi kejadian low back pain di dunia setiap
tahunnya sangat bervariasi dengan angka mencapai 15-45%. Menurut
WHO (2013) menunjukkan bahwa 33% penduduk di negara berkembang
nyeri persisten. Di Inggris sekitar 17,3 juta orang pernah mengalami nyeri
punggung dan dari jumlah tersebut sekitar 1,1 juta orang mengalami
kelumpuhan yang diakibatkan oleh nyeri punggung. 26% orang dewasa
Amerika dilaporkan mengalami LBP setidaknya satu hari dalam durasi
tiga bulan.4
Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun
insiden berdasarkan kunjungan pasien beberapa rumah sakit di Indonesia
berkisar antara 3-17%.5 Prevalensi pasien dengan nyeri punggung bawah
di Departemen Klinik Rawat Jalan Bedah di RSU Raden Mattaher Provinsi
11
Jambi Rumah Sakit Umum adalah 85 pasien dengan nyeri punggung
bawah spondilogenic 67 pasien (78,8%) dan nyeri punggung bawah
viscerogenic 18 pasien (21,2 %) adalah merupakan kasus LBP.4

1.4. Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya, LBP mekanik dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu:6
1) Mekanik Statik
LBP mekanik statik terjadi apabila postur tubuh dalam keadaan
posisi statis (duduk atau berdiri) sehingga menyebabkan peningkatan
pada sudut lumbosakral (sudut antara segmen vertebra L5 dan S1
yang sudut normalnya 30° - 40°) dan menyebabkan pergeseran titik
pusat berat badan. Peningkatan sudut lumbosakral dan pergeseran
titik pusat berat badan tersebut akan menyebabkan peregangan pada
ligamen dan kontraksi otot-otot yang berusaha untuk
mempertahankan postur tubuh yang normal sehingga dapat terjadi
strain atau sprain pada ligamen dan otot-otot di daerah punggung
bawah yang menimbulkan nyeri.
2) Mekanik Dinamik
LBP mekanik dinamik dapat terjadi akibat beban mekanik
abnormal pada struktur jaringan (ligamen dan otot) di daerah
punggung bawah saat melakukan gerakan. Beban mekanik tersebut
melebihi kapasitas fisiologik dan toleransi otot atau ligamen di
daerah punggung bawah. Gerakan-gerakan yang tidak mengikuti
mekanisme normal dapat menimbulkan LBP mekanik, seperti
gerakan kombinasi (terutama fleksi dan rotasi) dan repetitif, terutama
disertai dengan beban yang berat.

Berdasarkan perjalanan klinisnya, LBP dibagi menjadi 3 kategori,


yaitu:7
a) LBP Akut

12
Keluhan pada fase akut awal terjadi < 2minggu dan pada fase
akut akhir terjadi antara 2-6 minggu, rasa nyeri yang menyerang
secara tiba-tiba namun dapat hilang sesaat kemudian.
b) LBP Sub akut
Keluhan pada fase akut berlangsung antara 6-12 minggu.
c) LBP Kronik
Keluhan pada fase kronik terjadi >12 minggu atau rasa nyeri
yang berulang. Gejala yang muncul cukup signifikan untuk
mempengaruhi kualitas hidup penderitanya dan sembuh pada
waktu yang lama.

1.5. Manifestasi klinis


Penderita LBP memiliki keluhan yang beragam tergantung dari
patofisiologi, perubahan kimia atau biomekanik dalam diskus intervertebralis,
dan umumnya mereka mengalami nyeri. Nyeri miofasial khas ditandai dengan
nyeri dan nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan (trigger points),
kehilangan ruang gerak kelompok otot yang tersangkut (loss of range of
motion) dan nyeri radikuler yang terbatas pada saraf tepi. Keluhan nyeri
sendiri sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan. 8
Menurut McKenzie, LBP mekanik ditandai dengan gejala sebagai
berikut:9
- Nyeri terjadi secara intermiten atau terputus-putus.
- Sifat nyeri tajam atau mendadak, dipengaruhi oleh sikap atau
gerakan yang bisa meringankan ataupun memperberat keluhan.
- Membaik setelah istirahat dalam waktu yang cukup dan memburuk
setelah digunakan untuk beraktivitas.
- Tidak ditemukan tanda-tanda radang seperti panas, warna kemerah-
merahan ataupun pembengkakan.
- Terkadang nyeri menjalar ke pantat atau paha.
- Terkadang ada morning stiffness atau nyeri.
- Nyeri terkadang bertambah hebat bila bergerak ekstensi, side fleksi,
rotasi, berdiri, berjalan atau duduk.

13
- Nyeri berkurang bila berbaring terutama tengkurap.

1.6. Faktor Risiko


Banyak faktor yang dapat menyebabkan LBP, namun secara umum
faktor-faktor penyebab LBP dibagi menjadi tiga faktor, yaitu faktor
pekerjaan, faktor individu, dan faktor lingkungan. Faktor individu
berkaitan dengan masa kerja, usia, lama kerja, jenis kelamin, posisi kerja,
kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga, obesitas, kebiasaan
mengkonsumsi alkohol, riwayat penyakit terkait rangka dan riwayat
trauma, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan seperti
getaran yang terpapar terhadap tubuh seseorang secara terus menerus atau
temperatur yang ekstrem. Faktor pekerjaan yang dapat menyebabkan LBP
contohnya adalah melakukan pekerjaan yang sifatnya repitisi, pekerjaan
yang memaksakan tenaga, dan pekerjaan yang bersifat statis.10,11

2. Hernia Nukleus Pulposus


2.1. Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan patologis di
mana terjadi protusi dari annulus fibrosus beserta nukleus pulposus ke
dalam lumen canalis vertebralis.12 Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah
turunnya kandungan annulus fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal
pada kanal spinal atau rupture annulus fibrosus dengan tekanan dari
nukleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf.13 HNP
paling sering terjadi pada pria dewasa, dengan insiden puncak pada dekade
ke-4 dan ke-5. HNP lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan
yang banyak membungkuk dan mengangkat. Karena ligamentum
longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian
tengahnya, maka protrusi diskus cenderung terjadi ke arah postero lateral,
dengan kompresi radiks saraf.14

2.2. Etiologi

14
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain:15,16
a) Usia yang meningkat akan mengalami perubahan degeneratif yang
mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nukleus pulposus.
b) Adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus.
c) Aktivitas mengangkat benda yang cukup berat dengan posisi awalan
yang salah seperti menggunakan posisi membungkuk sebagai awalan
untuk mengangkat benda yang cukup berat.
d) Kebiasaan sikap duduk yang salah dalam rentang waktu yang cukup
lama. Hal ini bisa disebabkan karena profesi yang dijalani
membutuhkan waktu yang lama dalam posisi duduk yang kurang
nyaman untuk tulang belakang seperti membungkuk.
e) Melakukan gerakan yang salah baik secara sengaja ataupun tidak
yang menyebabkan tulang punggung mengalami penyempitan ke
bagian tulang bawah seperti mengalami trauma karena kecelakaan
dengan posisi akhir dalam keadaan duduk atau membungkuk.
f) Kelebihan berat badan (obesitas).

2.3. Epidemiologi
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang
paling sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian, HNP paling
sering dijumpai pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1.
Penelitian Dammers dan Koehler pada 1431 pasien dengan herniasi diskus
lumbalis, memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 secara bermakna dari
usia tua dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5.17
HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah
yang penting dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama.
Insidensi HNP di Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa.
Kurang lebih 60-80% individu pernah mengalami nyeri punggung dalam
hidupnya. Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak
di Amerika Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37%

15
insidensi tertinggi dijumpai pada usia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa
tua, nyeri punggung bawah mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40%
penderita dan menyebabkan gangguan tidur pada 20% penderita akan
mencari pertolongan medis, dan 25% diantaranya perlu rawat inap untuk
evaluasi lebih lanjut.17

2.4. Faktor risiko


Faktor risiko yang tidak dapat diubah:14
a. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
c. Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
Faktor risiko yang dapat diubah:14
a. Pekerjaan dan aktivitas
Duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-barang
berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung,
latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti
supir.
b. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
c. Merokok
Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus
untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
d. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.

2.5. Patofisiologi
1. Proses Degenaratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang
berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna
vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan
air diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi

16
sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut). Selain itu serabut-serabut
menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu
terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus
dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin
terjadi pada bagian kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari
segmen yang lebih mobile ke yang kurang mobile (perbatasan
lumbosakral dan servikotolarak).18,19,20
2. Proses Traumatik
Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi
intervertebral, yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain
degenerasi, gerakan repetitif seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi,
dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada nukleus.
Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai annulus, nukleus
pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat pula
menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang
salah dan jatuh). Nukleus pulposus yang mengalami herniasi dapat
menekan nervus di dalam medulla spinalis jika menembus dinding
diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa tebal,
rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini dapat berupa
nyeri mekanik, yang berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri
yang berasal dari nukleus pulposus yang ekstrusi menembus annulus
dan kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal
dari penekanan pada nervus.18,19,20

2.6. Klasifikasi
Bagian yang bergerak (mobile) dengan bagian yang relatif tidak
bergerak (immobile), misalnya junctura cervicothoracalis dan junctura
lumbosacralis. Klasifikasi hernia nukleus pulposus, yaitu:21
1. Diskus servikal

17
Diskus yang sering terjadi herniasi adalah vertebra servikalis
kelima, keenam, dan ketujuh (C5, C6, C7). Hernia diskus servikal
terjadi di leher, belakang kranium, bahu, skapula, lengan, dan tangan.
2. Diskus torakal
Herniasi diskus biasanya terjadi pada spina torakalis bawah dan
cenderung menghasilkan defisit neurologis. Lesi diduga berdasarkan
riwayat trauma pada tulang torakalis. Diagnosa dapat dilakukan dengan
menggunakan X-ray dan ditemukan penyempitan di sela vertebra.
3. Diskus lumbal
Herniasi diskus lumbalis lebih sering terjadi dibandingkan dengan
herniasi pada diskus lainnya dan biasanya terjadi pada diskus L4 dan
L5. Herniasi diskus lumbal terjadi di bagian punggung bawah, paling
sering pada vertebra L4, L5 dan S1 serta biasanya unilateral. Gejala
yang timbul bisa melibatkan punggung bawah, bokong, paha, dan bisa
menjalar ke kaki dan/atau jari-jari kaki karena melibatkan nervus 12
skiatik. Nervus femoral juga bisa terkena dan menyebabkan kebas pada
satu atau kedua kaki serta rasa terbakar di pinggang dan kaki.

Menurut gradasinya, hernia ini dapat dibagi atas:22


1. Protruded intervertebral disc
Nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan anulus fibrosus.
2. Prolapsed intervertebral disc
Nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus.
3. Extruded intervertebral disc
Nukleus keluar dan anulus fibrosus berada di bawah ligamentum,
longitudinalis posterior.
4. Sequestrated intervertebral disc
Nukleus telah menembus ligamentum longitudinal posterior.

18
Berdasarkan MRI, klasifikasi HNP dibedakan berdasarkan 5 stadium:

2.7. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang timbul tergantung lokasi lumbal yang
terkena. HNP dapat terjadi kesegala arah, tetapi kenyataannya lebih sering
hanya pada 2 arah, yang pertama ke arah postero-lateral yang
menyebabkan nyeri pinggang, sciatica, dan gejala dan tanda-tanda sesuai
dengan radiks dan saraf mana yang terkena. Berikutnya ke arah postero-
sentral menyebabkan nyeri pinggang dan sindroma kauda equina.23
Pada stadium awal, gejala asimtomatik. Gejala klinis muncul ketika
nukleus pulposus menekan saraf. Gejala klinis yang paling sering adalah
iskialgia (nyeri radikuler). Nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar
dan berdenyut menjalar sampai bawah lutut. Bila saraf sensoris kena maka

19
akan memberikan gejala kesemutan atau rasa baal sesuai dermatomnya.
Bila mengenai conus atau cauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi,
defekasi dan disfungsi seksual. Nyeri yang timbul sesuai dengan distribusi
dermatom (nyeri radikuler) dan kelemahan otot sesuai dengan miotom

yang terkena.18

20
2.8. Diagnosis24,25
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan hal yang berhubungan dengan
nyeri yang dirasakan.
a) Mula timbul nyeri: apakah didahului trauma atau aktivitas fisik,
ataukah spontan.
b) Sifat nyeri: nyeri tajam, menusuk dan berdenyut sering bersumber
dari sendi, tulang dan ligamen; sedangkan pegal, biasanya berasal
dari otot.
c) Lokasi nyeri: nyeri yang disertai penjalaran ke arah tungkai
menunjukkan keterlibatan radiks saraf.
d) Hal-hal yang meringankan atau memprovokasi nyeri: bila berkurang
setelah melakukan tirah baring mungkin HNP tetapi bila bertambah,
mungkin disebabkan tumor; bila berkurang setelah berjalan jalan
mungkin tumor dalam kanalis vertebralis; nyeri dan kaku waktu
bangun pagi dan berkurang setelah melakukan gerakan tubuh
mungkin disebabkan spondilitis ankilopoetika; batuk, bersin dan
mengejan akan memprovokasi nyeri pada HNP.
e) Klaudikasio intermitens dibedakan atas jenis vaskuler dan
neurogenik, jenis neurogenik memperlihatkan pulsasi pembuluh
darah perifer yang normal dan nyeri berkembang menjadi parestesia
dan kelumpuhan.
f) Adanya demam selama beberapa waktu terakhir menyokong adanya
infeksi, misalnya spondilitis.
g) Nyeri bersifat stasioner mungkin karena gangguan mekanik kronik;
bila progresif mungkin tumor.
h) Adakah gangguan fungsi miksi dan defekasi, fungsi genitalia, siklus
haid, penggunaan AKDR (IUD), fluor albus, atau jumlah anak.

21
i) Nyeri berpindah-pindah dan tidak wajar mungkin nyeri psikogenik.
j) Riwayat keluarga dapat dijumpai pada artritis rematoid dan
osteoartritis.

2. Pemeriksaan fisik
a) Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya serta saat
duduk maupun berbaring.
b) Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas, gibus,
scoliosis, lordosis lumbal (normal, mendatar, atau hiperlordosis),
pelvis yang miring tulang panggul kanan dan kiri tidak sama tinggi,
atrofi otot.
c) Derajat gerakan (range of motion) dan spasme otot.
d) Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada
sendi sakroiliaka, dan lain-lain.
e) Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.

3. Pemeriksaan neurologis
Untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam
gangguan saraf, dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan
sensoris, motorik dan refleks.
a) Pemeriksaan sensoris; pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada
gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang
terkena akan dapat diketahui radiks mana yang terganggu.
b) Pemeriksaan motorik; apakah ada tanda paresis, atropi otot.
c) Pemeriksaan refleks; bila ada penurunan atau refleks tendon
menghilang, misal APR (Achilles Pee Reflex) menurun atau
menghilang berarti menunjukkan segmen S1 terganggu.

Adapun pemeriksaan yang sering dilakukan untuk diagnosis


HNP, yaitu:
a) Pemeriksaan ROM (Range of Movements). Pemeriksaan ini dapat
dilakukan secara aktif oleh pasien sendiri maupun secara pasif oleh
pemeriksa. Pemeriksaan ROM ini memperkirakan derajat nyeri,

22
function laesa atau untuk memeriksa ada/tidaknya penyebaran rasa
nyeri
b) Straight Leg Raise atau Laseque Test. Pasien tidur dalam posisi
supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul secara pasif, dengan
lutut dari tungkai terekstensi maksimal. Tes ini positif bila timbul
rasa nyeri saat kaki diangkat lurus dalam sudut 30–70 derajat.
c) Tes Patrick atau FABER Test. Pasien berbaring dengan posisi
supinasi, kemudian melipat kaki yang akan diperiksa dan
meletakkannya pada kaki kontralateral. Sehingga lutut kaki yang
akan diperiksa akan pada posisi fleksi, sedangkan sendi pelvis pada
posisi abduksi dan rotasi eksternal, disebut sebagai posisi Flexion,
ABduction, External Rotation (FABER). Pemeriksa kemudian
memberi tekanan pada lutut yang tertekuk sambil menopang sendi
pelvis atau anterosuperior sacroiliac joint yang berlawanan.
d) Tes Kontrapatrick. Pasien berbaring dengan posisi supinasi pada
meja pemeriksaan dan kaki dalam posisi lurus. Kemudian, lutut kaki
yang diperiksa diposisikan fleksi membentuk sudut 90 derajat,
adduksi 10 derajat, dan rotasi internal 10 derajat, atau disebut posisi
Flexion, Adduksi, Internal Rotation (FADIR).
e) Sicard: dilakukan seperti Laseque dengan disertai dorsofleksi ibu jari
kaki, positif bila terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.
f) Bragard: dilakukan seperti Laseque dengan disertai dorsofleksi kaki,
positif bila terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.
g) Valsava: dilakukan saat penderita duduk dan diminta mengejan,
positif bila terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.
h) Door-bell: dilakukan perkusi dengan palu refleks pada daerah lumbal
bawah, positif bila terasa nyeri pada paha dan tungkai.
i) Bonnet: dilakukan seperti Laseque disertai adduksi dan rotasi
internal pada tungkai, positif bila terasa nyeri sepanjang n.
ischiadicus.
j) Spurling: dilakukan seperti Laseque dengan disertai fleksi pada
leher, positif bila terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.

23
k) Naffziger: penderita dalam posisi tegak dilakukan penekanan pada
vena jugularis dan meminta pasien mengejan, positif bila terasa nyeri
radikular pada radiks saraf yang sakit.

4. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto polos vertebrae
Sebaiknya dilakukan dari 3 sudut pandang yaitu AP, lateral, dan
oblique. Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah:
1) Adanya penyempitan ruang intervertebralis dapat
mengindikasikan adanya HNP
2) Pada HNP dapat juga dilihat skoliosis dan berkurangnya lordosis
lumbalis
3) Dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis lainnya
seperti proses metastasis, fraktur kompresi.

b) Myelogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-
opaque dalam columna spinalis. Kontras masuk dalam columna
spinalis sehingga pada X-Ray dapat nampak adanya penyumbatan
atau hambatan kanalis spinalis.
c) MRI
Merupakan Gold Standard diagnosis HNP karena dapat
melihat struktur columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi
letak herniasi.
d) Elektromyografi
Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk
mengidentifikasi kerusakan nervus.

2.9. Tatalaksana
1. Terapi Non Medikamentosa26

24
Tujuannya adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi
fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung
secara keseluruhan. Perawatan utama untuk diskus hernia adalah
diawali dengan istirahat, obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi,
diikuti dengan terapi fisik. Terapi meliputi:
a) Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan
tekanan intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah
baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih
secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa. Posisi tirah baring
yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut dan
punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari
vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan
memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang.
b) Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi
dan spasme otot. keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres
dingin, termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat
digunakan kompres panas maupun dingin.
c) Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri
HNP kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban
diskus serta dapat mengurangi spasme.
d) Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal
punggung. Endurance exercise, latihan aerobik yang memberi stres
minimal pada punggung seperti jalan, naik sepeda atau berenang.
Conditional exercise yang bertujuan memperkuat otot punggung
dimulai sesudah dua minggu karena bila dimulai pada awal mungkin
akan memperberat keluhan pasien.
e) Proper body mechanics

25
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh
yang baik untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.
Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai
berikut:
1) Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan,
punggung tegak dan lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan
tulang punggung.
2) Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan
ke pinggir tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk
mengangkat panggul dan berubah ke posisi duduk. Pada saat
akan berdiri tumpukan tangan pada paha untuk membantu posisi
berdiri.
3) Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan
menggeser posisi panggul.
4) Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan
berdiri badan diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
5) Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti
hendak jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan
mengencangkan otot perut. Dengan punggung lurus, beban
diangkat dengan cara meluruskan kaki. Beban yang diangkat
dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada.
6) Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala,
punggung dan kaki harus berubah posisi secara bersamaan.
7) Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc
jongkok dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan
tidak membebani punggung saat bangkit.
f) Modifikasi Gaya Hidup
Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan
memperberat tekanan ke punggung bawah.

2. Terapi Medikamentosa26
a) Analgetik dan NSAID

26
Obat-obatan ini diberikan dengan tujuan mengurangi nyeri
inflamasi sehingga mempercepat kesembuhan. Terdapat bukti-bukti
klinis yang kuat bahwa analgetik dan NSAID bermanfaat untuk LBP
akut. Contoh analgetik sederhana yang dapat dipakai adalah
paracetamol. NSAID yang banyak dipakai adalah: sodium
diklofenak/potassium, ibuprofen, etodolak, deksketoprofen, dan
celecoxib. NSAID terbukti lebih unggul daripada analgetik dalam
menghilangkan nyeri, tetapi kemungkinan timbulnya efek samping
lebih banyak terutama efek samping pada sistem gastrointestinal.
Tidak ada perbedaan yang bermakna efikasi antara NSAID yang satu
dengan yang lain.
b) Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot
Obat pelemas otot bermanfaat untuk LBP akut terutama bila
penyebabnya adalah spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat
NSAID, seringkali dikombinasi dengan NSAID dan analgetik.
Sekitar 30% memberikan efek samping mengantuk. Contoh:
eperison, tinazidin, carisoprodol, diazepam, dan cyclobenzaprine.
c) Opioid
Obat ini cukup efektif untuk mengurangi nyeri, tetapi
seringkali menimbulkan efek samping mual dan mengantuk
disamping pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi
dan ketergantungan obat. Disarankan pemakaiannya hanya pada
kasus LBP yang berat.
d) Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun
dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi
inflamasi.
e) Analgetik ajuvan
Pada nyeri campuran dapat dipertimbangkan pemberian
analgetik adjuvan seperti: antikonvulsan (pregabalin, gabapentin,
carbamazepine, oxcarbazepine, fenitoin), antidepresan (amitriptilin,
duloxetine, venlafaxine), penyekat alfa (clonidine, prazosin), opioid
(kalau sangat diperlukan), kortikosteroid (masih kontroversial).

27
Kombinasi pregabalin dan celecoxib lebih efektif menurunkan skor
nyeri pada LBP dibanding dengan monoterapi pregabalin atau
selekoksib.
f) Terapi Operatif
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan
iritasi saraf sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang.
Indikasi terapi operatif adalah:
1. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
2. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang
tersisa, atau ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif
diberikan selama 6 sampai 12 minggu.
3. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien
menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun
terapi konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat
menurunkan gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien.
4. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu
lama.
5. Tindakan operatif HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu
berupa:
- Defisit neurologik memburuk.
- Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
- Paresis otot tungkai bawah.

2.10. Komplikasi
Komplikasi yang berhubungan dengan herniasi nukleus pulposus
dapat terjadi akibat efek kompresi pada akar saraf pada kasus yang parah
yang mengakibatkan defisit motorik, pada tulang belakang leher dan
toraks juga terdapat risiko kompresi sumsum tulang belakang pada kasus
yang parah. Komplikasi ini relatif jarang tetapi harus dipertimbangkan
dan ditangani dengan benar untuk menghindari defisit neurologis
permanen.27

28
Sindrom kauda equina adalah komplikasi lain yang diakibatkan
oleh kompresi akar saraf lumbosakral dengan kemungkinan disfungsi
usus atau kandung kemih. Ini adalah kondisi yang jarang terjadi (kurang
dari 1%). Namun, ini dianggap sebagai indikasi absolut untuk resolusi
bedah akut, dan dekompresi dini dikaitkan dengan perbaikan gejala.27

2.11. Prognosis
Sekitar 90% pasien akan mengalami perbaikan gejala dalam 3
bulan setelah awitan. Sebagian besar pasien dengan eksaserbasi akut dari
nyeri punggung diskogenik akan membaik dalam 4 minggu. Rekurensi
sering terjadi, tetapi gejala lebih ringan. Sekitar 5% akan berkembang
menjadi LBP kronik.28

BAB III
PEMBAHASAN

Tn. J usia 56 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang sejak 4 bulan
yang lalu dan memberat sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul
dan seperti dicubit, serta nyeri dirasakan tidak menjalar. Nyeri dirasakan
memberat pada saat melangkahkan kaki, membungkuk, dan berpindah posisi
terutama dari posisi duduk ke posisi berdiri. Pasien mengeluh nyeri pinggang
mengganggu aktivitas hariannya karena nyeri dirasakan setelah duduk terlalu lama
yang berhubungan dengan pekerjaannya. Pasien memberikan nilai 5 untuk skala
nyeri antara 1-10. Pasien mengaku nyeri berkurang saat beristirahat dengan
berbaring terlentang dan meminum obat anti nyeri. Pasien juga mengeluhkan
pusing seperti melayang, serta cara berjalan agak miring ke kanan. Tidak ada
keluhan pada BAB dan BAK. Tidak ada keluhan kesemutan, dan tidak ada
riwayat trauma sebelumnya.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien mengalami low back
pain. Low back pain dapat terjadi karena banyak penyebab, salah satunya adalah

29
herniasi pada diskus lumbal. Herniasi diskus lumbal merupakan penyebab
tersering nyeri punggung. Pada pemeriksaan foto polos lumbosacral, didapatkan
kesan curiga HNP pada L5-S1. Herniasi diskus lumbal paling sering ditemukan
pada vertebra L4, L5 dan S1. Gejala yang timbul bisa melibatkan punggung
bawah, bokong, paha, dan bisa menjalar ke kaki karena melibatkan nervus
ischiadicus.
HNP dapat terjadi karena proses degeneratif dan proses trauma. Pada proses
degeneratif, diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang
berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis
dan juga memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air diskus berkurang
dengan bertambahnya usia. Selain degenerasi, gerakan repetitif seperti fleksi,
ekstensi, lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban dapat memberi tekanan
abnormal pada nukleus. Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai
annulus, nukleus pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat pula
menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang salah dan
jatuh. Nukleus pulposus yang mengalami herniasi dapat menekan nervus di dalam
medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus), hal ini dapat
menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa kram, atau kelemahan.
Tatalaksana non medikamentosa berupa korset lumbal dan fisioterapi,
tatalaksana medikamentosa berupa Meloxicam dan Ibuprofen yang termasuk
golongan NSAID untuk meredakan gejala nyeri dan peradangan. Eperisone HCl
bekerja sebagai relaksan otot untuk meredakan rasa sakit, kaku, dan tegang pada
otot. Amitriptilin sebagai antidepresan dan Clobazam sebagai antikonvulsan juga
dapat digunakan untuk mengatasi nyeri neuropati. Mecobalamin merupakan salah
satu jenis vitamin B12 untuk mengobati neuropati perifer dengan memperbaiki
gangguan metabolisme asam nukleat dan protein di dalam jaringan saraf.

30
BAB IV
KESIMPULAN

Tn. J berusia 56 tahun mengalami low back pain yang diakibatkan oleh
Herniasi Nukleus Pulposus. Pasien mengeluh nyeri pinggang sejak 4 bulan yang
lalu. Nyeri terasa seperti dicubit dengan skala nyeri sedang. Nyeri dirasakan berat
pada saat melangkahkan kaki, membungkuk, dan berpindah posisi terutama dari
posisi duduk ke posisi berdiri. Dari hasil pemeriksaan neurologis pada pasien
ditemukan tes Laseuge dan Kernig positif. Hasil dari rontgen lumbosacral
didapatkan penyempitan pada discus intervertebra L5-S1.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Mahadewa TGB. Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan tulang


belakang. Jakarta: Sagung Seto; 2009. p37–41.
2. Purnamasari H. Lama Kerja sebagai Faktor Risiko Low Back Pain pada
Pasien Poli Saraf RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto.
Mandala of Health. 2010. 4(pp. 26-32)
3. Patrick N, Emanski E, Knaub MA. Acute and chronic low back pain. Med
Clin North Am. 2014;98(4):777-89, xii.
4. Yanra. Gambaran Penderita Nyeri Punggung Bawah di Poliklinik Bedah
RSUD Raden Mattaher Jambi, The Jambi Medical Journal. 2013;1(1):1-8.
5. Depkes RI. Laporan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI; 2011:54.
6. Ramadhani Ae, Wahyudati S. Gambaran Gangguan Fungsional Dan
Kualitas Hidup Pada Pasien Low Back Pain Mekanik. Media Med Muda;
Vol 4, No 4 Media Med Muda. 2015.

32
7. Goertz M, Thorson D, Bonsell J, Bonte B, Campbell R, Haake B, Et Al.
Health Care Guideline Adult Acute And Subacute Low Back Pain. Inst
Clin Syst Improv. 2012.
8. Dachlan LM. “Pengaruh Back Excercise Pada Nyeri Punggung Bawah”.
[Tesis]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2009.
9. Kilpikoski S. The Mckenzie Method In Assessing, Classifying And
Treating Non-Specific Low Back Pain In Adults With Special Reference
To The Centralization Phenomenon. 2010.
10. Gaya LL. Hubungan Aktivitas Olahraga, Merokok, dan Frekuensi Duduk
Statis dengan Kejadian Low Back Pain. J Agromed Unila. 2015;2(2):186-
9.
11. Andini F. Risk Factory of Low Back Pain in Workers. J Majority.
2015;4(1):12-9.
12. Nasikhatussoraya N, Octaviani RV, Julianti HP. Hubungan Intensitas
Nyeri dan Disabilitas Aktivitas Sehari-hari dengan Kualitas Hidup: Studi
pada Pasien Hernia Nucleus Pulposus (HNP) Lumbal. Jurnal Kedokteran
Diponegoro. 2016;5(4):1364-77.
13. Lotke PA, Abboud JA, Ende J. Lippincott’s Primary Care Orthopaedics.
China: Philadelphia; 2008.
14. Priguna S. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat.
2008.
15. Widyasari OR, Wulandari ID. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Hernia
Nucleus Pulposus (HNP) Dengan Modalitas Traksi Dan Mc. Kenzie
Exercise di Rso Prof Dr. R. Soeharso Surakarta. Jurnal PENA.
2020;34(1):52-60.
16. Herliana A, Yudhiono NF, Fitriyani. Sistem Pakar Diagnosis Penyakit
Hernia Nukleus Pulposus Menggunakan Forward Chainning Berbasis
Web. Jurnal Kajian Ilmiah Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
2017;17(3):86-95.
17. Pinzon, Rizaldy. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Akibat Hernia
Nukelus Pulposus. Vol 39. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta.
Indonesia. 2012. Hal 749-751.

33
18. Reijo A. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus. Acta Universitatis
Ouluensis D Medica. 2006.
19. Lucas M, Antradi S. Nyeri Punggung. Use Neurontin. 2003. Hal 133-148
20. Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson.Patofisiologi Konsep-konsep prose
penyakit. Jakarta: 1995. EGC. Hal 1023-1026.
21. Brunicardi, et al. Neurosurgery. Schwartz’s Principles of Surgery tenth
edition. United States of America: Mc Graw-Hill. 2015:1740-71.
22. Ekayuda I. Neuroradiologi. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI. 2005:337.
23. Ikhsanawati A, Tiksnadi B, Soenggono A, et al. Herniated Nucleus
Pulposus in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung Indonesia.
Althea Medical Journal, II. 2012.
24. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik. Jakarta: Badan Penerbit FK UI. Hal
18-19
25. Priguna S. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta: PT Dian
Rakyat; 2005.
26. Duthey B. Background paper 6.24 low back pain. Priority medicines for
Europe and the world. Global Burden of Disease (2010),(March). 2013
Mar 15:1-29.
27. Srikandarajah N, Boissaud-Cooke MA, Clark S, Wilby MJ. Does early
surgical decompression in cauda equina syndrome improve bladder
outcome? Spine (Phila Pa 1976). 2015;40(8):580-3.
28. Liwang F, Yuswar PW, Wijaya E, Sanjaya NP. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ke-5. Jakarta: Media Aesculapius; 2020.

34
35

Anda mungkin juga menyukai