Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

ASSESMENT PADA SISTEM PERSARAFAN


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II Yang Diampu Oleh Bapak Hikmat Pramajati., S.Kep.Ners.MAN

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Tk. 2B

Anggota :
1. Fauziah Srie Hazmi 1708207
2. Mely Mulyawati 1708237
3. Mimay Linda Y 1708238
4. Rieska Ivar W 1708262
5. Siti Meylani 1708284
6. Titin Sulastri 1708295
7. Wahyu Eginanjar 1708300

PRODI D3 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS SUMEDANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan kasih-Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah
kami terima, serta petunjuk-Nya sehingga memberikan kemudahan bagi kami
dalam penyusunan makalah ini.

Didalam makalah ini kami selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang dapat
kami sajikan sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
dengan judul “Assesment Pada Sistem Persarafan”.

Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami


mengenai materi makalah yang kami buat, menjadikan keterbatasan kami pula
untuk memberikan penjabaran yang lebih dalam makalah ini.

Harapan kami, semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita


setidaknya untuk sekedar membuka cakrawala berfikir kita .

Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses pembuatan ini.

Cimalaka, 20 Maret 2019

Penyusun

i
DAFRAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3

A. Anamnesis ........................................................................................... 3
B. Pemeriksaan Fisik Neurologis ............................................................. 5
C. Pemeriksaan Diagnostik ...................................................................... 28

BAB III PENTUP .......................................................................................... 32

A. Kesimpulan ......................................................................................... 32
B. Saran ................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem persarafan dan sistem hormonal merupakan bagian-bagian tubuh
yang saling berkomunikasi dan saling berhubungan. Sistem ini mempunyai
kemampuan untuk mengoordinasi, menafsirkan, dan mengontrol interaksi
antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem persarafan mengatur
kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Pengaturan saraf tersebut
memungkinkan terjadinya komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga
menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem inilah
terdapat segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi, dan
gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, mempelajari dan merespon
suatu rangsangan merupakan hasil kerja terintegrasi sistem persarafan yang
mencapai puncaknya dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku individu.
Pengkajian keperawatan pada sistem persarafan adalah salah satu
komponen dari asuhan keperawatan yang merupakan suatu usaha yang
dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan klien. Pengkajian
keperawatan meliputi usaha pengumpulan data, membuktikan data tentang
status kesehatan seorang klien, baik fisik, emosi, pertumbuhan, sosial,
kebudayaan, intelektual, mauoun aspek spiritual. Pemerikassan fisik neurologis
dilakukan melalui serangkaian pengkajian dari fungsi kortikal yang lebih tinggi
hingga logis dan diikuti dari tingkat yang intregritas saraf perifer.
Komponen penkajian keperawatan secara komperhensif yang dilakukan
oleh perawat secara umum meliputi melakukan anamnesis pada klien,
keluarga, dan perawat lainnya, memeriksa kesehatan, meninjau catatan atau
status klien untuk melihat pemeriksaan diagnostik, melakukan konsultasi
dengan anggota tim kesehatan lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja anamnesis yang dilakukan dalam mengkaji sistem persarafan ?
2. Apa saja pemeriksaan fisik pada neurologis ?

1
2

3. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada sistem persarafan ?

C. Tujuan
1. Mengetahui anamnesis dalam sistem persarafan.
2. Mengetahui pemeriksaan fisik pada neurologis.
3. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada sistem persarafan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anamnesis Pada Sistem Persarafan


Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada sistem
saraf merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat. Dalam mengumpulkan
informasi perawat juga harus menanyakan pertanyaan yang diarahkan untuk
mendeteksi masalah-masalah neurologis dan efeknya pada klien. Anamnesa
secara umum meliputi pengumpulan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik,psikologis, sosial budaya, spirituan, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi,kemampuan fungsi dan gaya hidup
klien.
Penkajian umum neurologis meliputi :
1. Identitas Klien
Identitas klien mencakup nama,usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register,
dan diagnosis medis.
2. Keluhan Utama
Gangguan sistem persyarafan biasanya akan terlihat bila sudah terjdi
difungsi neulogis. Keluhan yang sering didapatkan meliputi kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
konvlsi(kejang), sakit kepala yang hebat, nyeri otot, kaku kuduk, sakit
punggung, tingkat kesadaran menurun, akral dingi, dan ekspesi rasa takut.
3. Riwayat Penyakit
Perawat memperoleh data suubjektif dari klien mengenai onset
maslahnya dan bagaimana pennganan yang sudah dilakukan. Riwayat yang
mendukung keluhan utama perlu dikaji agar pengkajian lebih komprehensif
juga mendukung terhadap kelukan yang paling aktual dirasakan klien.
a. Riwayat penyakit sekarang
Diperlukan keahlian, pengetahuan, dan pengalaman dari perawat
dalam menyusun setiap pernyataan yang sistematis agar mendukung
bagaimana keluhan utama menjadi muncul.

3
4

b. Riwayat penyakit dahulu


Beberap pernyataan yang mengarah pada riwayat penyakit dahulu
dalam pengkajian neurologi;
1) Klien mengunakan obat obatan seperti analgetik, sedatif, hipnotis,
antisikotik, antidepresi, perangsang sistem persarafan.
2) Klien pernah mengeluhkan gejala sakit kepala, kejang, tremor, pusing,
vertigo, kebas atau kesemutan pada bagian tubuh, kelemahan,nyeri
atau perubahan dalam bicara di masa yang lalu.
3) Bila klien mengalami salah satu gejala di atas gali lebih detail.
4) Diskusikan dengan k
Pasangan klien, keluarga, atau teman klien mengenai perubahan prilaku
klien akhir akhir ini.
5) Perawat sebaiknya bertanya mengenai riwayat perubahan penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan.
6) Riwayat trauma kepala atau batang spinal,meningitis, kelainan
kogential, penyakit neurologis, atau konseling psikiatri.
7) Riwayat peningkatan kadar gula darah dan tekanan darah tinggi.
8) Riwayat tumor, baik ganas maupun jinak pada sistem persarafan.

c. Riwayat penyakit keluarga


Anamnesis akan adanya riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes melitus yang memberikan hubungan dengan
beberapa masalah difungsi neurologis seperti masalah stroke hemoragis
dan neuropati perifer.
4. Pengkajian Pisikososial
Pengkajian status emosional dan mental secara fisik lebih banyak
termasuk pengkajian fugsi serebal, meliputi tingkat kwsadaran klien,
pengetahuan, kemampuan berfikir abstrak, asosiasi dan penilaian.
5. Kemampuan Koping Normal
Klien juga penting untuk merespon emosi klien dalam keluarga serta
masyarakat dan respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari hari baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
5

6. Pengkajian Sosioekonomispiritual
Melakukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.

B. Pemeriksaan Fisik Neurologis


Pada pemeriksaan fisik dengan gangguan sistem persarafan secara umum
biasanya menggunakan tehnik pengkajian per sistem sama seperti pada
pemeriksaan medikal bedah lainnya.
Secara umum pemeriksaan fisik pada sistem pada sistem persarafan
ditunjukan terhadap area fungsi utama berikut :
1. Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendatar dan penting yang membutuhkan pengkjian. Tingkat keterjagaan
klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif.
Resvonsivitas tingkat kesadaran :
Tingkat responsivitas Klinis
Terjaga Normal
Sadar Dapat tidur lebih dari biasanya atau sedikit
bingung saat pertama kali terjaga, tetapi
berorientasi sempurna ketika bangun
Latargi Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah
sederhana ketika dirangsang
Stupor Sangan sulit dibangunkan, tidak konsisten dalam
mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu
kata atau frase pendek
Semikomatos Gerak bertujuan ketika dirangsang tidak
mengikuti perintah, atau berbicara koheren
Koma Dapat berespon dengan postur secara refleks
ketika distimulasi atau dapat tidak berespon pada
setiap stimulus
6

Setiap respon kategori respon yang baik diberikan nilai. Nilai otak
maksimum untuk sadar penuh dan terjaga adalah 15. Nilai minimum 3
menandakan klien tidak memberikan respon. Jika nilai keseluruhn 8 atau
dibawahnya klien dinyatakan koma.

2. Fungsi Pengkajian Serebral


Pemeriksaan fungsi seberal secara ringkas mencangkup
pemeriksan status mental, fungsi intelektual, daya pikir status emosional,
dan kemampuan bahasa.
a. Status mental
Secara ringkas prosdur pengkajian status mental klien dapat
dilakukan sebagai berikut
1) Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, dengan melihat
cara berpakaian klien, kerapihan dan kebersihan diri.
2) Observasi postur, sifat, gerakan gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik, semuanya ini sering memberikan informasi
pentingtentang klien
3) Observasi gaya bicara klien dan tingkkat kesadaran
4) Apakah gaya bicara klien jelas atau masuk akal ?
5) Apakah klien sadar an berespon mengantuk dan stupor ?

b. Fungsi intelektual
Penilaian fungsi intelektual akan mengungkapkan banyak
informasi tentang adanya kerussakan pada otak.Fungsi intelektual
mencakup kegiatan yang mencakup kemampuan untuk berpikir secara
abstrak dan memanfaatkan pengalaman.Lesi selebral yang bersifat
bilateral dan difusi sangat menentukan pelaksanaan intelektual
umum.Sedangkan lesi yang bersifat fokal dapat menimbulkan
aktivitas intelektual yang khusus.Pengkajian fungsi intelektual yang
dilakukan adalah :
1) Mengingat/memori
2) Pengetahuan umum
3) Menghitung/kalkulasi
7

4) Mengenal persamaan dan perbedaan


5) Mempertimbangkan

c. Daya pikir
Priguna Sidharta(1985) menjelaskan alam pikiran/ jalan pikiran
hanya dapat dinilai dari ucapan-ucapannya.Pengkajian kemampuan
berpikir klien dapat dilakukan selama wawancara.
1) Apakah pikiran klien bersufat spontan,alamiah,jernih,relevan,dan
masuk akal?
2) Apakah klien mempunyai kesulitan berpikir,khalayan,dan keasikan
sendiri?
3) Apakah yang menjadi pikiran klien?

d. Status emosional
Status emosional klien dapat dinilai dari reaksinya terhadap
pertanyaan yang diberikan perawat,respons klien terhadap tingkah
laku orang-orang disekelilingnya/terhadap keadaan dan perasaan fisik
diri sendiri.
Status emosional klien dapat dipelajari dimulai sejak saat perawat
memperkenalkan dirinya kepada klien,reaksi emosional klien sudah
mengungkapkan sesuatu yang positif.pertanyaan-pertanyaan yang
paling efektif memancing reaksi emosional ialah pertanyaan mengenai
keadaan dirumah,bisnis dan perusahaan,situasi negara,dan kesehatan
diri klien.penilaian harus dilakukan dengan penuh pengertian tentang
latar belakang klien dalam hal pendidikan,agama,dan faktor-faktor
sosiokultural,karena sifat penyakit yang diderita merupakan faktor
pengancam bagi diri klien.secara ringkas pengkajian status emosional
klien yang dapat dilakukan perawat meliputi:
1) Apakah tingkah laku klien alamiah, datar, peka, pemarah, cemas,
apatis / euforia?
2) Apakah alam perasaan klien berubah-ubah secara normal/iramanya
tidak dapat diduga dari gembira menjadi sedih selama wawancara?
8

3) Apakah tingkah laku klien sesuai dengan kata-kata/isi dari


pikirannya?
4) Apakah komunikasi verbal klien sesuai dengan tampilan
komunikasi nonverbal?

e. Kemampuan bahasa
Pengkajian fungsi selebral yang terakhir adalah kemampuan
bahasa.Orang-orang dengan fungsi neurologis normal mampu
mengerti dan berkomunikasi dalam pembicaraan dan bahasa
tulisan.pada pengkajian ini,perawat mungkin menemukan beberapa
hal sebagai berikut:
1) Disfasia/afasia,defisiensi fungsi bahasa akibat lesi/kelainan korteks
selebri.
Beberapa jenis disfasia:
a) Disfasia reseptif(posterior),klien tidak dapat memahami bahasa
lisan / bahasa tulisan Kelainan ini terjadi karena adanya
lesi(infrak,pendarahan/tumor)pada hemister yang dominan
pada bagian posterior girus temporalis superior(area
wernicke)
b) Disfasia ekspresif (interior),klien dapat mengerti tetapi tidak
dapat menjawab tepat.kelainan ini terjadi karena adanya lesi
pada bagian posterior girus frontalis interior (area broca)
c) Disfasia nominal ,klien tidak mampu menyebut nama benda
tetapi aspek-aspek lain dari fungsi fungsi bicara klien
normal.kelainan ini disebabkan oleh lesi pada daerah
temporoparietal posterior kiri,penyebab lainnya meliputi
ensefalopati/efek tekanan intrakranial akibat lesi desak ruang.
d) Disfasia konduktif,klien tidak dapat mengulangi kalimat-
kalimat dan sulit menyebutkan nama-nama benda,tetapi dapat
mengikuti perintah.kelainan ini disebabkan oleh lesi pada
fasikulus arkuatus yang menghubungkan area wernicke dan
area broca.
9

2) Disartia,kesulitan artikulasi.penyebab tersering dari disartria adalah


instroksikasi alkohol juga dapat disebabkan oleh penyakit
serebrum,karena kehilangan koordinasi yang menyebabkan bicara
klien pelo dan sering bicara eksplosif/bicara dengan kalimat
terpenggal-penggal yang disebut scanning speech.
3) Disfonia,kualitas suara yang berubah(parau) dengan volume yang
kecil akibat penyakit pada pita suara.kelainan ini disebabkan oleh
penyakit laring (infeksi virus/tumor pita suara)/kelumpuhan nervus
laringeus rekuren.
Tabel pengkajian disfasia/afasia
BICARA LANCAR BICARA TIDAK LANCAR
(DISFASIA (AFASIA EKSPRESIF)
RESEPTIF,KONDUKTIF,ATAU
NOMINAL)
Menyebut nama-nama benda.klien dengan Menyebutkan nama-nama
afasia nominal,konduktif,atau reseptif sulit benda.sulit dilakukan tetapi lebih
menyebutkan nama-nama benda. baik dari pada bicara spontan.
Repetisi.klien dengan afasia konduktif dan Repetisi.mungkin dapat dilakukan
reseptif tidak dapat mengulangi pesan dengan usaha yang keras.repetisi
bahasa. perasa kurang baik.
Komprehensi. Hanya klien dengan afasia Komprehensi.Normal(perintah
reseptif yang tidak dapat mengikuti tertulis dan verbal dapat diikuti).
perintah(Verbal/tertulis)
Membaca.klien dengan lesi posterior dari Tulisan. Disgrafia dapat ditemukan.
area wernicke menderita disleksia
Menulis.Klien afasia konduktif sulit Hemiparesis.lengan lebih sering
menulis(disgrafia)sedangkan klien dengan terkena daripada tungkai.
afasia reseptif isi tulisannya
abnormal.klien dengan lesi lobus prontal
dominan dapat juga menderita disgrafia.
10

Pemeriksaan fungsi selebral juga bisa dilakukan pada fungsi dari


setiap lobus selebral.pemeriksaan fungsi selebral tersebut,meliputi
fungsi lobus pariental,fungsi lobus frontal,dan fungsi lobus temporal.

LOBUS FUNGSI GANGGUAN


SELEBRAL
Frontal  Penilaian  Gangguan penilaian
 Kepribadiaan bawaan  Gangguan penampilan dan
 Keahlian mental kompleks kebersihan diri
(abstrak,membuat  Gangguan efek dan proses
konsep,memperkirakan berfikir
masa depan)  Gangguan fungsi motorik
Temporal  Memori pendengaran  Gangguan memori kejadian yang
 Memori kejadian yang baru terjadi
baru terjadi  Kejang psikomotor
 Daerah auditorius primer  Tuli
yang memengaruhi  konfabulasi
kesadaran
Pariental  Bicara  Afasia,agrafia,akal kulia,agnosia
dominan  Berhitung (matematika)  Gangguan sensorik (bilateral
 Topografi kedua sisi
Nondominan  Kesadaran sensorik  Disorientasi
 Sintesisi ingatan yang  Afraksia
kompleks  Distorsi konsep ruang
 Hilang kesadaran pada sisi tubuh
yang berlawanan
Oksipital  Memori penglihatan  Kemampuan penglihatan
berkurang dan buta
11

3. Pengkajian saraf kranial


Pemeriksaan kranial dimulai dengan mengatur posisi klien
sehingga duduk di tepi tempat tidur bila memungkinkan,perhatikan
kepala,wajah,dan leher klien.
a. Saraf kranial I
Saraf olfaktorius (saraf kranial I) menghantarkan rangsang bau
menuju otak dan kemudian diolah lebih lanjut. Saraf ini merupakan
saraf sensorik murni yang memiliki serabut yang berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area krib riformis dari tulang etmoid
untuk bersinaps dibulunus olfaktorius dari sini traktus olfakorius
berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian
medial disisi yang sama
Teknik pemeriksaan dimulai dengan mata klien ditutup dan pada
saat yang sama satu lubang hidung ditutup,lalu klien diminta
membedakan zat aromatis lemah seperti vanili,kolonye,dan
cengkeh.zat yang baunya tajam seperti amonia jangan digunakan
karana zat tersebut dapat mengganggu penciuman klien dan rangsang
yang tajam ini terdeteksi oleh serabut sensorik nervus kelima
(trigeminus).
Klien diminta memberi tahu saat klien mulai mencium zat tersebit
dan jika mungkin mengidentifikas benda yang dihirup tersebut.

b. Saraf kranial II
Saraf optikus(saraf kranial II) merupakan saraf sensorik murni
yang dimulai diretina serabut serabut saraf ini melewati foramen
optikum dekat arteri oftalmika dan bergabung dengan nervus dari sisi
lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum.

c. Tes ketajaman penglihatan.


Tes ini biasanya menggunakan tes snelen pemeriksaan snelen ini
dimulai dengan mendudukan klien dikursi atau diatas tempat tidur
12

periksa gantungkan kartu snelen setinggi kedudukan mata klien, pada


jarak 6 meter dari klien.

d. Tes konfrontasi
Tes ini menggunakan jari sebagai objek yang harus dilihat dalam
bata smedan penglihatan.jarak antara mata klien dan pemeriksa harus
sejauh 30-40 cm.Pada saat mta klien yang satu diperiksa mata yang
satunya harus ditutup.dengan dua jarinya yang digerak
gerakkan,tangan pemeriksa memasuki medan penglihatan masing-
masing.Medan penglihatan pemeriksa digunakan sebagai patokan
medan penglihatan yang normal dikatakan medan penglihatan klien
normal bila baik klien maupun pemeriksa dapat melihat jari-jari yang
bergerak itu pada jarak yang sama.

e. Pemeriksa fundus
Pemeriksaan fundus atau fundus kopi dilakukan dengan bantuan
oftalmoskop dengan oftalmoskop akan lebih mudah untuk
mengidentifikasi gambaran fundus dan kelainan – kelainan
didalamnya. Dengan disfungsi saraf II perawat dapat
mengolaborasikan pengetahuannya untuk mengkaji adanya kelainan
pada lensa,iris,korpus vitreum,retina,pupil nervioptis,serta mengkaji
adanya papiledema.
Pupil dapat dipelajari dari luar sehingga berbagai keadaan didalam
ruang intrakranium dapat dicerminkan oleh pupil dan dapat
mengungkapkan informasi tentang kejadian-kejadian didalam ruang
intrakranial.
Tekanan intrakranial yang meningkat dapat disebabkan oleh
berbagai macam proses patologis.pendarahan
serebral,subdural,epidural,dan subaraknoidal dapat meningkatkan
tekanan intraknial.kelainan pada fundus dapat timbul lambat/cepat
bergantung pada sifat dan lokalisasi proses patologis.peningkatan
13

tekanan intraknial selanjutnya akan menyebabkan terjadinya


papiledema.
Gambaran klinis papilaedema tidak banyak berbeda dengan
papilitis. Pengertian tentang papilaedema dan papilitis secara
morfologis memiliki perbedaan berdasarkan sifat klinis dan
etiologinya.
Papilaedema, pembengkakan pada papila yang bersifat tidak
inflamasi dan berkaitan erat sekali dengan tekanan intakranial yang
meningkat dengan keutuhan daya penglihatan yang masih dapat
berlangsung cukup lama. Papilitis, pembengkakan pada papil yang
bersifat inflamasi dan dengan cepat menurunkan daya penglihatan.
Tanda-tanda papilaedema yang lain adalah hilangnya cekungan dipusat
papil, hiperemia, vena tidak berpulasi, dan perdarahan kecil yang
berupa garis. Hilangnya pulsasi vena dan adanya pendarahan kecil
merupakan ciri yang mempunyai indikasi kuat.

f. Saraf III, IV, VI


Saraf okulomotorius,troklearis, dan absusens (saraf kranial III, IV,
dan VI) diperiksa secara bersama-sama, karena saraf ini bekerja sama
dalam mengatur otot-otot ekstraokular (EOM). Saraf okulomotorius
juga berfungsi mengangkat kelopak mata atas dan mempersarafi otot
konstriktor yang mengubah ukuran pupil. Persarafan EOM diperiksa
dengan meminta klien mengikuti gerakan tangan atau pensil dengan
mata bergerak ke atas, ke bawah, medial dan lateral. Kelemahan otot
diketahui jika mata tidak dapat mengikuti gerakan pada arah tertentu.

g. Pemeriksaan Fungsi dan Reaksi Pupil.


Pupil adalah lubang yang terdapat di pusat iris mata. Lubang itu
dapat mengembang dan menguncup seiring dengan aktivitas muskulus
dilatator dan muskukus sfingter pupil. Kedua otot itu adalah otot polos
yang dipersarafi oleh serabut parasimpatetik (untuk musklus sfingter
pupilae) dan serabut ortosimpatetik (untuk musklus dilatator pupil).
14

Diameter pupil ditentukan oleh keseimbangan aktivitas parasimpatetik


dan ortosimpatetik.
Pupil normal mempunyai diameter yang berkisaran antara 2 sampai
6 mm dengan rata-rata diameter pupil adalah 3 setengah mm. Pupil
yang sempit disebut miosis dan pupil yang lebar disebut midriasis.
Dalam keadaan nyeri, ketakutan, midriasis. Dalam keadaan tidur,
koma yang dalam, dan tekanan intrakranial yang tinggi terjadi miosis.
Midriasis dan miosis adalah patologis.

h. Pemeriksaan Gerakan Bola Mata


Terdapat dua pemeriksaan bola mata yang dijelaskan sebagai
berikut.
1) Pemeriksaan Gerakan Bola Mata Volunter
Gerakan bola mata dilaksanakan oleh otot-otot okular yang
diatur oleh saraf III, IV, VI. Dalam gerakan tersebut kedua mata
sebagai organ penglihatan yang tunggal, yang berarti bahwa hasil
penyerapan mata kedua sisi adalah suatu penglihatan yang tunggal.
Gerakan bola mata harus diatur oleh ketiga saraf otak tersebut agar
proyeksi retina terjadi pada tempat-tempat yang identik. Gerakan
istimewa itu dikenal sebagai gerakan konjugat.
Pada pemeriksaan apabila bola mata kiri melirik ke kiri,
maka bola mata kanan melirik pula ke kiri secara sinkron, tanpa
selisih dalam arah dan kecepatan. Bila terdapat selisih yang sedikit
dalam sinkronasi itu, kedua bola mata tidak lagi bertindak sebagai
organ visual yang tunggal. Dan hasilnya ialah penglihatan yang
kembar atau diplopia.
2) Pemeriksaan Gerakan Bola Mata Involunter
Nistagmus merupakan suatu osilasi atau getaran bola mata
yang timbul secara spontan. Nistagmus sebagia besar adalah bilateral
dan gerakannya bersifat konjugat asosiatif atau diskonjugat. Gerakan
bola mata involunter ini dapat dianggap sebagai gerakan
kompensatorik bola mata terhadap impuls-impuls abnormal dari
15

pusat yang mengatur gerakan konjugat melalui nuklei vestibularis,


yakni retina, otot okular,otot leher, dan alat-alat keseimbangan
seperti sereberum. Pemeriksaan nistagmus dimulai dengan kedua
mata dalam keadaan istirahat dipertahankan pada garis tengah oleh
keseimbangan tonus antara otot okular yang berlawanan.

i. Saraf kranial V
Saraf trigeminus (saraf kranial V) terdiri atas serabut sensorik dan
serabut motorik. Nukleus sensorik untuk sensaso raba terletak dipons,
nukleus proprioseptif terletak di mesensefalon. Sedangkan nukleus
yang berhubungan dengan sensasi nyeri dan temperatur terletak
sepanjang batang otak sampai medula spinalis servikal atas.
Pemeriksaan Refleks trigeminal. Dalam gerakan reflektorik,
serabut sarap trigeminus merupakan komponen eferen dari busur
refleks, dan yang menjadi bahan informasi refleks trigeminal adalah
refleks maseter atau refleks rahang bawah.
Teknik pemeriksaan refleks maseter dimulai dengan klien diminta
untuk sedikit membuka mulutnya dan mengeluarkan suara
"aaaaaaaaa". Sementara itu pemeriksan menempatkan jari telunjuk
tangan kirinya digaris tengah dagu dan dengan palu refleks dilakukan
pengetukan dengan tangan kanan pada jari telunjuk tangan kiri.
Jawaban yang diperoleh berupa kontraksi otot maseter dan temporalis
bagian depan yang menghasilkan penutupan mulut secara tiba-tiba.
Refleks Kornea adalah refleks yang paling sering diperiksa oleh
karena banyak informasi yang diungkapkannya. Teknik pemeriksaan
refleks kornea dimulai dengan klien diminta melirik ke atas atau ke
samping, agar mata jangan berkedip jika kornea hendak disentuh oleh
seutas kapas. Goresan pada kornea dengan ujung seutas kapas pada
satu sisi membangkitkan kedipan kelopak mata atas reflektorik secara
bilateral.
16

j. Saraf kranial VII


Saraf fasialis (saraf kranial VII) mempunyai fungsi sensorik
maupun fungsi motorik. Saraf ini membawa serabut sensorik yang
menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah, dan serabut
motorik yang mempersarafi semua otot ekspresi wajah, termasuk
tersenyum, mengerutkan dahi, menyeringai dan sebagainya.
Teknik Pemeriksaan. Terdapat dua teknik pemeriksaan yang akan
dijelaskan sebagai berikut :
1) Inspeksi Adanya Asimetri Wajah
Kelumpuhan saraf VII dapat menyebabkan penurunan
sudut mulut unilatera, kerutan dahi menghilang, dan lipatan
nasolabial mendatar. Namun, pada kelumpuhan saraf fasialis
bilateral, wajah masih tampak simetris.
2) Lakukan Tes Kekuatan Otot

Klien meminta memandang ke atas dan mengerutkan dahi.


Tentukan apakah kerutan akan menghilang dan raba kekuatan
ototnya dengan cara mendorong kerutan ke arah bawah pada setiap
sisi. Gerakan ini tidak terganggu pada sisi lesi motor neuron atas
(lesi yang terjadi di atas tingkat nukleus batang otak) karena
representasi kortikal dan otot-otot ini adalah bilateral.

k. Saraf Kranial VIII


Saraf vestibulokoklearis atau saraf akustikus (saraf kranial VIII)
secara anatomi mempunyai dua komponen, yaitu 1). Koklea, dengan
serabut- serabut aferen yang mengatur fungsi pendengaran, dan 2).
Vestibulus yang mengandung serabut-serabut eferen yang mengatur
fungsi keseimbangan. Serabut saraf pendengaran berasal dari organ
korti dan berjalan menuju inti koklea di pons. Dari sini terdapat
transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian
menuju girus superior lobus temporalis. Saraf vestibulokoklearis
berfungsi mempertahankan keseimbangan dan menghantarkan impuls
yang memungkinkan seseorang mendengar. Mempertahankan
17

keseimbangan merupakan fungsi bagian vestibularis, sedangkan


bagian koklearis memerantarai pendengaran.
Pemeriksaan Pendengaran. Inspeksi meatus akustikus eksternus
(lubang telinga) klien untuk menentukan adanya serumen atau
obstruksi lainnya dan inspeksi membran timpani untuk menentukan
adanya inflamasi atau perforasi. Kemudian lakukan tes pendengaran.
Tes yabg dianjurkan adalah dengan memasukan satu jari tangan ke
dalam telinga kontralateral klien dan lepaskan jari tangan ini secara
bergantian sambil membisikan sebuah angka pada telinga lainnya.
Pemeriksaan Fungsi Vestibular. Perawat dapat memeriksa fungsi
vestibular dimulai dengan mengkaji adanya keluhan pusing, baik yang
bersifat vertigo, maupun yang kurang jelas sifatnya. Akan tetapi pada
semua klien ysng menunjukkan keluhan gangguan pendengaran,
hendaknya fungsi vestibular juga diperiksa. Dengan melakukan
pemeriksaan sederhana, banyak fungsi vestibular yang dapat dinilai.

l. Saraf Kranial IX dan X


Saraf glosofaringeus (saraf kranial IX) dan saraf vagus (saraf
kranial X) secara anatomi dan fisiologi berhubungan erat. Saraf-saraf
glosofaringeus mempunyai bagian sensorik yang menghantarkan
rangsangan pengecapan dari bagian posterior lidah, mempersarafi
sinus karotikus dan korpus karotikus, dan mengatur sensasi faring.
Saraf glosofaringeus merupakan saraf motorik utama bagi faring, yang
memegang peranan penting dalam mekanisme menelan. Saraf ini
mempersarafi otot silofaringeus yang merupakan levator dari faring.m
Gangguan terhadap saraf glosofaringeus dapat menimbulkan gangguan
menelan, gangguan pengecapan, dan gangguan perasaan protopatik di
sekitar olofaring.
Mekanisme Menelan. Proses menelan dimulai dengan persiapan
makanan untuk bisa ditelan, yaitu dikunyah (saraf trigeminus) dan
makanan dipindah-pindahkan (oleh lidah yang dipersarafi saraf
hipoglosus) untuk dapat dipecah-pecahkan dan digiling oleh gigi geligi
18

kedua sisi. Kemudian makanan didorong ke orofaringeus. Pemindahan


ini dilakukan oleh otot-otot lidah, arkus faringeus, dan dibantu oleh
otot stilofaringeus (saraf faringeus). Adanya tekanan di ruang mulut
meningkatkan kontraksi otot-otot pipi (saraf fasialis). Agar tekanan
meninggi ini mampu mendorong makanan ke orofaring, palatum mole
menutup hubungan antara nasofaring dan orofaring (saraf vagus). Agar
makananan yang dipindahkan dari ruang mulit ke orofaring tidak tiba
di laring, pintu laring ditutup oleh egpiglotis (saraf vagus). Setelah
makanan tiba di orofaring, makanan melalui faring diatur oleh
glosofaringeus dan vagus. Melalui sfingter hipofaringeus, makanan
dimasukkan ke dalam esofagus.
Gambaran Klinik Gangguan Saraf Glosofaringeus. Gangguan
menelan (disfagia) ringan dapat disebabkan oleh paresis saraf fasialis
atau saraf hipoglosus sehingga makanan sulit dipindah-pindahkan
untuk dapat dimamah gigi geligi kedua sisi. Selain itu, tekanan di
dalam mulut tidak dapat ditingkatkan sehingga bantuan untuk
mendorong makanan ke orofaring tidak ada. Kesulitan untuk menelan
yang berat disebabkan oleh gangguan saraf glosofaringeus dan vagus.
Makanan sulit ditelan karena palatum mole tidak bekerja dan apa yang
hendak ditelan keluar lagi melalui hidung. Efiglotis tidak bekerja,
sehingga makanan tiba di laring dan menimbulkan refleks batuk.

m. Saraf Kranial XI
Saraf aksesoris (saraf kranial XI) adalah saraf motorik yang secara
anatomis keluar dari sel-sel kornu anterior medula spinalis C1-C5.
Fungsi saraf aksesoris dapat dinilai dengan adanya atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius dan dengan menilai kekuatan
otot-otot tersebut.
n. Saraf Kranial XII
Saraf hipoglosus (saraf kranial XII) mengatur otot-otot lidah
(distribusi secara anatomis). Fungsi lidah yang normal penting untuk
19

berbicara dan menelan. Kelemahan ringan bilateral menyebabkan klien


mengalami kesulitan mengucapkan huruf konsonan dan menelan.
4. Pengkajian Sistem Motorik
Pemeriksaan yang diteliti pada sistem motorik meliputi inspeksi
umum (postur, ukuran otot, gerakan abnormal, dan kulit), fasikulasi, tonus
otot, kekuatan otot, refleks, koordinasi, dan keseimbangan. Pada
pemeriksaan sistem sensorik, nilai persepsi nyeri, temperatur, vibrasi, dan
motorik halus.
a. Inspeksi Umum
Perawat mundur sebentar dan perhatikan adanya postur yang
abnormal, misalnya pada klien dengan hemiplegia akibat stroke. Pada
pemeriksaan ini anggota badan atas dalam posisi fleksi dan lengan
dalam posisi aduksi dan pronasi, sedangkan anggota badan bawah
dalam posisi ekstensi. Kemudian identifikasi atrofi otot yang
menunjukkan adanya denervasi otot, penyakit otot primer, atau
kelainan atrofi.

b. Anggota Badan Atas


Secara umum pemeriksaan dimulai dari jabat tangan dengan klien
dan perkenalkan diri. Klien yang tidak dapat melepaskan genggaman
tangannya merupakan tanda-tanda menderita miotonia (ketidak
mampuan melemaskan otot-otot setelah kontraksi volunter).
Klien diminta duduk ditepi tempat tidur jika memungkinkan, dan
merentangkan kedua tangannya dengan lengan dalam keadaan ekstensi
dan mentup kedua matanya. Perhatikan lengan klien apakah terdapat
drifting (deviasi gerakan satu atau kedua lengan dari posisi awal yang
netral).

c. Fasikulasi
Kelainan ini merupakan kontraksi bagian-bagian kecil dari otot
yang tidak reguler yang tidak mempunyai pola yang ritmis. Fasikulasi
dapat bersifat kasar atau halus dan terlihat pada saat istirahat tetapi
20

tidak terjadi selama gerakan volunter. Jika tidak ditemukan fasikulasi,


ketuk otot brakioradialis dan biseps dengan palu reflex dan amati lagi.
Tindakan ini dapat menstimulasi fasikulasi. Jika fasikulasi terjadi
bersama-sama dengan kelumpuhan dan atrofi maka fasikulasi
menunjukkan degenerasi dari LMN. Kelainan ini biasanya ringan jika
tidak disertai tanda-tanda lain dari lesi motorik. Penyebab-penyebab
fasikulasi meliputi penyakit saraf motorik, kompresi radiks motorik,
neuropati motorik (misalnya keganasan), miopati akusita (misalnya
polimiolitis, tiroktosikosis).
d. Tonus otot
Pada waktu lengan bawah digerak-gerakkan pada sendi siku secara
pasif, otot-otot ekstensor dan fleksor lengan membiarkan dirinya
ditarik dengan sedikit tahanan yang wajar. Jika semua unsure saraf
disingkirkan dari otot(denervasi), maka tahanan tersebut sama sekali
lenyap. Tahanan itu disebut sebagai tonus otot, yang merupakan
manisfestasi dari resultan gaya saraf(baik motorik maupun sensorik)
yang berada di otot dalam keadaan sehat.
Dalam pemeriksaan tonus otot, perawat menggerakkan lengan dan
tungkai di sendi lutut dan siku klien. Perawat pemeriksanperlu
menggunakan kedua tangannya. Penilaian tonus yang mengikat berarti
bahwa perawat pemeriksa mendapat kesulitan untuk menekukkan dan
meluruskan lengan dan tungkai di sendi siku dan lutut. Jika tonus otot
hilang, maka saat menekukkan dan meluruskan lengan serta tungkai
klien, pemeriksa tidak merasakan sedikit pun tahanan. Dari
pengalaman dapat ditemukan apakah tonusnya normal,
meningkat(hipertonik) seperti lesi UMN atau ekstrapiramidal atau
menurun(hipotronik) seperti pada lesi LMN.
e. Kekuatan otot
Kekuatan otot dinilai dari perbandingan antara kemampuan
pemeriksa dengan kemampuan untuk melawan tahanan otot volume
secara penuh dari klien. Untuk menentukan apakah kekuatannya
21

normal, maka umur klien, jenis kelamin, dan bentuk tubuh harus
dipertimbangkan.
Fungsi otot atau kelompok otot klirn dievaluasi dengan cara
menempatkan otot pada keadaan yang tidak menguntungkan. Sebagai
contoh, otot kudrisep adalah otot yang secara penuh bertanggung
jawab untuk meluruskan kaki. Pada saat kaki dalam keadaan lurus,
pengkaji sulit sekali membuat fleksi pada lutut. Sebaliknya, jika lutut
dalam keadaan fleksi dan klien diperintahkan untuk meluruskan kaki
dengan diberi tahanan, maka akan menghasilkan ketidakmampuan
untuk meluruskan kakinya. Walaupun kurang sensitive pembagian
kekuatan otot berdasarkan tingkat dapat dijadikan panduan bagi
perawat untuk melakukan penilaian. Jika kekuatan berkurang tentukan
apakah bersifat simetris atau asimetris, apakah hanya meliputi
sekelompok otot tertentu, atau apakah bersifat proksimal, distal, atau
umum. Juga penting menentukan apakah ada nyeri sendi atau penyakit
otot yang dapat menggangu penilaian. Kelainan otot yang asimetris
paling sering disebabkan ileh lesi perifer, lesi pleksus brakialis atau
radiks, atau lesi UMN.

5. Pengkajian refleks
Refleks adalah respon terhadap suatu rangsang. Gerakan yang
timbul disebut gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan
gerakan yang bangkit untuk menyesuaikan diri baik untuk menjamin
ketangkasan gerakan volunter maupun untuk membela diri. Gerakan
reflektorik tidak saja dilaksanakan oleh anggota gerak akan tetapi setiap
otot lurik dapat melakukan gerakan reflektorik. Selain itu rangsangan tidak
saja terdapat di permukaan tubuh, akan tetapi semua impuls perseptif
dapat merangsang gerakan reflektorik, termasuk impuls pancaindra. Setiap
suatu rangsangan yang direspons dengan gerakan, menandakan bahwa
antar daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara reflektorik itu
terdapat hubungan. Lintasan yang menghubunkan reseptor dan efektor itu
dikenal sebagai busur refleks.
22

Reseptor di kulit mendapat perangsang. Suatu impuls dicetuskan


dan dikirim melalui serabut radiks dorsalis ke sebuah saraf di substansia
grisea medulla spinalis. Atas kedatangan impuls tersebut, neutron itu
merangsang saraf motorik di korpus anterior, yang pada gilirannya
menstimulasi serabut otot untuk berkonstraksi.

Reseptor, serabut aferen, interneuron di substansi grisea, saraf


motorik, serta aksonnya berikut otot yang dipersarafinya merupakan busur
refleks yang segmental. Sebagian besar refleks spinal adalah refleks
segmental.Tendon terpengaruh langsung dengan palu refleks atau secara
tidak langsung melalui benturan pada ibu jari penguji yang ditempatkan
merekat pada tendon. Uji refleks ini memungkinkan orang yang menguji
dapat mengkaji lengkung refleks yang tidak disadari, yang bergantung
pada adanya beberapa pengaruh perubahan yang bervariasi pada tingkat
yang lebih tinggi.

a. Pemeriksaan refleks profunda


Gerakan reflektorik yang timbul akibat perangsang terhadap otot
dapat dilakukan dengan melakukan ketukan pada tendon, ligamentum,
atau periosteum. Oleh karena itu, refleks profunda disebut juga refleks
tendon dan refleks periosteum. Hasil pemeriksaan refleks tersebut
merupakan informasipenting yang sangat menentukan. Oleh karena
itu, rangsangan dan penilaian yang dilakukan harus tepat. Penilaian ini
selalu berarti penilaian secara banding antara sisi kanan dan sisi kiri.
Respons terhadap suatu rangsangan bergantung pada intensitas
pengetukan. Oleh karena itu, refleks tendon atau periosteum kedua
bagian tubuh yang dapat dibandingkan harus merupakan hasil
perangsang yang berintensitas sama. Selain itu, posisi anggota gerak
yang sepadan pada saat perangsang dilakukan harus sama. Oleh
karena itu teknik untuk membangkitkan refleks tendon harus
sempurna. Pokok-pokok yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut.
23

Teknik pengetukan. Palu refleks tidak boleh dipegang secara


keras. Gagang palu refleks dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk
sedemikian rupa sehingga palu dapat diayun secara bebas. Pengetukan
tidak boleh dilakukan seperti gerakan memotong atau menebas kayu,
melainkan menjatuhkan secara terarah kepala palu refleks ke tendon
atau periosteum. Dalam hal ini, gerakan yang mengangkat palu
refleks, bukan lengan. Kemudian tangan menjatuhkan kepala palu
refleks dengan tepat ke tendon atau periosteum.
Metode perkusi tidak langsung ini dilakukan jika tendon yang
bersangkutan tidak ditopang pada topangan yang cukup keras. Dalam
hal ini, respons terhadap pebngetukan pada tendon yang tidak
ditopang pada topangan yang keras adalah lemah atau kurang nyata,
sehingga metode tersebut dipakai untuk merangsang refleks tendon
biseps brakalis dan femoris.

b. Pemeriksaan refleks superficial


Refleks superficial adalah gerakan reflektorik yang timbul sebagai
respon atau stimulasi terhadap kulit atau mukosa. Berbeda dengan
reflek profunda, refleks superficial tidak saja mempunyai busur
refleks yang segmental, melainkan mempunyai komponen supraspinal
juga. Oleh karena itu, refleks superficial dapat menurun atau hilang
jika terdapat lesi di busur refleks segmentalnya atau jika komponen
supraspinal mengalami kerusakan.

c. Pemeriksaan refleks patologis


Refleks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat
dibandingkan pada orang-orang yang sehat, kecuali pada bayi dan
anak kecil. Kebanyakan merupakan gerakan reflektorik defensive atau
postural yang juka pada orang dewasa yang sehat diatur dan ditekan
oleh aktivitas susunan piramidal. Refleks-refleks patologis sebagian
bersifat refleks profunda dan sebagian lainnya bersifat refleks
superficial. Reaksi yang diperlihatkan oleh refleks patologis itu
24

sebagian besar adalah sama, akan tetapi mendapat julukan yang


bermacam-macam, karena cara membangkitkannya berbeda-beda.
1) Refleks plantar. Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan
menimbulkan plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki pada
kebanyakan orang yang sehat. Respons yang abnormal terdiri atas
ekstensi serta pengembangan jari-jari kaki dan elevasi ibu jari kaki.
Respons ini disebut respons ekstensor plantar yang lebih dikenal
dengan refleks Babinski positif respons patologis ini merupakan
salah satu tanda yang menunjukkan terjadinya lesi di susunan
piramidal.
2) Gerakan sekutu. Gerakan sekutu (associated movements) adalah
gerakan tidak volunter dan reflektorik yang selalu timbul pada
setiap gerakan volunter. Gerakan-gerakan tersebut mengatur sikap
dan mengiringi gerakan volunter agar ketangkasan dan efektivitas
gerakan volunter lebih terjamin. Gerakan sekutu patologis dapat
timbul pada anggota gerak yang paretic sewaktu gerakan volunteer
tertentu dilakukan. Dengan demikian, gerakan sekutu patologis
dapat dianggap sebagai gerakan reflektorik pada anggota gerak
paretic yang timbul akibat stimulasi otot-otot tertentu yang normal
secara volunteer.
3) Gerakan tidak volunteer (Involunter). Gerakan involunter
merupakan gerakan yang tidak sesuai dengan kemauan, tidak
dikehendaki, dan tidak bertujuan. Adapun gerakan involunter yang
sering dijumpai, meliputi gerakan tremor, ‘tic’, spasmus, serta
diskinea atau distonia.
a) Tremor.
Tremor merupakan yang tidak dikehendaki dan tidak bertujuan
yang terdiri atas satu seri gerakan bolak balik secara ritmik
sebagai manifestasi konstraksi berselingan kelompok otot yang
fungsinya berlawanan. Istilah awam yang terkenal adalah
gemetar. Tremor dapat diklasifikasikan menurut frekuensi
25

tremor (tremor cepat atau lambat), menurut amplitudonya


(tremor halus atau kasar), menurut sikap bagian tubuh yang
memperlihatkan tremor(tremor postural, statik, dan intensional),
dan seterusnya. Akan tetapi pembagian tremor menurut
penyebabnya, meliputi :tremor fisiologis, tremor esensial
heredofamilial, tremor penyakit Parkinson. Tremor iatrogenic,
dan tremor metabolic.

a) Tic.
‘Tic’ adalah istilah Perancis yang telah sesuai dengan
standar internasional. ‘Tic’ merupakan suatu gerakan otot
involunter yang berupa konstraksi otot setempat, sejenak, namun
berkali-kali, dan kadang selalu serupa atau berbentuk majemuk.
Menurut gerakan otot involunter yang timbul, penggolongan
‘tic’ diberi tambahan sesuai dengan lokasi konstraksi otot
setempat. Dengan demikian dikenal ‘tic’ fasialis yang mengenai
otot-otot wajah, ‘tic’ orbikularis oris, dan ‘tic’ orbikularis okulis.
Dalam hal ini, otot yang berkonstraksi secara involunter adalah
otot orbikularis oris, orbikularis okuli, dan zigomatikus mayor
atau otot fasial lainnya.
b) Spasme.
Spasme adalah kejang otot setempat yang mengenai
sekelompok atau beberapa kelompok otot, yang timbul secara
involunter. Adanya kejang otot disebabkan oleh gangguan otot
atau karena gangguan saraf. Gangguan pada system persarafan
bisa terjadi di tingkat perifer atau di pusat. Dalam klinik dikenal
kejang otot yang dinamakan (1) kram muskulorum, (2) spasme
tetani, (3) spasme fasialis, (4) krisis okulogirik, (5) singultus,
dan (6) spasme profesi diantaranya yang paling sering dijumpai
adalah writer’s cramp.
Spasme tetani merupakan spasme akibat tetanus.
Hipokalasemia dan alkalosis sering kali menimbulkan spasme
26

tetanik. Spasme tetanik paling sering dijumpai pada jari-jari


tangan. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda Trousseau.
Juga pada keadaan hipoksemia otot wajah mudah mengalami
kejang jika saraf fasialis diketuk-ketuk pada bagian yang berada
di daerah glandula parotis. Fenomena tersebut dikenal sebagai
tanda Chevostek.
Krisis okulogirik, terjadi apabila kedua bola mata melirik
ke salah satu sisi, biasanya selama beberapa menit, tetapi
adakalanya dapat berlangsung sampai beberapa jam. Selama
krisis, klien berada dalam keadaan tegang karena mendapat
perasaan seperti menghadapi maut atau berhalusinasi
menakutkan. Krisis okulogirik hanya timbul pada penderita
Parkinsonis akibat ensefalitis. Tetapi sekarang, banyak orang
non-Parkinsonis mengalami krisis tersebut, akibat efek obat
psikotropik.
Spasme profesi, sering terjadi pada kehidupan sehari-hari
dalam melakukan pekerjaan. Bila spasme tersebut timbul pada
otot-otot jari atau otot lengan, maka bergantung pada pekerjaan,
spasmus tersebut dapat disebut spasmus juru ketik, spasmus
penulis, atau spasmus tukang sepatu, dan lain sebagainya.
Diskinesia atau distonia. Diskinesia dan distonia
merupakan suatu gerakan involunter yang menunjukan gerakan
yang berbelit-belit dengan tonus otot yang meningkat dan
menurun secara tidak teratur.

6. Pengkajian Sistem Sensorik


System sensorik lebih kompleks dari system motorik karena model
dari system sensorik mempunyai perbedaan traktus, lokasi pada medulla
spinalis. Pengkajian sensorik merupakan pengkajian subjektif, luas, serta
membutuhkan kerja sama klien. Penguji dianjurkan mengenali penyebaran
saraf perifer yang berasal dari medulla spinalis.
27

Di dalam praktik klinis, ada lima jenis sensibilitas (sensori) yang


perlu diketahui perawat dan menjadi objek pemeriksaan. Adapun kelima
jenis sensani itu adalah :

a. Sensasi khsus atau sensasi pancaindra, seperti sensasi penciuman atau


sensasi olfaktorik, sensasi visual, perasaan audiotorik, pengecapan
gustatorik, dan sebagainya.
b. Sensasi eksteroseptif atau sensasi protopatik.
1) Sensasi raba
Hilangnya sensasi raba disebut anesthesia. Menurunnya sensasi
raba dikenal hipestesia. Sensasi raba secara berlebihan disebut
hiperestesia.
2) Sensasi nyeri
Hilangnya sensasi nyeri disebut analgesia. Berkurangnya sensasi
nyeri disebut hipoglasia. Sensasi nyeri berlebihan disebut
hiperalgesia.
3) Sensasi suhu
Hilangnya sensasi suu disebut termoanetesia. Berkurangnya
sensasi suhu disebut termohipestesia. Terasa sensasi suhu secara
berlebihan disebut termohiperestesia.
4) Sensasi abnormal di permukaan kulit
Kesemutan disebut juga parestesia. Nyeri-panas-digin yang terus-
menerus disebut disestesia-hiperpasia.
c. Sensasi propiosefsi, yaitu sensasi gerak, getar, sikap, dan tekan.
Perasaan eksteroseptif dan propioseptif sering diklasifikasikan juga
sebagai somastesia, yaitu sensasi yang bangkit akibat rangsangan
sensasi di jaringan yang berasal dari somatropleura. Sensasi gerak
dikenal juga sebagai kinesthesia, sensasi sikap dikenal juga sebagai
statestesia, sensasi getar dikenal juga sebagai palestesia, sensasi tekan
dikenal juga sevagai barestesia.
d. Sensasi interoseptif atau viseroestesia, yaitu sensasi yang bangkit
akibat rangsangan sensasi di jaringan yang berasal dari viseropleura
(usus, paru, limpa dan sebagainya).
28

e. Sensasi diskriminatif atau sensasi multimodalitas, yaitu sensasi yang


sekaligus memberikan pengenalan secara banding

Penurunan sensorik yang ada merupakan akibat dari neuropati


perifer dan sesuai dengan keadaan anatomi yang terganggu. Kerusakan
otak akibat lesi yang luas mencakup hilangnya sensasi, yang memengaruhi
seluruh sisi tubuh, dan neuropati berhubungan dengan penggunaan
alkoholdengan penyebaran seperti sarung tangan dan kaos kaki.
Pengkajian system sensori mencakup tes sensasi raba, myeri superficial,
dan posisi rasa (properiosepsi).

C. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada system persarafan dilakukan untuk
melengkapi pengkajian setelah melakukan pengkajian umum dan pemeriksaan
fisik system persarafan. Pemeriksaan diagnostic yang sering dilakukan untuk
penegakan diagnostic system persarafan tersebut.
1. Foto rotgen
Foto rotgen polos tengkorak dan medulla spinalis seringkali
digunakan untuk mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan
abnirmalitas tulang lainnya, terutama dalam penatalaksanaan trauma akut.
Selain itu, foto rotgen polos mungkin menjadi diagnostic bila kelenjar pineal
yang mangalami penyimpangan letak terlihat pada hasil foto rotgen, yang
merupakan petunjuk dini tentang adanya sol (space occupying lesion).
2. Comfuted tomography
Comfuted tomography (CT) merupakan suatu teknik diagnostic
dengan menggunakan sinar sempit dari sinar-x untuk memindai kepala
dalam lapisan yang berurutan. Bayangan yang dihasilkan memberi
gambaran potongan melintang dari otak, dengan menbandingkan perbedaan
jaringan padat pada tulang kepala, korteks, struktur subkortikal, dan
ventrikel. Gambaran yang jelas pada masing-masing bagian atau ‘’ irisan ‘’
otak, pada bayangan akhir merupakan proporsi dari drajat sinar-x
diabsorpsi. Bayangan ditunjukan pada osiloskop atau monitor TV dan
difoto.
29

3. PET
Positron Emission Tomography (PET) adalah teknik pencitraan
nuklir berdasarkan komputer yang dapat menghasilkan bayangan fungsi
organ secara aktual. Klien menghirup gas radioaktif atau diinjeksikan
dengan zat radioaktif yang memberikan partikel bermuatan positif. Bila
positron ini berkombinasi dengan elektron-elektron bermuatan negatif (
normalnya didapat dalam sel-sel tubuh), resultan sinar gama dapat dideteksi
oleh alat pemindai.
4. MRI
Magnetic Resonan Imaging (MRI) menggunakan medan magnet
untuk mendapatkan gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. Foto
magnetik ( nukleus hidrogen) didalam tubuh seperti magnet-magnet kecil di
dalam medan magnet. MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan
kimia dalam sel, juga memberikan informasi kepada dokter dalam
memantau respon tumor terhadap pengobatan. Pemindaian MRI tidak
menyebabkan radiasi ion.

Implikasi keperawatan :

a. Pemeriksaan ini merupakan kontraindikasi pada klien yang sebelumnya


menjalani tindakan pembedahan yaitu tertanam klip hemostatik atau
aneurisme.
b. Beritahukan pada klien bahwa prosedur tersebut sangat bising
c. Lakukan tindakan kewaspadaan bila klien mengalami klaustrofobi
d. Kontraindikasi lainnya pada klien dengan penggunaan benda logam
dalam tubuh seperti alat pacu jantung, katup jantung buatan, fragmen
bullet, pin ortopedik, alat intrauterin
e. Klien harus menyingkirkan semua benda-benda yang berkarakteristik
magnetik
f. Sebelum klien dimasukan ke dalam ruang MRI, semua benda-benda
logam dilepaskan, demikian pula kartu kredit (medan magnet dapat
menghapus data dalam karrtu kredit)
30

5. Angiografi Serebral
Angiografi serebral adalah proses pemeriksaan dengan
menggunakan sinar-x terhadap sirkulasi serebral zat kontras disuntikan ke
dalam arteri yang dipilih.
Angioserebral adalah alat yang digunakan untuk menyelidiki
penyakit vaskular, aneurisma, dan malformasi aretriovena. Hal ini sering
dilakukan sebelum klien menjalani kraniotomi sehingga arteri dan vena
serebral terlihat dan untuk menentukan letak, ukuran, dan proses patologis.
Juga digunakan untuk mengkaji keadaan yang baik dan adekuatnya sirkulasi
serebral.
6. Mielogram
Mielogram adalah sinar-x yang digunakan untuk melihat ruang
subaraknoid spinal dengan menyuntikan zat kontras atau udara ke ruang
subaraknoid spinal melalui fungsi spinal. Mielogram menggambarkan ruang
subaraknoid spinal dan menunjukan adanya penyimpangan medula spinalis
dan sakus dural spinal yang disebabkan oleh tumor, kista, hernia, diskus
vertebral, atau lesi lain.
7. Elektroensefalografi
Elektroensefalografi (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di
otak, dengan meletakan elektroda pada area kulit kepala atau dengan
meletakan mikro elektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini
memberikan pengkajian fisiologis aktivitas serebral. EEG adalah uji yang
bermanfaat untuk mendiagnosa gangguan kejang seperti epilepsi dan
merupakan prosedur pemindaian untuk klien koma atau mengalami sindrom
otak organik. EEG juga bertindak sebagai indikator kematian otak. Tumor,
abses, jaringan parut otak, bekuan darah, dan infeksi dapat menyebabkan
aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.
8. Lumbal Pungsi dan Pemeriksaan Cairan Serebrospinal (CSS)
Lumbal pungsi dilakukan dengan memasukan jarum ke dalam
ruang subaraknoid untuk mengeluarkan CSS yang berfungsi untuk
diagnostik atau pengobatan. Tujuan memperoleh CSS adalah mengujim
mengukur, dan menurunkan tekanan CSS; menentukan ada atau tidak
31

adanya darah di dalam CSS; mendeteksi sumbatan subaraknoid spinal dan


pemberian antibiotik intratekal yaitu ke dalam kanal spinal pada kasus
infeksi.
Tes ini kontraindikasi pada klien dengan dugaan peningkatan
tekanan intrakranial karena reduksi mendadak tekanan dari bawah dapat
menyebabkan heriniasi struktur otak, menyebabkan kematian.
9. Pemeriksaan Laboratorium Klinik
Pemeriksaan laboratorium klinik merupakan hal yang rutin untuk
dilaksanakan sebagai media untuk menonton reaksi pengobatan dan dampak
klinis yang memerlukan penanganan lanjut. Tujuan pemeriksaan
laboratorium klinik sebagai berikut :
a. Membantu menegakan diagnosis berbagai macam penyakit serebral
b. Melakukan kontrol untuk klien yang mempunyai risiko tinggi mengalami
penyakit serebral.
c. Mengukur abnormalitas kimia darah yang dapat mempengaruhi
prognosis klien gangguan serebral.
d. Mengkaji derajat proses inflamasi
e. Mengkaji kadar serum obat
f. Mengkaji efek pengobatan
g. Menetapkan data dasar klien sebelum intervensi terapeutik
h. Skrining terhadap setiap abnormalitas
i. Menentukan hal-hal yang dapat mempengaruhi upaya intervensi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada sistem
saraf merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat. Dalam mengumpulkan
informasi perawat juga harus menanyakan pertanyaan yang diarahkan untuk
mendeteksi masalah-masalah neurologis dan efeknya pada klien. Anamnesa
secara umum meliputi pengumpulan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik,psikologis, sosial budaya, spirituan, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi,kemampuan fungsi dan gaya hidup
klien. Anamnesis meliputi identitas klien, keluhan utama, dan riwayat
kesehatan.
Pada pemeriksaan fisik dengan gangguan sistem persarafan secara umum
biasanya menggunakan tehnik pengkajian per sistem sama seperti pada
pemeriksaan medikal bedah lainnya.
Secara umum pemeriksaan fisik pada sistem pada sistem persarafan
ditunjukan terhadap area fungsi utama diantaranya pengkajian tinkat
kesadaran, pengkajian fungsi serebral, pengkajian saraf kranial, pengkajian
sistem motorik, pengkajian refleks, pengkajian sistem sensorik.
Pemeriksaan diagnostic pada system persarafan dilakukan untuk
melengkapi pengkajian setelah melakukan pengkajian umum dan pemeriksaan
fisik system persarafan. Pemeriksaan diagnostic yang sering dilakukan untuk
penegakan diagnostic system persarafan tersebut. Pengkajian daignostik
diantaranya foto rongten, computed temography, PET, MRI, angiografi
serebral, mielogram, elektroensefalografi, lumbal pungsi dan pemeriksaan
cairan serebrospinalis (CSS), dan pemeriksaan laboratorium klinik.

B. Saran
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai
cara pengkajian atau assement pada sistem persarafan, sehingga dapat
dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan. Diharapkan agar perawat

32
33

bisa menindak lanjuti pengkajian tersebut melalui kegiatan asuhan


keperawatan sebagai dasar untuk pengembangan kedisiplinan di Lingkungan
Rumah Sakit dalam ruang lingkup keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI.1996. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Diknakes.

Juwono, T. 1996. Pemeriksaan Klinik Neurologikal dalam Praktek. Jakarta: EGC

Muttaqin A. 2012. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Potter, Patricia A. 1996. Pengkajian Kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: EGC

Sidharta, Priguna. 1985. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta:


Dhian Rakyat

Anda mungkin juga menyukai