Disusun Oleh :
Kelompok 1
Tk. 2B
Anggota :
1. Fauziah Srie Hazmi 1708207
2. Mely Mulyawati 1708237
3. Mimay Linda Y 1708238
4. Rieska Ivar W 1708262
5. Siti Meylani 1708284
6. Titin Sulastri 1708295
7. Wahyu Eginanjar 1708300
PRODI D3 KEPERAWATAN
KAMPUS SUMEDANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan kasih-Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah
kami terima, serta petunjuk-Nya sehingga memberikan kemudahan bagi kami
dalam penyusunan makalah ini.
Didalam makalah ini kami selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang dapat
kami sajikan sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
dengan judul “Assesment Pada Sistem Persarafan”.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses pembuatan ini.
Penyusun
i
DAFRAR ISI
A. Anamnesis ........................................................................................... 3
B. Pemeriksaan Fisik Neurologis ............................................................. 5
C. Pemeriksaan Diagnostik ...................................................................... 28
A. Kesimpulan ......................................................................................... 32
B. Saran ................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem persarafan dan sistem hormonal merupakan bagian-bagian tubuh
yang saling berkomunikasi dan saling berhubungan. Sistem ini mempunyai
kemampuan untuk mengoordinasi, menafsirkan, dan mengontrol interaksi
antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem persarafan mengatur
kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Pengaturan saraf tersebut
memungkinkan terjadinya komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga
menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem inilah
terdapat segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi, dan
gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, mempelajari dan merespon
suatu rangsangan merupakan hasil kerja terintegrasi sistem persarafan yang
mencapai puncaknya dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku individu.
Pengkajian keperawatan pada sistem persarafan adalah salah satu
komponen dari asuhan keperawatan yang merupakan suatu usaha yang
dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan klien. Pengkajian
keperawatan meliputi usaha pengumpulan data, membuktikan data tentang
status kesehatan seorang klien, baik fisik, emosi, pertumbuhan, sosial,
kebudayaan, intelektual, mauoun aspek spiritual. Pemerikassan fisik neurologis
dilakukan melalui serangkaian pengkajian dari fungsi kortikal yang lebih tinggi
hingga logis dan diikuti dari tingkat yang intregritas saraf perifer.
Komponen penkajian keperawatan secara komperhensif yang dilakukan
oleh perawat secara umum meliputi melakukan anamnesis pada klien,
keluarga, dan perawat lainnya, memeriksa kesehatan, meninjau catatan atau
status klien untuk melihat pemeriksaan diagnostik, melakukan konsultasi
dengan anggota tim kesehatan lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja anamnesis yang dilakukan dalam mengkaji sistem persarafan ?
2. Apa saja pemeriksaan fisik pada neurologis ?
1
2
C. Tujuan
1. Mengetahui anamnesis dalam sistem persarafan.
2. Mengetahui pemeriksaan fisik pada neurologis.
3. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada sistem persarafan.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
6. Pengkajian Sosioekonomispiritual
Melakukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Setiap respon kategori respon yang baik diberikan nilai. Nilai otak
maksimum untuk sadar penuh dan terjaga adalah 15. Nilai minimum 3
menandakan klien tidak memberikan respon. Jika nilai keseluruhn 8 atau
dibawahnya klien dinyatakan koma.
b. Fungsi intelektual
Penilaian fungsi intelektual akan mengungkapkan banyak
informasi tentang adanya kerussakan pada otak.Fungsi intelektual
mencakup kegiatan yang mencakup kemampuan untuk berpikir secara
abstrak dan memanfaatkan pengalaman.Lesi selebral yang bersifat
bilateral dan difusi sangat menentukan pelaksanaan intelektual
umum.Sedangkan lesi yang bersifat fokal dapat menimbulkan
aktivitas intelektual yang khusus.Pengkajian fungsi intelektual yang
dilakukan adalah :
1) Mengingat/memori
2) Pengetahuan umum
3) Menghitung/kalkulasi
7
c. Daya pikir
Priguna Sidharta(1985) menjelaskan alam pikiran/ jalan pikiran
hanya dapat dinilai dari ucapan-ucapannya.Pengkajian kemampuan
berpikir klien dapat dilakukan selama wawancara.
1) Apakah pikiran klien bersufat spontan,alamiah,jernih,relevan,dan
masuk akal?
2) Apakah klien mempunyai kesulitan berpikir,khalayan,dan keasikan
sendiri?
3) Apakah yang menjadi pikiran klien?
d. Status emosional
Status emosional klien dapat dinilai dari reaksinya terhadap
pertanyaan yang diberikan perawat,respons klien terhadap tingkah
laku orang-orang disekelilingnya/terhadap keadaan dan perasaan fisik
diri sendiri.
Status emosional klien dapat dipelajari dimulai sejak saat perawat
memperkenalkan dirinya kepada klien,reaksi emosional klien sudah
mengungkapkan sesuatu yang positif.pertanyaan-pertanyaan yang
paling efektif memancing reaksi emosional ialah pertanyaan mengenai
keadaan dirumah,bisnis dan perusahaan,situasi negara,dan kesehatan
diri klien.penilaian harus dilakukan dengan penuh pengertian tentang
latar belakang klien dalam hal pendidikan,agama,dan faktor-faktor
sosiokultural,karena sifat penyakit yang diderita merupakan faktor
pengancam bagi diri klien.secara ringkas pengkajian status emosional
klien yang dapat dilakukan perawat meliputi:
1) Apakah tingkah laku klien alamiah, datar, peka, pemarah, cemas,
apatis / euforia?
2) Apakah alam perasaan klien berubah-ubah secara normal/iramanya
tidak dapat diduga dari gembira menjadi sedih selama wawancara?
8
e. Kemampuan bahasa
Pengkajian fungsi selebral yang terakhir adalah kemampuan
bahasa.Orang-orang dengan fungsi neurologis normal mampu
mengerti dan berkomunikasi dalam pembicaraan dan bahasa
tulisan.pada pengkajian ini,perawat mungkin menemukan beberapa
hal sebagai berikut:
1) Disfasia/afasia,defisiensi fungsi bahasa akibat lesi/kelainan korteks
selebri.
Beberapa jenis disfasia:
a) Disfasia reseptif(posterior),klien tidak dapat memahami bahasa
lisan / bahasa tulisan Kelainan ini terjadi karena adanya
lesi(infrak,pendarahan/tumor)pada hemister yang dominan
pada bagian posterior girus temporalis superior(area
wernicke)
b) Disfasia ekspresif (interior),klien dapat mengerti tetapi tidak
dapat menjawab tepat.kelainan ini terjadi karena adanya lesi
pada bagian posterior girus frontalis interior (area broca)
c) Disfasia nominal ,klien tidak mampu menyebut nama benda
tetapi aspek-aspek lain dari fungsi fungsi bicara klien
normal.kelainan ini disebabkan oleh lesi pada daerah
temporoparietal posterior kiri,penyebab lainnya meliputi
ensefalopati/efek tekanan intrakranial akibat lesi desak ruang.
d) Disfasia konduktif,klien tidak dapat mengulangi kalimat-
kalimat dan sulit menyebutkan nama-nama benda,tetapi dapat
mengikuti perintah.kelainan ini disebabkan oleh lesi pada
fasikulus arkuatus yang menghubungkan area wernicke dan
area broca.
9
b. Saraf kranial II
Saraf optikus(saraf kranial II) merupakan saraf sensorik murni
yang dimulai diretina serabut serabut saraf ini melewati foramen
optikum dekat arteri oftalmika dan bergabung dengan nervus dari sisi
lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum.
d. Tes konfrontasi
Tes ini menggunakan jari sebagai objek yang harus dilihat dalam
bata smedan penglihatan.jarak antara mata klien dan pemeriksa harus
sejauh 30-40 cm.Pada saat mta klien yang satu diperiksa mata yang
satunya harus ditutup.dengan dua jarinya yang digerak
gerakkan,tangan pemeriksa memasuki medan penglihatan masing-
masing.Medan penglihatan pemeriksa digunakan sebagai patokan
medan penglihatan yang normal dikatakan medan penglihatan klien
normal bila baik klien maupun pemeriksa dapat melihat jari-jari yang
bergerak itu pada jarak yang sama.
e. Pemeriksa fundus
Pemeriksaan fundus atau fundus kopi dilakukan dengan bantuan
oftalmoskop dengan oftalmoskop akan lebih mudah untuk
mengidentifikasi gambaran fundus dan kelainan – kelainan
didalamnya. Dengan disfungsi saraf II perawat dapat
mengolaborasikan pengetahuannya untuk mengkaji adanya kelainan
pada lensa,iris,korpus vitreum,retina,pupil nervioptis,serta mengkaji
adanya papiledema.
Pupil dapat dipelajari dari luar sehingga berbagai keadaan didalam
ruang intrakranium dapat dicerminkan oleh pupil dan dapat
mengungkapkan informasi tentang kejadian-kejadian didalam ruang
intrakranial.
Tekanan intrakranial yang meningkat dapat disebabkan oleh
berbagai macam proses patologis.pendarahan
serebral,subdural,epidural,dan subaraknoidal dapat meningkatkan
tekanan intraknial.kelainan pada fundus dapat timbul lambat/cepat
bergantung pada sifat dan lokalisasi proses patologis.peningkatan
13
i. Saraf kranial V
Saraf trigeminus (saraf kranial V) terdiri atas serabut sensorik dan
serabut motorik. Nukleus sensorik untuk sensaso raba terletak dipons,
nukleus proprioseptif terletak di mesensefalon. Sedangkan nukleus
yang berhubungan dengan sensasi nyeri dan temperatur terletak
sepanjang batang otak sampai medula spinalis servikal atas.
Pemeriksaan Refleks trigeminal. Dalam gerakan reflektorik,
serabut sarap trigeminus merupakan komponen eferen dari busur
refleks, dan yang menjadi bahan informasi refleks trigeminal adalah
refleks maseter atau refleks rahang bawah.
Teknik pemeriksaan refleks maseter dimulai dengan klien diminta
untuk sedikit membuka mulutnya dan mengeluarkan suara
"aaaaaaaaa". Sementara itu pemeriksan menempatkan jari telunjuk
tangan kirinya digaris tengah dagu dan dengan palu refleks dilakukan
pengetukan dengan tangan kanan pada jari telunjuk tangan kiri.
Jawaban yang diperoleh berupa kontraksi otot maseter dan temporalis
bagian depan yang menghasilkan penutupan mulut secara tiba-tiba.
Refleks Kornea adalah refleks yang paling sering diperiksa oleh
karena banyak informasi yang diungkapkannya. Teknik pemeriksaan
refleks kornea dimulai dengan klien diminta melirik ke atas atau ke
samping, agar mata jangan berkedip jika kornea hendak disentuh oleh
seutas kapas. Goresan pada kornea dengan ujung seutas kapas pada
satu sisi membangkitkan kedipan kelopak mata atas reflektorik secara
bilateral.
16
m. Saraf Kranial XI
Saraf aksesoris (saraf kranial XI) adalah saraf motorik yang secara
anatomis keluar dari sel-sel kornu anterior medula spinalis C1-C5.
Fungsi saraf aksesoris dapat dinilai dengan adanya atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius dan dengan menilai kekuatan
otot-otot tersebut.
n. Saraf Kranial XII
Saraf hipoglosus (saraf kranial XII) mengatur otot-otot lidah
(distribusi secara anatomis). Fungsi lidah yang normal penting untuk
19
c. Fasikulasi
Kelainan ini merupakan kontraksi bagian-bagian kecil dari otot
yang tidak reguler yang tidak mempunyai pola yang ritmis. Fasikulasi
dapat bersifat kasar atau halus dan terlihat pada saat istirahat tetapi
20
normal, maka umur klien, jenis kelamin, dan bentuk tubuh harus
dipertimbangkan.
Fungsi otot atau kelompok otot klirn dievaluasi dengan cara
menempatkan otot pada keadaan yang tidak menguntungkan. Sebagai
contoh, otot kudrisep adalah otot yang secara penuh bertanggung
jawab untuk meluruskan kaki. Pada saat kaki dalam keadaan lurus,
pengkaji sulit sekali membuat fleksi pada lutut. Sebaliknya, jika lutut
dalam keadaan fleksi dan klien diperintahkan untuk meluruskan kaki
dengan diberi tahanan, maka akan menghasilkan ketidakmampuan
untuk meluruskan kakinya. Walaupun kurang sensitive pembagian
kekuatan otot berdasarkan tingkat dapat dijadikan panduan bagi
perawat untuk melakukan penilaian. Jika kekuatan berkurang tentukan
apakah bersifat simetris atau asimetris, apakah hanya meliputi
sekelompok otot tertentu, atau apakah bersifat proksimal, distal, atau
umum. Juga penting menentukan apakah ada nyeri sendi atau penyakit
otot yang dapat menggangu penilaian. Kelainan otot yang asimetris
paling sering disebabkan ileh lesi perifer, lesi pleksus brakialis atau
radiks, atau lesi UMN.
5. Pengkajian refleks
Refleks adalah respon terhadap suatu rangsang. Gerakan yang
timbul disebut gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan
gerakan yang bangkit untuk menyesuaikan diri baik untuk menjamin
ketangkasan gerakan volunter maupun untuk membela diri. Gerakan
reflektorik tidak saja dilaksanakan oleh anggota gerak akan tetapi setiap
otot lurik dapat melakukan gerakan reflektorik. Selain itu rangsangan tidak
saja terdapat di permukaan tubuh, akan tetapi semua impuls perseptif
dapat merangsang gerakan reflektorik, termasuk impuls pancaindra. Setiap
suatu rangsangan yang direspons dengan gerakan, menandakan bahwa
antar daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara reflektorik itu
terdapat hubungan. Lintasan yang menghubunkan reseptor dan efektor itu
dikenal sebagai busur refleks.
22
a) Tic.
‘Tic’ adalah istilah Perancis yang telah sesuai dengan
standar internasional. ‘Tic’ merupakan suatu gerakan otot
involunter yang berupa konstraksi otot setempat, sejenak, namun
berkali-kali, dan kadang selalu serupa atau berbentuk majemuk.
Menurut gerakan otot involunter yang timbul, penggolongan
‘tic’ diberi tambahan sesuai dengan lokasi konstraksi otot
setempat. Dengan demikian dikenal ‘tic’ fasialis yang mengenai
otot-otot wajah, ‘tic’ orbikularis oris, dan ‘tic’ orbikularis okulis.
Dalam hal ini, otot yang berkonstraksi secara involunter adalah
otot orbikularis oris, orbikularis okuli, dan zigomatikus mayor
atau otot fasial lainnya.
b) Spasme.
Spasme adalah kejang otot setempat yang mengenai
sekelompok atau beberapa kelompok otot, yang timbul secara
involunter. Adanya kejang otot disebabkan oleh gangguan otot
atau karena gangguan saraf. Gangguan pada system persarafan
bisa terjadi di tingkat perifer atau di pusat. Dalam klinik dikenal
kejang otot yang dinamakan (1) kram muskulorum, (2) spasme
tetani, (3) spasme fasialis, (4) krisis okulogirik, (5) singultus,
dan (6) spasme profesi diantaranya yang paling sering dijumpai
adalah writer’s cramp.
Spasme tetani merupakan spasme akibat tetanus.
Hipokalasemia dan alkalosis sering kali menimbulkan spasme
26
C. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada system persarafan dilakukan untuk
melengkapi pengkajian setelah melakukan pengkajian umum dan pemeriksaan
fisik system persarafan. Pemeriksaan diagnostic yang sering dilakukan untuk
penegakan diagnostic system persarafan tersebut.
1. Foto rotgen
Foto rotgen polos tengkorak dan medulla spinalis seringkali
digunakan untuk mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan
abnirmalitas tulang lainnya, terutama dalam penatalaksanaan trauma akut.
Selain itu, foto rotgen polos mungkin menjadi diagnostic bila kelenjar pineal
yang mangalami penyimpangan letak terlihat pada hasil foto rotgen, yang
merupakan petunjuk dini tentang adanya sol (space occupying lesion).
2. Comfuted tomography
Comfuted tomography (CT) merupakan suatu teknik diagnostic
dengan menggunakan sinar sempit dari sinar-x untuk memindai kepala
dalam lapisan yang berurutan. Bayangan yang dihasilkan memberi
gambaran potongan melintang dari otak, dengan menbandingkan perbedaan
jaringan padat pada tulang kepala, korteks, struktur subkortikal, dan
ventrikel. Gambaran yang jelas pada masing-masing bagian atau ‘’ irisan ‘’
otak, pada bayangan akhir merupakan proporsi dari drajat sinar-x
diabsorpsi. Bayangan ditunjukan pada osiloskop atau monitor TV dan
difoto.
29
3. PET
Positron Emission Tomography (PET) adalah teknik pencitraan
nuklir berdasarkan komputer yang dapat menghasilkan bayangan fungsi
organ secara aktual. Klien menghirup gas radioaktif atau diinjeksikan
dengan zat radioaktif yang memberikan partikel bermuatan positif. Bila
positron ini berkombinasi dengan elektron-elektron bermuatan negatif (
normalnya didapat dalam sel-sel tubuh), resultan sinar gama dapat dideteksi
oleh alat pemindai.
4. MRI
Magnetic Resonan Imaging (MRI) menggunakan medan magnet
untuk mendapatkan gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. Foto
magnetik ( nukleus hidrogen) didalam tubuh seperti magnet-magnet kecil di
dalam medan magnet. MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan
kimia dalam sel, juga memberikan informasi kepada dokter dalam
memantau respon tumor terhadap pengobatan. Pemindaian MRI tidak
menyebabkan radiasi ion.
Implikasi keperawatan :
5. Angiografi Serebral
Angiografi serebral adalah proses pemeriksaan dengan
menggunakan sinar-x terhadap sirkulasi serebral zat kontras disuntikan ke
dalam arteri yang dipilih.
Angioserebral adalah alat yang digunakan untuk menyelidiki
penyakit vaskular, aneurisma, dan malformasi aretriovena. Hal ini sering
dilakukan sebelum klien menjalani kraniotomi sehingga arteri dan vena
serebral terlihat dan untuk menentukan letak, ukuran, dan proses patologis.
Juga digunakan untuk mengkaji keadaan yang baik dan adekuatnya sirkulasi
serebral.
6. Mielogram
Mielogram adalah sinar-x yang digunakan untuk melihat ruang
subaraknoid spinal dengan menyuntikan zat kontras atau udara ke ruang
subaraknoid spinal melalui fungsi spinal. Mielogram menggambarkan ruang
subaraknoid spinal dan menunjukan adanya penyimpangan medula spinalis
dan sakus dural spinal yang disebabkan oleh tumor, kista, hernia, diskus
vertebral, atau lesi lain.
7. Elektroensefalografi
Elektroensefalografi (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di
otak, dengan meletakan elektroda pada area kulit kepala atau dengan
meletakan mikro elektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini
memberikan pengkajian fisiologis aktivitas serebral. EEG adalah uji yang
bermanfaat untuk mendiagnosa gangguan kejang seperti epilepsi dan
merupakan prosedur pemindaian untuk klien koma atau mengalami sindrom
otak organik. EEG juga bertindak sebagai indikator kematian otak. Tumor,
abses, jaringan parut otak, bekuan darah, dan infeksi dapat menyebabkan
aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.
8. Lumbal Pungsi dan Pemeriksaan Cairan Serebrospinal (CSS)
Lumbal pungsi dilakukan dengan memasukan jarum ke dalam
ruang subaraknoid untuk mengeluarkan CSS yang berfungsi untuk
diagnostik atau pengobatan. Tujuan memperoleh CSS adalah mengujim
mengukur, dan menurunkan tekanan CSS; menentukan ada atau tidak
31
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada sistem
saraf merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat. Dalam mengumpulkan
informasi perawat juga harus menanyakan pertanyaan yang diarahkan untuk
mendeteksi masalah-masalah neurologis dan efeknya pada klien. Anamnesa
secara umum meliputi pengumpulan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik,psikologis, sosial budaya, spirituan, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi,kemampuan fungsi dan gaya hidup
klien. Anamnesis meliputi identitas klien, keluhan utama, dan riwayat
kesehatan.
Pada pemeriksaan fisik dengan gangguan sistem persarafan secara umum
biasanya menggunakan tehnik pengkajian per sistem sama seperti pada
pemeriksaan medikal bedah lainnya.
Secara umum pemeriksaan fisik pada sistem pada sistem persarafan
ditunjukan terhadap area fungsi utama diantaranya pengkajian tinkat
kesadaran, pengkajian fungsi serebral, pengkajian saraf kranial, pengkajian
sistem motorik, pengkajian refleks, pengkajian sistem sensorik.
Pemeriksaan diagnostic pada system persarafan dilakukan untuk
melengkapi pengkajian setelah melakukan pengkajian umum dan pemeriksaan
fisik system persarafan. Pemeriksaan diagnostic yang sering dilakukan untuk
penegakan diagnostic system persarafan tersebut. Pengkajian daignostik
diantaranya foto rongten, computed temography, PET, MRI, angiografi
serebral, mielogram, elektroensefalografi, lumbal pungsi dan pemeriksaan
cairan serebrospinalis (CSS), dan pemeriksaan laboratorium klinik.
B. Saran
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai
cara pengkajian atau assement pada sistem persarafan, sehingga dapat
dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan. Diharapkan agar perawat
32
33