Anda di halaman 1dari 15

Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan DBD

A. Laporan Pendahuluan

1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, 2009).
Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
arbovirus (Arthropadborn Virus) dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aides (Aides albopictus dan Aedes Aegepty) (Ngastiyah,
2005).
Dengue hemoragic fever (DHF) adalah penyakit yang
terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri
otot dan sendi yang disertai leukopenia, dengan / tanpa ruam (rash)
dan limfadenopati. Thrombocytopenia ringan dan bintik-bintik
perdarahan (Noer Syaifullah, 2000).

Jadi demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi


yang disebabkan oleh virus dengue dengan menifestasi klinis
demam disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat
menyebabkan kematian. Untuk memahami DHF perlu pemahaman
terkait Anatomo fisiologi pada sistem sirkulasi.

2. Epidemologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi
infeksi virus dengue secara global. Di seluruh dunia 50-100 milyar
kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD
perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak –
anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD diperkirakan
sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan setiap
harinya.

3. Etiologi

Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue dari kelompok


arbovirus B yaitu Athropad borne. Atau virus yang disebabkan oleh
Arthropoda. Virus ini termasuk genus flavivirus. Dari famili
flavividau. Nyamuk Aides betina biasanya terinfeksi virus dengue
pada saat menghisap darah dari seseorang yang sedang pada tahap
demam akut. Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik selama 8-
10 hari. Kelenjar ludah Aides akan menjadi terinfeksi dan virusnya
akan ditularkan ketika nyamuk menggigit dan mengeluarkan cairan
ludahnya kedalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa
inkubasi instrinsik selama 3-14 hari timbul gejala awal penyakit
secara mendadak yang ditandai dengan demam, pusing, nyeri otot,
hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda nonspesifik seperti
nousea (mual-mual), muntah dan rash (ruam kulit) biasanya
muncul pada saat atau persis sebelum gejala awal penyakit tampak
dan berlangsung selama 5 hari setelah dimulai penyakit, saat-saat
tersebut merupakan masa kritis dimana penderita dalam masa
inefektif untuk nyamuk yang berperan dalam siklus penularan.
(Widoyono 2010).

Tubuh yang terasa lelah demam yang sering naik turun,


nyeri pada perut secara berkelanjutan, sering mual dan muntah
darah yang keluar melalui hidung, dan muntah. Kebanyakan orang
yang menderita DBD pulih dalam waktu dua minggu Dengan
gejala klinis yang semakin berat pada penderita DBD dan dengue
shock syndromes dapat berkembang menjadi gangguan pembuluh
darah dan gangguan hati. Klien dapat terjadi komplikasi seperti
Disorientasi atau Kehilangan daya untuk mengenal lingkungan,
terutama yang berhubungan dengan waktu, tempat, dan orang.
Shock, effusi pleura, asidosis metabolik, anoksia jaringan,
Penurunan kesadaran.(Suriadi dan yuliani, 2009).
4. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi menurut (Hidayat A. Aziz Alimul,
2012) yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala konstitutional yang tidak khas,
manifestasi pendarahan hanya uji torniquet positif dan
perdarahan lainnya.
b. Derajat II
Manifestsi klinis pada derajat I disertai perdarahan spontan,
dapat berupa perdarahan di kulit seperti ptekie dan perdarahan
lainya.

c. Derajat III
Manifestasi klinis pada derajat II di tambah dengan
ditemukan manifestasi kegagalan sistem sirkulasi berupa nadi
yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang
lembab,dingin dan penderita gelisah .
d. Derajat IV
Manifestasi klinis pada penderita derajat III di tambah dengan
di temukan manifetasi renjatan yang berat dengan ditandai
tekanan darah dan nadi tidak teratur, DBD derajat II dan IV
digolongkan Dengue Shok Syindrom (DSS)
5. Faktor Resiko
Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan
penduduk perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena
membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau
melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya
KLB. Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan yang mengakibatkan
orang tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah
yang layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah
yang benar. Tetapi di lain pihak, DBD juga bisa menyerang
penduduk yang lebih makmur terutama yang biasa bepergian. Dari
penelitian di Pekanbaru Provinsi Riau, diketahui faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah pendidikan dan
pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan tempat
penampungan air, keberadaan tanaman hias dan pekarangan serta
mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan
jentik tidak menjadi faktor risiko.
Faktor risiko yang menyebabkan munculnya antibodi IgM anti
dengue yang merupakan reaksi infesksi primer, berdasarkan hasil
penelitian di wilayah Amazon Brasil adalah jenis kelamin laki-laki,
kemiskinan, dan migrasi. Sedangkan faktor risiko terjadinya infeksi
sekunder yang menyebabkan DBD adalah jenis kelamin lakilaki,
riwayat pernah terkena DBD pada periode sebelumnya serta migrasi
ke daerah perkotaan.
6. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan
mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, hyperemia di
tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi
pada system retikolo endhothelial seperti pembesaran
kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Reaksi yang berbeda
nampak bila seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan tipe
virus yang berlainan. Berdasarkan hal 11 itu, akan timbul the
secondary heterologous infection atau the sequential infection of
hypothesis.
Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnetik
antibody, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen
antibody (kompleks virus antibody) yang tinggi. Terdapatnya
kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal
sebagai berikut :
a. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system
komplemen, yang berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan
C3a. C3a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel
dinding tersebut, suatu keadaan yang sangat berperan terjadinya
renjatan.
b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan
mengalami metamorphosis. Trombosit yang mengalami
kerusakan metamorphosis akan dimusnahkan oleh system
retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan
perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan
vasoaktif (histmin dan serotonini) yang bersifat meningkatkan
permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang
merangsang koagulasi intravascular.
c. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor III) dengan akibat
akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam
proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang
berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran
fibrin menjadi fibrinogen degradation product. Disamping itu
aktivas akan merangsang sistim klinin yang berperan dalam
proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
(Wijaya, 2013).
7. Manifestasi Klinis
Kasus DHF di tandai oleh manifestasi klinis, yaitu : demam
tinggi dan mendadak yang dapat mencapa 40 C atau lebih dan
terkadang di sertai dengan kejang demam, sakit kepala, anoreksia,
muntah-muntah (vomiting), epigastric, discomfort, nyeri perut kana
atas atau seluruh bagian perut; dan perdarahan, terutama perdarahan
kulit,walaupun hanya berupa uji tuorniquet poistif. Selain itu,
perdarahan kulit dapat terwujud memar atau dapat juga dapat
berupa perdarahan spontan mulai dari ptechiae (muncul pada hari-
hari pertama demam dan berlangsung selama 3-6 hari) pada
extremitas, tubuh, dan muka, sampai epistaksis dan perdarahan gusi.
Sementara perdarahan gastrointestinal masif lebih jarang terjadi dan
biasanya hanya terjadi pada kasus dengan syok yang
berkepanjangan atau setelah syok yang tidak dapat teratasi.
Perdarahan lain seperti perdarahan sub konjungtiva terkadang
juga di temukan. Pada masa 15 konvalisen sering kali di temukan
eritema pada telapak tangan dan kaki dan hepatomegali.
Hepatomegali pada umumnya dapat diraba pada permulaan
penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan beratanya
penyakit. Nyeri tekan seringkali di temukan tanpa ikterus maupun
kegagalan peredaran darah (circulatory failure) (Nursalam, 2005).

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hb dan PCV meningkat ( ≥ 20 %).
b. Trombositopenia ( ≤ 100.000 / ml ).
c. Leukopenia ( mungkin normal atau leukositosis ).
d. Isolasi virus. 2.1.7.5 Serologi ( Uji H) : respon antibody
sekunder.
e. Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang
kali( setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda
perbaikan),Faal hemostatis, FDP, EKG, Foto dada, BUN.
(Nurarif dan kusuma 2015).
9. Penatalaksanaan
a. Tirah baring atau istirahat baring.
b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu,teh
manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan
merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali)
merupakan cairan yang paling sering digunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi,
pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap
jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari 15 Pemberian obat
antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen. (Tarwoto dan
wartonah, 2010).
10. Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat
tidaknya penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi.
Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III
dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat
ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar
40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa
menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya,
Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan
perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa umumnya lebih
ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang disertai
komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk
11. Komplikasi
a. Ensepalopati : Demam tinggi, ganguan kesadaran disertai atau
tanpa kejang.
b. Disorientasi : Kehilangan daya untuk mengenal lingkungan,
terutama yang berhubungan dengan waktu, tempat, dan orang.
c. Shock : Keadaan kesehatan yang mengancam jiwa ditandai
dengan ketidakmampuan tubuh untuk menyediakan oksigen
untuk mencukupi kebutuhan jaringan.
d. Effusi pleura : Suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan.
e. Asidosis metabolik : Kondisi dimana keseimbangan asam basa
tubuh terganggu karena adanya peningkatan produksi asam atau
berkurangnya produksi bikarbonat.
f. Anoksia jaringan : Suatu keadaan yang ditandai dengan
terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan,
mengakibatkan oksigen berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan karbondioksida (hiperkapnea).
g. Penurunan kesadaran : Keadaan dimana penderita tidak sadar
dalam arti tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu
memberikan respons yang normal terhadap stimulus.(Suriadi
dan yuliani, 2010).
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Nama : An K
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal masuk RS : 08 September 2020
2. Anamnese
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit sekarang : Pasien masuk dengan keluhan utama
demam yang dialami ± 5 hari sebelum
masuk rumah sakit, terus-menerus,
menggigil, batuk (+), lendir (+) kental,
warna kekuningan, darah (-),
perdarahan (-). Sakit kepala (+), lidah
kotor (+). Nyeri ulu hati (+), mual (+),
muntah (+), nafsu makan berkurang,
lemas (+), BAK lancar, BAB belum
hari ini.
Riw. Penyakit sebelumnya : Riwayat sakit dengan gejala yang
sama disangkal.
Riw. Penyakit dlm keluarga : Riwayat sakit dengan gejala yang
sama disangkal.
3. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Composmentis
Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 120x/i
- Frekuensi Pernapasan : 32x/i
- Suhu : 40oC
Pemeriksaan kepala dan leher :
- Mata : anemis ( -/- ) ikterus ( - /- )
pupil bulat isokor diameter 2,5 cm / 2,5 cm
- Bibir : Sianosis ( - )
- Tonsil : Dalam batas normal
- Faring : Dalam batas normal
Pemeriksaan thoraks :
- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
- Palpasi : Masa tumor ( - ), nyeri tekan ( - )
vocal premitus simetris kesan normal
- Perkusi : Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru hepar : ICS IV dekstra
Batas paru belakang kanan : CV Th VIII
dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th IX sinistra
- Auskultasi : Ronkhi ( -/- ), wheezing ( -/- )
Pemeriksaan Jantung :
- Inspeksi : Apeks jantung tidak tampak
- Palpasi : Apeks jantung tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung :
- batas kanan atas : ICS II linea parastrenalis
dextra
- batas kiri atas : ICS II linea parastrenalis
sinistra
- batas kanan bawah : ICS IV linea parasternalis
dextra
- batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicula
- Auskultasi : bunyi jantung S I/II regular, murmur ( - )
Pemeriksaan abdomen :
- Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
- Auskultasi : Peristaltic (+) kesan normal
- Palpasi : Nyeri tekan (+) regio hipokondrium
kanan, defance musculer (-), tidak teraba massa tumor.
Hepar dan lien tidak teraba.
- Perkusi : timpani (-), ascites (-)
Pemeriksaan ekstremitas :
- Akral dingin : -/- -/-
- Edema : -/- -/-
- Tampak bintik-bintik kemerahan pada lengan dan
tungkai.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 2.57x103/uL ↓ 3,8 - 10,6 x 103/uL
RBC 5.38x106/uL 4,4 - 5,9 x 106/uL
HGB 15.4 g/dL 13,2 - 17,3 g/dL
HCT 42.8 % 40 - 50 %
MCV 79,6 fL ↓ 80 - 100 fL
MCH 28.7 pg 26 - 34 pg
MCHC 36.1 g/dL 32 - 36 g/dL
PLT 24.5x103/uL ↓ 140 - 392 x 103/uL
DARAH LYM 17,6 % ↓ 25 - 40 %
RUTIN MONO 23.0 % ↑ 2-8%
EOS .043 % ↓ 2-4%
BASO 1.13 % ↑ 0–1%

Tes Widal Hasil Nilai Rujukan


Titer O 1/80 Negatif

Titer H 1/80 Negatif

Titer AH 1/160 Negatif

Titer BH 1/80 Negatif

5. Diagnosa
Dengue hemoragic faver

6. Analisa Data
Diagnosa
No Data Etiologi
Keperawatan
1. Ds : Proses infeksi Hipertermi
Pasien masuk dengan keluhan virus Dengue berhubungan
utama demam yang dialami ± dengan proses
5 hari sebelum masuk rumah penyakit
sakit (infeksi virus
Do : dengue/viremia)
- Menggigil
- TTV :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 120x/i
Pernapasan : 32x/i
Suhu :40oC
Lab :
- WBC : 2,57x103/uL ↓
- MCV : 79,6 fL ↓
- PLT : 24.5x103/uL ↓
- LYM : 17,6 % ↓
- MONO : 23.0 % ↑
- EOS : .043 % ↓
- BASO : 1.13 % ↑
2. Ds: Penumpukkan Bersihan jalan
1. Pasien Batuk secret nafas tidak
2. Pasien Batuk berlendir efektif
3. Batuk kental dan berwarna
kuning
4. Pasien lemas
DO :
TTV :
R : 32 x/m
3. Ds : Intake nutrisi Ketidak
1. Pasien mual yang tidak seimbangan
2. Pasien muntah adekuat akibat nutrisi kurang
3. Nafsu makan berkurang mual dan nafsu dari kebutuhan
4. Badan lemas makan yang tubuh
DO : menurun
1. Bunyi peristaltic

7. Rencana Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Jelaskan kepada 1 Pola demam dapat
berhubungan tindakan pasien tentang membantu dalam
dengan proses keperawatan 1x demam. diagnosis misalnya
penyakit 24 jam diharapkan kurva demam lebih
(infeksi virus pasien lanjut
dengue/viremia) menunjukkan 2. Anjurkan orang 2. Untuk
suhu dalam batas tua atau keluarga memberikan rasa
normal : untuk nyaman, pakaian
1. Suhu 36 – menggunakan tipis mudah
37,5oC oakaina tipis dan menyerap keringat
2. Pasien tidak mudah menyerap dan tidak
menggigil keringat. merangsang
3. Hasil peningkatan suhu
pemeriksaan tubuh.
lab dalam batas 3. Anjurkan orang 3. Untuk mencegr
normal tua atau keluarga dehidrasi kepada
pasien untuk pasien
meningkatkan
asupan cairan
pada pasien
4. Ajarkan 4. Dapat membantu
mengompres mengurangi
yang benar. demam pada
pasien.
5. Observasi suhu 5. Suhu 38 – 41oC
pasien menunjukkan
proses infeksius
akut demam yang
kembali normal
6. Kolaborasi
6. Digunakan untuk
pemberian anti
mengurangi
piretik sesuai
demam dengan
dengan kondiri
aksi sentral nya
pasien
pada hipotalamus,
meskipun demam
mungkin dapat
berguna dalam
membatasi
pertumbuhan
organisme, dan
meningkatkan
autodestruksi dari
selsel yang
terinfeksi
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Atur posisi 1. Untuk
nafas yang tidak tindakan senyaman mempermudah
efektif keperawatan 1 x mungkin proses pernapasan
berhubungn 24 jam diharapkan 2. Beri minum air 2. Untuk
dengan pasien hangat. meleggakan
penumpukkan menunjukkan : pernapasan
secret 1. Batuk
berkurang
2. Lendir mudah
dikeluarkan
3. Pasien tidak
sesak
4. Pasien tidk
lemah
3. Ketidak Setelah dilakukan 1. Berikan 1. Agar terhindar
seimbangan tindakan makanan yang dari mual dan
nutrisi kurang keperawatan 1 x tidak memicu muntah
dari kebutuhan 24 jam diharapkan mual muntah
tubuh pasien 2. Berikan 2. Untuk
menunjukkan : makanan lunak meringankan kerja
1. Mual muntah usus
berkurang. 3. Pemberian 3. Untuk
2. Pasien tidak makanan yang meningkatkan
mengeluh sakit disukai tetapi nafsu makan
ulu hati. tidak melanggar
3. Pasien tidak pantangan
lemas. 4. Pemberian 4. Agar lambung
4. Pasien makanan sedikit tetap terisi,
mengetahui tapi sering mencegah nyeri
pentingnya ulu hati.
nutrisi.
5. Nafsu makan
baik.

Anda mungkin juga menyukai