Disusun Oleh :
dr. Mutiara Putri Camelia
Dokter Pendamping :
dr. Prasetia Aji
dr. Wiwin Sri Niscahya
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
- Kualitatif : Komposmentis
- Kuantitatif : GCS 4-5-6
Tanda vital
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 88x/m
- RR : 20x/m
- Suhu : 37.9°C
Kepala & leher : ca-/- si-/- pupil isokor, rc+/+ sianosis (-) lidah dbn, pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, bentuk normal, deformitas (-)
Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), extra systole (-)
Pulmo: vesikuler/vesikuler, wheezing -/-, ronchi -/-
Abdomen : flat, soefl, BU (+)12x/m, hepar/lien tidak teraba, NTE(+)
Extremitas : akral hangat, merah, CRT<2detik, edema tungkai -/- petekie -/-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb normal : 13,9 g/dL
Leukopenia : 3.500/uL
Trombositopenia : 113.000/uL
Hematokrit normal : 43,3%
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Tidak dilakukan
2. Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya belum pernah mengkonsumsi obat
3. Riwayat Alergi
Alergi obat-obatan, makanan, cuaca dan debu tidak ada.
4. Riwayat Keluarga
Keluarga yang sakit seperti ini tidak ada
5. Riwayat Psikososial
Pasien sehari-hari beraktivitas di sekeliling rumah saja, pola makan teratur, tidak
merokok dan minum alkohol. Pasien sering menggantung pakaian bekas pakai dibalik
pintu, di perumahan pasien dan warga lainnya jarang melakukan kerja bakti untuk
membersihkan daerah sekitar terutama selokan. Jarak rumah dengan tetangga dekat,
di lingkungan rumah ada orang yang dirawat karena demam berdarah.
6. Riwayat Gizi
Kesan gizi pasien cukup.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Kasus-1
1. Subyektif
Pada anamnesa pasien didapatkan : demam yang terus menerus sepanjang hari, ,
demam sempat turun akan tetapi naik kembali. Pasien juga mengeluh mual, nyeri ulu hati,
nyeri kepala serta nyeri pada tulang dan otot. Pada DHF setelah masa inkubasi akan diikuti
oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan recovery (penyembuhan). Pada fase febris pasien
akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi
hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Fase ini biasanya akan
bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka kemerahan, eritema, nyeri seluruh
tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan
nyeri tenggorokan atau mata merah (injeksi konjungtiva). Akhir fase demam merupakan
fase kritis pada DHF. Pada saat demam mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-
akan sembuh, maka hal ini harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam
mulai turun hingga dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan
permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan peningkatan
hematokrit. Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi
gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien
membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik
meningkat, dan diuresis normal..
2. Obyektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 88
kali/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu axilla 37,9C dan pemeriksaan fisik
generalisata dalam batas normal. Nyeri ulu hati (+), tidak ditemukan pembesaran hepar
dan asites serta tidak ditemukan petekie. Pada penyakit DHF hepar sering ditemukan
membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam. Pembesaran hepar pada umumnya dapat
ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-
4 cm di bawah arcus costae.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb normal : 13,9 g/dL
Leukopenia : 3.500/uL
Trombositopenia : 113.000/uL
Hematokrit normal : 43,3%
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Pada
akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama menurun sehingga jumlah
sel limfosit secara relatif meningkat. Apabila terjadi leukopenia progresif disertai
penurunan jumlah platelet yang cepat maka merupakan tanda kebocoran plasma.
Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/µl. Pada umumnya trombosit terjadi
sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit
<100.000/µl biasanya ditemukan antara hari sakit 3-7. Pemeriksaan trombosit perlu
diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.
Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan hemokonsentrasi selalu
dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Nilai hematokrit juga
dipengaruhi oleh penggantian cairan dan perdarahan.
3. Assesment
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot/ atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Pada pasien ini ditemukan manifestasi klinis, demam, nyeri otot, leukopenia,
tormbositopenia.
WHO (2004) membagi demam berdarah dengue menjadi 4 derajat berdasarkan tingkat
keparahan, yaitu:
Derajat I : Demam disertai gejala umum non spesifik, satu-satunya manifestasi
perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniket positif.
Derajat II : Manifestasi pada derajat I disertai perdarahan spontan yang bias terjadi
dalam bentuk perdarahan kulit atau dalam bentuk lain.
Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut yang melemah dan cepat,
penurunan tekanan denyut (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, disertai kulit lembab
dan dingin serta gelisah.
Derajat IV : Syok yang sangat berat dengan tekanan darah yang tidak terdeteksi.
Pada pasien ini, dilakukan uji turniket positif, namun tidak terdapat perdarahan spontan,
tidak terdapat tanda-tanda kegagalan sirkulasi DBD gr I
4. Plan
Diagnosis:
Darah rutin setiap 12 jam
Serologi dengue
Pengobatan:
IVFD RL 30 tpm (pantau urin output)
Inj Antrain 3x1 gr
Inj Ranitidin 2x50 mg
Diet makanan lunak, rendah lemak dan tidak berbumbu tajam
Monitoring:
Vital sign, keluhan, urin output
Tinjauan Pustaka
Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot/ atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh.
Etiologi
DBD disebabkan oleh virus dengue anggota genus Flavivirus, yang diketahui memiliki empat
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Dari keempat serotipe tersebut, serotipe
DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Secara morfologi, Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Vektor adalah
hewan arthropoda yang dapat berperan sebagai penular penyakit. Vektor DD dan DBD di
Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai
vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman, stadium pradewasanya
mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat penampungan air atau wadah yang berada
di permukiman dengan air yang relatif jernih.
Manifestasi klinis
Klasifikasi manifestasi klinis infeksi virus dengue (WHO, 1999) :7
Diagnosis
Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi sebagai berikut:
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbita
Mialgia/atralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif)
Leukopenia, Trombositopenia
Diagnosis DBD berdasarkan WHO 1997 ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
Uji bendung positif
Ptekie, ekimosis, purpura
Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi) atau perdarahan tempat lain
Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ µl)
Terdapat minimal satu tanda kebocoran plasma sebagai berikut :
Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada
DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia atau peningkatan hematokrit, cukup
untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue. Efusi pleura dan atau
hipoalbumin, dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemia dan atau terjadi
perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia,
mendukung diagnosa demam berdarah dengue.
WHO (2004) membagi demam berdarah dengue menjadi 4 derajat berdasarkan tingkat
keparahan, yaitu:
Derajat I : Demam disertai gejala umum non spesifik, satu-satunya manifestasi
perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniket positif.
Derajat II : Manifestasi pada derajat I disertai perdarahan spontan yang bias terjadi
dalam bentuk perdarahan kulit atau dalam bentuk lain.
Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut yang melemah dan cepat,
penurunan tekanan denyut (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, disertai kulit lembab dan
dingin serta gelisah.
Derajat IV : Syok yang sangat berat dengan tekanan darah yang tidak terdeteksi.
Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan spesifik untuk pasien DBD. Terapi untuk DBD bersifat
simptomatik dan kontrol terhadap manifestasi klinis dari syok dan perdarahan yang terjadi.
Pasien yang syok jika tidak ditatalaksana dalam waktu 12- 24 jam akan mengalami kematian.
Manajemen terpenting pada pasien DHF adalah observasi ketat terhadap tanda vital dan
monitoring laboratorium.
Manajemen demam DBD sama seperti penatalaksanaan DD. Paracetamol
direkomendasisikan untuk menurunkan suhu dibawah 39oC. Pemberian cairan oral sangat
direkomendasikan selama pasien dapat mentolerir cairan yang diberikan seperti halnya pasien
diare. Cairan IV perlu diberikan terutama jika pasien muntah terhadap makanan atau cairan
yang diberikan.
Daftar Pustaka:
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo,
A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9.
2. Kementerian Kesehatan RI. Demam berdarah dengue. Buletin jendela epidemiologi,
volume 2; Agustus 2010
3. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2010. November
2011
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun
2011. Jakarta. 2012