Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

ANALISIS KASUS

Tn. KBK, 43 tahun, laki-laki, datang ke IGD RSMH dengan keluhan


demam tinggi, dirasakan terus menerus, dan muncul secara mendadak sejak ± 5
hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasakan demamnya lebih tinggi pada
sore hingga malam hari. Demam dapat mereda sementara dengan obat penurun
panas (Paracetamol). Setelah habis efek obatnya, pasien tetap merasakan demam.
Selain demam, pasien juga mengeluhkan nyeri kepala. Nyeri kepala yang
dirasakan seperti ditusuk-tusuk, terjadi secara tiba-tiba. Nyeri kepala yang dialami
hilang timbul, biasanya timbul di pagi dan sore hari kemudian hilang setelah 2-3
jam. Nyeri dirasakan menjalar ke mata sebelah kanan, mata pasien yang nyeri
menjadi merah dan berair. Nyeri di belakang bola mata, nyeri otot (pegal-pegal),
nyeri sendi, nyeri pada tulang, nyeri ulu hati tidak ada. Bintik-bintik merah pada
tubuh ada. Lebam ada di daerah bekas suntikan. Mimisan dan gusi berdarah tidak
ada. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Mual dan muntah tidak ada. Kemudian
sejak ± 12 jam SMRS, pasien mengeluh nyeri kepala dirasakan semakin
memberat sehingga mengganggu aktivitas. Demam dan bintik merah pada kulit
masih dikeluhkan.
Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 8 Juni 2021 didapatkan Tekanan
darah 120/90 mmHg, Nadi 90 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup, Laju
pernapasan 20 x/menit, reguler, tipe torakoabdominal dan Temperatur pasien 36,6
o
C (tidak demam). Pada pemeriksaan mata didapatkan injeksi sklera dextra saat
nyeri kepala. Pada pemeriksaan toraks terdapat ptekie pada toraks anterior. Pada
ekstermitas atas adanya ptekie dan lebam pada lengan kanan dan kiri akibat bekas
suntikan. Pada ekstremitas bawah ditemukan ada ptekie.
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium yang dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis pada pasien ini didapatkan Leukosit menurun
yaitu 1,55 103/mm3, Trombosit menurun yaitu 14.000 mm3, Ht meningkat yaitu
52%, AST/SGOT meningkat yaitu 271 U/L , ALT/SGPT meningkat yaitu 219
U/L, Ureum menurun yaitu 15 mg/dl, Kreatinin meningkat yaitu 1,08 mg/dl. Pada
pemeriksaan USG Abdomen didapatkan Hepatomegali non spesifik dan efusi
pleura dekstra. Pada pemeriksaan Immunoserologi didapatkan Dengue NS I Ag
reaktif.
Berdasarkan anamnesis , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka diagnosis sementara pasien ialah demam dengue. Demam berdarah dengue
grade II. Pasien dengan infeksi demam berdarah dengue memiliki gejala klinis
terdiri atas 3 fase yaitu fase demam, fase kritis, dan fase penyembuhan. Fase
demam timbul dengan mendadak 2-7 hari dapat mencapai 40 oC,pada beberapa
pasien dapat diliat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik,
keluhan ini dapat disertai dengan nyeri kepala dan kejang, nyeri retro orbita, nyeri
otot, nyeri sendi dan nyeri punggung. Gejala klinis lain yang sering terdapat
adalah mual, muntah atau terjadi nyeri saat menelan dengan faring hiperemis,
suara menjadi serak, batuk dan manifestasi perdarahan seperti epistaksis, ruam
atau gejala perdarahan saluran cerna. Pada pasien ini terdapat keluhan demam
tinggi, dirasakan terus menerus, dan muncul secara mendadak sejak ± 5 hari
sebelum masuk rumah sakit, terdapat nyeri kepala yang dirasakan seperti ditusuk-
tusuk, terjadi secara tiba-tiba, nyeri pada bola mata sebelah kanan, mata pasien
yang nyeri menjadi merah dan berair dan bintik-bintik merah pada tubuh
dibuktikan dengan torniquet test (+) dan pemeriksaan laboratorium darah yaitu
trombositopenia. Pada pemeriksaan Immunoserologi didapatkan Dengue NS I Ag
reaktif, hal ini menandakan bahwa pasien menandakan adanya protein yang
dimiliki oleh virus dengue. Protein ini dapat ditemukan dalam darah selama
seseorang terinfeksi virus dengue.
Pada fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada
transisi dari saat demam ke bebas demam ditandai hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit diatas 20% nilai dasar atau tanda perembesan plasma
seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding kantung empedu. Pemeriksaan
USG dapat mendeteksi perembesan plasma. Pasien ini terdapat tanda kebocoran
plasma yaitu efusi pleura dekstra pada pemeriksaan USG Abdomen sehingga pada
pasien ini memenuhi kriteria demam berdarah derajat II yaitu demam disertai
nyeri kepala dan nyeri pada bola mata kanan, adanya manifestasi perdarahan
spontan yaitu ptekie, efusi pleura sebagai tanda kebocoran plasma, leukopenia,
hematokrit yang meningkat dan trombositopenia.
Expanded dengue syndrome adalah salah satu manifaestasi klinis dari
infeksi virus dengue yang melibatkan organ seperti paru, hati, ginjal, jantung,
maupun otak dengan atau tanpa ditemukannya tanda kebocoran plasma. Pada
pasien ini terdapat peningkatan SGOT dan SGPT, pada pemeriksaan USG
terdapat hepatomegali sehingga pasien ini mengalami gangguan pada fungsi hepar
yang termasuk dari Expanded dengue syndrome.
Peningkatan SGOT dan SGPT pada pasien DBD merupakan akibat dari
cedera sel hepar mengingat virus dengue menyerang sistem retikuloendotelial dari
penjamu. Cedera hepat ini selain karena edek langsung dari virus , juga dapat
diakibatkan oleh respons imun penjamu. Beberapa teori berkembang mengenai
pathogenesis terjadinya kerusakan sel hepar pada infeksi dengue. Salah satunya
adalah keterlibatan sel T sitotoksisk CD 4+. Sitotoksisitas sel CD4+ terjadi
melalui dua jalur:
1. Pelepasan perforin dan granzim dari sel T yang telah teraktivasi
2. Interaski ligan fas pada sel T dengan Fas pada sel target. Interkasi ini
dapat menyebabkn destruksi sel-sel yng mempresentasikan antigen
virus maupun sel yang tidak mempresentasikan antigen pada sel
sekitar yang juga mengekspresikan Fas.
Selain mekanisme diatas, sel T juga diduga menghasilkan
sitokin/kemokin yang dapat merusak sel hepar. Pada penelitian yang
dilakukan Sung dkk tahun 2012 ditemukan peningkatan ekspresi gen
CXCL10 pada infeksi virus dengue dimana diketahui bahwa CXCL10
dapat menyebabkan perekrutan sel NK ke organ hepar yang menyebabkan
kematian hepatosit.

Salah satu diagnosis banding demam berdarah adalah penyakit


chikungunya. Penyakit Chikungunya memiliki gejala yang sama seperti demam
berdarah meliputi demam yang tinggi (390C), mengigil, sakit kepala, mual,
muntah, sakit perut, nyeri sendi dan otot serta bintik-bintik merah pada kulit
terutama badan dan lengan. Bedanya dengan DBD, pada Chikungunya tidak ada
perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian dan bersifat self limiting
diseases.
Kompetensi dokter umum pada pasien DBD adalah SKDI 4 yaitu mampu
membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut
secara mandiri dan tuntas, maupun rawat bersama.
Tatalaksana pada pasien ini diberikan terapi non farmakologis dan
farmakologis. Untuk non farmakologis pasien istirahat yang cukup, observasi
keadaan umum dan tanda vital, diberikan makanan yang lunak.
Berikan edukasi kepada pasien mengenai:
1) Asupan cairan oral yang harus ditingkatkan dengan pemberian minum
yang cukup
2) Kenali tanda-tanda warning sign seperti demam turun tapi keadaan umum
buruk, nyeri perut, gelisah, muntah terus menerus, pembesaran hati,
oliguria, akumulasi cairan, perdarahan mukosa
3) Menjelaskan kemungkinan penyebab penyakit serta mengedukasi pasien
dan keluarga pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempat
tinggal atau tempat bekerja
4) Edukasi mengenai pemberantasan sarang nyamuk

Terapi farmakologis pada pasien ini diberikan pemberian infus cairan


kristaloid sesuai protokol 2 tatalaksana DBD, sesuai rumus sebagai berikut:
- Volume kristaloid per hari = 1500 + 20 x (berat badan dalam kg - 20)
= 1500 + 20 x (65-20)
= 2400 cc / 24 jam
- IVFD Asering 800cc/8 jam  gtt XXXIII / menit (makro)
- Paracetamol 500 mg PO prn

Angka kematian untuk kasus demam berdarah dengue adalah 2-5 %. Bila
demam berdarah dengue tidak diobati, angka kematiannya meningkat sampai
50%. Penderita yang sembuh biasanya tanpa sekuele dan tubuhnya akan membuat
imunitas terhadap serotipe virus yang menjangkitinya sehingga prognosis pada
pasien ini adalah quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad functionam bonam dan
quo ad sanationam bonam, karena pasien sudah ditatalaksana dengan tepat.

BAB V
KESIMPULAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue


haemorrhagic fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfoadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang sering menimbulkan wabah
dan menyebabkan kematian pada banyak orang penyakit ini di sebabkan oleh
virus dengue dan di tularkan oleh nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini tersebar luas
di rumah- rumah, sekolah dan tempat-tempat umum sehingga setiap keluarga dan
masyarakat mengandung risiko untuk ketularan penyakit DBD.
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang
sampai pada saat ini belum ditemukan obat atau vaksinnya, namun dapat dicegah
dengan memperhatikan kebersihan lingkungan rumah dengan tidak banyak
mengantung pakaian, menguras bak mandi 1 kali seminggu dan mengubur
sampah atau barang-barang yang tidak dipakai.

Anda mungkin juga menyukai